Ekosistem Pantai
Ekosistem Pantai
EKOSISTEM PANTAI
DISUSUN OLEH :
1. ELIS ROHMAH (3415111383)
2. ETIH SUPRIANTI (3415111393)
3. GITA ASRI K. (3415110191)
4. INTAN ASTUTI (3415111378)
5. LISA ASRIANI (3415111374)
6. RITA WAHYU P. (3415111372)
7. SISKA FAUZIAH (3415111364)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem merupakan keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi
sebagai suatau satuan ekologi di alam, komunitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan
bersama habitatnya, keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme lain dan komponen organisme
tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.
Pantai adalah tepi laut atau pesisir dan juga merupakan perbatasan antara daratan dengan laut.
Pantai juga tempat hidup beberapa organisme, selain itu juga sebagai sarana wisata dan sebagai sarana
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
Dari uraian di atas maka ekosistem pantai merupakan suatu komunitas yang menjadi habitat
beberapa organisme yang hidup di daerah sekitar pantai. Dengan kata lain pantai merupakan faktor
abotik yang perlu dijaga kelestariaannya agar faktor biotik yang menggantungkan hidupnya pada
daerah pantai dapat menciptakan suatu hubungan timbal balik. Dan manusia sebagai makhluk hidup
yang berakal mempunyai potensi paling besar dibandingkan hewan ataupun makhluk lainnya dalam
rangka mempertahankan ekosistem alam. Meskipun keberadaan manusia dianggap sebagai makhluk
yang potensial dalam menjaga kelestarian ekosistem, namun tidak sedikit manusia yang hanya
memanfaatkan kekayaan alam tetapi tidak memberikan timbal balik yang postif bagi alam. Hal yang
demikian itulah yang sekarang ini menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan, bahkan keadaan
pantai pun semakin terancam, sebab semakin banyak pantai yang sudah dijadikan objek wisata tapi
kurang dijaga kebersihannya sehingga dapat mengganggu keberangsungan organisme yang berada di
sekitar pantai.
B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penyusunan makalah ekosistem pantai di antaranya menyangkut
pengertian, jenis-jenis, makhluk hidup penghuni ekosistem pantai, manfaat, dan mengetahui apakah
ada dampak negatif dari kegiatan manusia pada kelestarian ekosistem pantai serta penanggulangan
pencemaran pada ekosistem pantai.
C. Manfaat Penulisan
Dari setiap penulisan suatu makalah pasti adanya manfaat yang bisa didapatkan seperti halnya
penulisan makalah ini, antara lain:
1. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa.
2. Sebagai pengetahuan bagi masyarakat umum akan pentingnya ekosistem pantai
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
ekosistem pantai yang meliputi pengertian dan apa saja yang ada pada ekosistem pantai tersebut. Dari
penulisan ini diharapkan apa yang kita ketahui tentang ekosistem pantai agar mahasiswa maupun
masyarakat umum untuk melindungi dan melestarikan ekosistem pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan
sebagai berikut :
1. Formasi pres caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah
tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;
tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius
(rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi
ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola
Fruescens (babakoan).
2. Formasi Baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia,
Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka
kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan
adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk
mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut
gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus,
Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering
tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
Secara ekologis, wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat
dan laut, dimana batas ke arah daratan mencakup daerah-daerah yang tergenang air dan
maupun tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti : pasang
surut, percikan gelombang, angin laut dan interusi garam, sedangkan batas ke laut adalah
daerah - daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan
seperti : aliran air tawar (river run off and surface run off), sedimentasi, pencemaran dan
lainnya (Dahuri, 2003)1.
