Anda di halaman 1dari 4

JANGAN MEMBERONTAK KEPADA PENGUASA ZHALIM!

[1]
Saat ini, berbagai media massa ramai menyajikan berita demo besar-besaran anti pemerintah yang
menyebabkan beberapa pemimpin negara di Timur Tengah dan Dunia Arab bertumbangan. Mesir,
Tunisia, Libya, Maroko, Bahrain, Yordania, Yaman, ribut dengan para penguasanya. Meski demo ini
telah berhasil menggulingkan penguasa, namun dampak buruknya masih tampak nyata dan sangat
terasa. Negara porak-poranda, nyawa melayang, bangunan rusak, rasa aman hilang, hidup dalam
pengungsian karena kehilangan rumah, dan kerugian lainnya. Kerugian dan kerusakan sangat
tampak nyata, sedangkan kebaikan dan perbaikan belum jelas wujudnya.
Oleh karena itu, jalan terbaik menghadapi penguasa zhalim adalah jalan yang telah digariskan oleh
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam . Bersabar, tidak memberontak, dan bagi orang-orang yang
memiliki kemampuan berkewajiban memberikan nasehat secara rahasia. Karena pemberontakan
hanya akan menambah kerusakan dan keburukan.
Sebagai rakyat, kita harus kembali kepada kebenaran, bertaubat, beribadah, dan memperbaiki diri.
Karena kwalitas pemimpin itu sesuai dengan rakyatnya. Sebagai penguasa, mereka harus
menghindari sikap zhalim; Dia harus bersikap adil dan bijak, serta harus membawa kebaikan bagi
rakyat. Jika tidak, maka siksa Allh yang maha dahsyat menunggunya. Karena setiap orang akan
bertanggung jawab terhadap kewajibannya masing-masing.
Sekarang marilah kita cermati penjelasan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang
membahas tuntas masalah memberontak penguasa zhalim menurut pandangan Ahlus Sunnah wal
Jamaah, di dalam kitabnya Minhjus Sunnah Nabawiyah 4/313-317.
Silahkan menyimak, semoga bermanfaat untuk kita
Ahlus Sunnah berusaha melaksanakan ketaatan kepada Allh dan Rasul-Nya sesuai dengan
kemampuan. Sebagaimana firman Allh Subhanahu wa Taala :


Maka bertakwalah kamu kepada Allh menurut kesanggupanmu. [ath-Thaghbun/64:16]
Dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

Jika aku memerintahkan kamu dengan sesuatu, maka lakukanlah menurut kesanggupanmu!
ISLAM MEMBAWA KEBAIKAN, MELARANG KERUSAKAN
Mereka (Ahlus Sunnah) tahu bahwa Allh Subhanahu wa Taala telah mengutus Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa kebaikan bagi seluruh hamba di dunia dan akhirat,
dan mereka juga tahu bahwa Allh k memerintahkan kebaikan dan melarang kerusakan.
Jika dalam suatu perbuatan terdapat kebaikan dan kerusakan, mereka menguatkan yang dominan.
Jika kebaikannya lebih banyak dari kerusakannya, mereka menekankan agar perebuatan itu
dilakukan. Jika kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya, maka mereka menekankan agar
perbuatan tersebut ditinggalkan. Karena (tujuan) Allh Subhanahu wa Taala mengutus Rasul-Nya
adalah untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan dan menyempurnakannya, serta untuk mengubur
kerusakan-kerusakan dan menguranginya.
MEMERANGI PENGUASA ZHALIM MENDATANGKAN KERUSAKAN YANG LEBIH BESAR

Jika seorang penguasa (yang zhalim) berkuasa, seperti Yazd, Abdul Mlik, al-Manshr, dan lainnya,
dan dikatakan, Ia wajib diturunkan dari jabatannya dan ia wajib diperangi sampai ia diganti orang
lain, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang berpendapat memerangi penguasa zhalim itu
boleh. Ini adalah pendapat yang rusak! Karena kerusakan (akibat memerangi penguasa zhalim) ini
lebih besar dari kebaikannya. Orang-orang yang memberontak hanya akan mendatangkan
kebuurukan yang lebih besar daripada kebaikannya.
Seperti orang-orang yang memberontak kepada Yazd di kota Madinah, Ibnul Asyats yang
memberontak kepada Abdul Mlik di Iraq, Ibnul Muhallab yang memberontak kepada anaknya di
Khurasan, Abu Muslim shhibud dakwah[2], yang memberontak kepada penguasa di Khurasan juga.
Dan seperti orang-orang yang memberontak kepada al-Manshr di kota Madinah dan Bashrah. Dan
orang-orang yang semacamnya.
Dan akhir dari para pemberontak ini, mungkin kalah atau mungkin menang, namun kekuasaan
mereka akan segera hilang, sehingga tidak berakhir dengan baik. (Contohnya seperti) Abdullah bin
Ali dan Abu Muslim, keduanya telah membunuh banyak orang (dalam pemberontakannya), namun
keduanya dibunuh oleh Abu Jafar al-Manshr. Adapun penduduk Harrah (Madinah), Ibnul Asyats,
Ibnul Muhallab, dan lainnya, mereka berhasil ditumpas beserta para pengikutnya. Sehingga mereka
itu tidak bisa menegakkan agama dan tidak bisa melestarikan dunia. Padahal Allh k tidak
memerintahkan suatu perintah yang tidak mewujudkan kebaikan agama dan kebaikan dunia.
Walaupun pelaku (pemberontakan) itu termasuk wali-wali Allh yang bertaqwa dan penduduk surga
tetapi mereka tidak lebih mulia daripada Ali, Aisyah, Thalhah, az-Zubair Radhiyallahu anhum dan
lainnya. Meski demikian, mereka ini tidak dipuji atas peperangan yang telah mereka lakukan,
padahal mereka ini lebih agung kedudukannya di sisi Allh dan lebih baik niatnya dibandingkan yang
lain. Juga penduduk Madinah, di kalangan mereka (yang memberontak terhadap Yazid) banyak ahli
ilmu dan agama. Demikian juga para pengikut al-Asyats, ada banyak ahli ilmu dan agama. Semoga
Allh mengampuni mereka semua.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, Sesungguhnya al-Hajjj adalah siksaan dari Allh, maka
janganlah kamu menolak siksaan Allh dengan tangan-tangan kamu. Kewajiban kamu adalah
merendahkan diri dan berdoa (kepada Allh). Karena sesungguhnya Allh Subhanahu wa Taala
telah berfirman :

Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan adzab kepada mereka, namun mereka tidak
tunduk kepada Rabb mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan
diri. [al-Mukminn/23:76]
TOKOH-TOKOH ULAMA MELARANG MEMBERONTAK KEPADA PENGUASA
Dahulu, orang-orang mulia dari kaum muslimin melarang kaum Muslimin untuk keluar dan ikut
berperang saat fitnah (pemberontakan; perang antar umat Islam karena dunia berkobar).
Sebagaimana Abdullh bin Umar, Said bin al-Musayyib, Ali bin al-Husain, dan lainnya yang
melarang pemberontakan terhadap Yazd pada tahun Harrah (waktu pemberontakan penduduk
Madinah).
Begitu juga al-Hasan al-Bashri, Mujhid, dan lainnya yang melarang ikut memberontak pada waktu
pemberontakan Ibnul Asyats berkobar.

Oleh karena sikap Ahlus Sunnah untuk meninggalkan peperangan saat fitnah (perang antar
umat Islam karena dunia; ketika tidak jelas kebenaran; dan semacamnya) berdasarkan haditshadits yang shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam . Ahlus Sunnah menyebutkan
masalah ini dalam aqidah-aqidah mereka, dan mereka memerintahkan bersabar dalam
menyikapi kezhaliman para penguasa dan tidak memerangi mereka. Walaupun banyak ahli ilmu
dan agama yang telah ikut berperang di zaman fitnah. Karena memang masalah memerangi bught
(pemberontak) dan amar maruf nahi mungkar mirip dengan berperang di zaman fitnah, namun
bukan di sini penjabarannya.
Barangsiapa memperhatikan hadits-hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
dalam masalah ini, dan mengambil pelajaran sebagaimana para Ulama, dia pasti akan
mengetahui bahwa yang diajarkan oleh nash-nash dari Nabi adalah yang terbaik.
Oleh karena itu ketika al-Husain Radhiyallahu anhu hendak keluar menuju Iraq, ketika penduduknya
sering menulis surat kepadanya (untuk membaiatnya sebagai imam), para ahli ilmu dan agama
seperti Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, Abu Bakar bin
Abdurrahman bin al-Hrits bin Hisym yang mulia menyarankan kepadanya agar tidak keluar. Para
ahli ilmu itu sudah menduga al-Husain akan terbunuh. Sampai sebagian Ulama itu berkata :


Aku titipkan engkau kepada Allh dari korban pembunuhan
Sebagian yang lain mengatakan,

Seandainya bukan karena syafaat (pertolongan yang dahulu pernah dilakukan oleh al-Husain),
sungguh aku pasti menahanmu demi kebaikan umat Islam.
Karena memang Allh dan Rasul-Nya hanya memerintahkan kebaikan, bukan kerusakan,
sedangkan pikiran atau pendapat (manusia) terkadang benar dan terkadang salah.
(Berdasarkan uraian ini) maka tampak jelas bahwa perkara (yang benar) adalah sebagaimana yang
disampaikan oleh para ulama Ahlus Sunnah itu. Sedangkan pemberontakan tidak akan
mendatangkan kebaikan agama dan kebaikan dunia. Bahkan (dengan keluarnya al-Husain ke Iraq)
orang-orang zhalim lagi melampaui batas itu memiliki kesempatan (mengganggu) cucu Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam ini, sehingga mereka berhasil membunuhnya sebagai syahid dalam
keadaan terzhalimi. Dan dalam peristiwa keluarnya al-Husain Radhiyallahu anhuma (menuju Iraq)
serta terbunuhnya terdapat kerusakan yang tidak akan terjadi seandainya beliau Radhiyallahu
anhuma tetap di kotanya. Keinginan beliau Radhiyallahu anhuma untuk mewujudkan kebaikan dan
menolak keburukan, tidak terwujud sedikitpun. Bahkan keburukan bertambah dengan sebab keluar
dan terbunuhnya al-Husain Radhiyallahu anhuma, demikian juga kebaikan berkurang dengan sebab
itu. Sehingga peristiwa ini menjadi sebab keburukan yang besar. Dan peristiwa terbunuhnya alHusain Radhiyallahu anhuma termasuk perkara yang menyulut fitnah, sebagaimana terbunuhnya
Utsman Radhiyallahu anhu.
Semua peristiwa ini menunjukkan bahwa apa yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam yaitu sabar dalam menghadapi kezhaliman para penguasa, tidak memerangi
mereka, dan tidak memberontak kepada mereka, adalah yang terbaik bagi manusia di dunia
dan akhirat. Ini juga membuktikan bahwa perbuatan orang yang menyelisihinya dengan

sengaja atau karena salah paham tidak akan membuahkan kebaikan, namun sebaliknya
(hanya akan menimbulkan) kerusakan.
Al-hamdulillahi Rabbil Alaamiin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIV/1432H/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961,
Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan oleh Abu Ismail Muslim al-Atsari dari kitab Minhajus Sunnah Nabawiyah 4/313317, Penerbit: Muasasah Qurthubah, cet.1, th.1406 H, tahqiq: DR. Muhammad Rasyad Salim. Judul
dan sub-subnya dari Penterjemah
[2] Orang yang doanya mustajab

Sumber: https://almanhaj.or.id/6071-jangan-memberontak-kepada-penguasa-zhalim-2.html

Anda mungkin juga menyukai