Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOENERGI

KEN AND BAU SECTOR INDUSTRY

OLEH:

INTAN QAANITAH
AIDIL FITRIYANSYAH SYUKRI
KASTURO WAMEPA
M.S. WIBISONO

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi energi final di Indonesia meningkat dari 778 juta SBM pada tahun
2000 menjadi 1.211 juta SBM pada tahun 2013 atau tumbuh rata-rata sebesar
3,46% per tahun. Selama kurun waktu 2000-2013, pertumbuhan konsumsi energi
ini dibayangi oleh pemberian subsidi energi yang terus meningkat dan membebani
anggaran belanja negara. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan berbagai
kebijakan untuk mengurangi subsidi tersebut.
Berbagai permasalahan energi saat ini dan yang mungkin muncul di masa
depan memerlukan solusi yang tepat dengan pendekatan yang komprehensif.
Perencanaan dan pengembangan energi serta analisis terhadap pelaksanaan
kebijakan yang ada perlu terus dilanjutkan guna merealisasikan penerapan
teknologi energi bersih yang andal, berkelanjutan, dan terjangkau dalam rangka
mendukung penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) maupun
Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sesuai amanat UU No. 30 Tahun 2007
tentang energi.
Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini
membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi
alternatif, terutama gas. Indonesia sebetulnya memiliki cukup banyak berbagai
jenis sumber energi yang dimanfaatkan. Pemanfaatan berbagai jenis sumber
energi ini tidak hanya untuk, memenuhi permintaan energi dalam negeri, peluang
usaha energi jenis gas semakin menarik karena adanya perencanaan bauran energi
(energy mix) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, menjadikan permintaan
energi jenis ini akan semakin meningkat.
Sektor industri hingga saat ini merupakan sektor yang mendominasi
konsumsi energi di Indonesia, di mana porsinya mencapai 49,4 persen dari total
konsumsi energi nasional (Kementerian ESDM, 2012). Dalam sektor industri itu
sendiri, terdapat beberapa industri yang dinilai paling padat menggunakan energi,
baik yang digunakan sebagai bahan bakar ataupun yang digunakan sebagai bahan
baku. Diantaranya adalah industri baja, industri semen, industri pupuk, industri
keramik, industri pulp dan kertas, industri tekstil dan industri pengolahan kelapa
sawit.

Apabila dibandingkan dengan faktor input yang lain, biaya energi pada tujuh
(7) industri tersebut bahkan lebih besar dari biaya tenaga kerja, serta menempati
peringkat kedua setelah biaya bahan baku. Oleh karena itu, dalam mengalisis
kebutuhan energi pada sektor industri, selain akan dianalisis kebutuhan energi
pada masing-masing sub sektor industri (9 sektor), juga penting dilakukan analisis
secara mendalam kebutuhan energi pada 7 industri terpilih tersebut.
Model energi untuk membuat proyeksi dengan jangka waktu yang sangat
panjang akan menghadapi ketidakpastian yang cukup besar. Hal ini terkait dengan
adanya transisi masyarakat yang cepat yang didorong oleh perubahan social,
ekonomi, lingkungan, dan teknologi. Masa depan jangka panjang dapat
didominasi oleh faktor-faktor yang sangat panjang dapat didominasi oleh faktorfaktor yang sangat berbeda dari kondisi saat ini dan sulit untuk dibayangkan
berdasarkanpengalaman saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan penggunaan KEN dan BAU terhadap efisisensi
energi dalam bidang industri?
2. Bagaimana dampak penggunaan KEN terhadap efisiensi penggunaan
energi dalam bidang industri?
3. Bagaimana dampak penggunaan BAU terhadap efisiensi penggunaan
energi dalam bidang industri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perbandingan penggunaan skenario kebijakan energi nasional
dan Business As Usual terhadap efisiensi energi dalam bidang energi.
2. Mengetahui dampak penggunaan energi dalam bidang industri dengan
skenario kebijakan energi nasional (KEN).
3. Mengetahui dampak penggunaan energi dalam bidang industri dengan
Business As Usual (BAU).

BAB 2
ISI
2.1.

