1999 Perubahan
2000 Perubahan
2001 Perubahan
2002 Perubahan
Perubahan Pertama
Ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan ini meliputi 9 pasal, 16
ayat, yaitu :
-
5 ayat 1
Pasal 7
Pasal 14 ayat 1
Pasal 14 ayat 2
Pasal 15
: Pengangkatan Menteri
: DPR
Pasal 21
Perubahan Kedua
Ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
-
Bab VI
: Pemerintahan Daerah
Bab VII
Bab IX A
: Wilayah Negara
Bab X
Bab XA
Bab XII
Bab XV
Perubahan Ketiga
Ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
-
Bab I
Bab II
: MPR
Bab III
Bab V
: Kementrian Negara
Bab VII A
: DPR
Bab VII B
: Pemilihan Umum
Bab VIII A
: BPK
Perubahan Keempat
Ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang
terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam
perubahaan keempat ini ditetapkan bahwa :
UUD 1945 sebagaimana telah diubah adalah UUD 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9
tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dihapuskan dan
pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara.
E. Studi Kasus
Video
https://www.youtube.com/watch?v=v66T-lNUaNw
Ada Dugaan Pelanggaran Konstitusi dalam Kasus Bank Century
Pemberian imunitas melalui Perpu No 4 Tahun 2008 dipersoalkan.
Skandal bank Century ternyata tidak hanya menguapkan dugaan pelanggaran
kebijakan dan tindak pidana korupsi. Dalam kasus yang beberapa bulan terakhir menyita
perhatian publik ini, ternyata ada juga dua bentuk pelanggaran konstitusi. Hal tersebut
diungkapkan Johan O Silalahi, Presiden Negarawan Center dalam sebuah diskusi di gedung
DPR, Rabu (16/12).
Menurut Johan, pelanggaran konstitusi pertama adalah ketika Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan pada 15 Oktober 2008.
Presiden dituding melanggar Konstitusi karena melalui Pasal 29 Perpu No 4 Tahun 2008
memberikan kekebalan hukum kepada Menteri keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan/atau
semua
pihak
yang
menjalankan
Perpu
ini.
Presiden tidak punya wewenang dan hak. Bagaimana Presiden bisa memberikan kekebalan
hukum terhadap orang lain. Terhadap dirinya saja ia tidak bisa memberikan kekebalan hukum
menurut Konstitusi, tegasnya.
Bentuk pelanggaran konstitusi lainnya adalah ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani
menyatakan tidak puas terhadap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sikap Sri,
menurut Johan, sama saja mengabaikan Konstitusi, khususnya Pasal 23E ayat (1) dan (3). Sri
juga dinilai telah melecehkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan kewibawaan BPK
dengan tidak mematuhi hasil audit investigatifnya.
Bagaimana mungkin seorang pembantu Presiden (Menteri) bisa tidak percaya terhadap hasil
audit BPK yang kewenangan pembentukannya diatur dalam Konstitusi, ujarnya. Johan juga
mengaku heran ketika ketidakpuasan Sri Mulyani diikuti dengan permintaan agar BPKP
melakukan audit. Langkah ini, lanjutnya, seharusnya dilakukan sebelum BPK menggelar
audit. Wibawa dari BPK dipertaruhkan disini, ujarnya.
ayat (3):
Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan undang-undang
Pandangan Johan diamini Anggota Komisi III DPR Chairuman Harahap. Mantan
Jaksa ini berpendapat prinsip equality before the law harus ditegakkan. Harus ada
kesamaan, tegasnya. Menurut Chairuman, penyelenggara negara saat ini memang cenderung
mengambil jalan pintas untuk mewujudkan keinginannya. Salah satu jalan pintas itu adalah
menerbitkan perpu.
Perpu yang sebenarnya oleh UUD diberikan dengan batasan-batasannya. Harus ada
kegentingan yang memaksa sehingga mengakibatkan penyelenggaraan negara tidak bisa
dijalankan, jelasnya.
Penggunaan perpu, kata Chairuman, bisa berakibat fatal apabila ternyata dijadikan
instrumen untuk meniadakan kekuasaan legislatif, Yudikatif, atau bahkan memberikan
kekuasaan dan kekebalan hukum bagi diri presiden atau pihak lain. Chairuman mengatakan
presiden seharusnya segera mencabut Perpu No 4 Tahun 2008, karena faktanya DPR telah
menolaknya pada sidang paripurna 18 Desember 2008 lalu.
Pencabutan perpu tersebut adalah formil tugas presiden, namun tidak berlakukanya perpu
adalah pada saat ditolak. Jika Presiden tidak mengajukan RUU pengganti perpu tersebut,
berarti ia tidak menjalankan kewajibannya menjalankan undang-undang selurus-lurusnya,
paparnya.
Ke depan, menurut Chairuman, praktek kenegaraan seperti ini perlu diperbaiki agar
tidak mengarah bentuk kediktatoran. Kita harus mencegah terjadinya kediktatoran dalam
negara kita. Penyelenggara negara harus sesuai dengan Konstitusi. DPR akan mengawal dan
mengingatkan pemerintah dalam hal ini, tegasnya.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b29ddef73395/ada-dugaan-pelanggarankonstitusi-dalam-kasus-bank-century
Penyimpagan
Hambalang, Pejabat Kempora Diperiksa KPK. Kepala Bidang Manajemen Industri Olahraga
Kementerian Pemuda dan Olahraga(Kempora) Dedi Rosadi diperiksa KPK terkait kasus
dugaan korupsi pengadaan proyek pembangunan pusat pelatihan pendidikan dan sekolah
olahraga nasional, Bukit Hambalang, Jawa Barat.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Dedi
diperiksa sebagai saksi untuk tiga orang tersangka, yaitu Deddy Kusdinar, Andi Alifian
Mallarangeng dan Teuku Bagus M Noor.
KPK sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus Hambalang. Mereka
adalah Andi Alifian Mallarangeng, Deddy Kusdinar, Anas Urbaningrum dan Teuku Bagus.
Andi ditetapkan menjadi tersangka pada Desember tahun lalu. Andi berstatus tersangka
dalam kapasitasnya sebagai menteri pemuda dan olahraga dan pengguna anggaran proyek
Hambalang.
Ia disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) 30/1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal 3 mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara.
Sementara Pasal 2 Ayat (1) melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri sendiri
atau orang lain.
Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora),
Deddy Kusdinar sebagai tersangka kasus pengadaan pembangunan sarana dan prasarana
Pusat Pelatihan dan Olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat.
Deddy ditetapkan tersangka terkait jabatannya dulu sebagai kepala biro perencanaan
Kempora. Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat
komitmen (PPK).
Kepada Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang
No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Sementara eks Direktur Operasi sekaligus Kepala Divisi Konstruksi 1 non aktif PT Adhi
Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2 ayat 1 dan
atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kaspenerimaan hadiah atau janji
terkait proses perencanaan pelaksnaan pembangunan sport center hambalang dan atau
proyek-proyek lainnya.
Anas ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR 2009-2014.
KPK menyangkakan Anas melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau pasal 11
Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua peristiwa
yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp 2,5
triliun.
Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan
proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years. Pengadaan proyek Hambalang
ditangani Kerjasama Operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Alasan mengapa kasus hambalang dijadikan contoh kasus penyimpangan negara konstitusi di
indonesia karena Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka dan beliau sebagai menteri
pemuda dan olahraga melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dan penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara.
http://greanfiction.blogspot.co.id/2015/02/penyimpangan-penyimpangan-konstitusi.html
Ketiga, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip pertama yakni independensi penerapan
angka satu yang menegaskan hakim konstitusi harus menjalankan fungsi judisialnya secaran
independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar tanpa
bujukan, iming-iming, tekanan dan ancaman atau campur tangan dari siapa pun dengan
alasan
apapun
sesuai
dengan
penguasaannya
atas
hukum.
Perilaku tersebut yakni pertemuan Akil Mochtar dengan anggota DPR RI berinisial CHN di
ruang kerjanya tanggal 9 Juli 2013 dan dihubungkan dengan penangkapan anggota DPR
CHN yang berada di tempat yang sama dengan Akil saat ditangkap KPK.
"Menimbang bahwa perilaku hakim terlapor adakan pertemuan dengan CHN (Anggota DPR)
pada 9 juli 2013, dan dikaitkan dengan tertangkap keduanya bersama, menimbulkan
keyakinan MKK bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani
hakim
terlapor,"
kata
Abbas
Said,
anggota
MKK.
source:
http://nasional.sindonews.com/read/800825/13/ini-pelanggaran-kode-etik-akilmochtar-1383288630
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi
https://prezi.com/q-s5y3ndkuvd/pengertian-hukum-dasar-negara-indonesia/
http://suprijono.blogspot.com/2014/10/apakah-arti-penting-konstitusi-bagi-suatu-negara.html
http://civicedukasi.blogspot.co.id/2010/10/uud-1945-sebagai-konstitusi-negara.html
https://id.wikipedia.org/wiki/UndangUndang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945#Periode_Perubahan_UUD_1945
http://mellamela3.blog.com/undang-undang-dasar-1945-dan-amandemennya/
http://pkn-8d-19.blogspot.co.id/2011/01/pengertian-amandemen-uud-1945.html
Kelompok 11
Aditya Sri Kuncoro
1517232
1517239
1517287