B. Kondisi Fisik Ekosistem Pantai
Ekosistem Pantai merupakan ekosistem yang ada di wilayah perbatasan antara air laut
dan daratan, yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik
pantai terdiri dari tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen
abiotik pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan sebagainya. Pantai
merupakan salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air
1 Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003.
surut terendah dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang
substratnya berbatu dan berkerikil (yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas)
hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta
daerah bersubstrat liat, dan lumpur (dimana ditemukan sebagian besar komunitas binatang
yang jarang muncul ke permukaan (infauna). Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi
lingkungan yang kurang baik, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu,
salinitas, dan kelembaban yang tinggi (Dahuri, 2003)2. Untuk mengidentifikasi pesisir harus
terlebih dahulu disamakan cara pandang atau pendekatan yang digunakan
Secara
geomorfologis pesisir dapat diidentifikasi dari bentuk lahannya yang secara genetik berasal
dari proses marin, fluviomarin, organik, atau aeoiomarin. Secara biologi, karakteristik pesisir
dapat diketahui dari persebaran ke arah darat biota pantai, baik persebaran vegetasi maupun
persebaran hewan pantai. Secara klimatologi, karakteristik pesisir ditentukan berdasarkan
pengaruh angin laut. Secara hidrologi, karakteristik pesisir ditentukan seberapa jauh
pengaruh pasang air laut yang masuk ke darat.
Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal/ zona
pasang surut disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam waktu
setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara
daripada di air. Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator di wilayah pesisir
dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Pasang Surut (Tide)
Naik turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu disebut pasangsurut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang mempengaruhi
kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut atau hal-hal lain yang
menyebabkan naik turunnya permukaan air secara periodik, zona ini tidak akan seperti itu,
dan faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya. Ini diakibatkan kisaran yang luas
pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantian antara keadaan
terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air. Jika tidak ada pasang surut,
fluktuasi yang besar ini tidak akan terjadi. Dengan pengecualian, kebanyakan daerah
pantai di dunia mengalami pasang surut. Laut-laut besar yang sangat kurang mengalami
pasang surut adalah laut tengah dan laut baltik. Di daerah ini, fluktuasi permukaan air di
garis pantai terutama yang disebabkan oleh pengaruh angin (gerakan air) yang mendorong
air laut ini. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa semua pantai mengalami kisaran atau tipe
2 Ibid.
pasang surut yang sama. Penyebab terjadinya pasang surut dan kisaran yang berbeda,
sangat kompleks dan berhubungan dengan interaksi tenaga penggerak pasang surut,
matahari dan bulan, rotasi bumi, geomorfologi pasu samudra, dan osilasi alamiah berbagai
pasu samudera. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga
disebut pasang surut diurnal, atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi
diurnal. Dan ada juga yang berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang surut
campuran. Pada suatu perairan pasang surut ini dapat diprediksi dengan analisa numerik
sehingga pengetahuan kita tentang ramalan pasang surut akan memudahkan pada saat kita
melaksanakan penelitian di daerah pesisir. Untuk keperluan itu diperlukan data
pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau selama 18.6 tahun jika ingin mendapatkan
hasil prediksi dengan akurasi yang tinggi. Data-data yang didapat tersebut dapat kita
uraikan menjadi komponen pasang surut, yang kita kenal dengan komponen harmonik.
Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, sehingga dengan
mengetahui amplitudo dan perioda dari masing-masing komponen pasut tersebut, kita
dapat mensitesanya melalui penjumlahan komponen pasut yang ada.
2. Gelombang
Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap organisme
dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh in terlihat nyata
baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gelombang mempengaruhi
kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama.
a. Pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena.
Sering terjadi penghancuran bangunan-bangunan buatan manusia yang disebabkan
oleh berbagai jenis gelombang badai dan hal ini terjadi juga di zona intertidal. Jadi
mahluk apapun yang mendiami zona ini harus beradaptasi dengan mekanisme
penghancuran gelombang ini. Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil,
kegiatan ombak yang besar dapat membongkar substrat yang ada disekitarnya,
ehingga mempengaruhi bentuk zona . Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi
organisme yang tidak dapat menahan terpaan tersebut, tetapi diperlukan bagi
organisme lain yang tidak dapat hidup selain di daerah dengan ombak yang kuat.
b. Kegiatan ombak dapat memperluas batas zona intertidal. Ini terjadi karena
penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat
pasang surut yang normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat
organime laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan
ombak daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama. Kegiatan
ombak juga mempunyai pengaruh kecil lainnya, yakni mencampur atau mengaduk
gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah
yang diterpa ombak tidak pernah kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan
atmosfer terjadi secara teratur dan terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan
substrat, penetrasi cahaya di daerah yang diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi
secara ekologi hal ini tidak begitu jelas.
