Anda di halaman 1dari 9

Judul

Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) Pada Industri Nata De Coco

BAB I
LATAR BELAKANG

Kegiatan proses produksi industri menghasilkan limbah yang dapat


mencemari lingkungan dan pada umumnya industri melakukan pengolahan pada
saat limbah telah terbentuk. Pengolahan limbah setelah limbah terbentuk
membutuhkan biaya yang lebih besar sehingga meningkatkan biaya operasional.
Di sisi lain masyarakat masih beranggapan bahwa industri kecil tidak
menimbulkan potensi pencemaran lingkungan karena dilihat dari besaran usaha
yang masih dianggap tidak terlalu signifikan.
Industri pengolahan Nata De Coco merupakan salah satu agroindustri yang
dalam proses produksinya menghasilkan limbah baik itu berupa limbah cair,
maupun limbah padat. Limbah yang dihasilkan dari industri Nata De Coco dapat
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak ditangani dengan
benar seperti timbulnya bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan
pencemaran air. Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap produk Nata De
Coco berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian perusahaan, namun
di sisi lain menimbulkan berbagai dampak negatif karena kegiatan industri juga
menghasilkan material non produk (non product output) atau keluaran bukan
produk (KBP) berupa pencemar.
Pengolahan limbah setelah limbah terbentuk membutuhkan biaya yang
tinggi salah satu di antaranya yaitu pembuatan IPAL membutuhkan biaya
operasional yang tinggi. Metode yang dapat digunakan yaitu melalui pendekatan
produksi bersih. Produksi bersih merupakan strategi pencegahan terbentuknya
limbah untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Salah satu
pendekatan produksi bersih yaitu sistem pengoperasian yang baik (Good
Housekeeping). Good housekeeping merupakan tata kelola internal yang baik
yang meliputi rasionalisasi pemakaian bahan baku, mengurangi jumlah limbah,
serta memperbaiki kondisi kerja dan keselamatan kerja.

BAB II
METODOLOGI

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Produksi Bersih
Kementerian Lingkungan Hidup mendefinisikan produksi bersih adalah

strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan


secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait
dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan
mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimasi
resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.
Dalam produksi bersih terdapat beberapa alternatif pengelolaan yaitu
penggantian bahan masuk (Change Input Materials), penggantian teknologi
(Technology Change), praktek pengoperasian yang baik (Good Housekeeping),
modifikasi produk (Product Modification), serta Reuse and Recycling.
Good Housekeeping/ GHK (Tata kelola yang baik) merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atas kemauannya sendiri dalam
memberdayakan sumber daya yang dimiliki untuk mengatur penggunaan bahan
baku, air dan energi secara optimal dan bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas kerja dan upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Konsep Good
Housekeeping:
a. Rasionalisasi pemakaian masukan bahan baku, air dan energi, sehingga
mengurangi

kerugian

masukan

bahan

berbahaya

dan

karenanya

mengurangi biaya operasional.


b. Mengurangi volume dan atau toksisitas limbah, limbah air, dan emisi yang
berkaitan dengan produksi.
c. Menggunakan limbah dan atau mendaur ulang masukan primer dan bahan
kemasan secara maksimal.
d. Memperbaiki kondisi kerja dan keselamatan kerja dalam perusahaan.
e. Mengadakan perbaikan organisasi.

Peningkatan Good Housekeeping umumnya dapat menurunkan jumlah limbah


antara 20-30% dengan biaya yang rendah.
Dalam menerapkan Good Housekeeping, sebenarnya bisa dilakukan
dengan metode 5S. Dalam lean six sigma, 5S merupakan suatu metode penataan
dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang digunakan oleh manajemen
dalam usaha memelihara ketertiban, efisiensi, dan disiplin di area kerja sekaligus
meningkatkan kinerja perusahaan secara menyeluruh.
Di Indonesia, metode ini dikenal dengan nama 5R, di antaranya:
1. Seiri (ringkas): memilah dan menyingkirkan barang-barang yang tidak
diperlukan, sehingga barang yang ada di area kerja hanya barang yang
dibutuhkan saja.
2. Seiton (rapi): baik barang maupun peralatan kerja harus diletakkan sesuai
posisi yang ditetapkan.
3. Seiso (resik): kegiatan membersihkan peralatan dan area kerja sehingga
kondisi peralatan terjaga baik dan area kerja yang bersih juga berdampak
baik untuk kesehatan karyawan.
4. Seiketsu (rawat): standarisasi dan dokumentasi proses yang akan
memastikan berjalannya seiri, seiton, dan seiketsu.
5. Shitsuke (rajin): pemeliharaan kedisiplinan dan konsistensi dalam
menjalankan seluruh tahap 5S.
5S merupakan metode sederhana namun sangat kuat untuk menurunkan
tingkat gangguan atau potensi bahaya di area kerja. Penerapan 5S secara
positif memengaruhi produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja.

3.2

Penerapan Good Housekeeping Pada Industri Nata De Coco


Industri Nata De Coco yang terletak di Kabupaten Bogor ini berdiri tahun

1994 dengan tujuan awal untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk
yang berada di sekitar lokasi industri. Pada awal berdirinya, industri ini hanya
berproduksi sebesar 250-300 gelas plastik dalam sehari, namun sekarang sudah
memproduksi sebesar 1000-1200 gelas plastik dalam sehari dan memiliki
berbagai macam pilihan rasa dan warna. Jumlah pekerja pada perusahaan ini
sebanyak 20 orang yang bertugas pada pembuatan starter, pencucian peralatan,
pembuatan Nata De Coco, pembersihan Nata, pemotongan Nata, pembuatan sirup
Nata, pengepakan dan penjualan Nata hasil produksi kepada konsumen di
berbagai wilayah pemasaran.
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan Nata De Coco adalah air
kelapa. Air kelapa yang digunakan pada industri ini diperoleh dari pabrik kopra
dan dari pasar-pasar tradisional. Perusahaan memperoleh bahan baku ini dengan
datang langsung ke lokasi penjualan bahan baku. Bahan baku ini dibawa dengan
menggunakan jerigen plastik (kapasitas 40 liter) dengan menggunakan mobil bak
terbuka untuk kemudian ditampung dalam drum plastik besar (kapasitas 150 liter).
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan Nata De Coco ini adalah gula
pasir, pupuk ZA, asam cuka dan starter/bibit Nata.
Peralatan yang digunakan pada produksi ini masih sederhana yaitu:
1. Saringan
2. Jerigen plastik
3. Drum plastik
4. Dandang besar
5. Kompor pompa minyak tanah
6. Pengaduk
7. Corong plastic
8. Botol kaca
9. Baki atau Loyang plastik
10. Gayung plastik
11. Kertas koran bekas
12. Karet gelang

13. Mesin pemotong Nata


14. Bsdkom besar
15. Kain lap
16. Gelas plastik
17. Sealer manual
18. Isolasi
19. Pisau silet
Industri Nata De Coco ini memiliki beberapa peluang untuk menerapkan konsep
Good Housekeeping, yaitu:
1. Menghindari tumpahan air kelapa pada saat penyaringan, yaitu dengan
tidak menggunakan gayung dalam memindahkan air kelapa dari wadah
awal ke wadah penyaringan, tapi menggunakan selang atau aliran kran
sehingga tumpahan air kelapa dapat dihindari.
2. Menghindari terjadinya tumpahan bahan-bahan pembuat Nata De Coco
dan pembuat starter pada saat memasukkannya ke dalam wadah perebusan
atau pada saat memasukkan ke dalam wadah fermentasi.
3. Menghemat aliran energi dengan cara mematikan aliran listrik sealer pada
saat tidak digunakan, tapi tetap mempertimbangkan waktu pemanasan
sealer tersebut (15menit).
4. Menghindari terjadinya tumpahan air rendaman Nata De Coco.
5. Membersihkan semua peralatan langsung pada saat telah selesai
menggunakannya, tanpa menunda-nunda , agar sisa bahan atau kotoran
yang ada pada alat dapat segera dihilangkan sehingga umur pakai
peralatan menjadi lama.
6. Mengatur peralatan sesuai standar agar setiap tenaga kerja dapat
mengoperasikan peralatan dengan baik.
7. Menjaga kebersihan ruang produksi dan ruang kantor untuk meningkatkan
kenyamanan dalam bekerja.
8. Menstandarisasi pakaian tenaga kerja termasuk sepatu tenaga kerja untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan kerja karena kemungkinan adanya
tumpahan air yang mengakibatkan ruangan menjadi licin.
9. Memberikan pengarahan kepada tenaga kerja tentang pentingnya
kebersihan pada proses produksi, karena ini juga akan mempengaruhi
mutu Nata De Coco yang dihasilkannya.
10. Melakukan material handling dengan baik untuk mencegah terjadinya
tumpahan atau bahan yang tercecer.

