1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
No. RM
: 0367xx
Tanggal Lahir
: 01/01/1975
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: Sarjana-Strata 1
Pekerjaan
: Tuna karya
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Alamat
2. RIWAYAT PSIKIATRI
Autoanamnesis
Alloanamnesis
A. Keluhan Utama
Mengamuk di rumah sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 1
menikah dengan kekasihnya Paris Hilton dan ikut mewarisi perusahaan dari pacarnya
tersebut.
1 minggu SMRS, pasien sempat datang untuk kontrol rutin ke poli jiwa RSPAD
dan selalu rutin minum obat bila di ingatkan oleh ayahnya. Pasien terakhir kali dirawat di
bangsal Amino RSPAD sebelum lebaran tahun 2016 ini karena mengamuk juga
sebelumnya. Menurut ayah pasien sejak tahun 2011 pasien mulai bicara aneh dan
memiliki khayalan yang tinggi, diantaranya seperti : pasien adalah artis, bintang iklan
mobil jaguar dan levis dan memiliki banyak bisnis properti.
C.
Ibu mengatakan bahwa selama masa kehamilan ibu tidak mengkonsumsi rokok,
minuman beralkohol maupun obat-obatan terlarang, serta tidak pernah memiliki riwayat
penyakit apapun sewaktu mengandung pasien. Pasien lahir dalam keadaan normal
(spontan pervaginam) dan cukup bulan dibantu oleh bidan.
Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien tumbuh seperti anak seusianya dan dirawat dengan baik oleh keluarga.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahiran dan dilanjutkan
dengan pemberian PASI sampai dengan usia 2 tahun. Pasien merupakan anak ke 3 dari 5
bersaudara.
Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang secara normal. Pendidikan pasien dimulai dari
SD. Dari orang tua didapati keterangan bahwa pasien merupakan anak yang rajin dan
sopan. Hubungan pasien dengan keadaan lingkungan sosial dan pertemanan disekitar
rumahnya sangat baik. Pasien banyak memiliki teman dan merupakan anak yang aktif
dalam pergaulan. Pasien juga merupakan anak yang pandai dan sempat berprestasi di
sekolahnya.
Riwayat masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien tumbuh seperti anak seumurannya. Pasien bersekolah di SMP sampai
dengan STM dengan tanpa terkendala masalah akademik di sekolah. Saat di SMP dan
STM pasien selalu mendapatkan peringkat pertama di tiap jenjang pendidikannya.
Pasien meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi jurusan teknik mesin hingga
selesai Sarjana S1. Pasien sempat bekerja di beberapa tempat seperti Krakatau Tbk, PP
IPTEK dan bekerja di Bank Mxxx. Lalu pasien melanjutkan kuliah S2 jurusan
E. Persepsi
1. Persepsi Tentang Diri dan Lingkungan
Pasien sadar bahwa ada yang salah pada dirinya sehingga setelah pasien
mengamuk di rumah pasien langsung meminta ayahnya untuk dibawa ke RS. Pasien
juga sadar bahwa dirinya perlu minum obat secara teratur karena jika tidak minum
secara teratur pasien takut kambuh seperti dahulu lagi. Namun akhir-akhir ini pasien
menyangkal dirinya sait. Menurut pasien, dia hanya harus merubah perilakunya
menjadi lebih dewasa dan bijaksana sehingga dia tidak perlu minum obat lagi.
2. Persepsi Keluarga Tetang Diri Pasien
Keluarga pasien sangat berharap pasien dapat sembuh, mau bekerja dan tidak
lagi meminta uang pada orang tuanya. Ayah pasien mengatakan bahwa ia sudah lelah
mengurus kelakuan pasien selama ini (hampir 21 tahun). Ayah pasien juga
mengatakan lebih baik memiliki anak tidak pintar namun sehat, dibandingkan punya
anak pintar namun sakit yang tidak kunjung sembuh.
3. Mimpi, Fantasi dan Nilai-nilai
Pasien ingi cepat pulang ke rumah, ingin dapat mengontrol emosinya terhadap
keluarga, tidak ingin minta uang lagi ke orang tuanya dengan cara mencari lowongan
kerja di koran.