3. Suhu dan Salinitas
Merupakan parameter yang sangat penting apabila kita menyelidiki tentang asal-usul dari
air tersebut. Kedua parameter ini menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas antara
dua tempat akan menghasilkan perbedaan tekanan yang kemudian memicu aliran massa
air dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Disamping itu,
dengan menggabungkan suhu dan salinitas dalam suatu diagram (dikenal sebagai T-S
diagram) kita dapat melacak asal-usul dari massa air tesebut. Suhu suatu perairan
dipengaruhi oleh:
Radiasi surya
Posisi surya
Letak geografis
Musim
Kondisi awan
Serta proses antara air tawar dan air laut (seperti penguapan dan hembusan angin).
Salinitas juga dipengaruhi oleh:
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang
dinyatakan dalam permil. Kisaran salinitas air laut antara 0 40 , yang berarti kandungan
garam berkisar antara 0 40 g/kg air laut.
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang
surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang
hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Hempasan gelombang dan
hembusan angin menyebabkan pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah
gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Gumukan pasir
(sand dunes) adalah bentuk lahan asal proses aktivitas angin (aeolin depositional landform),
lahan ini terbentuk jika ada material klastik dan lepas-lepas seperti pasir dan tenaga angin
yang memindahkan material tersebut. Proses ini juga dikenal dengan deflation processes.
Menurut Zuidam (1986) karakteristik gumuk pasir adalah sebagai berikut : relief morfologi
pendek, permukaan dengan lereng curam dan topografi irreguler, terjadi pengangkutan pasir
oleh angin, material utama berupa pasir, tanah belum terbentuk secara nyata, air permukaan
sedikit atau cenderung tidak ada, air tanah mungkin ada, drainase sangat baik, vegetasi atau
penggunaan lahan pada dasarnya tidak ada, tapi di kaki gumuk yang tinggi beberapa vegetasi
dimungkinkan ada
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentuk hutan, yaitu hutan bakau. Hutan bakau
biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas
lumpur. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau
yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur
yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang.
C. Jenis Pantai
Menurut Nybakken (2001)3 di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai
intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk
yang keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh
bebatuan. Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur
yang hampir tandus. Dari semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan
keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
3 Nybakken, Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk
kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Adapun kelompok
makhluk hidup yang mendiami habitat ekosistem pantai berpasir terdiri dari kelompok
invertebrate dan makrofauna bentik.
c. Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak,
keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak
bahan organik sehingga menjadi berlumpur. Pantai berlumpur memiliki substrat yang
sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Pantai berlumpur tidak dapat
berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut
terbuka.
Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel
sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di
teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung
untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan
yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang
halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat
permukaan alat pernapasan.
D. Flora dan fauna ekosistem pantai
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem
darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang
surut laut.
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentak hutan, yaitu hutan bakau. Hutan bakau
biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas
lumpur. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau
yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur
yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan
bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak
terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan
Cylocarpus.
Tumbuhan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut bergerombol
membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit vegetasi yang terbentuk
karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi nama sesuai dengan spesies
tumbuhan yang paling dominan. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural
sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Berdasarkan tempatnya atau daerahnya,ekosistem hutan pantai dapat dibedakan
menjadi,yaitu:
1. Pada daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting
dan burung pantai.
2. Pada daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini
dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan
karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
3. pada daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni
oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1. Formasi Pres-Caprae
Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomoea pes-caprae, tumbuhan
lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia
atoto, Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens
(babakoan).
2. Formasi Baringtonia
Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah
Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut),
Terminalia catapa (ketapang).
Di ekosistem pantai batu yang merupakan ekosistem yang terbentuk dari bongkahanbongkahan batu granit yang besar atau berupa batuan padas yang terbentuk dari proses
konglomerasi , biasanya didominasi vegetasi jenis Sargassum atau Eucheuma. Sedangkan
tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir. Sedangkan
ekosistem pantai lumpur yang terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai
dengan tumbuhannya adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut atau Enhalus acoroides.
Ekosistem ini merupakan habitatnya berbagai jenis biota ikan gelodok
ataupun biota yang tertempel dapat bersih kembali. Tetapi terkadang ketika penghanyutan
kembali, sampah sampah tersebut tidak terbawa semua, bahkan kadang bertambah banyak
sehingga akhirnya terjadi kebusukan di lokasi tersebut. Hal ini ditinjau dari segi estetika
maupun efek biologisnya jelas sangat merugikan.
Dalam usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga
ikut berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha perikanan
adalah limbah dan pencemaran yang berupa limbah cair yang membususk sehingga
menghasilkan bau amis/busuk yang sangat mengganggu estetika lingkungan. Limbah yang
dihasilkan dari industri pengolahan hasil perikanan umumnya dapat digolongkan menjadi :
a
Limbah cair
Limbah sampingan
Limbah padat basah yaitu berupa potongan potongan ikan yang tidak dimanfaatkan.
Limbah ini berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isis perutnya yang
berupa jerohan dan gumpalan gumpalan darah. Selain itu limbah ini juga berasal dari proses
cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit dan bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik
dan insang.
Limbah padat kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastic, kertas, kaleng, tali
pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam dan sebagainya. Kondisi limbah ini dapat
dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain) maupun sudah terkontaminasi
bahan lain seperti ikan/udang, bahan pencuci produk, darah dan lendir ikan.
Adanya limbah tersebut menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan bila
tidak dikelola dengan baik. Permasalah yang mungkin timbul adanya bau amis yang disertai
bau bususk karena proses pembusukannya sehingga mengundang datangnya berbagai vector
penyakit diantaranya adalah lalat dan tikus.
Limbah cair berupa sisa cucian ikan/udang, darah dan lender ikan, yang banyak
mengandung minyak ikan sehingga menimbulakan bau amis yang menyengat. Limbah cair
juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut.
Limbah sampingan berupa jenis jenis ikan hasil tangkapan yang tidak/kurang
ekonomis untuk diolah lanjut sehingga kemudian dibuang ke laut tanpa melaui IPAL
(instalasi pengolahan air limbah). Biasanya ini biasa dilakukan oleh pengolahan tradisional
yang dilaksanakan dirumah rumah yang berlokasi di pinggir pantai, ataupun di atas
permukaan air laut.
solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di beberapa daerah Pantai
Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek mungkin dapat menanggulangi permasalahan
yang ada, namun secara jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau juga
mungkin lebih besar akan terjadi di daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan laut
yang bersifat dinamis.
Bentuk kampaye dan penyebarluasan informasi mengenai pencemaran pesisir dan laut
harus selalu digalakan terhadap seluruh masyarakat, berikut berbagai aspek yang terkait
dengan bahayanya, seperti dengan mengurangi limbah plastik, mengurangi limbah B3,
menggunakan bahan ramah lingkungan, menjaga kebersihan pantai dan laut terutama dari
sampah non organik agar mengurangi beban nelayan karena dirugikan oleh adanya limbah
terutama sampah. Sedangkan pembersihan pantai akibat limbah dari tumpahan minyak,
dimana pantai merupakan wilayah yang berhubungan langsung dengan manusia, sehingga
pembersihan tumpahan minyak menjadi suatu keharusan yang dituntut oleh banyak pihak.
Secara umum ada tiga metode yang dapat dipakai untuk membersihkan minyak yaitu :
a. Pembersihan secara fisik, dengan cara menyapu/mengangkut material pantai yang terkena
minyak. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat grader, buldoser, front loader atau
jika skalanya kecil dapat dengan menggunakan sekop dan keranjang. Penggunaan alat
berat kadang menyebabkan sejumlah bessar pasir terangkut.
Untuk daerah pantai berbatu pembersihannya lebih sulit dilakukan karena tumpahan
minyak dapat masuk kesela sela batu dan teresap sampai ke dalam pori pori batu.
Sehingga untuk kasus kasus tertentu, dibiarkan saja merupakan langkah yang baik.
