Etika Pengacara
Sebagai orang awam, saya ingin bertanya tentang etika pengacara, saya terlibat
perkara perdata di mana saya didampingi seorang pengacara sejak pengadilan
negeri hingga putusan MA, di mana saya memenangkannya semua. Namun
karena masalah pembayaran, pengacara saya ini minta mundur dan kemudian
berbalik menjadi pengacara lawan dengan mengajukan peninjauan kembali?
Apakah sebagai seorang pengacara ini dilegalkan, bung Pokrol? Jika tidak, apa
ada dalam KUHP yang mengatur tentang etika seorang pengacara, bung Pokrol?
Jika seseorang mencemarkan nama baik orang lain, itu akan dikenakan pasal
berapa dalam KUHP, Bung Pokrol? Terima kasih atas bantuannya Bung Pokrol.
Jawaban :
Untuk menjawab permasalahan di atas kita harus merujuk pada UU No. 18 Tahun
2003 tentang Advokat (UU Advokat) dan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).
Di pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua
fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap
klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien
dengan profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.
dibenarkan secara etik. Alasannya adalah dengan menjadi kuasa hukum lawan
berperkara anda untuk kasus yang sama, maka advokat tersebut berpotensi
melanggar kewajiban menjaga rahasia klien sebagaimana diatur dalam pasal 19
ayat (1) UU Advokat dan pasal 4 huruf h KEAI.
Sebagai kuasa hukum bagi klien barunya yaitu lawan berperkara anda, advokat
tersebut berpotensi menggunakan hal-hal terkait perkara tersebut yang dia
ketahui atau peroleh dari anda saat menjadi kuasa hukum anda. Advokat
tersebut berpotensi menggunakan informasi yang seharusnya dia rahasiakan
tersebut untuk keuntungan klien barunya dan mungkin akan merugikan
kepentingan anda.
Untuk memastikan apakah tindakan advokat tersebut melanggar kode etik atau
tidak, anda dapat mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatan
Organisasi Advokat. Jika dalam sidang Dewan Kehormatan terbukti advokat
tersebut melanggar kode etik, maka yang bersangkutan dapat dijatuhi tindakan
mulai dari sanksi teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap
dari profesi advokat (lihat pasal 26 jo pasal 7 dan pasal 8 UU Advokat).
Adapun pencemaran nama baik diatur antara lain di dalam pasal 310 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
(1)
(2)
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3)
2.
3.
berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya, dan (c) menghadap
di muka sidang pengadilan dalam proses perkara kliennya. Akan tetapi, jangan
dilupakan, bahwa hak dan kewenangan istimewa ini juga menimbulkan
kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu: (a) menjaga agar mereka yang
menjadi anggota profesi advokat selalu mempunyai kompetensi pengetahuan
profesi untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat ini,
serta (b) oleh karena itu bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak
layak menjalankan profesi terhormat ini (to expose the abuses of which they
know that certain of their brethren are quilty).
Tentang Kewajiban Advokat Kepada Pengadilan
Seorang advokat (counsel) adalah seorang pejabat pengadilan (officer of the
court) apabila dia melakukan tugasnya di pengadilan. Oleh karena itu seorang
advokat harus mendukung kewenangan (authority) pengadilan dan menjaga
kewibawaan (dignity) sidang. Untuk memungkinkan keadaan ini, maka advokat
harus patuh pada aturan-aturan sopan santun (decorum) yang berlaku dalam
melaksanakan tugasnya dan menunjukkan sikap penghargaan profesional
(professional respect) kepada hakim, advokat lawan (atau jaksa/penuntut
umum), dan para saksi. Kadang-kadang hal ini tidak mudah, dua contoh saya
ajukan di sini:
(a) Advokat yang baik berkewajiban untuk protes secara kuat, apabila dia
berpendapat bahwa pandangan atau pendapat (majelis) hakim keliru dalam
menerapkan hukum acara (misalnya mengenai pembuktian atau saksi), namun
demikian begitu (majelis) hakim telah memberi keputusan, maka advokat harus
menerimanya. Tentu dia tetap berhak untuk mempergunakan upaya hukum yang
tersedia, misalnya mengajukan banding.
(b) Ada kemungkinan seorang advokat mempunyai pengalaman dan
pengetahuan yang jauh lebih dibanding (majelis) hakim. Sehingga sering sukar
baginya untuk menahan diri melihat sikap dan putusan (majelis) hakim yang
dianggapnya keliru. Tetapi juga di sini seorang advokat harus menjaga disiplin
dirinya dan menahan diri untuk dapat tetap menjaga sopan santun sidang.
Putusan (majelis) hakim harus ditaati, bagaimanapun dirasakan keliru dan tidak
adil. Cara mengatasinya adalah hanya melalui upaya hukum yang tersedia.
Apabila seorang advokat tidak dapat mengendalikan dirinya dalam sidang, maka
dia dapat ditegur secara keras oleh (majelis) hakim. Di negara-negara dengan
common law system advokat ini dapat dituduh melakukan contempt of court
(pelecehan pengadilan). Apakah keadaan yang diuraikan di atas termasuk dalam
ketentuan KEAI, Pasal 3 alinea 8 ... harus bersikap sopan terhadap semua
pihak, namun ...? Kiranya Dewan Kehormatan Advokat akan menghadapi
pertanyaan ini di kemudian hari.
Dalam hal kewajiban advokat kepada pengadilan, ABA canon 22 menyatakan
bahwa perilaku advokat di muka sidang pengadilan dan dengan para teman
sejawatnya harus bercirikan keterbukaan (candor, frankness) dan kejujuran
(fairness). Inti dari asas ini adalah melarang advokat berperilaku curang
(mislead, deceive)terhadap (majelis) hakim dan advokat lawannya. Memang
kewajiban advokat mempunyai dua sisi: dia berkewajiban untuk loyal (setia)
pada kliennya, tetapi juga wajib beritikad baik dan terhormat dalam
berhubungan dengan pengadilan. Yang pertama adalah the duty of fidelity
kepada kliennya dan ini belum ada dalam Pasal 4 KEAI tentang hubungan
(advokat) dengan klien. Kewajiban kepada pengadilan tersebut di atas adalah
the duty of good faith dan the duty of honorable dealing. Menurut pendapat
saya KEAI juga harus menyediakan suatu bab khusus tentang hubungan advokat
dengan pengadilan. Bab baru ini harus berbeda dengan bab VI KEAI yang
mengatur tentang cara bertindak menangani perkara.
Tentang Kewajiban Advokat Kepada Sejawat Profesi
Salah satu tugas utama dari seorang advokat adalah menjaga agar dirinya tidak
menerima kasus dari klien yang menimbulkan pertentangan atau konflik
kepentingan (conflicting interest). Terutama dalam kantor hukum yang
mempekerjakan sejumlah besar advokat, maka sebelum menerima sebuah
perkara, nama calon klien dan lawan calon klien serta uraian singkat kasusnya
perlu diedarkan kepada para advokat sekantor. Ketentuan tentang hal ini, yaitu
duty not to represent conflicting interests belum ada dalam KEAI. Adapun a.l.
alasan perlunya ketentuan seperti ini, adalah asas yang telah disebut di atas
the lawyer as a fiduciary dan the duty of fidelity. Kepercayaan klien pada
advokat mungkin telah menyebabkan klien memberi advokatnya informasi
konfidensial atau pribadi. Kewajiban untuk loyal kepada klien berakibat bahwa
advokat dilarang (forbids) menerima perkara yang akan merugikan kepentingan
kliennya (forbids the acceptance in matters adversaly affecting any interest of
the client).
Mungkin terjadi keadaan, dimana dua (atau lebih) klien lama suatu kantor
advokat mempunyai kepentingan dalam perkara yang sama dan kepentingan ini
saling bertentangan. Asas pertama yang harus diperhatikan adalah tidak
mewakili kepentingan yang bertentangan (conflicting interests), kecuali dengan
persetujuan semua pihak yang berkepentingan (the consent of all concerned).
Sedangkan asas kedua adalah bahwa kecuali semua pihak memberi
persetujuan, maka hal ini berarti tidak boleh mewakili siapapun dari mereka (he
may represent no one of them).
