Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Benjamin Bloom merupakan seorang psikologi yang

mengembangkan taksonomi berpikir, dan telah dipraktikkan oleh


sebagian besar guru diskolah-sekolah diseluruh penjuru dunia. Bahkan,
model taksonomi berpikir Bloom telah mendapatkan banyak pengakuan
membawa perubahan secara signifikan bagi pengembangan cara
berpikir anak didik. Atas dasar ini, Sousa berpendapat bahwa taksonomi
Bloom masih menjanjikan untuk dikembangkan dan membawa
keberhasilan belajar anak didik dimasa depan.
Taksonomi dalam pendidikan dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan.
Pada Taksonomi Bloom, tujuan pendidikan di bagi menjadi tiga yaitu: ranah kognitif,
yang meliputi cara berpikir, pengetahuan, pemahaman, ranah afektif, yang meliputi aspekaspek perasaan dan emosi seperti bakat, minat, sikap, dan ranah psikomotorik, yang
meliputi aspek- aspek psikomotor seperti olahraga, menggambar. Dari setiap ranah
tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara
hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang
paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusunoleh
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut
sebagai "Taksonomi Bloom".

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Prinsip Taksonomi Bloom


Secara bahasa taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein dan nomos.
Tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi
dapat pula diartikan secara istilah yaitu, sebagai sebagai pengelompokan suatu hal
berdasarkan heirarki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang lebih tinggi bersifat
lebih umum atau masih luas dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik atau
lebih terperinci.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S.
Bloom. seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya. Pada
tahun 1956, terbitlah karya Taxonomy of Educational Objective Cognitive Domain,
dan pada tahun 1964 terbitlah karyaTaxonomy of Educataional Objectives,
Affective Domain, dan karyanya yang berjudul Handbook on Formative and
Summatie Evaluation of Student Learning pada tahun 1971 serta karyanya yang
lain Developing Talent in Young People (1985). Taksonomi ini mengklasifikasikan
sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif,
dan psikomotor1 dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang
lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal
yang sama dengan ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama dikenal
taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa2. Selain
itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan dan pengamalan.
B. Prinsip-Prinsip Taksonomi Bloom

1
2

W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Gramedia, Jakarta: 1987, hlm. 149.


Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan I, Grasindo, Jakarta: 1992,
hlm. 32.

Bloom dan dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi


kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi. Ada empat Prinsipprinsip dasar yang digunakan oleh Bloom dan dan Krathwohl yaitu:
1. Prinsip metodologis. Perbedaan-perbedaan yang besar telah
merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar.
2. Prinsip Psikologis, Taksonomi hendaknya konsisten dengan
fenomena kejiwaan yang ada sekarang.
3. Prinsip Logis, Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis
dan konsisten.
4. Prinsip Tujuan, Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan
tingkatan-tingkatan nilai-nilai, tiap-tiap jenis tujuan pendidikan
hendaknya menggambarkan corak yang netral
Atas dasar prinsip ini maka Taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang
menunjukkan tingkat kesulitan.Sebagai contoh, mengingat fakta lebih mudah daripada
menarik kesimpulan.Atau menghafal, lebih mudah daripada memberikan pertimbangan.
Tingkatan kesulitan ini juga menfleksi kepada kesulitan dalam proses belajar dan
mengajar. Sudah banyak diketahui mula-mula Taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian
yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective
domain).Pencipta dari kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor domain
karena mereka melihat hanya ada sedikit kegunaannya di Sekolah Menengah atau
Universitas (Bloom, 1959). Akhirnya Simpson melengkapi dua domain yang ada
dengan psikomotor domain (1966).
C. Klasifikasi Taksonomi Bloom
Secara teoritis, menurut taksonomi Bloom, dibagi kedalam tiga domain yaitu:
1. Ranah kognitif (cognitive domain), yang berisi perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Ranah afektif (Affective Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang menekan
aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap apresiasi, dan cara penyesuain diri.
3. Ranah psikomotor (Psychomotor Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan pada aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetuk,
berenang mengoperasikan mesin dan lain-lain.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara bertingkat, mulai dari tingkah aku sederhana sampai
tingkah laku yang kompleks.

a. Ranah kognitif
Ranah kognitif merupakan segi kemampuan yang berkaitan
dengan aspek-aspek pengetahuan, penalaran, atau pikiran3, menghafal,
menganalisis, mengaplikasikan, dan sebagainya. Menurut Bloom, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitf. Bloom membagi ranah kognitf dalam enam tingkatan atau
kategori dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan mencakup ingatan


akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam
ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali
pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat
(recall) atau mengenal kembali(recognition). Kemampuan
untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta3

Dimyati dan Mudjiono,

Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka

Cipta, Jakarta: 2009, hlm. 298


4

fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan


sebagainya4.
2. Pemahaman (Comprehension), adalah kemampuan untuk
mengerti atau memahami sesuatu setalah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi ataupun sesorang telah memiliki kemampuan
untuk menangkap makna dan arti tentang hal yang
dipelajarinya5. Seorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila dia dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
3. Aplikasi (Applicatio), adalah kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah di pelajari pada situasi yang
baru dan menyangkit penggunaan aturan dan prinsip.
Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih
tinggi dari pada pemahaman.
4. Analisis (Analysis), Di tingkat analisis, sesorang mampu
memecahkan informasi yang kompleks menjadi bagianbagian kecil dan mengaitkan informasi dengan informasi
lain6. Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dipahami dengan baik.
5. Sintesis (Synthesis), adalah kemampuan berpikir yang
merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sinttesis
merupakan suatu prose memadukan bagian-bagian atau unsurunsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
6. Ranah evaluasi (Evaluation), adalah merupakan jenjang
berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan
4

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,hlm. 27

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran.,hlm. 149.

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo Kencana, Jakarta:


2007, hlm. 468.
5

untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, atau


untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama
dengan pertanggung jawaban pendapat berdasarkan kriteria
tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan.
Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan penilaian
terhadapa sesuatu.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitab dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, dan nilai. Bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif
tingkat tinggi, ciri-ciri hasil belajr afektif akan tampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi
kedalam lima jenjang yaitu:
1. Penerimaan ( Receiving), adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan. Receiving juga sering di artikan
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau
suatu objek. Pada jenjang ini peserta didika dibina agar
mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan
kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri dalam
dalam nilai tersebut.
2. Tanggapan (Responding). Tingkatan yang mencakup kerelaan
dan kesediaan untuk memperhatikan secara aktif dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hal ini dinyatakan
dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang
disjikan, meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan
dalam memberikan tanggapan. Misalnya, mematuhi aturan
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3. Penghargaan (Valuing). Kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu.Mulai dibentuk suatu sikap,menrima,
menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima pendapat
orang lain.
4. Pengorganisasian (Organization). Merupakan kemampuan
untuk mengatur atau mengorganisasikan artinya
6

mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru


yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
5. Karakteristik berdasarkan nilai-nilai (Characterization by a
value or value complex), adalah Kemampuan untuk
menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik pribadi
(internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas dalam
mengatur kehidupannya sendiri. Memiliki sistem nilai yang
mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan
dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti
mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajar atau
bekerja. Misalnya juga kemampuan mempertimbangkan dan
menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
c. Ranah Psikomotor (Psychomotoric Domain)
Ranah psikomotr adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi
motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu.
Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan
motorik, Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keteramp ilan jasmani. Rician dalam ranah ini tidak
dibuat oleh Bloom, namun oleh ahli lain yang berdasarkan ranah
yang dibuat oleh Bloom, antara lain:
1. Persepsi (Perception). Kemampuan untuk menggunakan
isyarati syaraf sensoris dalam memandu aktivitas motorik.
Penggunaan alat indera sebagai rangsangan untuk
menyeleksi isyarat menuju terjemahan. Misalnya, pemilihan
warna.
2. Kesiapan (Set). Kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam memulai suatu gerakan. Kesiapan fisik, mental, dan
emosional untuk melakukan gerakan. Misalnya, posisi start
lomba lari.
3. Gerakan terbimbing (Guided Response). Kemampuan untuk
melakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang
diberikan. Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang

kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan


cobacoba. Misalnya, membuat lingkaran diatas pola.
4. Gerakan yang terbiasa (Mechanical Response). Kemampuan
melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan karena sudah dilatih secukupnya. membiasakan
gerakangerakan yang telah dipelajari sehingga tampil
dengan meyakinkan dan cakap. Misalnya, melakukan lompat
tinggi dengan tepat.
5. Gerakan yang kompleks (Complex Response).Kemampuan
melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari
banyak tahap dengan lancar, tepat dan efisien. gerakan
motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari polapola gerakan yang kompleks. Misalnya, bongkar pasang
peralatan dengan tepat.
6. Penyesuaian pola gerakan (Adjusment). Kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan
dengan persyaratan khusus yang berlaku. Keterampilan yang
sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam
berbagai situasi. Misalnya, keterampilan bertanding.
7. Kreativitas (Creativity). Kemampuan untuk melahirkan pola
gerakan baru atas dasar prakarsa atau inisiatif sendiri.
Misalnya, kemampuannya membuat kreasi tari baru
D. Taksonomi Bloom Setelah Direvisi
Perlu diketahui bahwa model Taksonomi Bloom sekarang telah
direvisi. Perubahan ini dimaksudkan agar model Taksonomi lebih mudah
dipahami danbersifat operasional sekaligus menghindari kesalahankesalahan yang selama ini terjadi. Taksonomi Bloom telah direvisi tetap
memiliki enam tingkat tetapi berbeda tempat dan menggunakan kata
kerja yaitu mengingat, mengerti, mengaplikasikan, menganalisi,
mengevaluasi, dan mengkreasikan7. Berikut adalah gambar perbedaan
model Taksonomi Bloom yang lama dan yang telah direvisi:

Suyadi, Teori Pembelajarab Anak Usia Dini, Remaja Rosdakarya, Bandung:


2014, hlm. 148
8

Tim revisi mengubah tiga aspek dari Taksnonomi yang pertama


mengubah nama tiga kategori yaitu pengetahuan, pemahaman, dan
aplikasi menjadi mengingat, mengerti, dan mengaplikasikan. Kemudian
yang kedua, menukar tempat dua diantaranya (sintesis bertukar tempat
dengan evaluasi). Dan yang ketiga, mengubah semua tingkat yang
semula kata benda menjadi kata kerja agar sesuai dengan cara
penggunaan Taksonomi ini dalam pembelajaran. Berikut ini beberapa
penjelasan tentang perubahan Taksonomi Bloom yaitu:
1. Tingkat pengetahuan diganti dengan mengingat karena kata
mengingat dipandang lebih tepat serta menggambarkan cara
kerja otak dalam menyimpan informasi dan materi pelajaran.
Dismping itu, kegiatan mengingat juga terjadi di semua
tingkatan berpikir, bukan hanya pada tingkatan terendah.
Selanjutnya, tingkat pemahaman diganti namanya menjadi
tingkat mengerti karena isitilah mengerti lebih sering digunakan
dalam komunikasi pembelajaran yang terjadi antara guru dan
murid dari pada kata pemahaman.

2. Tingkat aplikasi, analisis, dan evaluasi dianti menjadi kata kerja


mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi. Pergantian
dari kata sifat menjadi kata kerja menjadi kata kerja ini
dimaksudkan agar Taksonomi berpikir lebih aplikatif dalam
konteks pembelajaran.
3. Sintesis bertukar tempat dengan evaluasi dan sekaligus diubah
namanya menjadi mengkreasi (menciptakan). Pertukaran tempat
ini didasarkan pada studi-studi terbaru dibidang neurosains
kognitif (saraf kognitif) yang menemukan bahwa aktivitas berpikir
dalam merencanakan, menciptkan, dan memproduksi lebih
kompleks dari pada aktivitas membuat penilian berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah diciptakan8
E. Definisi Peristilah dalam Revisi Taksonomi Bloom
Untuk menghindari kesalah presepsi dalam memahami tiap-tiap
tangga dalam Taksonomi Bloom, berikut ini dikemukan definisi atau
pengertian secara peristilah:
1. Mengingat. Mengingat adalah menghafalkan dan mengenali
materi-materi pelajaran yang telah diberikan. Nilai dari faktafakta khusus hingga definisi atau teori lenkap. Proses mengingat
hanyalah mengeluarkan ingatan dari memori jangka panjang.
Prose mengingat pada tingkat ini merupakan prose berpikir
pada tingkat paling rendah dalam ranah domain kognitif karena
anak tidak ditutut memahami atas materi yang dihafalnya.
2. Mengerti. Mengerti adalah proses berpikir yang berupaya
memahami atau menangkap makna suatu materi pelajaran.
3. Mengaplikasikan, tahap ini mengacu pada kemampuan anak
untuk memamfaatkan materi yang dipelajari dalam situasi baru
dengan petunjuk minimal. Termasuk dalam hali in adalah
mengaplikasikan seperti hukum, konsep, metode, dan teori.
4. Menganalisis. Menganalisis adalah kemampuan untuk
menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagaian atau
komponen shingga strukturnya dapat dimengerti.
8

Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini., hlm. 149


10

5. Mengevaluasi, tingkat ini berkenaan dengan kemampuan


mempertinbangkan nilai-nilai materi berdasarkan kriteria dan
standar tertentu. Anak dapat menentukan sendiri criteria atau
yang disediakan oleh guru. Anak menguji dan mempelajari
criteria dan memilih mana yang bagus. Tingkat evaluasi adalah
tingkat berpikir kognitif yang tertinggi karena di dalamnya
terdapat elemen-elemen dari tingkat-tingkat lainya
6. Mengkreasi, tingkat ini mengacu pada kemampuan
menggabungkan bagian-bagian inforrmasi atau materi sehingga
membentuk rancangan yang bersifat baru bagi anak. Termasuk
dalam hal ini adalah memproduksi permainan yang unit
misalnya robot, balok, atau robot yang dibentuk dari susunan
balok dan lain-lain9

Suyadi, Teori Pembelajarab Anak Usia Dini., hlm. 151


11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Taksonomi
pendidikan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Taksonomi
ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan.
Dalam pendidikan, Taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan
pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga domain
yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Dari setiap
ranah tersebut dibagi menjadi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarki (bertingkat), mulai dari
tingkah laku yang sederhana sampai yang kompleks.
Adapun ranah kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir, ranah afektif, berisi perilakuperilaku yang menekan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap apresiasi, dan cara
penyesuain diri. Dan ranah psikomotor ,berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetuk, berenang mengoperasikan
mesin dan lain-lain.
Guru sebagai seorang pendidik perlu memahami berbagai taksonomi tujuannya
untuk memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran, dan dapat
memilih mana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan kegiatan pembelajaran
yang dirancangnya

12

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono, 2009, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:


Rineka Cipta
Idris, Zahara dan Lisma Jamal, 1992, Pengantar Pendidikan I,
Jakarta: Grasindo
Santrock, John W. 2007, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo,
Jakarta: Kencana
Suyadi, 2014, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini, , Bandung: Remaja
Rosdakarya
Winkel, W. S, 1987, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedi

13

Anda mungkin juga menyukai