Pembersihan minyak yang ada pada batu dapat menggunakan alat high pressure water jets
atau dengan steam. Cara ini memang menghilangkan minyak tetapi berpengaruh juga pada
organisme yang hidup di batu.
Penggunaan absorben juga telah di gunakan dengan menyebarkan absorben ke lokasi
tumpahan minyak untuk menghalangi penyebaran minyak lebih luas dan kerusakan lebih
lanjut. Namun langkah ini tidak begitu berhasil, karena hanya menyerap minyak seberat
absorben itu sendiri sehingga memerlukan jumlah absorben yang besar.
b. Dispersan, ada dua fungsi penggunaan dispersan, yaitu dispersan dengan konsentrasi
rendah digunakan untuk mencegah minyak masuk ke dalam pantai (disebarkan pasang
surut) dan dispersan dengan konsentrasi tinggi digunakan untuk pembersihan tumpahan
minyak. Namun penggunaan dispersan menyebabkan kerusakan lain, yaitu dispersan
terlalu masuk kedalam material pasir daripada tersebar ke arah laut. Ditambah sifak
toksisitas dari dispersan sendiri membawa pengaruh buruk terhadap ekosistem sekitar.
c. Pembakaran dan Pemotongan, pembakaran merupakan pilihan yang memungkinkan dalam
upaya membersihkan tumpahan minyak di pantai. Tetapi pembakaran di pantai yang
dekat dengan populasi manusia dan organisme lain akan membawa dampak yang lebih
basar. Pemotongan tumbuhan yang tekena minyak bisa dilakukan untuk mengurangi
pengaruhnya pada perkembangan tumbuhan. Tetapi hal ini juga tidak dapat dilakukan
secara besar besaran, karena akan dapat merusak ekosistem secara keseluruhan.
d. Pembuangan Material akibat Tumpahan Minyak, pembersihan tumpahan minyak tidaklah
cukup tapi juga harus dilakukan pembuangan material yang terkena tumpahan minyak,
misalnya rumput laut, tumbuhan, hewan, pasir, lumpur dan sampah lainnya. Jika sampah
dan material yang terkena minyak tersebut ditimbun di suatu tempat, maka dikhawatirkan
akan mencemari tanah. Namun biasanya sampah ini digunakan sebagai land fill, dengan
catatan perlu diperhatikan juga saluran drainase untuk leachetenya, sehingga tidak
mencemari tanah.
e. Metode lain adalah, membiarkannya pada tempat terbuka sampai beberapa minggu.
Kemudian kadar oksigen, kelembapan, dan nutrien yang cukup akan menyebabkan minyak
terbiodegradasi.
Solusi secara garis besar, haruslah dimulai dari pemerintah, walaupun yang
mencemari lingkugan adalah rakyat bukan pemerintah. Pemerintah bekerjasama dengan
pengusaha, karena dengan adanya pabrik pabrik dapat mendukung anggaran pembelanjaan
daerah yang salah satunya merupakan hal yang harus dipenuhi. Sehingga, pemerintah
seharusnya mengambil jalan tengah yang bijaksana jika pemerintah mewajibkan tiap tiap
pabrik harus mempunyai filter atau penyaring terhadap limbah yang dihasilkannya, yang
sekarang lazim di sebut IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Sehingga air limbah yang
tercemar itu tidak langsung menuju ke air yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk
hidup yang ada di sekitarnya termasuk manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantai serta ekosistemnya merupakan asset bagi negeri, dengan menjaga kelestarian
pantai menjadi bersih dari segala limbahdan pencemaran maka siapa pun yang berada di
lingkungan pantai dapat merasakan manfaat kenyamanannya dan dapat menikmati
keindahannya tanpa terganggu dengan kerusakan-kerusakan dari pencemaran limbah ataupun
tumpahan minyak. Ini tidaklah cukup hanya dilakukan oleh penduduk sekitar tapi semua
kalangan masyarakat turut berperan untuk menjaga kelestarian pada ekosistem pantai.
Dengan menjaga kebersihan ekosistem pantai, maka kita juga membantu menjaga asset
negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA