Anda di halaman 1dari 5

Rentenir Bertopeng Bank : pinjaman karyawan

Ini adalah catatan sejarah pinjaman saya ke salah satu bank BUMN yang
dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2011 selama 36 bulan atau 3 tahun, dengan
aturan dan sanksi berikut :
1. Bunga 16,8%/thn atau 1,4%/bln
2. Jika Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo, maka dikenakan :
- Penalti 2% dari sisa pokok
- Biaya Administrasi 6% dari sisa pokok
3. Jika terlambat membayar cicilan, maka dikenakan denda tunggakan 2% dari
cicilan bulanan yakni Rp. 584.889,- (Utang Pokok Rp.388.889,- + bunga Rp.
196.000,-)
Wow...jika di hitung selama 3 tahun, maka bunganya mencapai angka
7.056.000,- atau 50,4% dari uang yang kita pinjam, yakni 14 juta. "Kejam sih
ya...tapi mau bagaimana lagi pak, kan butuh????"
Ok, sekarang coba hitung total utang pokoknya. Jika Rp. 388.889,- di kalikan 36
bulan, maka ternyata totalnya 14.000.004,-! Sementara uang yang kita terima
kurang dari 14 juta, setelah dikurangi biaya administrasi (saya tidak ingat berapa
puluh ribu saat itu yang saya bayar ke teller bank), dan uang "terima kasih" yang
sepantasnya di berikan ke marketing bank-nya. "Ya nggak usah di kasih aja pak?
Kan orang bank nya sudah dapet gaji." Yes, saya setuju, tapi Anda tidak akan
pernah bisa menolak, jika di bilang sama orang marketing bank-nya "Bapak kan
sudah dapat 14 juta, ya...ini sih seikhlasnya saja bapak kasih ke saya...lagian
juga ini jadi tambahan penghasilan saya diluar gaji saya yang kecil dari bank
pak....". Kejamnya...
Selain itu, dari total pinjaman 14juta tersebut, ada sejumlah uang yang di blokir,
agar tidak bisa kita ambil selama pinjaman berlangsung, senilai sebanyak satu
kali cicilan kita. Dalam kasus saya, uang 600.000,- tertahan di saldo rekening
saya. Uang di blokir ini untuk tujuan, jika kita tak bisa melunasi utang kita,
setidaknya bank sudah meng-aman-kan uang mereka sebesar satu kali cicilan.
Pembayaran cicilannya pun dilakukan dengan autodebit atau potong otomatis
dari saldo tabungan kita. Tanpa tedeng aling-aling, tak mau tahu saat itu kita
sedang tergeletak di rumah sakit atau tidak punya uang, berapapun saldo yang
ada di tabungan anda, bank akan ambil untuk membayar cicilan utang Anda. Jika
masih kurang, maka tulisan di saldo tabungan anda akan tertulis "-..." alias
minus xxx rupiah.
Dan akhirnya tiba pelunasan yang dipercepat dari jatuh tempo 3 tahun, maka
prosesnya pun sangat ribet. Memang untuk pelunasan di percepat ini , kita
terlihat untung. Perhitungannya, kita hanya harus membayar sisa pokok nya
saja. Saat itu terhitung sisa pokok utang saya tinggal 5.444.442,-. Maka karena
pelunasan di percepat, kita dikenakan penalti dan biaya administrasi (sesuai
ketentuan dalam perjanjian diatas) dengan total 606.265,03. Huff...ngelus
dada...

Setelah kita membayar lunas pinjaman kita, tibalah dimana kita bisa mengambil
kembali jaminan yang sudah kita agunkan ke bank, yakni ijazah dan kartu
peserta jamsostek. Namun ternyata tak semudah itu. Kata orang bank, agunan
pinjaman baru bisa di ambil maksimal 3 minggu proses kerja. WHAT!!! Lama
banget...bahkan sampai tulisan ini dibuat, sudah satu minggu, belum ada kabar
kapan jaminan saya bisa di ambil. Semoga saja benar 3 minggu sudah bisa saya
ambil agunan saya, biar tidak usah ada lagi urusan dengan perbankan.
O iya, jika sudah pelunasan pun, kita akan mendapat kembali uang yang sudah
di blokir tadi. Semestinya proses pembukaan uang blokir ini cepat, karena
dilakukan oleh kantor bank dimana kita berurusan. Namun apa yang saya alami,
prosesnya memakan waktu 3 hari, dengan alasan dari bank "maaf pak, sistem
kita lagi off..jadi belum bisa buka blokiran uang bapak..." Wah, apa lagi ini...masa
yang punya kewenangan, yang punya sistem saja bisa mati...padahal kan sistem
perbankan mereka tidak mungkin mati toh, karena tiap hari mereka melayani
orang yang menabung dan meminjam. Apa mungkin sistem mereka mati? Atau
hanya sekedar alasan? Sulitnya....
Apa yang saya alami ini, jika bukan keterpaksaan ekonomi (atau tepatnya
memaksakan diri terpaksa) saya tidak mau berutang pada bank. Terlihat saat itu
saya seperti pengemis, yang mengiba pada petugas bank agar memberikan
pinjaman uang kepada saya dengan agunan ijazah...dan pada saat mau
melunasinya pun, saya merasa diperlakukan seperti pendosa yang begitu
dibenci para penguasa karena hendak mengembalikan uang mereka.
Sikap bank ini tak jauh seperti para rentenir pasar ya? Mau pinjam pun banyak di
tanya ini itu. Jika telat bayar saja, kita sudah dikejar-kejar atau sita barang kita
dan dikenakan bunga berlipat. Dan saat akan kita lunasi pun, seakan mereka
ogah, acuh karena melihat kita punya uang untuk mengembalikan uang para
rentenir. OMG!!!
Pinjaman ini diberikan khusus pada karyawan dengan jaminan ijazah sekolah
terakhir dan kartu peserta jamsostek. Alhamdullilah, berkat pertolongan Allah
Azza Wa Jalla, saya di gerakkan untuk melunasi utang ini pada tanggal 15
September 2013 kemarin. Semoga Allah Azza Wa Jalla melindungi kita dari
keinginan berutang ke bank, melindungi perasaan kita agar tak tergoda dengan
bujuk rayu pinjaman bank, dan menghindarkan kita dari keinginan berutang.
Semoga Allah memberkahi rezeki kita dan menghindarkan kita dari kefakiran.
Amiin...
Bahkan hingga saya telah jadi pedaganga seperti sekarang pun, yang sudah tak
punya agunan apa-apa lagi, tawaran kredit bank itu tetap bisa saya akses.
Banyak sekali telepon dan sms yang masuk menawarkan kredit yang "mudah"
bagi saya. Jadi masih mau berutang pada bank? Saya sudah benci bank dan
semoga selamanya tetap benci....
Tobat kredit benci bank

Di pertengahan bulan September 2013 ini, kami (saya dan istri) sepakat untuk
tidak lagi menggunakan pembiayaan dari bank, baik KPR maupun skema kredit
dari perbankan lainnya. Kami sudah TOBAT! Jadi sahabat pembaca berhak untuk
mengingatkan saya lagi jika dikemudian hari saya kembali tergiur dengan
tawaran pinjaman dari bank.
Lalu apa yang menjadi penyebab saya sudah melakukan PerTOBATan dari kredit
bank tersebut? Apakah saya sudah mengalami kredit macet dan di blacklist oleh
BI? Doakan saja semoga hal itu tidak pernah terjadi dan dialami oleh saya dan
kita semua.
Hal yang membuat dada saya tersesak dan sedikit sempit sehingga saya alergi
dengan kredit bank adalah konsekuensi dibalik semua rayuan gombal para
bankir dan kronco-kronconya.
Contoh, untuk kredit kepemilikan kendaraan, baik mobil maupun motor, apatah
itu kredit lewat bank langsung atau kantor leasing (yang sebenarnya
perpanjangan tangan dari bank itu sendiri). Sudah banyak kita dengar cerita
orang yang kredit kendaraan dan dikemudian hari dia tidak bisa membayar
cicilan, kemudian kendaraan nya di sita.
Dan tidak sedikit orang juga yang kredit rumah (KPR), kemudian takdir berbicara
lain, dia dipecat dari pekerjaannya, dan karena tenggat waktu bayar cicilan terus
berjalan, dia over kredit rumahnya...namun karena ternyata menjual rumah tidak
semudah membalikkan telapak tangan, maka dia harus pinjam sana pinjam sini,
gali lubang tutup lubang untuk dapat membayar cicilan rumahnya sambil
berharap rumahnya segera terjual. Belum lagi masalah hidup lainnya yang harus
dia pikirkan. Ada banyak masalah hidup yang semakin rumit dengan adanya
kredit atau utang kepada bank.
Lihat saja aturan-aturan rumit menyiksa yang ada dibalik senyum manis
tawaran-tawaran kredit itu. Semisal kredit rumah (KPR). Saya pernah menjajaki
KPR rumah type RSS (dengan kisaran harga 60juta) dan rumah type menengah
ke atas (dengan kisaran harga 300juta). Semua ada kesamaan aturan, yakni
aturan yang tidak beresiko merugikan bank dan aturan yang beresiko besar
kerugian dialami pihak pembeli.
Semisal bahwa bank akan menetapkan bunga yang besar sekali (besar jika
dibanding di negara maju. Ingat ya, Indonesia masih termasuk kategori negara
berkembang!). Atau bank syariah akan mengambil margin keuntungan yang
sangat besar, dan pembeli tidak bisa menegosiasikan besarnya margin yang
diambil bank syariah ini (teorinya sih dalam transaksi yang syariah itu, pembeli
dan penjual bisa menyepakati harga jual yang ditetapkan). Atau semisal ada juga
aturan yang mengikat pembeli untuk tidak menjual kembali (over kredit) jika
belum mencapai waktu tertentu. Atau kegiatan menyita aset milik pembeli yang
mengalami kredit macet. Atau pun memberikan denda kepada pembeli yang
membatalkan pembelian. Semisal kita sudah memberikan uang muka hingga
30juta dan berniat membatalkan pembelian karena kita tidak puas dengan hasil

bangunannya, maka uang muka tersebut hilang dan tidak kembali. Dan seabreg
aturan lainnya yang merugikan pembeli.
Atau pun jika kita kredit kendaraan baik motor maupun mobil. Kita akan
dikenakan denda jika kita telat membayar cicilan. Dendanya pun di hitung per
hari. Sangat ketat. Namun beda lagi jika kita akan klaim asuransi kehilangan,
misalkan. Maka penggantian nilai asuransinya tidak akan secepat jika kita telat
bayar. Untuk kendaraan hilang yang sudah diasuransikan, uang penggantinya
bisa diproses 2-4 minggu. Atau jika kendaraannya masih kredit, maka bukan
kendaraan yang diganti. Namun, sisa utang cicilan kita akan di bayar oleh nilai
asuransi. Jika nilai asuransinya lebih kecil dari sisa utang kredit mobilnya, maka
kita harus "nombokin" sisa utang kredit tersebut. Bukan mobil yang kita dapat,
namun sisa utang yang masih harus kita bayarkan. Memangnya ada leasing atau
bank yang mau rugi? Kreditur macet yang "menghilang" saja sampai dikejarkejar bank ke rumah orang tuanya.
Belum dengan rayuan-rayuan dari sales KTA (Kredit Tanpa Agunan) atau kartu
kredit yang mencekik kita dengan bunga tinggi dan resiko bunga yang terus
berlipat saat telat bayar cicilan. Salah-salah agunan kita bisa di sita. Padahal
iklan yang sering kita dengar : "bank akan mendukung pertumbuhan usaha kita".
Itu pun jika tumbuh, jika tidak?
Masih banyak lagi resiko kita untuk terjepit dan harta serta hidup kita semakin
sempit jika kita berutang dengan bank atau leasing. Maka solusinya adalah
jangan berutang pada bank, sekalipun bertitel syariah. Bukankah sudah hukum
alam bahwa kehidupan manusia ibarat roda, kadang di atas, kadang di bawah.
Kapan terjadinya kita di atas atau di bawah? Kita tak pernah tau...
Betul sekali jika ada pendapat yang mengatakan bahwa kesulitan membayar
kredit itu bisa kita negosiasikan dengan pihak bank atau leasing. Namun apakah
kita pantas mendapat resiko seperti itu jika masih ada pilihan hidup yang
lainnya? Jika semisal kita membutuhkan penerangan, bukankah lebih baik kita
gunakan senter daripada lilin yang berpeluang jatuh dan membakar rumah kita?
Solusinya PERTAMA : jangan hidup konsumtif. Janganlah berutang untuk
kebutuhan diluar perut kita. Selama perut tidak kelaparan, jangan berutang
untuk membeli yang lain. Berapa banyak di antara kita yang berutang (kredit)
mobil agar terlihat kaya? Berapa banyak orang mengantri untuk kredit
smartphone canggih agar terlihat ngeksis? Berutang-lah jika perut kita lapar dan
kita tidak berdaya (tapi bukan karena malas!).
Solusi KEDUA : jika ingin dagang atau wirausaha, lakukan kerjasama dengan
orang lain, apakah dia sebagai pemilik modal atau yang bersama-sama akan
berdagang. Jangan dibiasakan lagi mendatangi bank untuk mengajukan kredit.
Jangan sampai harta yang sudah Anda kumpulkan hasil bekerja, harus di sita
oleh bank hanya karena kita tak pernah tahu keberuntungan kita. Kredit bank
hanya ditujukan bagi orang yang sudah pasti untung terus selama hidupnya.
Titik!

Solusi KETIGA : Bergabunglah dalam kebaikan. Bersama-sama kita bantu dan


dukung kehidupan ekonomi saudara kita. Berikan bantuan pekerjaan ataupun
permodalan sebatas keikhlasan kita. Jika kita bisa belikan kerupuk 1 bal harga 60
ribu, berikan pada mereka yang membutuhkan pekerjaan untuk menjual kerupuk
itu. Berikan mereka kail untuk memancing, jangan berikan ikan terus kepada
mereka. Jika kita terbiasa menyisihkan uang 100 ribu untuk sedekah, maka mulai
sekarang titipkan dan kelola bersama-sama untuk memberikan bantuan pada
mereka yang sudah terjerat kredit bank. Bantu mereka yang sudah terjerat
rentenir berkedok bank ataupun perorangan. Yang ingin bergabung dalam
kebaikan, silahkan hubungi saya.
Pendapat saya (ini pendapat saya lho ya...), bank bagaikan rentenir jalanan yang
siap menghisap harta benda kita yang sudah terjajah oleh penyakit kemalasan,
serba instant dan kemudahan kredit. Tak ada bank/leasing/rentenir yang mau
rugi atau menolong kita saat kita susah. Semua kemudahan itu hanyalah semu.
Mulai sekarang saya katakan : Aku Benci Kredit, Aku Benci Bank!
Salam keselamatan bagi kita semua,
NB : tulisan ini bukan ajakan atau provokasi untuk membenci bank, lembaga
leasing atau rentenir. Tulisan ini adalah AJAKAN untuk membenci apa yang sudah
dilakukan bank, lembaga leasing dan para rentenir dengan yang sudah dilakukan
mereka di masa lampau.

Anda mungkin juga menyukai