11. Melakukan pengendalian persediaan agar tidak ada bahan baku yang
menumpuk yang bias mengakibatkan bahan bau terletak terlalu lama
sehingga masam dan tidak dapat digunakan lagi.
12. Melakukan pemisahan limbah padat, semi padat, dan cair agar
memudahkan dalam proses pemanfaatannya.
13. Menghindari terjadinya kebocoran pada saat pengemasan dengan gelas
yaitu dengan memberikan pengarahan dan pelatihan pengemasan yang
baik kepada tenaga kerja bagian pengemasan.
14. Mencatat faktor-faktor penyebab terjadinya masalah dalam produksi, baik
dalam pembuatan starter maupun dalam pembuatan Nata De Coco untuk
kemudian dicari pemecahannya.
Menurut Ariyanti, 2014, langkah produksi bersih yang dapat diterapkan pada
industri Nata De Coco, yaitu:
1) penjualan sisa potongan Nata kepada pedagang minuman jelly drink,
2) pemanfaatan kotoran hasil penyaringan, pembersihan kulit Nata dan Nata
reject untuk pembuatan pupuk,
3) penggunaan kembali (reuse) air bekas terakhir sisa perendaman Nata, air
pembersihan Nata dan air bekas pencucian botol serta nampan untuk
proses pencucian selanjutnya ,
4) penjualan koran bekas penutup nampan fermentasi kepada pihak ketiga,
5) pemanfaatan kembali sisa cairan fermentasi untuk pembuatan starter.
Langkah penerapan produksi bersih akan mengurangi risiko dampak
terhadap lingkungan dan mendorong industri hijau Nata De Coco yang
berkelanjutan.
Tindakan produksi bersih dapat diterapkan untuk mengurangi timbulan
limbah, dan bermanfaat positif terhadap lingkungan dan ekonomi. Tindakan
penerapan produksi bersih yang dilakukan akan memberikan manfaat positif dari
sisi lingkungan dan ekonomi. Manfaat ekonomi yang diperoleh adalah
penghematan biaya produksi dari segi penggunaan bahan baku, bahan penunjang,
dan penggunaan air serta peningkatan keuntungan. Sedangkan manfaat
lingkungan berupa pengurangan timbulan limbah cair dan pengurangan timbulan
limbah padat. Selain itu juga terjadi efisiensi penggunaan bahan baku, air, dan
energi.

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Good Housekeeping merupakan kegiatan memberdayakan sumber
daya yang dimiliki untuk mengatur penggunaan bahan baku secara
optimal dan bertujuan untuk meningkatkan produktifitas kerja dan
upaya pencegahan pencemaran lingkungan.
2. Dalam menerapkan Good Housekeeping, sebenarnya bisa dilakukan

dengan metode 5S yaitu Seiri (ringkas), Seiton (rapi), Seiso (resik),


Seiketsu (rawat), dan Shitsuke (rajin).
3. Adanya penerapan produksi bersih dalam industri nata de coco dapat
meningkatkan produksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
kepada pekerja
4.2

Saran
Industry nata de coco memiliki potensi yang besar di pasaran sehingga

dapat meningkatkan keuntungan tanpa perlu pengeluaran dana yang besar untuk
pembuatan IPAL maka perlu dilakukannya produksi bersih. Beberapa sistem
produksi bersih yang dapat diterapkan pada industry nata de coco yaitu
penggantian teknologi, pengoperasian yang baik, dan melakukan konsep reuse and
recycling.
Referensi
Hakimi, R. 2006. Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) Pada Industri
Nata

De Coco. Padang : Politeknik Negeri Padang.

Dwi Nugraha, W. 2006. Studi Penerapan Produksi Bersih (Studi Kasus Pada
Perusahaan Pulp And Paper Serang).
Ariyanti, M. 2014. Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Agroindustri Nata
De Coco Cv. Bima Agro Makmur Yogyakarta. Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai