Anda di halaman 1dari 45

BLOK PANCA INDERA

SKENARIO II

Kelompok : B-3
Ketua

: Siti Farhanah Aulia

(1102012279)

Sekertaris

: Sari Nur Rahmawati

(1102012261)

Anggota

: Muhammad Adiguna Said

(1102010174)

Riris Rizani Dewi

(1102012248)

Monica Permatasari

(1102012167)

Zamzam Zamilah

(1102012317)

Ratna Kurnianingsih

(1102012228)

Wiza Iswanti

(1102012310)

Zakirah B F A

(1102012316)

Rendy Muttaqien Sinaga

(1102012236)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2014/2015

SKENARIO 2
Telinga Sakit
Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan
telinga kanannya sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur
sedikit warna merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga
dibersihkan, diperiksa kendang telinganya tampak merah dan mengeluarkan cairan.
Ibu pasien bertanya pada dokter, apakah penyakit anaknya bisa sembuh.

SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis dan Mikroskopis Telinga
1.1 Makroskopis Telinga
1.2 Mikroskopis Telinga
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut ( OMA )
3.1 Definisi OMA
3.2 Etiologi OMA
3.3 Klasifikasi OMA
3.4 Patofisiologi OMA
3.5 Manifestasi Klinik OMA
3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA
3.7 Penatalaksanaan OMA
3.8 Komplikasi OMA
3.9 Prognosis OMA
3.10 Pencegahan OMA
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Telinga Dalam Syariat Islam

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis dan Mikroskopis Telinga


1.1 Makroskopis Telinga

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit .Indera pendengaran berperan
penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat
penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
1. Telinga luar
Telinga luar terdiri atas:
a.Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang
khas dan berfungsi mengumpilkan
getaran udara.Auricular terdiri atas
lempeng tulang rawan elastic tipis
yang ditutupi kulit.Auricular
mempunyai otot intrinsic dan
ekstrinsik, keduanya disarafi oleh
n. facialis.
b.Meatus acusticus externus
Adalah tabung berkelok yang
menghubungkan auricular dengan
3

membrane timpani.Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari


auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci
(2,5 cm). Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam
adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3
bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus.Aliran limfe menuju nodi parotidei
superfisialis, mastoidei dan cervicales superfisialis.
2. Telinga Tengah
Terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
a. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm
dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang
arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital
dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari
kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
a. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum
dan mukosum.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa : Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan
yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis
dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
- Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
- Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
b. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu:
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding
posterior.
4

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :


1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)
Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran
dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan
(manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada
epitimpanum atau
didalam rongga atik,
sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida
membran timpani.
Manubrium terdapat
didalam membran
timpani, bertindak
sebagai tempat perlekatan
serabut-serabut tunika
propria. Ruang antara
kepala dari maleus dan
membran Shrapnell
dinamakan Ruang
Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen
dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan
pinggir lekuk Rivinus.
Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus
longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100
derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis
menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke
bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus
yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari
stapes.Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap
gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara
ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus
brevis.Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh
inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada
stapes melalui sendi inkudostapedius.
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya
hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior
dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan
perantara ligamentum anulare.Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan
kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian
leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari
5

pada posterior.Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi
superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di
anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan
terletak pada menestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul
labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba
eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak
diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut
semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung
timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat
tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi
pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf
kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam
sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius
adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia
piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya
bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher
stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul
ketika saraf tersebut melewati m. Stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua.
Kerja m.stapedius me narik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi
posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan
meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran
Saraf Korda timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus
posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani
memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan
keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah
leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah
medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura
petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion
submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah
bagian anterior.
Pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.
Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada : Cabang-cabang pada membrana
mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel
mastoid. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.
Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran
yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik
dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf
6

berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus superfisial mayor,
diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter. Kemudian berjalan melalui foramen
ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal assesori sampai ganglion otik.
Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi melalui foramen
yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari ganglion otik
menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis melalui nervus
aurikulotemporalis.
Saraf fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua
komponen yang berbeda, yaitu : Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari
lengkung brankial kedua(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior
belly m. Digastrik dan m. stapedius. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori
dan sekretomotor parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah
kecuali parotis. Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui
auditori meatus diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior
dalam tulang diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan
kedua terjadi dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial
keluar dari dasar tengkorak melewati foramennstilomastoidea. Pada belokan pertama
di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion genikulatum, yang
mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari 2/3
lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf kranial
VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke
fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan
sekremotor dari glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita. Bagian lain dari
saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda timpani.
Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara
vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung
jaringan perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion
submandibula. Sel jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.
Perdarahan Kavum Timpani
Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularis asi kavum timpani adalah
arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah
yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pada daerah
anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang
dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura
petrotimpanika.Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika
psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea.Pada
daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a. meningea media juga a. petrosa
superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei.Pembuluh vena kavum timpani
berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid
atau sinus petrosus superior.Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam
pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.
c. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
7

bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm13.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan
bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini
berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian
keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau
timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut
ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu
tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa
muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi
dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar
dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga
tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba
terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia
dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan
limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari
kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
kavum timpani.
d. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa
kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid adalah
suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga
antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial
merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke
medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus
brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara
organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36
mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara
mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada
saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang
sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding
8

medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke
dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii
posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan
antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh
tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa
tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada
saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa
berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar
tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan
sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini
bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki
aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan
menuju ke foramen stilomastoid.
Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi
didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga
udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid
adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang
temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan
udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang
kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi
terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid berkembang setelah lahir
sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan
antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang
seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5
tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang
spon dan pneumatik.
Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 12 tahun. Luasnyapneumatisasi
tergantung faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur
muda. Bila ada sifat biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau
kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka
nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti (pneumatisationshemung arrested
pneumatisation) atau pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack).
Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum
sel-selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada
radang pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang
pada mastoid (mastoiditis)
Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :
1. Terminal
2. Perisinus
3. Sudut petrosal
4. Sub dural
5. Zigomatik
6. Facial
9

7. Periantral
8. Perilabirinter
3. Telinga Dalam (Auris Interna)
Terdiri dari canalis semisirkularis, vestibulum, cochlea.Rongga telinga/cavum
tympani dibatasi sekelilingnya oleh tulang temporal (pars petrosa). Didalamnya
terdapat sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari tiga buah canalis
semisirkularis superior/anterior, posterior dan lateral bersama sacculus dan utriculus
didalam vestibulum. Selain itu terdapat pula organ pendengaran yang terdiri dari
cochlea yang menyerupai rumah siput dengan permukaan dalam yang berbentuk
spiral, yang terdiri dari cochlea skala vestibule, media, dan tympani.
a. Cochlea
Organ khusus yang berperan untuk menerima dan menghantarkan suara
(pendengaran) ditemukan di telinga dalam di dalam struktur yang disebut
cochlea.Adalah saluran spiral bertulang yang mirip rumah keong, yang mengitari
sebuah tulang dibagian tengah yaitu modiolus. Didalam cochlea dibagi 3 saluran :
coclea vestibulum, cochlea media, dan cochlea timpani. Didalam cochlea media/
ductus cochlearis diatas membrane basilar terdapat organ pendengaran corti, yang
terdiri dari banyak sel reseptor pendengaran atau sel rambut, dan beberapa sel
penunjang lainnya.
b. Vestibulum
Untuk keseimbangan ditemukan di utrikulus dan saculus dan ketiga canalis
semisirkularis.
Nervus facialis didalam tulang temporal
Nervus facialis memasuki telinga dalam bersama dengan nervus vestibulocochlearis
(N.8) melalui meatus acuticus internus. Setelah itu, didalam telinga dalam saraf ini
memasuki canalis nervi facialis yang menuju bagian posterior atas dinding medial
auris media. Disini pada geniculum canalis nervi facialis saraf tersebut membelok dan
pada tempat belokan terdapat ganglion geniculi.
Dari ganglion ini serabut saraf menuju dinding belakang rongga telinga tengah.
Serabutnya kemudian bercabang menjadi rami motoris yang akan keluar melalui
foramen stylomastoideum. Cabang lain adalah nervus chorda tympani, yang
selanjutnya akan berposisi pada perbatasan pars tensa dan pars flaccida membrane
tympani menuju bagian anterior. Saraf ini meninggalkan rongga telinga tengah
menuju fossa infratemporalis dan bergabung dengan nervus mandibularis.Nervus
chorda tympani mengandung serabut sensoris somatic dengan badan sel pada
ganglion geniculi, dan serabut parasimpatis untuk sekresi kelenjar ludah yang synaps
nya terdapat pada ganglion submandibularis.
Cabang lain nervus facialis adalah serabut parasimpatis yang menurus glandula
lacrimalis yaitu nervus petrosus major yang meninggalkan rongga telinga tengah
menuju foramen lacerum dan bergabung dengan nervus maxillaris.
Tuba auditiva eustachii terdiri dari pars ossea (1/3 posterior) dengan epitelnya berlapis
gepeng dan pars cartilaginea (2/3 anterior) dengan epitelnya selapis/bertingkat
silindris dengan silia, dan daerah penyempitan (isthmus tuba auditiva) pada tempat
peralihannya. pada bayi dan anak-anak saluran ini pendek hanya sekitar 10 mm, dan
lurus. Pada orang dewasa panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung.Posisi
berbaring tuba ini pada bayi dan anak kecil berkedudukan tegak lurus sehingga
10

memudahkan masuknya lendir (infeksi) dari nasopharinx ke tuba ini.Keadaan ini


memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga tengah pada bayi dan anak kecil (otitis
media akut).
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta
sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh
arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani
sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran
basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena
akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
1.2 Mikroskopis Telinga
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat
sedikit dan jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan
perichondrium/ periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen
tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen
tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.

11

Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan
lamina propia yang tipis.

d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi
mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis
cuboid/ silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris
dengan silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
- Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
- Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
- Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
- Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang
terdiri dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong
(silindris).
- Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan
cabang-cabang sitoplasma halus.

g.

Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai
silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
12

h. Koklea
Telinga dalam : koklea (potongan vertical)
Labirin tulang koklea berpilin mengelilingi sumbu sentral tulang spons, yaitu
modiolus.Ganglion spiralis terbenam di dalam modilus yang terdiri atas neuron
bipolar aferen.Akson panjang dari sel bipolar ini menyatu membentuk nervus
koklearis; dendrit lebih pendek menginervasi sel-sel rambut di dalam apparatus
pendengaran, yaitu organ corti.
Labirin bertulang dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis oseosa
dan membran basilaris.Lamina spiralis oseosa terjulur dari modiolus sampai
setengah lumen kanalis koklearis.Kanalis koklearis dibagi menjadi dua
kompartemen besar, skala timpani di bawah dan skala vestibuli di atas.Dan kedua
kompartemen tersebut berhubungan dengan lubang kecil disebut helikotrema.

Telinga dalam : duktus koklearis (skala media)

13

Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh area vascular yang disebut stria
vaskularis.Epitel berlapis yang menutupi stria ini unik karena mangandung jalinan
kapiler intraepithelial yang dibentuk oleh pembuluh yang memasok jaringan ikat
ligamen spiralis.Lamina propia daerah ini adalah ligamen spiralis yang terdiri atas
serat kolagen, fibroblas berpigmen dan banyak pembuluh darah.
Membran basilar terdiri atas jaringan ikat bervaskular di bawah lempeng yang lebih
tipis serat basilar.Organ corti yang berada di atas serat basilar ini, meluas dari limbus
spiralis ke ligmen spiralis.Sel-sel rambut sensoris yang sangat khusus, beberapa jenis
sel penyokong dan celah dan terowongan pembentuk organ corti. Cabang perifer dari
sel-sel bipolar ganglion spriralis berjalan melalui saluran-saluran di dalam lamina
spiralis oseosa dan bersinaps dengan sel-sel rambut di dalam organ corti

14

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran


Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan
daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat
yang ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber
suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air.
Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan
tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena
resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan,
kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran , semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang
suara dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka
terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang
bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam
rentang pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara.
Kepekakan dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas
15

dibandungkan dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar ambang


pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB
menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu
frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara
menjadi getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan
dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap
berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah
dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius
eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu
lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial
menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan
demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan
atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri
ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga
yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang
tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu
mencapai telinga yangterletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara
yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus.
Kulit yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat
termodifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket
yang menangkap partikel-partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen
tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam
saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani
dan menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,
bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang
bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang
sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang
suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana
dapat bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang
telinga terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga.
Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga
terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang
menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal
tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah, atau
16

menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah


menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran
setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu
pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan
nyeri karena tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak
berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua
sisi membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan
gendang telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan
kadang-kadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan
cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga
menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan
tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama,
memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval.
Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan
seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi gelombang suara semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan
dikoklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada
luas permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di
membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua,
efek pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis
tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada
jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai
jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan
koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons
terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan
pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan strukturstruktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga
dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun,
respons refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu
sura keras. Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap
suara keras yang berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak,
misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
17

ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela
oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di
kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah,
tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam
rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes
beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe
mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.
Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan
tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil
jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui
membrana vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui
membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama
pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris
menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara
sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada membrana
basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam membrana
tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap
membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluransaluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian.
Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas)
meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

18

Gambar 11. Transmisi gelombang suara


Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakangerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju
mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut
tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel
reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga
mengakibatkan perubahan kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke
otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang
dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.
Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,
diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang
suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang
menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.
Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di
titik-titik tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval
bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat
dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara
berada di sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.
Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar
dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks
pendengaran melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus
medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk
kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur
penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus
temporalis karena serat-sertanya bersilangan secara parsial di batang otak. Karena itu,
gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran di kedua telinga.
19

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut ( OMA )


3.1 Definisi OMA
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut ialah peradangan
telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam
waktu kurang dari 3 minggu.
3.2 Etiologi OMA
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga
merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.Kuman penyebab OMA
adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae
(27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba
Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan
efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR)
dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat
diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal.
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu
adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar
ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Epidemiologi
Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit
yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan
20

ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi
pada tiap-tiap negara.
Penyakit ini juga telah menimbulkan beban lain yang cukup berarti,
diantaranya waktu dan biaya. Ramakrishnan menemukan bahwa OMA merupakan
penyakit infeksi yang paling sering terjadi di Amerika Serikat. Salah satu laporan
Center for Disease Control and Prevention (CDC) dalam salah satu programnya yaitu
CDCs Active Bacterial Core Surveillance (ABCs) di Amerika Serikat tahun 1999
menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun. Meropol, dkk
juga mendapati 45-62% indikasi pemberian antibiotik pada anak-anak di Amerika
Serikat disebabkan OMA (Meropol dkk, 2008). Oleh karena pemakaian antibiotik
yang tinggi, beban negara tersebut yang digunakan untuk kasus OMA tergolong
signifikan, melebihi 3,8 triliun dolar setiap tahun. Sementara itu di Kanada, tepatnya
di Quebec, biaya penanganan OMA diperkirakan menghabiskan dana lebih dari
sepuluh juta dolar setiap tahunnya dan tenaga medis menghabiskan waktu kira-kira
4,9 jam untuk keseluruhan penanganan OMA.
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis,
dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius
memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal
dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia
dewasa. Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak
berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang
seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang
lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase
kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal
usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun dengan
signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki kecenderungan tinggi
mengalami otitis tetap sering mengalami episode eksaserbasi akut hingga memasuki
usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat
penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA.
3.3.Klasifikasi
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar,
2007).

21

3.4.Patofisiologi
Patofisiologi OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius
menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila
keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus
atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa
telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi
serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul
edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian
besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor
ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
22

Stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :


a. Stadium Oklusi

23

Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan
negative telinga tengah, akibat absorpsi udara.Membrane timpani kadang tampak
normal atau berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi.Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di


sebagian atau seluruh membrane timpani, membrane
timpani tampak hiperemis disertai edem.Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi

Ditandai dengan adanya edem yang hebat telinga tengah


disertai hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulent di cavum
timpani sehingga membrane timpani tampak menonjol (bulging) kearah liang telinga
luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri ditelinga bertambah hebat.Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak
berkurang maka terjadi iskemi akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa serta submucosa.Nekrosis
ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna
kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi membrane
timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane timpani
akan ruotur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang
tempat rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
d. Stadium Perforasi

24

Akibat seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi,
maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu
badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.Keadaan ini disebut dengan otitis media
akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan
akhirnya kering. Pada stadium ini membrane timpani berangsur normal, perforasi
membrane timpani kembali menutup dan secret purulent tidak ada lagi.Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret
yang keluar terus menerus atau hilang timbul.OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa
terjadinya perforasi.

3.5.Manifestasi Klinik OMA


Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri dalam telinga, keluhan di
samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya.Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5 deratat celcius (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi rupture membrane timpani maka secret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
a.
b.
c.
d.

Sakit telinga yang berat dan menetap.


Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5C
Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
25

e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior
3.6.Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,
sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali
keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA
tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah
usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan
gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa
pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
Gejala dan tanda

OMA

Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel +

Efusi telinga tengah

Gendang telinga suram

+/26

Gendang yang
menggembung

+/-

Gerakan gendang berkurang +

Berkurangnya pendengaran +

Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:


I. Tes bisik
II. Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)
III. Tes Audiometri
I.

Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau
dilapisi soft board / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi
gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah
ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak
menyahut pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai
lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian
seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 katakata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10
kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif
(jenis ketulian)
KUANTITATIF
FUNGSI
PENDENGARAN
Normal
Dalam batas normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli berat

KUALITATIF
SUARA
BISIK
6m
5m
4m
3-2m
1m

TULI SENSORINEURAL
Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
tinggi), seperti huruf s sy c
TULI KONDUKTIF
Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
rendah), seperti huruf m n w

27

II. TES GARPU TALA (TGT)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach
1.

TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui
hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat
dimulai dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau
sebaliknya, dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya
kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan
jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang
untuk mencapai intrensitas bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai
ambang normal), kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan
garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki
pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak
terdengar)
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak
dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

2.

TES RINNE
Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak
mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila
penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif,
bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
Interpretasi:
o
Normal : Rinne positif
o
Tuli konduksi : Rinne negatif
o
Tuli sendori neural : Rinne positif

3.

TES WEBER
Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
Cara:

28

o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya


diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula
pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada
garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau
mendengar lebih keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga
tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar
berarti tak ada lateralisasi.
-

4.

Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih
dari satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

TES SCHWABACH
Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan
pemeriksa
Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya
diletakkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak
mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila
penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila
penderita tidak mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach
memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada
penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian
diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak
mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa,
bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa
masih mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek

Contoh Kasus (penulisan hasil tes pendengaran) :


Kanan
Tes bisik
5m
Tes garpu tala
Batas bawah naik

Kiri
4m
Batas atas
29

turun
+ 4096
+ 2048
+ 1024
+ 512
- 256
- 128
Tes Rinne (R)
Tes Weber (W)
Tes Schwabach (S)

negatif
lateralisasi kanan
memanjang

+
+
+
positif
memendek

Kesimpulan : Tuli konduksi kanan, tuli perseptif (tuli sensori neural) kiri
III. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri,
maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri
diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini
kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar
20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.

30

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 2020.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan
Klasifikasi
dalam Desibel
0-15
Pendengaran normal
>15-25
Kehilangan pendengaran kecil
>25-40
Kehilangan pendengaran ringan
>40-55
Kehilangan pendengaran sedang
>55-70
Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90
Kehilangan pendengaran berat
>90
Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator
(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih
yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk
mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir
sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut
dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan
dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang
diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam
atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer
tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan
apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin
dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase
kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini
dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara katakata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag
diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi
kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya
disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai
diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi
maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara
barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
31

audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat


nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas
artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih
memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa
terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada
ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu
dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu
yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari
20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa
diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu
saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga),
apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.
VI. Tes Otoskopia
Tujuan:Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan
meneranginya memakai cahaya lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van Hasselt
(dengan listrik)
2. Otoskop (dengan baterai)
3. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga

Pelaksanaan
a. cara memakai lampu kepala

pasang lampu kepala sehingga tabung lampu berada diantara kedua mata
letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan
32

mata kiri ditutup


proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan saling
bersinggungan
diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

b. cara duduk

penderita dududk di depan pemeriksa


lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pemeriksa
kepala dipegang dengan ujung jari
waktu memeriksa telinga yang kontra lateral, hanya posisi kepala penderita
yang diubah
kaki, lutu penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula

c. cara memegang telinga

kanan:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III,IV,V pada planum
mastoid
aurikulum ditarik kea rah posterosuperior untuk meluruskan Meatus Akustikus
Externus

kiri:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II.
Jari III,IV dan V di depan aurikulum. Aurikulum ditarik kea rah
posterosuperior

33

d. cara memegang otoskop

pilih speculum telinga yang sesuai dengan besar lumen Meatus


Akustikus Externus
nyalakan lampu otoskop
masukkan speculum telinga pada MAE
e. cara memilin kapas

ambil kapas sedikit, letakkan pada pemilin kapas dengan ujung pemilin
berada di dalam tepi kapas
pilin perlahan-lahan searah dengan jarum jam
untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar berlawanan dengan arah
jarum jam

3.7.Penatalaksanaan OMA
Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :
a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius.Sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan
obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fidiologik untuk anak <
12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiolofik untuk anak yang
berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus
diobati dengan memberikan antibiotic.
34

b. Stadium hiperemis (presupurasi)


diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane
timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic
yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 450-100 mg/kgBB, amoksisilin 440
mg/kgBB/hari, atau eritromisin 440 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membrane timpani masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan
agar nyeri dapat berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang
adekuat sampai 3 minggu.
e. Stadium resolusi
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotic sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret
diduga telah terjadi mastoiditis.
Table 2.3. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Usia
Kurang dari 6 bulan
6 bulan sampai 2 tahun

Diagnosis pasti
antibiotik
antibiotik

2 tahun ke atas

Antibiotic jika gejala


berat,observasi jika gejala
ringan

Diagnosis meragukan
Antibiotic
Antibiotic jika gejala
berat,observasi jika gejala
ringan
observasi

Aturan pemberian obat tetes hidung :


-

Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia
dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak
berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa.
Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat
sehingga tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.

Aturan pemberian obat antibiotik :


a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang
disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)

35

Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan


eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin
intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi
adekuat dalam darah.Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan
ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis
pada pasien anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak
terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga
tengah.Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah
kita berikan antibiotik selama 3 minggu.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan
OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi
second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi
pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk
tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang
sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran
secara signifikan disbanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
36

rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
Aturan pemberian obat cuci telinga :
-

Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.


Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan
perforasi membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.

FARMAKOLOGI
Chloramphenicol
Indikasi:
-

Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan


salmonelosis lainnya.
Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa
bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan
infeksi berat yang lainnya.KontraIndikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan
kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi
tenggorokan, atau untuk mencegah infeksi ringan.
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol
Cara Kerja: Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas
antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat
ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob
gram-positif, termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri
aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae, Neisseria
meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps.
cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella
dan Shigella.
Dosis:
Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 4.
Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :
25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.
Efek Samping:
Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi
hipersensitif dan sindroma kelabu.

37

Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin,
fenobarbital, tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.
Paracetamol
-

Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan
asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit
kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam
pada influenza dan setelah vaksinasi.
KontraIndikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat
dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan
fungsi hati.
Jenis: Tablet

Amoxicillin
-

Indikasi :
Infeksi oleh bakteri penghasil beta laktamase, termasuk infeksi saluran
napas, otitis media, infeksi saluran kemih-genital dan infeksi abdominal,
selulitis, gigitan bintang, infeksi gigi yang berat, osteomielitis oleh
Haemophilus influenza dan profilaksis bedah.
Kontraindikasi :Hipersensitivitas terhadap penisilin, jaundice, atau
gangguan hati berhubungan dengan riwayat penisilin atau amoxicillin
asam klavulanat.
Dosis :
Dewasa dan anak > 12 tahun : 250 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, digandakan
pada infeksi berat.
Anak < 1 tahun : 20mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak 1-6 tahun : 125 mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Anak 6-12 tahun : 250mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Cara kerja obat :
Amoxicillina merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas
anti bakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip
dengan ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan
beberapa gram-negatif yang pathogen.Bakteri pathogen yang positif
terhadap amoxicillin adalah Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S.
pneumonia, N. gonorrhoeae, H. infuenzae, E. coli, dan P.
mirabilis.Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan bakteri
penghasil beta-laktamase.
Efek Samping :
Mual & muntah, diare, ruam (hipersensitivitas), urtikaria, angioedema,
anafilaksis, anemia hemolitik.
Interaksi Obat :Probenesid memperlambat ekskresi amoxicillin.
38

3.8.Komplikasi OMA
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka OMA bisa memberikan
komplikasi atau perluasan ke mastoid.Komplikasi OMA menurut Mawson 1978,
Youwer 1983 dan Paparella 1988 dapat dibagi menjadi:
A. Komplikasi Intra temporal
a. Otitis media supuratif kronik
Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak
adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara
klinis ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang
telingadan stadium nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b. Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid
dan terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema,
mastoidkapsul akan terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan
hilang. Dan infeksi dapat melanjut menembus tulang korteks sehingga terjadi
abses subperiosteal.Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan
terjadi keadaan kronik dimana didapat retensi pus di dalam selule mastoid
yang disebut sebagai mastoid reservoir dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran
bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c. Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang
baik.Walau demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d. Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan
terjadi penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada
kelainan kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung
menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi.
Kelumpuhan ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
e. Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan
dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan
rotundum.Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi
sirkularis.Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe
sensorineural.
f. Ketulian
g. Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu.Sekret mukoid
yang kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau
menyebabkan perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.

39

B. Komplikasi Intrakranial
a. Abses extradural
terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali
tegmen timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani,
antrum, adn celulae mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui
pembuluh darah kecil yang terdapat pada mukosa periosteum menuju
bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin.Klinis : otalgia, sakit kepala,
tampak lemah.
b. Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan
arachnoid.Penyebaran kuman melalui pembuluh darah.Klinis : sakit
kepala, rangsang meningeal, kadang kadang hemiplegi.
c. Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena vena
daerah mastoid dan vena vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran
menurun, kejang, papil edema.
d. Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang
telah ada.Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak
antara ruang telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan
oleh tegmen timpani yang tipis.Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel,
panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
e. Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa.
Klinis : sakit kepala terus menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual,
tumpah, papil edem.
3.9.Prognosis OMA
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran
dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi perforasi
spontan membran timpani.
3.10.Pencegahan OMA
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:
-

Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan


menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak anak
dapat diberikan imunisasi terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan
infeksi pada telinga tengah (Haemophilus influenzae and Streptococcus
pneumoniae).
Jangan mengorek orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek
membran timpani.
Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter
untuk meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.
Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
40

Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai


pelindung telinga jika terdapat suara yang amat keras.
Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
Lindungi telinga anda selama penerbangan.
Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat
mencegah terjadinya perforasi membran timpani selama penerbangan.

Pernyataan WHO (Geneva, 2000) menyebutkan 50% gangguan pendengaran dapat


dicegah (preventable deafness). WHO merekomendasikan tiap negara menurunkan
preventable deafness sampai 50% pada 2010 (Better Hearing, 2010). Melalui program
Sound Hearing 2030, diharapkan pada tahun 2030 setiap penduduk Indonesia
mempunyai hak memiliki derajat kesehatan telinga dan pendengaran optimal/Better
Hearing for All (Purnami, 2009).
Di Indonesia sendiri untuk mendukung program Sound Hearing 2030 dibentuk
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas
PGPKT) dibentuk oleh Departemen Kesehatan RI yang bertujuan agar masyarakat
umum di seluruh Indonesia berpartisipasi aktif dalam program ini agar apa yang
menjadi tujuan WHO dan pemerintah yaitu menurunkan angka ketulian sebesar 50%
tahun 2015 dan secara maksimal tahun 2030 agar terbentuk manusia Indonesia yang
mempunyai sumber daya dengan kualitas tinggi dapat tercapai (KNPGPKT, n.d.).
LI.4 Memahami Dan Menjelaskan Menjaga Telinga Menurut Ajaran Islam
Ketahuilah mata kita, Allah ciptakan untuk dapat melihat kebenaran.
Telinga kita, Allah ciptakan untuk dapat mendengarkan kebenaran. Dan akal kita,
Allah ciptakan untuk memikirkan dan memahami penjelasan dari apa yang kita lihat
maupun kita dengar.
Apabila seseorang melihat kebenaran dengan matanya, mendengar kebenaran
dengan telinganya, kemudian ia tahu dan paham (dengan menggunakan akalnya)
bahwa hal tersebut adalah kebenaran, akan tetapi hatinya malah mendustakan. Maka
pantas kita sebut orang ini buta, tuli dan bodoh. Sekalipun matanya, telinganya dan
akalnya berfungsi tapi karena hatinya tidak membenarkan apa yang dipersaksikan
mata, telinga dan akalnya, maka sia-sialah fungsi dari ketiga hal tersebut.
Oleh karenanya, orang yang demikian lebih jelek dari pada binatang ternak.
Benar, binatang ternak punya mata, telinga, akal (yang sangat terbatas). Maka tidak
salah jika perbuatan mereka tidak dikontrol. Tapi manusia? mereka memiliki akal
yang sempurna untuk memikirkan, hati untuk memutuskan, mengapa tidak
mempergunakannya?! benarlah firmannya:


41

Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka* itu mendengar atau
memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (al-furqaan: 44)
*yaitu orang kafir secara khusus dan orang sesat secara umum, Mengapa?
Allah berfirman:

Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(kebenaran)



Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(kebenaran, dan tanda-tanda kekuasaan allah lainnya),:


Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan
(kebenaran).



Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah
orang-orang yang lalai. (al-araaf: 179)

dalam ayat lain allah berfirman:






Dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati;
tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi
mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat allah dan mereka telah diliputi
oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. (al-ahqaf: 26)
Allah berfirman:




Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (an-nahl: 78)
42

Allah berfirman:




Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-nya dan
dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur. (as sajdah: 9)
Allah berfirman:




katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati. (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (al-mulk:
23)
Janganlah gunakan matamu dalam hal-hal yang baathil (seperti melihat aurat,
membaca buku yang penuh dengan kesesatan, kekufuran dan kebidahan), sehingga
menghalangimu untuk melihat kebenaran yang sedemikian terangnya.
Jangan gunakan juga telingamu dalam hal-hal yang baathil (seperti
mendengarkan ghibah, mendengarkan musik, mendengarkan ceramah-ceramah
kesesatan, kekufuran, kesyirikan maupun kebidahan). Sehingga menghalangimu
untuk mendengarkan kebenaran yang sedemikian jelasnya.
Jangan gunakan akalmu dalam perkara yang baathil, yang mana justru akan
menjadikannya tidak berfungsi lagi. Akan tetapi gunakanlah akalmu untuk
memikirkan dan memahami kebenaran. Janganlah engkau melebihkan akal dari
kapasitasnya yaitu mendahulukannya daripada syariat, sehingga engkau menjadikan
akal sebagai hakim, sehingga engkau lebih merasa puas dengan ketetapan akalmu,
daripada ketetapan allah dan rasulnya Jangan pula jadikan hawa nafsumu menguasai
hatimu, sehingga menjadikan hatimu menolak kebenaran yang telah jelas bagimu,
hingga menyebabkan dirimu pun binasa. Beruntunglah mereka yang mempergunakan
akal, telinga, mata dan hati mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Eroschencko, Victor P. 2010. Atlas histologi diFiore : dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta : EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf
Soepardi, Efiaty Arsyad. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher, Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Sherwood, Laralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

43

44

Anda mungkin juga menyukai