Apa itu BAU dan KEN


BAU (Business As Usual) diartikan sebagai skenario prakiraan energi yang

merupakan kelanjutan dari perkembangan historis atau tanpa ada intervensi

kebijakan pemerintah yang dapat merubah perilaku historis. KEN (Kebijakan


Energi Nasional) adalah skenario prakiraan energi yang mencakup konservasi dan
diversifikasi sumber energi dan pengembangan energi terbarukan yang
mempertimbangkan pengurangan emisi gas-gas ruma kaca dari sektor energi.
Sebagaian besar dari parameter yang akan dipertimbangkan dalam skenario KEN
(Kebijakan Energi Nasional), selain asumsi yang telah disebutkan sebelumnya,
adalah sasaran-sasaran yang ditetapkan pada rancangan KEN baru yang dimana
mencakup konservasi energi dan pengembangan energi baru dan terbaruan.
PP No. 5 Tahun 2006 tentang KEN dan UU No. 30 Tahun 2007 tentang
energi yang mengarahkan upaya upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan
energi, khususnya melalui upaya konservasi dan diversifikasi energi. Demikian
juga perlunya kebijakan pengelolaan energi yang terintegrasi dan sinergis baik
antar daerah dengan daerah maupun daerah dengan pusat. Skenario kebijakan
energi daerah mengikuti arah KEN yang ditetapkan oleh pemerintah secara
Nasional.
Kebijakan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan energi di Indonesia
termuat dalam dokumen KEN 2003-2020, blueprint Pengelolaan Energi Nasional
(PEN) 2005 2025, dan PP No. 5 Tahun 2006 tentang KEN. Perpres KEN pada
dasarnya mengukuhkan dokumen KEN dan PEN yang diterbitkan oleh
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan Perpres KEN, tujuan
kebijakan energi nasional adalah mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan
keamanan pasokan energi dalam negeri (Pasal 2 ayat 1).
Indonesia Energi Outlook (IEO) 2013 memberikan perkembangan terbaru
untuk perkiraan pasokan dan kebutuhan energi berdasarkan perkembangan
kondisi makroekonomi, pertumbuhan penduduk, dan kebijakan pemerintah. IEO
menyajikan perkiraan energi hingga 2030 dari tiga skenario yang berbeda,
skenario Business As Usual (BAU), skenario Alternative Policy (ALT), dan
skenario optimasi Gas dan Batubara khusus untuk edisi IEO 2013. BAU adalah
skenario yang menggunakan dasar dari perkembangan kebijakan pemerintah yang
terbaru dan telah diterapkan sebelum 2012. ALT adalah sekanario yang
bedasarkan kebijakan pemerintah terbaru yang telah dikeluarkan meskipun belum

diimplementasikan atau direncanakan untuk diimplementasikan dalam beberapa


tahun ke depan.
2.2

Perbandingan Penggunaan Skenario BAU dan KEN

Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa perbandingan permintaan energi final
pada sektor industri jumlah penggunaan energi terutama energi fosil memiliki
daya konsumtif yang tinggi apabila menggunakan skenario BAU , seperti yang

sudah dijelaskan sebelumnya penerapan dengan skenario BAU memakan energi


yang lebih besar seperti rancangan awal yang biasa digunakan , berbeda dengan
KEN atau dikenal Kebijakan Energi Nasional yang meminimalisir penggunaan
energi yang biasa digunakan , dari rancangan skenario KEN yang digunakan maka
terdapat penghematan energi yang digunakan sehingga lebih menghemat
pengeluaran dana dan juga menghemat energi yang ada.
Pada dasarnya penggunaan antara skenario KEN dan BAU berupa sebuah
perencanaan penghematan energi dengan berbagai aplikasi penghematan energi.
Umumnya perusahaan yang masih menggunakan BAU dikarenakan BAU
termasuk suatu kegiatan penggunaan energi yang pasti berjalan sedangkan KEN
bagaimana mengatur penggunaan energi agar lebih efisien. Sehingga perlu
dimasifkannya penggunaan skenario KEN agar konsumsi energi yang diasa
digunakan bisa dikurangi.
2.3

Pemakaian Energi di Bidang Industri

Berdasarkan grafik diatas yang bersumber dari Handbook of Energi and Economy
Statistics of Indonesia dapat dilihat grrafik penggunaan energi di Indonesia, sektor
yang paling banyak menggunakan energi diantaranya bidang industri. Selama ini
sektor industri dan sektor transportasi merupakan dua sektor yang paling lahap

energi, lihat Gambar 2.14. Pada tahun 2004, sektor industri menggunakan 39,9%
dari total konsumsi energi di Indonesia. Jumlah tersebut terus meningkat hingga
tahun 2011 sektor industri menggunakan sekitar 47% dari total konsumsi energi
Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada sektor transportasi yang terus
mengalami peningkatan secara persentase dalam penggunaan energi di Indonesia.
Pada tahun 2010, sektor transportasi menggunakan 36% dari total konsumsi
energi di Indonesia, meningkat dibandingkan tahun 2004 sebesar 33%.