Pasal 4 alinea 8 KEAI mengatur tentang kewajiban advokat memegang rahasia
jabatan dan ... wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antar advokat dan klien. Pertanyaan yang mungkin harus dijawab oleh Dewan
Kehormatan adalah: (a) apakah ketentuan ini berlaku juga bila
mempertimbangkan pengaduan tentang conflicting interests, dan (b) apakah
kewajiban not to disclose or abuse professional confidence tetap berlaku
setelah klien meninggal dunia?
Masih dalam konteks rahasia jabatan (professional confidential information),
apakah alinea 8 di atas itu mutlak? Bagaimana dengan informasi bahwa klien
akan melakukan kejahatan? Menurut saya, advokat dalam hal ini dapat
memberikan informasi secukupnya (as may be necessary) untuk mencegah
terjadinya kejahatan ataupun melindungi calon korban. Pertanyaan yang lain
adalah, bagaimana dengan informasi konfidensial klien yang mempunyai
implikasi terhadap keamanan umum (public safety) atau keamanan negara
(state security)? Di sini asas menjaga rahasia jabatan juga tidaklah mutlak.
Pendapat publik sering keliru menafsirkan kewajiban advokat menerima klien,
Pasal3 alinea 1 KEAI memberi hak kepada advokat untuk menolak menerima
perkara seorang klien, kecuali atas dasar agama, politik, atau status sosial. Ini
dinamakan the right to decline employment (canon 31 ABA). Sedangkan dalam
alinea 2, dikatakan bahwa tujuan advokat menerima perkara klien adalah
terutama ... tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan. Sedangkan dalam
Pasal 4 alinea 9 KEAI tidak dibenarkan seorang advokat melepaskan tugas yang
diberikan oleh kliennya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien. Ketiga
ketentuan di atas harus dibaca bersama. Dalam kasus dimana klien oleh publik
telah dianggap bersalah, maka berlaku asas the right of the lawyer to
undertake the defense of the person accused of crime, regardless of his personal
opinion as to the guilt of the accused (canon 5 ABA). Dalam hal kemudian
advokat ingin mengundurkan diri, maka hal itu harus dilakukan dengan good
cause (alasan yang wajar). Dikatakan a.l. oleh canon 44 ABA: the lawyer
should non throw up the unfinished task to the detriment of his client, except for
reasons of honor or self-resfect. Apa yang dimaksud dengan ini adalah
misalnya: klien memaksa agar advokat melakukan sesuatu yang tidak adil
persoalan hukum yang ada di dalam masyarakat. Perspektif ini pada umumnya
berpengaruh pada sebagian advokat yang bergerak dalam bantuan hukum,
khususnya bantuan hukum struktural. Oleh karena itu penekanan utama
pandangan ini terhadap kode etik adalah bagaimana norma-norma etis
didalamnya dapat memberikan pedoman kepada seorang advokat untuk
memperjuangkan hak-hak sosial di tengah masyarakat yang kian kompleks.
Pandangan ini juga mungkin yang menjadi landasan dari sebagian peserta dalam
menyikapi etika profesi hukum pada Musyawarah Nasional Luar Biasa Ikadin di
Surabaya pada bulan Nopember 2000 dimana sebagian peserta tersebut
bersikap bahwa pembersihan terhadap kotornya profesi hukum sekarang ini
harus diperjuangkan melalui komitmen pembenahan dari dalam diri advokat
sendiri. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya sistem yang mantap
berkaitan dengan pembentukan dan pengembangan etika dan profesionalisme
advokat.
Penegakan kode etik advokat adalah isu yang menjadi sorotan dari banyak
advokat dan seluruh elemen penegakan hukum di Indonesia. Penegakan kode
etik diartikan sebagai kemampuan komunitas advokat dan organisasinya untuk
memaksakan kepatuhan atas ketentuan-ketentuan etik bagi para anggotanya,
memproses dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan menindak anggota
yang melanggar ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kode etik.
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Tahun 2003
Nomor 49, TLN Nomor 4255, maka profesi advokat di Indonesia memasuki era
baru. Suatu era yang dalam konteks ini diartikan sebagai pemacu bagi seorang
calon advokat/advokat untuk lebih baik dalam memberi pelayanan hukum
kepada masyarakat. Pentingnya mengetahui peran dan tugas advokad erat
kaitannya dengan keberhasilan pelaksanaan dalam mengontrol kesesuaian teori
dengan praktik yang dilakukan. Peran dan fungsi advokad akan dibahas pada
bab selanjutnya, dengan pembahasan secara terperinci dan menyeluruh.
PEMBAHASAN
Pelanggaran Kode Etik
Beberapa pelanggaran kode etik yang sering dilakukan oleh advokat antara lain :
1. Berkaitan dengan persaingan yang tidak sehat antar sesama advokat seperti
merebut klien, memasang iklan, menjelek-jelekkan advokat lain, intimidasi
terhadap teman sejawat ;
2. Berkaitan dengan kualitas pelayanan terhadap klien, seperti konspirasi dengan
advokat lawan tanpa melibatkan klien, menjanjikan kemenangan terhadap klien,
menelantarkan klien, mendiskriminasikan klien berdasarkan bayaran, dan lain
sebagainya;
3. Melakukan praktek curang seperti menggunakan data palsu, kolusi dengan
pegawai pengadilan dan lain-lain.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas seringkali terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan pemahaman seorang advokat mengenai substansi kode etik
profesi advokat, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Selain itu,
apabila kita telaah kode etik advokat Indonesia, tidak ada pengaturan mengenai
sanksi dalam kode etik advokat Indonesia sehingga hal ini juga yang merupakan
hambatan pokok bagi penegakan kode etik.
Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik
bukan berasal dari tidak adanya sanksi, tapi lebih pada ketidakmampuan normanorma dalam kode etik tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada para
advokat anggotanya. Bahkan dalam kode etik sebenarnya ada bagian khusus
yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada
advokat yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran, peringatan,
peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu,
pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Alhamdulillah segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan ajaran agama islam
kepada umat manusia.
Makalah ini diajukan dengan dasar memenuhi tuntutan program Sistem Kredit
Semester (SKS). Dan dengan tujuan melatih mahasiswa agar dapat membuat
Karya Ilmiah dengan baik dan benar.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
berjasa dalam penyusunan makalah ini, diantaranya :
1. Kepada Bapak Dr. Iskandar Ritongan, M.Ag, selaku dosen pembimbing mata
kuliah Etika Profesi Hukum.
2. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan
beberapa ilmu pengetahuan sehingga dapat menunjang tersusunnya makalah
ini.
3. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini yang tidak
dapat penulis sebut satu persatu.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan mereka yang telah berjasa tersebut diatas dengan balasan yang lebih
banyak. Amin
Surabaya, 01 Oktober 2011
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
WJS.poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia mengemukakan
bahwa pengertian etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
( moral ). Dalam istilah lain ethos atau itikos selalu disebut dengan mos sehingga
dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan
perkataan moral.
Namun demikian apabila di bandingkan dalam pemakaian yang lebih luas
perkataan etika di pandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab
terkadang istilah moral sering di pergunakan hanya untuk menerangkan sikap
lahiriyah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya
saja.
Dalam bahasa agama islam istilah etika ini adalah merupakan bagian dari
akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karna akhlak bukanlah sekedar
menyangkut prilaku manusia yang bersifat lahiriyah saja, akn tetapi mencakup
hal-hal yang lebih luas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian manusia?
2. Apa pengertian etika?
3. Apa pengertian moral?
4. Apa pengertian agama?
5. Apa pngertian hukum?
BAB II
Pembahasan
A. Manusia
Manusia itu hakekatnya adalah makhluk sosial, mempunyai keinginan untuk
hidup bermasyarakat dengan manusia-manusia lain. Artinya setiap manusia
mempunyai keinginan untuk berkumpul dan mengadakan hubungan satu sama
lain sesamanya.
Kumpulan atau persatuan manusia-manusia yang saling mengadakan hubungan
satu sama lain dinamakan masyarakat
Orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh dibawah pengampuan dalam
melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau
pengampunya. Sedangkan penyelesaian hutang piutang orang yang dinyatakan
pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan.
Sebagai negara hukum, Negara Indonesia mengakui setiap orang sebagai
manusia terhadap undang-undang artinya bahwa setiap orang diakui sebagai
subjek hukum oleh undang-undang.
B. Etika
Etika (Etimologik), berasala dari kata Yunani Ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia yang baru, etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti: 1) Ilmu yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) 2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak. 3) nilai mengenai dasar dan salah yang di anut suatu
golongan atau masyarakat.
Dengan demikian kita sampai pada tiga arti berikut: Pertama, kata etika bisa
dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku. Kedua, etika
berarti juga kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, etika mempunyai arti lagi
ilmu tentang baik dan buruk.
Objek etika (menurut Franz Von Magnis) adalah pernyataan moral. Apabila
diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam: pernyataan
tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang
unsur-unsur pribadi manusia seperti maksud dan watak.
C. Moral
Moral berasal dari kata latin Mos yang dalam bentuk jamaknya Mores yang
berarti adat atau cara hidup.
Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama
dengan moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas
suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya,.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk.
1. Moral dan agama
Tidak bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Setiap
agama mengandung suatu ajaran moral. Ajaran moral yang terpendam dalam
suatu agama dapat dipelajari secara kritis, metodis, dan sistematis dengan tetap
tinggal dalam konteks agama itu.
Ajaran moral yang terkandung dalam suatu agama meliputi dua macam
peraturan. Di satu pihak ada macam-macam peraturan yang kadang-kadang
agak mendetail tentang makanan yang haram, puasa, ibadat, dan sebagainya.
Peraturan seperti itu sering berbeda dengan agama yang berlain-lainan. Di lain
pihak ada peraturan etis lebih umum yang melampaui kepentingan agama
tertentu saja, seperti: jangan membunuh, jangan berdusta, jangan berzina,
jangan mencuri.
Bila agama berbicara tentang topik-topik etis, pada umumnya ia berkhotbah,
artinya ia berusaha memberikan motivasi serta inspirasi, supaya umatnya
mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang sudah diterimanya berdasarkan
iman.
2. Moral dan hukum.
Sebagaimana terdapat hubungan erat antara moral dan agama, demikian juga
antara moral dan hukum. Kita mulai saja dengan memandang hubungan ini dari
segi hukum. Hukum membutuhkan moral. Dalam kekaisaran Roma sudah
terdapat pepatah Quid leges sine moribus? Apa artinya undang-undang jika
tidak disertai dengan moralitas?Hukum tidak berarti banyak, kalau tidak dijiwai
oleh moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian
besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu hukum selalu diatur dengan
norma moral. Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum. Moral akan
mengawang-awang saja, kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam
masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dan
moralitas.
Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
D. Agama
Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya
keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio
[dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan
saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan
atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial
dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu [yang supra
natural] dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama
merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial
yang dibuat manusia [pendiri atau pengajar utama agama] untuk berbhakti dan
menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum,
kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah
dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan
untuk mencapai atau memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya]
secara pribadi dan masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia
membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan
budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan
kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan
unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan,
perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun
mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus,
Selain subjek hukum, dikenal objek hukum sebagai lawan dari subjek hukum.
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia
atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan
hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Objek hukum biasanya disebut juga dengan benda atau segala sesuatu yang
dibendakan. Pengertian benda secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat
dihaki atau menjadi objek hak milik (Pasal 499 BW).
Oleh karena itu yang dimaksud dengan benda menurut undang-undang hanyalah
segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimiliki orang. Maka segala
sesuatu yang tidak dapat dimiliki orang bukanlah termasuk pengertian benda
(menurut BW) seperti bulan, matahari, bintang, laut, dan lain-lain.
3. Lembaga hukum
Lembaga hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hukum yang
mengandung beberapa persamaan atau bertujuan mencapai suatu objek yang
sama. Oleh karena itu ada humpinan peraturan-peraturan hukum yang mengatur
mengenai perkawinan lembaga hukum perkawinan himpunan peraturanperaturan yang mengatur tentang perceraian dinamakan lembaga hukum
perceraian, demikian seterusnya. Dengan demikian dalam hukum positif
terdapat banyak sekali lembaga-lembaga hukum itu seperti lembaga hukum jual
beli, tukar menukar, dan sebagainya, yang tidak hanya diatur dalam hukum
perdata barat, melainkan terdapat dalam hukum adat maupun hukum islam.
4. Asas hukum
Untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan diperlukan asas
hukum, karena asas hukum ini memberikan pengarahan terhadap perilaku
manusia di dalam masyarakat. Asas hukum merupakan pokok pikiran yang
bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang kongkrit
( hukum positif ).
Asas-asas hukum yang diperlukan bagi pembentukan peraturan perundangundangan. Dapat dibedakan ke dalam:
a. Asas hukum yang menentukan politik hukum.
b. Asas hukum yang menyangkut proses pembentukan peraturan perundangundangan.
c. Asas hukum yang menyangkut aspek-aspek
formal/struktural/organisatoris/dari tata hukum nasional.
d. Asas hukum yang menentukan ciri dan jiwa tata hukum nasional.
e. Asas hukum yang menyangkut substansi peraturan perundang-undangan.
Beberapa macam asas hukum nasional dijelaskan sebagai berikut: asas manfaat,
asas usaha bersama dan kekeluargaan, asas demokrasi, asas adil dan merata,
asas perikehidupan dalam keseimbangan, asas kesadaran hukum, asas
kepercayaan pada diri sendiri.
KESIMPULAN
Manusia itu hakekatnya adalah makhluk sosial, mempunyai keinginan untuk
hidup bermasyarakat dengan manusia-manusia lain. Artinya setiap manusia
mempunyai keinginan untuk berkumpul dan mengadakan hubungan satu sama
lain sesamanya.
Etika (Etimologik), berasala dari kata Yunani Ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia yang baru, etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti: 1) Ilmu yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) 2) kumpulMoral berasal dari kata
latin Mos yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti adat atau cara
hidup.
Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama
dengan moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas
suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya,.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan burukan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3) nilai
mengenai dasar dan salah yang di anut suatu golongan atau masyarakat
Kumpulan atau persatuan manusia-manusia yang saling mengadakan hubungan
satu sama lain dinamakan masyarakat.
agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi [yang
dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan
kehidupan kepada manusia]; upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus
[secara pribadi dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi.
hukum adalah kumpulan aturan, baik sebagai hasil pengundangan formal
maupun dari kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat tertentu
mengaku terikat sebagai anggota atau sebagai subjeknya.
DAFTAR PUSTAKA
Zubair, Charris. 1995. Kuliah Etika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Poedjawiyatna. 2003. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta.
Bertens. Etika. 1994. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Held, Virginia. 1991. Etika Moral. Jakarta: Erlangga.
http://makalah-update.blogspot.co.id/2012/11/manusia-etika-moral-agama-danhukum.html?m=
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada saksi mata, maka
maka etiket tidak berlaku.
Etika selalu berlaku meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung
pada ada dan tidaknya seseorang.
Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dala suatu
kebudayaan, isa saja diangap sopan dalam kebudayaan lain.
Etiket
hanya
memadang
mausiadari
segi
lahiriah
saja.
Etika menyangkutmanusia dari segi dalam. Orang yang bersikap etis
adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
Perbedaan
Moral
dan
Hukum
:
Sebenarnya ataa keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena anatara
satu dengan yang lain saling mempegaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas
hukum ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur
dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam
suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Secaliknya
moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabil atidak
dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian
hukum
dapat
meningkatkan
dampak
social
moralitas.
Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan.
Perbedaan tersebut antara lain :
Perbedaan
Etika
dan
Agama
:
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia
dalam
menggunakan
akal
pikiran
untuk
memecahkan
masalah.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri
pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk
mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan ajaran agama.
Etika
dan
Moral
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika
lebih
sering
dikenal
sebagai
kode
etik.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang
berkenaan
dengan
baik
buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah :
Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap
apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakann dalam bentuk
yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret
itu.
http://etika-kita.blogspot.co.id/2008/04/perbedaan-pengertian-etika-etiketmoral.html?m