Anda di halaman 1dari 4

Proses penyembelihan ternak secara halal menurut Nakyinsige et al.

(2013) meliputi
pengendalian ternak, pemingsanan (jika diperlukan), dan pemotongan tiga saluran yaitu
trakea, esofagus, arteri carotid serta vena jugularis. Penyembelihan menjadi faktor penting
karena merupakan bagian dari rantai penyediaan daging yang harus terjaga kehalalannya dari
bahan baku, fasilitas, maupun proses yang dilarang dalam hukum Islam (van der Spiegel et
al. 2012; Cerani dan Boinovi 2009). Bahkan Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry
(2004a) memaparkan lima dari sebelas komponen titik kritis kehalalan produk (Halal Critical
Control Points/HaCCP) pada rantai penyediaan daging terjadi di proses penyembelihan. Lima
titik kritis meliputi (1) petugas penyembelih dan supervisor halal, (2) pisau penyembelih, (3)
aktivitas pra penyembelihan, (4) aktivitas penyembelihan, dan (5) aktivitas pasca
penyembelihan Sistem jaminan halal (SJH) didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan, dan mengintegrasikan konsepkonsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal haram; etika usaha dan manajemen
keseluruhan; prosedur dan mekanisme perencanaan; implementasi dan evaluasinya pada
suatu rangkaian produksi bahan yang akan dikonsumsi umat Islam (BKP 2010). Proses
penyembelihan halal merupakan bagian dari komponen SJH yang meliputi sumber daya
manusia, alat penyembelihan, aktivitas pra penyembelihan, aktivitas penyembelihan, dan
aktivitas pasca penyembelihan.
Alat penyembelihan merupakan komponen kehalalan keempat dalam sistem HaCCP
(Apriyantono 2001); Riaz dan Chaudry (2004a). Beberapa RPH menunjukkan adanya variasi
ukuran tajam mata pisau yang dipergunakan oleh masing-masing penyembelih, ukuran
panjang pisau berkisar dari 23 sampai 24 cm, 25 cm, 27 sampai 28 cm. Akan tetapi, untuk
ukuran lebar leher sapi yang disembelih di RPH berkisar dari 13 sampai 20 cm. Grandin
(2010) dan LPPOM MUI (2012) mensyaratkan ketentuan alat penyembelihan yaitu pisau 17
yang digunakan harus sangat tajam dan memiliki ukuran dua kali (2x) lebar leher ternak. Hal
ini menunjukkan bahwa ukuran panjang pisau yang digunakan para penyembelih di RPH
lokasi penelitian belum sesuai standar karena berdasarkan data pengamatan seharusnya
ukuran panjang pisau rata-rata yang digunakan adalah 33 cm. Namun, secara keseluruhan
aspek alat penyembelih dikatagorikan sangat baik. Proporsi kesesuaian alat penyembelihan
belum mencapai 100% karena ukuran pisau penyembelih kurang sesuai dengan standar
Lebar leher sapi silangan berdasarkan Prabowo et al. (2012) memiliki kisaran antara
17.50 3.55 cm dan 25.15 3.93 cm, sehingga panjang bagian tajam dari pisau yang
digunakan yaitu antara 35 cm dan 50 cm. Bourguet et al. (2011) dan Velarde et al. (2014)

melaporkan pisau yang digunakan pada metode penyembelihan halal memiliki panjang
bagian tajam yaitu 33 cm dan 29.6 cm. Hasil pengukuran panjang pisau yang digunakan di
lokasi RPH berkisaran dari 23 sampai 28 cm. Angka ini masih dibawah standar minimal,
sehingga perlu adanya perbaikan standarisasi panjang bagian tajam. Terkait alat
penyembelihan yang harus tajam, bukan berasal dari kuku, gigi/taring, atau tulang, dan tidak
mengasah alat di depan hewan yang akan disembelih. Hasil penelitian mengindikasikan
seluruh petugas penyembelih telah mengetahui dan menerapkan kaidah dengan baik. Aspek
aktivitas pra penyembelihan berdasarkan Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry (2004a)
meliputi penanganan ternak (HaCCP 2) dan pemingsanan (HaCCP 3). Secara umum penilaian
aspek akivitas pra penyembelihan termasuk katagori baik. Bahwa RPH yang menerapkan
aktivitas pemingsanan seluruhnya telah memenuhi kaidah kehalalan proses penyembelihan.
Kondisi yang berkontribusi belum optimalnya aktivitas pra penyembelihan halal yaitu (a)
tidak adanya rekaman (recording) sapi yang mati sebelum sempat disembelih, (b)
pengendalian sapi yang kurang memperhatikan kesejahteraan hewan, dan (c) tidak
dioperasionalkan sarana pengendalian (restraining box) secara efektif. Restraining box
menurut Grandin (2010) merupakan pendekatan humanis dalam penerapan kesejahteraan
hewan pada penyembelihan halal. Penanganan sapi yang kurang memperhatikan
kesejahteraan hewan berpotensi menghasilkan daging dengan sifat warna daging gelap,
tekstur keras, kering, dan timbulnya bercak darah (Warris 1990; Daszkiewicz et al. 2009;
Adzitey 2011). Aspek aktivitas penyembelihan berdasarkan Apriyantono (2001); Riaz dan
Chaudry (2004a) meliputi metode penyembelihan (HaCCP 6). Gregory et al. (2012)
melaporkan tiga metode penyembelihan halal yaitu (a) membuka potongan pada kulit leher
dengan pemotongan reciprocating yang diperluas ke dasar jaringan lunak termasuk arteri
carotid, (b) dengan menggunakan ujung pisau untuk menembus kulit di sisi leher dan
kemudian pisau digunakan sekali tebas (sembelih) melalui kulit dan jaringan lunak termasuk
arteri karotis, dan (c) menggunakan pisau untuk membuka potongan kulit dengan tindakan
sekali memotong. Hal ini diikuti oleh reciprocating pemotongan lateral memutuskan jaringan
lunak termasuk arteri carotid.

Daftar Pustaka
Adzitey F. 2011. Mini Review: Effect of pre-slaughter animal handling on carcass and
meat quality. International Food Research Journal 18 : 485-491.
Apriyantono A. 2001. Halal assurance system. Retrieved 17.11.10, from. http://halalhub.org/white_papers.php.
Badan Karantina Pertanian. 2010. Pedoman Pengawasan Kehalalan Karkas, Daging
dan/atau Jeroan dari Luar Negeri. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian.
Bourguet C, Deiss V, Tannugi CC, dan Terlouw EMC. 2011. Behavioural and
physiological reactions of cattle in a commercial abattoir: Relationships with organizational
aspects of the abattoir and animal characteristics. Meat Science 88:158-168.
Cerani S dan Boinovi N. 2009. Possibilities and significance of HAS
implementation (halal assurance system) in existing quality system in food industry. Journal
Biotechnology in Animal Husbandry 25:261-266.
Daszkiewicz, T., S. Wajda, D. Kubiak and J. Krasowska. 2009. Quality of meat from
young bulls in relation to its ultimate pH value. Animal Science Papers and Reports 27:293302.
Grandin T. 2010. Review: Auditing animal welfare at slaughter plans. Meat Science
86:56-65.
Gregory NG, Schuster P, Mirabito L, Kolesar R, dan McManus T. 2012. Arrested
blood flow during false aneurysm formation in the carotid arteries of cattle slaughtered with
and without stunning. Meat Science 90:368372.
[LPPOM-MUI] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik Majelis
Ulama Indonesia. 2012. Pedoman Pengelolaan Rumah Potong Hewan Halal. Jakarta (ID):
Majelis Ulama Indonesia.
Nakyinsige K, Che Man YB, Aghwan ZA, Zulkifli I, Goh YM, Abu Bakar F, AlKahtani HA, dan Sazili AQ. 2013. Review: Stunning and animal welfare from Islamic and
scientific perspectives. Meat Science 95:352-361.

Prabowo S, Rusman, Panjono. 2012. Variabel penduga bobotkarkas sapi simmental


peranakan ongole jantan hidup. Bul Peternakan 36:95-102.
Riaz MN & Chaudry, MM. (2004a). Halal food production. Boca Raton: CRC Press
LCC.
Van der Spiegel M, van der Fels-Klerx HJ, Sterrenburg P, van Ruth SM, ScholtensToma IMJ, and Kok EJ. 2012. Halal assurance in food supply chains: Verification of halal
certificates and laboratory analysis. Trends in Food Science and Technology 27:109-119.
Velarde A, Rodriguez P, Dalmau A, Fuentes C, Llonch P, von Holleben KV, Anil MH,
Lamboij JB, Pleiter H, Yesildere T, dan Cenci-Goga BT. 2014. Religious slaughter:
Evaluation of current practices in selected countries. Meat Science 96:278-287.
Warriss PD. 1990. The handling of cattle pre-slaughter and its effects on carcass and
meat quality. Applied Animal Behaviour Science 28:171-186

Anda mungkin juga menyukai