Sindrom Antifosfolipid Pada Keguguran Berulang
Sindrom Antifosfolipid Pada Keguguran Berulang
Abstrak
Abortus berulang (recurrent abortion) adalah abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut
dengan angka kejadian 0,4 -1%. Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo bahkan
mencatat ada sekitar 169 kasus semacam itu selama Agustus 2000 - Juni 2001. Penyebab terbesar
kegagalan kehamilan berulang adalah gangguan prokoagulasi darah, paling tinggi insidensinya
adalah oleh sindrom antibodi antifosfolipid atau sindrom antifosfolipid sebesar 67 %, sticky
platelet syndrome sebesar 21 %, defisiensi activator plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang
lainnya masing-masing di bawah 7%. Sindrom antifosfolipid dalam bidang obstretri pada saat ini
belum ditemukan gambaran histopatologik spesifik pada embrio atau janin yang mengalami
kematian akibat antibodi antifosfolipid. Perubahan plasenta pada penderita sindrom antibodi
antifosfolipid tersebut akan mengakibatkan insufisiensi plasenta, diikuti dengan keadaan hipoksia
yang akan menyebabkan kematian janin. Sampai saat ini belum ditemukan penyebab antibodi
antikardiolipin yang pasti, Virus dan bakteri yang dituding sebagai penyebab baru dugaan saja.
Orang yang mengalami antibodi antikardiolipin cepat merasa lelah dan pusing. Antibodi
merupakan kumpulan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh dianggap benda asing
oleh tubuh. Minum pengencer darah, mengingat kehamilan antibodi antikardiolipin termasuk
kelompok kehamilan resiko tinggi dan sebaiknya ibu hamil menjaga kehamilannya dengan ektra
hati-hati. Perlunya konseling prakonsepsi, yang idealnya seorang wanita dengan sindrom
antifosfolipid harus mendapatkan bimbingan dan pemeriksaan sebelum kehamilannya secara jelas.
pada trimester pertama dan kedua. Pengobatan dengan cara penekanan aktivitas antibodi
antifosfolipid dengan prednison, pencegahan trombosis dengan heparin, dan aspirin untuk
memperbaiki sirkulasi plasenta/mengatasi efek trombosan.
Kata kunci: Antifosfolipid
Abstract
Recurrent abortion is three times abortions in consecutively that has 0,4-1% incident rate. Center
Hospital Cipto Mangunkusumo record there are 169 cases from august 2000 june 2001. The
biggest cause from recurrent pregnancy failed is blood procoagulation interference. The highest
incident is antiphospholipid syndrome thats 67%, sticky platelet syndrome thats 21%, activator
plasminogen deficiency thats 9%, and the other cause are under 7%. Antiphospholipid syndrome
in obstetric sector undiscovered histopathology specific representation in embryo or fetus that died
because antifosfolipid antibody. Placenta change on antibody antiphospolipid syndrome patient
will make placenta insufficiency and will followed by hypoxia that can make fetus died. Until now,
cause of anticardiolipin antibody is undiscovered. Virus and bacteria that accused as cause only an
assumptions. People that have anticardiolipin antibody will feel tired and dizzy so quickly.
Antibody is the collect of protein that formed from antibody immunity system that considered as
strange thing in body. Remembering that antibody anticardiolipin pregnancy include in high risk,
pregnant women should keep her pregnancy carefully. Need preconception counseling, ideally a
woman with antiphospholipid syndrome must guided and bfore pregnancy check-up clearly. In first
and second trisemester. Treatment with activity suppression of antibody antiphospholipid with
prednisone, thrombosis preventive with heparin, and aspirin to fix placenta sirculation/superintend
trombosan effects.
Keyword: Antifosfolipid
45
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469
Pendahuluan
Banyak hal yang dapat menyebabkan
gagalnya suatu kehamilan sehingga terjadi
suatu keguguran atau gagal mencapai suatu
maturitas maupun janin dilahirkan belum dapat
bertahan hidup di luar kandungan. Abortus
berulang (recurrent abortion) adalah abortus
yang terjadi 3 kali secara berturut-turut. Angka
kejadian 0,4 -1% abortus berulang (recurrent
abortion) (Widjanarko, 2009)1. Di Amerika
dicatat kejadian keguguran berulang mengenai
500.000 wanita pertahun atau 1 % dari wanita
hamil (Bick, RL dalam Ferianto, 2011)2.
Sebanyak 25 % dari seluruh kehamilan pertama
akan berakhir dengan keguguran. Di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo bahkan mencatat
ada sekitar 169 kasus semacam itu selama
Agustus 2000 - Juni 2001 (Kompas, 2001) 3.
Apabila dilihat dari aspek janin, maka
kemungkinan kelainan pembawa sifat perlu
dipikirkan. Kelainan pembawa sifat pada janin
dapat disebabkan karena diturunkan dari orang
tuanya, tapi ada pula yang terjadi secara acak.
Apabila dilihat dari sisi ibu, ada kemungkinan
terjadinya ketidak mampuan tubuh ibu untuk
menerima janin yang membawa pula antigen
ayah akibat adanya reaksi kekebalan tubuh yang
berlebihan, meski cara pembuktiannya tidak
mudah. Ketidakmampuan tubuh ibu untuk
mendukung kebutuhan janin umumnya dapat
disebabkan kelainan anatomik rahim, atau ibu
memiliki
penyakit
yang
menyebabkan
terjadinya gangguan aliran darah dari ibu ke
janin seperti misalnya gangguan pembekuan
darah atau gangguan pembuluh darah
(Sumapraja, 2010)4.
Penyebab terbesar kegagalan kehamilan
berulang adalah gangguan prokoagulasi darah
dimana yang paling tinggi insidensinya adalah
oleh sindrom anti fosfolipid atau sindrom anti
phospolipid sebesar 67 %, sticky platelet
syndrome sebesar 21 %, defisiensi activator
plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang
lainnya masing-masing di bawah 7 %. Data ini
menunjukan bahwa sindrom anti fosfolipid
memegang peranan yang paling besar sebagai
penyebab kegagalan suatu kehamilan (Bick,RL
dalam Ferianto, 2011) . Sumber lain mencatat
bahwa 15-40 % wanita yang mengalami
keguguran berulang mempunyai antibodi
antikardiolipin atau lupus antikoagulan. Jika
46
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469
Sindroma
Obstetri
Bidang
Klasifikasi
dalam
sindroma
antifosfolipid, morbiditas obstetrik disebabkan
secara langsung dan tidak langsung oleh
aktivitas
antibodi
antifosfolipid
dan
pembentukan trombosis pada pembuluh
plasenta. Walaupun pada saat ini belum
ditemukan gambaran histopatologik spesifik
pada embrio atau janin yang mengalami
kematian akibat antibodi antifosfolipid,
pengamatan perubahan plasenta pada kematian
janin akibat sindroma antibodi sntifosfolipid
menunjukan adanya vaskulopati arteri spirales,
infark plasenta, atau kombinasi keduanya.
Perubahan plasenta pada penderita sindrom
antibody
antifosfolipid
tersebut
akan
mengakibatkan insufisiensi plasenta yang akan
diikuti dengan keadaan hipoksia yang akan
menyebabkan kematian janin.
Dasar patogenesis perubahan pada
plasenta dapat berupa :
a) Secara imunohistokimia, antifosfolipid Ig G
akan menyebabkan berkurangnya Jumlah
annexin V pada permukaan apical villi
khoriales dari plasenta dengan pertumbuhan
janin terhambat sehingga terjadi penurunan
antikoagulan yang akan merangsang
terjadinya trombosis sehingga terjadi
gangguan fungsi uteroplasenter.
b) Terbentuknya trombosis dapat menutup
lumen pembuluh uteroplasenter sebagian
atau
seluruhnya,
ditemukan
pula
peningkatan deposit fibrin atau fibrinoid
pada permukaan trofoblas villi membentuk
kalsifikasi plasenta. Kejadian oklusi
total/partial dan kalsifikasi ini dapat
menghambat aliran darah uteroplasenter
gangguan fungsi nutrisi dan respirasi dengan
akibat pertumbuhan janin terhambat, gawat
janin hingga kematian janin.
c)
Gambaran
histopatologik
kerusakan
pembuluh plasenta dan villi dapat berupa
hematoma
retroplasenter,
peningkatan
jumlah simpul sinsitia, nekrosis sel
Antifosfolipid
dalam
47
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469
Antifosfolipid
pada
Diagnosis
sindrom
antibody
antifosfolipid ditegakkan dengan ditemukannya
1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium
sesuai dengan kriteria pada kongres di Sydney
2004.
Diagnosis klinis ada 3 kriteria yaitu:
1. Adanya satu atau lebih episode klinis dari
trombosis arteri, vena atau bpembuluh darah
kecil pada organ atau jaringan yang dapat
dikonfirmasi melalui ultrasonografi (USG)
dopler.
2. Morbiditas kehamilan, yaitu adanya tiga
atau lebih keguguran berulang yang tidak
48
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469
49
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469
50