3. STATUS MENTAL
Tanggal pemeriksaan : 22 Agustus 2016
A. Deskripsi Umum (Ketika berada didalam Poliklinik Kesehatan Jiwa)
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin laki-laki, berusia 41 tahun dengan penampilan sesuai
usia, tinggi badan sekitar 170 cm, dengan berat badan 60 kg, berkulit sawo matang,
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 6
rambut cepak, warna rambut hitam dan banyak berubah menjadi putih, memakai
kacamata, perawatan diri baik, mengenakan baju kaos abu-abu, celana pendek selutut,
memakai sendal jepit sebagai alas kaki, cara berjalan normal.
dan artikulasi jelas. Pasien mampu menjawab sesuai pertanyaan. Pasien kadang bicara
banyak hal tidak sesuai yang ditanyakan.
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
: Halusinasi auditorik
2. Ilusi
: Tidak ada
E. Pikiran
a. Proses Pikir
Flight of idea, sirkumstansial, logorrhea
b. Isi Pikir
Terdapat gagasan yang berlebihan, Waham kebesaran (gradious)
F. Sensorium dan Kognitif
a. Taraf Kesadaran dan Kesiagaan
Compos mentis, kesiagaan baik
b. Orientasi
Waktu : baik, pasien dapat membedakan waktu saat pagi, siang dan malam
Tempat : baik, pasien mengetahui bahwa dirinya sedang berada di Poli Kesehatan
Jiwa RSPAD Gatot Soebroto (pada saat anamnesa awal) dan
f. Kemampuan Visuo-spatial
Pasien dapat meniru dan menggambarkan jam dan memperlihatkan arah jarum
panjang dan pendek dengan benar dan meniru gambar pentagonal yang
berhimpitan pada satu sudut.
g. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menjelaskan perbedaan dan
persamaan antara 2
Gambar
panjang tangan dan
dapat pasien
mengartikan
peribahasa berakit-
tepian.
: baik
: compos mentis
: baik
:
: 120/70 mmhg
: 80x/menit
: 20x/menit
: 36,50C
: konjungtiva anemis , sklera tidak ikterik. Katung mata
2. Status Neurologis
a. GCS
b. Meningeal sign
c. Tanda-tanda ekstrapiramidal
d. Motorik
e. Sensoris
: 15
; negatif
: negative
: 5555 5555
5555 5555
: dalam batas normal
pasien. Pembicaraan spontan, lancar, volume suara cukup, irama dan intonasi juga sedikit
meningkat serta artikulasi jelas. Proses piker flight of idea. Isi piker terdapat gagasan
berlebihan, waham kebesaran. Saat ini pasien tidak terdapat halusinasi. Taraf kesadaran
compos mentis dan kesiagaan baik. Orientasi waktu , tempat, orang dalam keadaan baik.
Pasien mampu mengendalikan impuls selama proses wawancara berlangsung. Pasien
dapat mengendalikan diri dengan berprilaku baik dan sopan. Derajat tilikan 2. Reabilitas
secara umum dapat dipercaya.
6. FORMULASI DIAGNOSTIK
AKSIS I
Pada pasien ditemukan adanya pola perilaku atau psikologis yang secara klinis bermakna
dan khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan distress (penderitaan) dan
disability (hendaya) dalam beberapa fungsi psikososial dan pekerjaan. Oleh karena itu
sesuai dengan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami suatu gangguan
jiwa.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah menderita sakit yang secara
fisiologis menimbulkan disfungsi otak seperti trauma kapitis ataupun tumor otak.Dari
pemeriksaan fisik umum dan neurologis juga tidak ditemukan kelainan yang secara
organik menandakan adanya disfungsi oatak atau disfungsi organ lainnya, ataupun
adanya faktor organic spesifik yang diduga berkaitan dengan gangguan jiwanya sehingga
gangguan mental organic dapat disingkirkan.Demikian pula tidak ditemukannya riwayat
penggunaan zat psikoaktif yang bermakna pada pasien sehingga juga dapat
menyingkirkan pula untuk kemungkinan gangguan mental dan prilaku yang diakibatkan
penggunaan zat psikoaktif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan pasien dan keluarganya. Didapat:
pasien banyak bicara, sering marah, cenderung berlebihan, tidak tidur tanpa merasa lelah,
mengalami masalah dengan orang-orang disekitarnya, mood elasi (hipertim) dan afek
terbatas, tidak serasi; logorrhea; proses pikir flight of idea; dan terdapat waham
kebesaran. Perilaku pasien dalam menjawab pertanyaan terkadang hiperaktif. Sehingga
berdasarkan PPDGJ-III, diagnosis Skizoafektif tipe manik (PPDGJ-III diagnosis F25.0),
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 12
karena onset timbulnya skizofrenia yang bersamaan dengan gangguan afektif dapat
ditegakkan. Didiagnosis banding dengan F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini
manik dengan gejala psikotik.
AKSIS II
Pada pasien tidak didapatkan diagnosis gangguan kepribadian. Ciri kepribadian pasien
dependen.
AKSIS III
Gangguan kondisi medik berupa sirosis hepatis.
AKSIS IV
Pada pasien didapati masalah psikososial berupa dukungan keluarga dan saudarasaudaranya yang kurang mensupport pasien.
AKSIS V
penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assesment of
Functioning (GAF) menurut PPJG III didapatkan GAF pasien saat ini adalah 60-51 yaitu
pasien memiliki gejala sedang dan disabilitas sedang, sehingga pasien masih dapat
menjalankan fungsinya namun tidak maksimal dan harus dibawah pengawasan. GAF
tertinggi dalam satu tahun terakhir pasien adalah 70-61 yaitu pasien memiliki bebrapa
gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi dan secara umum masih baik
dan masih dapat bekerja membantu kedua orangtuanya.
Aksis II
Aksis III
: Sirosis hepatis
Aksis IV
Aksis V
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
Diagnosis banding
PROGNOSIS
a. Ad Vitam
: dubia ad bonam
b. Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
c. Ad Sanationam
: dubia ad malam
DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan atau gangguan
b. Psikologik
1. Masalah psikososial dan lingkungan
2. Masalah dengan keluarga (Primary Support Group)
3. Mood
: elasi
4. Afek
: luas
5. Keserasian
: serasi antara mood dan afek
6. Gangguan Persepsi
: tidak ada halusinasi
7. Isi Pikiran
: waham kebesaran
8. Daya nilai sosial
: terganggu
9. RTA
: terganggu
10. Tilikan
: Derajat 2
c. Lingkungan dan Sosialekonomi :
Masalah primary support group, maslah pekerjaan
:
Risperidon 2x2 mg
Terhadap pasien
Terhadap keluarga
DISKUSI
Untuk menegakkan sebuah diagnosis psikiatri, hierarki diagnosis psikiatri harus
digunakan. Pada pasien ini, terdapat riwayat trauma pada kepala, namun tidak ada nyeri
kepala, pusing, mual, ataupun kejang. Sehingga kecurigaan ke arah diagnosis gangguan
mental organik dapat disingkirkan. Selain itu, perlu diperhatikan diagnosis ke arah
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 15
gangguan mental akibat zat psikoaktif. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak
menggunakan zat psikoaktif. Dengan data tersebut diagnosis gangguan psikotik akibat
penggunaan zat psikoaktif juga dapat disingkirkan. Maka dapat disimpulkan bahwa
gangguan pada pasien adalah murni akibat gangguan psikotik primer bukan sekunder
karena kondisi medis lainnya.
Pada pasien ditegakkan diagnosis skizoafektif tipe manik dengan diagnosis
banding gangguan afektif bipolar, epidose kini manik dengan gejala psikotik dan
skizoferenia paranoid. Hal ini disesuaikan dengan PPDGJ III, berdasarkan PPDGJ-III
kriteria diagnosis untuk Skizoafektif Tipe Manik adalah :
Kriteria ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan yang berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe
manik.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu
menonjol dikombinasi dengan irritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman
diagnostik (a) sampai dengan (d)).
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a)
thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi pikirannya
b)
d)
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada
suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality)
dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Untuk gejala episode manik antara lain : afek yang meningkat harus disertai dengan
energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, optimistik, harga diri yang membumbung. Terdapat perburukan
fungsi sampai titik dimana ia tidak mampu merawat dirinya dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham erotomania, dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak
Pada pasien ini didapatkan gejala skizofrenia dan gejala afektif (manik) berupa
waham kebesaran dan waham erotomania. waham kebesaran karena pasien yakin bahwa
dirinya adalah seorang karumkit RSPAD, dan waham erotomania karena pasien merasa
dia disukai dan dikejar banyak wanita. Untuk gejala episode manik didapatkan
peningkatan afek, peningkatan energi percepatan dan kebanyakan bicara, optimistik,
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 17
harga diri yang membumbung, konsentrasi terganggu. Oleh karena itu, menurut PPDGJIII gejala diatas telah memenuhi kriteria untuk diagnosis skizoafektif tipe manik (F.25.0)
Diagnosis banding pada pasien ini adalah skizofrenia paranoid (F20.0) karena pada
pasien didapatkan gejala umum skizofrenia yaitu tidak ada halusinasi auditorik dan
waham kejar. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pada skizofrenia paranoid gejala
halusinasi dan/atau waham harus terlihat lebih menonjol dari gejala lain, namun pada
pasien ini selain gejala skizofrenia terdapat gejala afektif yang sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan.
Terapi psikofarmaka yang dipilih pada pasien ini adalah pemberian Risperidon
2x2 mg, Divalproex (Depakote) 2 x 250 mg, (Quentiapine) Serequel XR 1x300 mg,
Triheksiphenidril 2x2 mg
Serequel dan Risperidol merupakan golongan obat antipsikotik atipikal yang didasarkan
untuk sasaran atau target syndrome pada penyakit sindrom psikosis. Butir-butir
diagnostik didasarkan pada :
1. Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya bilai
norma social (judgement) terganggu, dan daya tilikan diri (insight) terganggu.
2. Hendaya berat dalam fungsi- fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF:
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham) ,
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),
perilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF :
Gangguan perasaan (afek tumpul, respons emosi minimal), gangguan hubungan
social (menarik diri,pasif, apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi
pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia).
3. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
tidak mampu bekerja , menjalin hubungan social dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah selain berafinitas terhadap
Dopamine D2 Receptors juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin
dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala NEGATIF.
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 18
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah optimal response
with minimal side effects.
Sedangkan obat anti psikosis dapt memberikan efek samping berupa : sedasi dan
inhibisi psikomotor ( contoh rasa mengantuk ), gangguan otonomik (hipotensi , mulut
kering, dll), gangguan ekstrapiramidal (dystonia akut , sindrom Parkinson : tremor ,
bradykinesia, rigiditas),dan gangguan endokrin, metabolic, hematologic yang
biasanya akibat penggunaan obat-obatan jangka panjang.
Bila terjadi gejala tersebut: obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba
pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti
Parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis
yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodic harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal,
untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir
tidak
Menurut uji kliniis yang dilakukan terhadap perbandingan manfaat quetiapine dengan
placebo dengan APG I (haloperidol atau klorpromazin) serta APG II lainnya pada
ODS didapati bahwa quetiapine lebih efektif mengatasi psikopatologi global,
memperbaiki respons klinik (misalnya , 20% perbaikan pada skala psikopatologi
global), dan perbaikan gejala positif skizofrenia. Bila dibandingkan dengan
haloperidol dan klorpromazin, quetiapine menunjukkan perbaikan yang hampir sama
atau kadang kadang lebih besar pada psikopatologi global, gejala positif dan
negative. Bila dibandingkan dengan obat APG-I, quetiapine lebih bermanfaat untuk
neurokognitif.
Quetiapine tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,
100 mg, 200 mg, dan 300 mg dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga
tersedia quetiapine XR dengan dosis 300 mg dan 400 mg , satu kali per hari.
Secara umum , quetiapine ditolerasi dengan baik. Risiko efek samping
ekstrapiramidal , abnormalitas konduksi kardiak, efek antikolinergik, peningkatan
prolactin dan efek samping seksual sangat rendah sedangkan risiko sedasi cukup
tinggi. Selama fase titrasi atau pada awal pengobatan, adanya sedasi, hipotensi
ortostatik, dan takikardi harus dipantau.Quetiapine dapat diberikan dua kali sehari
karena waktu paruh eliminasinya enam jam.Pemberian dosis besar, sebaiknya
diberikan pada malam hari, terutama pada awal pengobatan karena dapat
memperbaiki toleransi terhadap sedasi.
Risperidone adalah derivate benzosoksazol.Risperidone di metabolisme oleh enzim
hepar yaitu CYP 2D6 menjadi 9 hidroksi risperidone.Memiliki waktu paruh bervariasi
sesuai enzim tersebut.pada metabolizer ekstensif waktu paruh adalah 3 jam,
sedangkan pada metabolizer buruk risperidon dimetabolisme terutama jalur
oksidatif dan waktu paruh yang di butuhkan adalah lebih dari 20 jam.
Risperidone bekerja sebagai antagonis poten pada setonin (terutama 5-HT2A) dan
dopamine D. afinitasnya
adrenergik atau muskarinik afinitasnya lebih rendah. afinitas risperidon teradap 5HT2A adalah lebih besar dibandingkan dengan reseptor D2.
Untuk preparat oral, risperidone tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan.Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan
menjadi 4 mg/hari.
Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto
FK UPN Veteran Jak
Page 20
Terjadinya efek samping ekstrapiramidal sagat bergantung dari besarnya dosis. Secara
umum , risperidone ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dirasakan antara lain
sakit kepala dan pusing , merasa lelah, hipotensi ortostatik, palpitasi , peningkatan
berat badan, dll. Sedangkan untuk efek samping terhadap reseptor kolinergik
muskarinik adalah mulut kering, mata kabur, dan retensi urin.
Depakote (Natrium Divalproat) merupakan golongan obat anti mania akut atau
campuran dengan atau tanpa disertai psikosis. Obat ini bekerja meningkatkan
konsentrasi GABA dalam plasma dan SSP dengan cara meningkatkan sintesis dan
pelepasan GABA. Depakote diberikan untuk mengatasi gejala mania
Pada pasien ini diberikan 2 macam obat anti psikosis atipikal yang ditujukan untuk
dosis yang memiliki keefektifan yang baik dalam mengatasi gejala skizofrenia.
Meskipun obat-obatan APG II dikatakan menimbulkan efek yang sangat rendah untuk
efek samping terhadap ekstrapiramidal namun pada pasien ini juga diberikan
diberikan tablet Trihexyphenidyl (artane) 2x2 mg/ hari dengan tujuan untuk
mencegah adanya efek samping ekstrapiramidal/sindrom parkinson. Apabila
siindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap,
untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti Parkinson. Secara
umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3 bulan
(resiko
timbul
atropine
toxic
syndrome).
Tidak
dianjurkan
pemberian
individu tersebut. tujuan dari dilakukannya psikoterapi adalah penguatan daya mental
yang telah dimiliki dan mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru
yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri dan meningkatkan
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan. Diperlukan pola psikoedukasi ke pada
keluarga pasien mengenai penyakit pasien dan faktor yang mempengaruhi baik
memperberat ataupun memperingan gejala yang dialami pasien dan menjelaskan efek
terapi yang akan mungkin akan timbul selama pengobatan. Hal ini merupakan salah
satu cara intervensi psikososial tang diharapkan bermanfaat dalam menurunkan
frekuensi kekambuhan, mengurangi kebutuhan rawat kembali ke rumah sakit,
mengurangi penderitaan akibat gejala-gejala penyakitnya, emingkatkan kapasitas
fungsional, memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan berkeluarga.
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam, dimana pada pasien ini
bisikan (halusinasi) dan waham dikendalikan yang cenderung berulang-ulang didalam
isi pikiran pasien tetap ada meskipun dalam intensitas yang berkurang dan cenderung
lebih tenang ketika diberikan terapi. Prognosis ad fungsionam adalah dubia ad
bonam, hal ini disebabkan pasien mengalami peningkatan yaitu adanya kemampuan
melakukan fungsinya sebagai manusia baik fungsi mental maupun fungsi
psikososialnya yang lebih baik ini terbukti dengan alloanamnesa yang didapati pada
keluarga bahwa ketika pasien dengan teratur mengkonsumsi obat maka pasien
cenderung kembali dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti melakukan aktivitas
membersihkan rumah ataupun aktivitas lain seperti bekerja untuk melakukan
creambath rambut untuk tetangga yang meminta menggunakan jasa pasien. Prognosis
ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad malam dikarenakan pada pasien ini
terdapat
riwayat
kekambuhan
berulang
sebanyak
beberapa
kali
sehingga
memperburuk prognosis kesembuhan dari pasien karena pasien dianggap belum dapat
mengendalikan halusinasi, waham dan isi pikirannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dharmady, 2003. Psikopatologi.Dasar di Dalam Memahami Tanda dan Gejala dari Suatu
Gangguan jiwa.Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku. FK Unika
Atmajaya: Jakarta
Gunawan, Sulistia Gun, 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologik dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Kaplan, HI dan Sadock BJ, Grebb JA, 2010.Sinopsis Psikiatri. Jilid I. Edisi ke 7. Binarupa
Aksara: Jakarta
Maramis, W.F, 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 6. Airlangga University Press:
Surabaya
Muslim, Rusdi, 2007.Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication) Edisi Ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya:
Jakarta
Muslim, Rusdi,2003. Buku Saku. Diagnosis Gangguan Jiwa.Rujukan Ringkas dari PPDGJIII.Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya:Jakarta
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, 2011.Konsensus Penatalaksanaan
Gangguan Skizofrenia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia: Jakarta