Anda di halaman 1dari 5

ASPEK EKONOMI TEMBAKAU DI INDONESIA

1.

Introduction
Tembakau atau Nicotiana tabacum (Nicotiana spp.,L.) adalah salah satu
tumbuhan yang berjenis herbal dengan ketinggian 1,8 meter dan besar daunnya
yang melebar dan meruncing dapat mencapai sekurang-kurangnya 30 sentimeter.
Tanaman ini digunakan untuk bahan pembuatan rokok, cerutu, shisa, kretek, dan
sebagainya. Asal tanaman ini berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan.
Perkembangan tembakau di Indonesia berawal dari percobaan penanaman
tembakau secara besar-besaran yang dilakukan oleh bangsa Belanda pada tahun 1830
oleh Van Den Bosch melalui Cultuurstelsel yaitu sistem tanam paksa disekitar
Semarang, Jawa Tengah, namun pada saat itu mengalami kegagalan. Pada tahun 1971
terjadi peningkatan konsumsi tembakau di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya harga rokok, peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan
rumah tangga, kurangnya informasi mengenai dampak mengkonsumsi rokok, dan
proses mekanisasi industry rokok.
Seiring dengan peningkatan konsumsi rokok di Indonesia menyebabkan
penurunan kesehatan tubuh akibat asap rokok yang dihasilkan, bahkan asap rokok ini
dapat menyebabkan kematian dini. Selain itu, hal ini juga dapat memperpendek umur
harapan hidup seseorang yang mengkonsumsinya, meningkatkan biaya kesehatan
dan juga dapat menurunkan produktivitas. Jika hal ini terus terjadi, maka negara akan
kehilangan produktivitas kerja dari setiap orang yang meninggal akibat rokok ini
sehingga terjadi penurunan produktivitas ekonomi dari suatu negara.
Konsumsi rokok dan konsumsi produk tembakau lainnya merupakan masalah
kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan penurunan produktivitas
seseorang. Kebiasaan merokok merupakan ciri sebagian laki-laki dewasa di
Indonesia. Hal ini tentu harus diperhatikan sejak kini oleh berbagai pihak karena ini
menyangkut kesehatan pada diri seseorang dan berdampak juga pada orang lain yaitu
seorang perokok pasif.
Berbagai upaya pengendalian konsumsi tembakau dilakukan secara bertahap
dan terintegrasi yang melibatkan sector pemerintah dan non pemerintah. Informasi
mengenai kesehatan dan dampak mengkonsumsi rokok harus dapat diketahui oleh
semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa. Dengan hal ini diharapkan
masalah ini dapat teratasi dan kesehatan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi di
Indonesia akan mulai kembali membaik. Berbagai kalangan harus ikut berpartisipasi
mengenai masalah ini dan dapat diselesaikan secara tepat dan tuntas.

BAB II
PUBLISHED PAPERS OR ARTICLES OR JURNALS

Produksi Rokok di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan yang


signifikan. Tercatat 300 Juta Milyar batang rokok diproduksi pada tahun 2011 atau
meningkat sebesar 30 Milyar batang dari tahunn 2010 yaitu 270 miliar batang (2010).
Jumlah ini telah melebihi batas produksi maksimal yang ditetapkan roadmap industri
rokok sebanyak 260 milyar batang.
Peningkatan jumlah produksi rokok ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah meningkatnya permintaan terhadap
rokok disebabkan oleh rendahnya harga rokok, peningkatan jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan rumah tangga, kurangnya informasi mengenai dampak
mengkonsumsi rokok, dan proses mekanisasi industry rokok.
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia, yaitu
pada urutan keempat setelah China, USA, dan Rusia. Jumlah batang rokok yang
dikonsumsi di Indonesia cenderung meningkat dari 182 milyar batang pada tahun
2001 (Tobacco Atlas, 2002) menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009 (Tobacco
Atlas, 2012).
Konsumsi rokok memberikan andil terhadap rendahnya produktivitas
ekonomi akibat penurunan fungsi fisik, kapasitas paru-paru, dan tingkat kesakitan
yang lebih tinggi oleh asap rokok yang dihasilkan. Kematian dini juga akan dialami
oleh setengah dari jumlah perokok di Indonesia dan akan berdampak pada
pengurangan jumlah relative angkatan kerja, yang dalam jangka panjang berdampak
penting terhadap ekonomi karena pengurangan penghasilan dan tingkat tabungan.
Selain itu, pengeluaran rumah tangga untuk tembakau yang tinggi dan biaya
perawatan kesehatan akibat konsumsi produk ini akan berdampak negative terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga di Indonesia.

Riset yang dilakukan oleh Dr. Soewarta Kosen menyatakan bahwa pada tahun
2012 diperkirakan 384.058 orang (237.167 laki-laki dan 146.881 wanita) terkena
penyakit akibat komsumsi tembakau. Sedangkan angka kematian mencapai 190.260
(100.686 laki-laki dan 50.520 wanita) atau dapat disimpulkan 50% dari orang yang
terkena akibat rokok mengalami kematian dini.
Beban ekonomi yang akan ditanggung oleh suatu negara akan terus meningkat
seiring dengan jumlah kematian akibat dari mengkonsumsi rokok. Berikut merupakan
data dari penerimaan cukai dan kerugian konsumsi rokok.

Beban ekonomi akibat konsumsi rokok pada tahun 2010 sebagai berikut:
1. Pengeluaran konsumsi rokok: Rp. 138 Triliun
2. Biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan: Rp. 2,11 Triliun
3. Kehilangan produktivitas karena kematian: Rp. 105,3 Triliun
Total kerugian ekonomi secara makro akibat konsumsi rokok mencapai Rp. 24541
Triliun
Salah satu cara yang terbaik untuk mengurangi konsumsi rokok ini yaitu dengan
meningkatkan tarif cukai rokok. Cara seperti ini dianggap cara yang efektif untuk
mengurangi konsumsi rokok. Tarif cukai rokok yang tinggi akan membuat seseorang
mengurangi untuk mengkonsumsi rokok dan bahkan sampai berhenti untuk merokok
karena tingginya harga yang diterapkan. Selain itu, tindakan untuk menaikkan tarif
cukai rokok ini pun juga dapat meningkatkan pendapatan negara. Penerapan tariff
cukai sampai dengan batas maksimum yang diperbolehkan undang-undang dapat
mencegah 1,7 juta sampai 4 juta kematian akibat penyakit yang terkait dengan
konsumsi rokok.

BAB III
CRITICAL THINKING
Pertumbuhan tembakau di Indonesia secara garis besar memberikan dampak
yang teramat besar bagi sektor kesehatan masyarakat. Menurut Kosen (2012)
diperkirakan 384.058 orang terkena penyakit akibat konsumsi tembakau, sedangkan
angka kematian mencapai 190.260. Namun, jika di analisa dari segi ekonomi
dampak positif ataupun dampak negatif yang diberikan akibat pertumbuhan dan
konsumsi tembakau juga sangat besar.
Dampak postif dari segi ekonomi adalah pemerintah akan mendapatkan
pemasukan pajak yang lebih dari perusahan-perusahaan yang memproduksi olahan
tembakau. Seiring dengan peningkatannya permintaan produksi tembakau oleh
konsumen maka pendapatan yang didapatkan oleh para produsen juga semakin
meningkat sehingga pajak yang diterima oleh negara juga akan meingkat.
Pada sektor ekonomi, jika ditinjau dari sisi negatif adalah menurut SUSENAS
tahun 2005 dalam ekonomi tembakau di Indonesai oleh Sarah Barber, dalam sistem
ekonomi keluarga. Keluarga yang memiliki anggota seorang perokok atau dalam hal
ini adalah orang yang mengkonsumsi tembakau akan menghabiskan sekitar 11,5%
dari pendapatan untuk mengkonsumsi tembakau, 11% untuk makan, 2,3% untuk
kesehatan dan 3,2% untuk pendidikan. Pembagian keuangan seperti itu tidaklah
benar, sebaiknya tidak lebih mengutamakan konsumsi rokok daripada memenuhi
kebutuhan sehari-hari karena kebutuhan sehari-hari lebih penting daripada
mengkonsumsi rokok.
Selain itu, pengkonsumsian tembakau akan mengurangi pendapatan perkapita
ataupun produktivitas ekonomi karena pekerja dengan status aktif mengonsumsi
tembakau akan lebih besar kemungkinan untuk terkena penyakit, sehingga akan
mengurangi efektifitas dan aktivitas kerja. Dengan berkurangnya efektifitas dan
aktivitas pekerja, maka secara otomatis penghasilannya akan berkurang dan
pendapatan perkapita juga akan berkurang.
Agar tidak terjadinya penurunan pendapatan oleh pekerja aktif yang
mengkonsumsi rokok, maka produksi tembakau dapat dialih fungsikan ke produksi
produk selain rokok, Contohnya dengan produksi biofuel atau menghasilkan produk
yang berguna untuk bidang kedokteran ataupun kesehatan seperti obat diabetes dan
antibodi serta zat anti kanker.
Dari sisi sosial, dampak pengonsumsian tembakau (Rokok) dapat
menyebabkan terganggunya kenyamanan individu lain. Individu lain dalam hal ini
yaitu perokok pasif yang akan terpapar asap rokok yang lebih berbahaya, sehingga
selain mengganggu kenyaman, dari sisi sosial juga bisa mengganggu kesehatan para
individu yang menjadi perokok pasif.

BAB IV
CONCLUSION
Kenaikan produksi rokok disebabkan oleh permintaan yang tinggi dari konsumen
yang mampu membeli rokok dengan harga yang rendah sedangkan pendapatan
konsumen telah mengalami peningkatan, peningkatan jumlah penduduk, dan faktor
lainnya. Jika dianalisa lebih lanjut, kenaikan produksi rokok ini memiliki dampak
positif dan negatif dari kegiatan produksi ini. Dampak positif dapat dirasakan oleh
negara yang akan mendapatkan pemasukan dari pajak perusahaan yang meningkat
dari produksi rokok ini. Sedangkan dampak negatifnya dapat dirasakan oleh seorang
pekerja aktif yang lebih mengutamakan konsumsi rokok daripada memenuhi
kebutuhannya. Selain itu, konsumsi rokok ini juga dapat menurunkan kesehatan dan
produktivitas pekerja sehingga terjadi penurunan dalam segi ekonomi. Cara yang
tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, salah satunya dapat dengan cara
meningkatkan tarif cukai rokok sehingga konsumen akan berpikir panjang untuk
membeli rokok. Selain itu, cara ini juga dapat meningkatkan pendapatan negara.

BAB V
BIBLIOGRAPHY
Barber, Sarah. dkk. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Jurnal. Depok: Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
Barber, Sarah. dkk. 2008. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Paris: International
Union Againts Tuberculosis and Lung Dissease.
Fauzi, Ridhwan. dkk. 2013. Atlas Tembakau Indonesia. Buku. Jakarta
Pradipa, Abiyu. 2012. Tembakau Berpotensi Menjadi jadi Sumber Energi Terbarukan.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/11/tembakau-berpotensi-jadi-sumberenergi-terbarukan (diakses 6 December 2015, 12:05 AM)
Yanto, Rudi. Tanaman Tembakau Ternyata Berpotensi Sebagai Biofuel.
http://www.rudiyanto.net/2013/12/tanaman-tembakau-ternyata-berpotensi.html
(diakses 6 December 2015, 12:08 AM)

Anda mungkin juga menyukai