Dari grafik tersebut juga dapat diketahui penggunaan energi dari berbagai faktor
mulai dari rumah tangga , transportasi, industri, komersial , dan lainnya, dari
skenario BAU dan skenario KEN penggunaan jumlah energi yang digunakan
cenderung berkurang dan lebih hemat jika menggunakan skenario KEN atau
disebut juga Kebijakan Energi Nasional. pertumbuhan permintaan energi rata rata

tahunan menurut sektor adalah sebagai berikut: industri 8,5%, transportasi 5,2%,
rumah tangga 0,4%, komersial 8,8%, lainnya (7,2%) dan non-energi 7,3%.
Dengan pertumbuhan tersebut, pada 2030 pangsa permintaan energi final menurut
skenario alternative akan didominasi oleh sektor industri (50,4%), diikuti oleh
transportasi (22,0%), rumah tangga (11,0%), komersial (5,1%), lainnya (3,3%)
dan non energi (8,2%).

Jika diteliti lebih dalam pada grafik grafik tersebut dapat dilihat penggunaan
atau konsumsi energi final per sektor pada tahun 2013 memiliki kenaikan yang
cukup signifikan terutama bidang industri.
2.4

Jenis Pemakaian Energi


Penggunaan energi yang sudah menjadi kebutuhan dasar dalam kehidupan

sehari hari , terutama energi jenis fosil seperti BBM dan lain lain. Konsumsi
energi final menurut jenis selama tahun 2000- 2013 masih didominasi oleh BBM
(bensin, minyak solar, IDO, minyak tanah, minyak bakar, avtur dan avgas).
Selama kurun waktu tersebut, total konsumsi BBM meningkat dari 315 juta SBM
pada tahun 2000 menjadi 399 juta SBM pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata
1,83% per tahun. Pada tahun 2000, konsumsi minyak solar mempunyai pangsa
terbesar (38,7%) disusul minyak tanah (23,4%), bensin (23,0%), minyak bakar
(9,6%), IDO (3%) dan avtur (2,2%). Selanjutnya pada tahun 2013 menjadi

minyak solar (45,4%), bensin (44,5%), avtur (6,1%), dan minyak tanah serta
minyak bakar masing-masing sebesar 1,9%.

2.5

Kendala Kendala dalam Kebutuhan Bidang Industri

Kesulitan memperoleh energi gas disebabkan kurang lengkapnya

prasarana perindustriam gas bumi.


Terbatasnya infrastruktur pendistribusian gas bumi jaringan transmisi gas

bumi.
Ketidaksesuaian antara persebaran sumber energi dengan lokasi industri,
misalnya sumber gas bumi yang melimpah tersebar di Kalimantan,

Sumatera, dan Papua namun lokasi industri terpusat di pulau jawa.


Masih rendahnya pemanfaatan batubara untuk kebutuhan domestik
sedangkan sebagian besar (70 persen) dari produksi batu bara dipasarkan

ke luar negeri.
Diversifikasi energi terutama energi terbarukan masih sulit dilakukan
karena selain biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal, infrastruktur yang

dibutuhkan masih belum memadai.


Issu lain terkait dengan pengembangan energi terbarukan adalah mahalnya
harga energi terbarukan bila dibandingkan dengan harga BBM subsidi,
sehingga konsumen cenderung tetap memilih sumber energi yang lebih

murah.
Belum terealisasi secara sempurna Kebijakan Energi Nasional (KEN)

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil diskusi berupa :
1. Penggunaan skenario KEN akan menekan kebutuhan bahan bakar fosil
dimas mendatang.
2. Perlu dilakukan upaya dalam mengenalkan penggunaan ETB
3. Skenario BAU dan KEN hanyalah sebuah perencanaan tentang
penggunaan energi yang pasti terjadi.
4. Penggunaan KEN berupa skenario BAU yang lebih ditekan dan dihemat
dalam penggunaan sehari hari.
5. Pada sector industri ddapat dioptimalkan pengguaaannya dengan
pemanfaatan biofuel atau bioenergi.
6. Skenario KEN padda tahun 2012 belum sepenuhnya terlaksana ketimbang
dengan tahun 2014, hal itu disebabkan oleh adanya beberapa kendala
terkait penerapan seknario KEN.

3.2 Saran
Berdasarkan dari diskusi tentang penggunaan energi KEN dan BAU pada
sektor industri didapatkan saran berupa , perlu adanya kesadaran dari pihak
pihak yang terkait untuk melkukan penghematan. Adanya kemauan untuk
memberikan apresiasi dan pelaksanaan yang positif dari kebijakana energi
nasional yang sudah ditetapkan

Anda mungkin juga menyukai