Keterangan:
O1
= Nilai posttest kelas eksperimen
O2
= Nilai posttest kelas kontrol
X1
= Model pembelajaran Problem Posing Learning
X2
= Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD
Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel
terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas yang digunakan adalah model
pembelajaran PPL pada kelas eksperimen dan model pembelajaran Cooperative
Learning Tipe STAD pada kelas kontrol. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir analitis dan pemahaman konsep fisika siswa. Variabel
kontrol yang digunakan adalah pengajar di kedua kelas tersebut sama yaitu
peneliti dan materi fisika kelas X yaitu materi Kalor.
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
MIA di MAN I Malang, tahun pelajaran 2014/2015. Teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan Probability Sampling tipe Simple Random
Sampling, karena pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak.
Sampel yang digunakan adalah kelas X MIA 2 (32 siswa) sebagai kelas
eksperimen dan kelas X MIA 4 (30 siswa) sebagai kelas kontrol.
Instrumen Penelitian
Instrumen Perlakuan
Instrumen perlakuan penelitian ini ada dua yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan LKS. RPP untuk kelas eksperimen adalah RPP dengan
menerapkan model pembelajaran PPL. Sedangkan untuk RPP kelas kontrol adalah
dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD.
Instrumen Pengukuran
Penelitian ini menggunakan tiga instrumen pengukuran yaitu lembar
observasi keterlaksanaan model pembelajaran, lembar tes kemampuan berpikir
anlaitis dan lembar tes pemahaman konsep (posttest). Lembar observasi
digunakan untuk merekam keterlaksanaan model pembelajaran yang diterapkan di
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bentuk tes kemampuan berpikir analitis yang
dibuat berupa pernyataan yang mengarahkan siswa untuk dapat berpikir analitis
sesuai indikator yang ada. Sedangkan tes pemahaman konsep dilaksanakan pada
akhir materi Kalor (posttest) berupa tes pilihan ganda yang dilakukan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Pengumpulan Data
Tahap Persiapan
Persiapan penelitian dimulai dari observasi sekolah. Observasi ini
dilakukan untuk mengetahui model pembelajaran yang digunakan oleh guru MAN
I Malang. Model pembelajaran di sekolah tersebut digunakan sebagai model
bandingan di kelas kontrol.
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
PPL pada kelas eksperimen dan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
STAD pada kelas kontrol.
Analisis Data
Pengujian Prasyarat Analisis Parametrik
Uji normalitas distribusi dilakukan untuk semua data yang diperoleh dari
hasil penilaian kemampuan berpikir analitis dan hasil penilaian pemahaman
konsep fisika. Data yang akan diuji berupa data ordinal sehingga dilakukan uji
normalitas distribusi menggunakan uji liliefors (Irianto, 2008;272).
Uji homogenitas varian digunakan untuk meyakinkan bahwa dua
kelompok yang digunakan sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol berasal dari populasi yang memiliki varian homogen. Uji homogenitas
varian dilakukan dengan uji Bartlet karena jumlah anggota sampel tidak sama
(Riduwan, 2003:184).
Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis yang sudah diajukan yaitu:
a. Hipotesis tentang Kemampuan Berpikir Analitis
H0 = Kemampuan berpikir analitis siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL tidak lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD.
H1 = Kemampuan berpikir analitis siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe STAD.
b. Hipotesis tentang Pemahaman Konsep
H0 = Pemahaman konsep fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL tidak lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD.
H1 = Pemahaman konsep fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe STAD.
Hipotesis tentang kemampuan berpikir analitis dan pemahaman konsep
fisika siswa akan diuji secara terpisah. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan rumus uji t (t-test) dua sampel dengan tujuan untuk membandingkan
(membedakan) apakah kedua data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol sama
atau tidak (Riduwan, 2003:213).
Jika thit < ttabel, maka H0 (hipotesis nol) diterima dan H1 (hipotesis
alternatif) ditolak. Jika thit ttabel, maka H0 (hipotesis nol) ditolak dan H1
(hipotesis alternatif) diterima (Sungkowo, 2010:25).
HASIL
Deskripsi Data
1. Data Kemampuan Berpikir Analitis Siswa
Data kemampuan berpikir analitis digunakan untuk mengetahui
kemampuan berpikir analitis siswa pada materi Kalor. Data ini diperoleh dari
lembar problem posing yang diberikan kepada siswa pada setiap kegiatan
pembelajaran berlangsung. Penilaian pada lembar problem posing menggunakan
indikator berpikir analitis dengan skala sekor 0-4. Ringkasan data kemampuan
berpikir analitis siswa dipaparkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Ringkasan Data Kemampuan Berpikir Analitis Siswa
Statistik
Kelas Eksperimen
Jumlah Siswa
32
Nilai Rata-rata
78,4
Nilai Maksimum Tercapai
97
Nilai Minimum Tercapai
25
Standar deviasi
16,3
Varians (Sd2)
256,69
Kelas Kontrol
30
53
92
8
17,9
319,41
Kelas Kontrol
30
67,3
93
14
17,01
289,47
Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Distribusi Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas
Kontrol
Mean
Standar Deviasi
L hitung
L tabel
Kesimpulan
67,8
17,01
0,155
0,161
Normal
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa thitung = 5,436 > 1,671 (t60;.05),
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir analitis siswa yang belajar dengan model pembelajaran PPL
lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran STAD.
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Pemahaman Konsep Fisika Siswa pada Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Kelas
S2
dk
thitung
ttabel
Xrata-rata
Eksperimen
68
495,1
60
0,1385
1,671
Kontrol
67,8
241,8
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa thitung = 0,1385 < 1,671 (t60;.05),
maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran PPL
tidak lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran STAD.
PEMBAHASAN
Pengaruh Model Problem Posing Learning (PPL) Terhadap Kemampuan
Berpikir Analitis Siswa
Kemampuan berpikir analitis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada
siswa kelas kontrol, karena adanya perbedaan perlakuan pada model pembelajaran
yang diterapkan. Siswa di kelas eksperimen belajar dengan model PPL yang
diarahkan langsung untuk membuat permasalahan yaitu pada tahap
mendefinisikan masalah, menampilkan masalah hingga menyelesaikan masalah.,
sehingga siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru
dengan proses berpikir aktif yaitu berpikir analitis. Sedangkan siswa di kelas
kontrol belajar dengan model STAD yang tidak bertujuan meningkatkan
kemampuan berpikir analitis, tetapi bertujuan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa (Marsi, 2014). Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang
mendukung, dapat ditegaskan bahwa perbedaan hasil tes kemampuan berpikir
analitis kelas eksperimen dan kelas kontrol pada penelitian ini juga dipengaruhi
oleh perbedaan tujuan pembelajaran dari model yang diterapkan di masing-masing
kelas.
Kemampuan berpikir analitis menjadi lebih baik akibat dari penerapan
model pembelajaran PPL didukung oleh penyataan I. M. Astra (2012) pada
penelitiannya yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe
Pre-Solution Posing terhadap Hasil Belajar Fisika dan Karakter Siswa SMA.
Penelitian tersebut melaporkan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran PPL menunjukkan hasil belajar dan karakter
meliputi berpikir analitis, kritis dan logis yang lebik baik dibandingkan dengan
kelompok siswa yang belajar dengan model lain.
Ketika ditelaah lebih rinci siswa yang memiliki kemampuan berpikir
analitis baik dapat menyebutkan permasalahan dengan jelas, dapat menciptakan
beberapa gagasan dengan tepat sesuai permasalahan yang dibahas, dan dapat
menentukan solusi suatu permasalahan dengan tepat. Sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan berpikir analitis kurang baik cenderung kurang bisa
menciptakan gagasan-gagasan yang berhubungan dengan permasalahan yang
sedang dibahas, siswa tersebut hanya menentukan masalah kemudian menjawab
dan menyelesaikannya dengan satu langkah berpikir. Permasalahan yang akan
10
menemukan jawaban yang tepat sehingga siswa memahami konsep fisika yang
sedang dipelajari dengan baik.
Pada pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang
kemungkinan menjadi sebab siswa mencapai tingkat pemahaman konsep fisika
yang relatif rendah, yaitu:
1. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang baru. Ketika guru
membagikan set alat praktikum, beberapa siswa menggunakannya untuk
mencoba hal-hal baru sehingga perlu waktu untuk guru dapat
mengkondisikan siswa di dalam kelas. Akibatnya pada pertemuan pertama
banyak siswa yang tidak memperhatikan pengarahan guru. Pada pertemuan
selanjutnya, usaha guru untuk mengatasi permasalahan tentang alat praktikum
adalah dengan membagikan alat setelah pengarahan selesai disampaikan dan
membatasi waktu praktikum kemudian guru menginstruksikan untuk
langsung mengembalikan alat setelah praktikum selesai.
2. Keterbatasan waktu kegiatan pembelajaran. Langkah pembelajaran PPL yang
terlalu lama mengakibatkan kurang optimalnya kegiatan konfirmasi pada
langkah mendiskusikan alternatif pemecahan masalah. Usaha guru untuk
memaksimalkan kegiatan pembelajaran PPL adalah mengkondisikan siswa
sangat kurang aktif dan siswa yang terlalu aktif dengan memberikan perhatian
dan perlakuan khusus, contohnya meminta siswa yang terlalu aktif untuk
menghapus papan tulis dan meminta bantuan siswa yang sangat kurang aktif
untuk mengambil serta menyiapkan alat.
3. Adanya kesenjangan keaktifan antara siswa yang aktif dan siswa yang kurang
aktif. Siswa yang terlalu aktif cenderung menguasai kelas dan mencari
perhatian guru. Sedangkan siswa yang sangat kurang aktif semakin tidak aktif
dan cenderung menghidar dari guru, sehingga informasi pelajaran pun kurang
diterima dengan baik. Usaha guru untuk mengatasi hal tersebut adalah
memberikan nomor dada agar guru lebih mengenal dan dekat dengan siswa
sehingga guru dapat mengontrol siswa secara personal. Dengan demikian,
siswa yang terlalu aktif lebih menghargai guru dan dapat memberikan
kesempatan kepada siswa lain yang kurang aktif untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir analitis siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe STAD.
2. Pemahaman konsep fisika siswa yang belajar dengan model pembelajaran
PPL tidak lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe STAD.
11
Saran
1. Bagi siswa: Jika diterapkan model pembelajaran PPL di kelas, sebaiknya
dipersiapkan lagi pengetahuan awal tentang materi yang akan dipelajari untuk
memperoleh hasil yang maksimal.
2. Bagi guru: Pencapaian keterlaksanaan model PPL akan maksimal jika guru
pengajar juga memiliki bekal yang memadai, maka sebaiknya dipersiapkan
penguasaan materi dan kemampuan memberikan stimulus yang lebih baik
lagi dari peneliti sebelumnya.
3. Bagi sekolah: Untuk mencetak generasi penerus yang lebih baik, sebaiknya
sekolah memberikan wacana kepada guru-guru pengajar agar dapat
menerapkan model-model pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif
sebagai wadah untuk mengarahkan kemampuan siswa yang semakin beragam
sesuai perkembangan zaman.
4. Bagi peneliti: Pelaksanaan model pembelajaran PPL tidak hanya dapat
dilakukan pada materi Kalor tetapi juga materi fisika yang lain, maka
sebaiknya terus belajar dan jangan pernah malu bertanya untuk perbaikanperbaikan dalam melaksanakan model pembelajaran ini demi mencapai hasil
yang maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Astra, I.M. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe PreSolution Posing terhadap Hasil Belajar Fisika dan Karakter Siswa SMA.
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 2012 (8): 135-143.
Elder, Linda. 2007. Analytic Thinking How To Take Thinking Apart And What
To Look For When You Do. California: The Foundation for Critical
Thinking.
Ghasempour, Zahra. 2013. Innovation in Teaching and Learning through Problem
Posing Tasks and Metacognitive Strategies. International Journal of
Pedagogical Innovations, 1 (1): 53-62.
Irianto. 2008. Statistika Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Isik, Cemalettin. 2011. Prospective Teachers Skills in Problem Posing with
Regard to Different Problem Posing Models. Procedia Social and
Behavioral Science, 2011 (15): 485-489.
Krathwohl. 2002. A Revision of Blooms Taxonomy: An Overview. Theory into
Practice, 41 (4): 212-264.
Marini MR. Juni 2014. Analisis Kemampuan Berpikir Analitis Siswa dengan
Gaya Belajar Tipe Investigatif dalam Pemecahan Masalah Matematika.
FKIP Universitas Jambi: 1-10.
12
Nurani, Eko. 2012. Pengaruh Model Problem Posing Tipe Semi Terstruktur dalam
Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA di SMA Negeri 3 Jember. Jurnal
Pembelajaran Fisika, 1 (3): 261-267.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.69
Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rahmad, M. 2009. Hasil Belajar Fisika melalui Penerapan Model Pembelajaran
Problem Posing di Kelas X-4 MAN 1 Pekanbaru. Jurnal Feliga Sains, 3 (2):
34-41.
Riduwan. 2013. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Sema. 2011. A study on The Evaluation of Problem Posing Skills in Terms of
Academic Success. Procedia Social and Behavioral Science, 2011 (15):
2494-2499.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sungkowo, Bambang Tahan. 2010. Statistika Sebagai Alat Analisis Data
Penelitian. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press).
13