Anda di halaman 1dari 7

48

BAB VI
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini akan mengenai Analisis Faktor Dominan yang


Mempengaruhi Kejadian Arthritis Gout Akut pada Penderita Arthritis Gout Akut
di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember pada bulan Maret 2016.
Setelah dilakukan analisa data secara statistik dengan metode korelasi spearman
rho dari hasil penelitian, maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut.

A. Interpretasi Hasil dan Diskusi Hasil


1. Identifikasi Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Arthritis Gout Akut di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten
Jember:
a. Identifikasi Faktor Pola Makan Terhadap Kejadian Arthritis Gout
Akut di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa,
mayoritas 58.1% (18 responden) berisiko sedang terhadap kejadian
arthritis gout akut. Hasil uji korelasi spearman rho menyatakan bahwa
nilai koefisien korelasi sebesar 0.506 yang menunjukkan tingkat
kemaknaan antara faktor pola makan dan kejadian arthritis gout dalam
kategori sedang, untuk nilai value didapatkan value < yaitu 0.002
< 0.05, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara faktor pola
makan (X1) terhadap kejadian arthritis gout akut (Y).

Menurut teori GOLD (2006) mengatakan bahwa -1-antitripsin (AAT)


adalah sejenis protein yang berperan sebagai inhibitor diproduksi di hati
dan bekerja pada paru-paru. Sebaliknya seseorang dengan kelainan

49

genetik kekurangan enzim tersebut maka akan berpeluang lebih besar


untuk terserang PPOK.

Menurut peneliti ada pengaruh yang sangat lemah antara faktor genetik
terhadap kejadian PPOK di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru
Jember. Hal ini juga menjadi pertimbangan peneliti bahwasanya, faktor
genetik memiliki risiko cukup rendah dibandingkan dengan faktor yang
lain. Di sisi lain peneliti juga beranggapan bahwa faktor genetik
merupakan faktor bawaan dari setiap masing-masing individu.
Sehingga hal tersebut merupakan keadaan umum yang dimiliki dalam
setiap masing-masing keturunan.

b. Identifikasi Faktor Kegemukan (obesitas) Terhadap Kejadian


Arhtritis Gout Akut di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat
Kabupaten Jember
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa,
mayoritas 51.6% (16 responden) mempunyai IMT normal. Hasil uji
korelasi spearman rho menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi
sebesar 0.405 yang menunjukkan tingkat kemaknaan antara faktor
obesitas dan kejadian arthritis gout dalam kategori sedang, untuk nilai
value didapatkan value < yaitu 0.012 < 0.05, hal ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh antara faktor kegemukan (obesitas) (X2) terhadap
kejadian Arthritis Gout Akut (Y).

Menurut teori GOLD (2006) mengatakan bahwa setiap jenis partikel


tergantung ukuran dan komposisinya akan memberikan kontribusi yang

50

berbeda terhadap risiko yang terjadi. Banyaknya partikel yang terhirup


selama seumur hidup akan meningkatkan risiko berkembangnya PPOK.
Menurut peneliti ada pengaruh yang kuat antara faktor partikel
terhadap kejadian PPOK di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru
Jember. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh bebrapa faktor yaitu faktor
usia pada reponden dengan status lansia, maka fungsi organ tubuh akan
terus mengalami penurunan dan semakin berisiko untuk terserang
PPOK. Sedangkan dari faktor status merokok laki-laki lebih berisiko
terserang PPOK karena prevalensi status merokok pada kaum laki-laki
yang lebih tinggi dari pada perempuan.

c. Identifikasi Faktor Gangguan Fungsi Ginjal Terhadap Kejadian


Arhtritis Gout Akut di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat
Kabupaten Jember
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa,
mayoritas 58.1% (18 responden) kondisi kesehatan ginjalnya dalam
keadaan tidak normal. Hasil uji korelasi spearman rho menyatakan
bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0,373 yang menunjukkan tingkat
kemaknaan antara faktor gangguan fungsi ginjal terhadap kejadian
arthritis gout dalam kategori rendah, untuk nilai value didapatkan
value < yaitu 0.019 < 0.05, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
antara faktor gangguan fungsi ginjal (X3) terhadap kejadian arthritis
gout akut (Y).

51

Menurut teori GOLD (2006) menjelaskan bahwa setiap faktor yang


mempengaruhi pertumbuhan paru-paru selama kehamilan dan tumbuh
kembang anak akan memiliki potensi untuk meningkatkan risiko
terserang PPOK. Dalam sebuah penelitian terdapat hubungan positif
antara berat lahir dan fungsi paru yang akan berdampak pada saat
seseorang setelah dewasa.

Menurut peneliti ada pengaruh yang lemah antara faktor pertumbuhan


dan perkembangan paru terhadap kejadian PPOK di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Paru Jember. Hal ini dikarenakan prevalensi kelainan
pertumbuhan dan perkembangan paru masih rendah dibandingkan
dengan masa seorang ibu inpartu yang normal. Salah satu faktor yang
menjadi penyebab kelainan perkembangan paru adalah asupan nutrisi
pada seorang ibu yang kurang adekuat, sehingga menyebabkan janin
kekurangan nutrisi dan berisiko tinggi terhadap imunitas janin. Status
pendidikan yang rendah dapat menjadi pemicu bagi seorang ibu. Karena
semakin rendah pendidikan ibu, semakin rendah juga dalam menjaga
kesehatan kandungannya.

2. Analisa Faktor Dominan yang Mempengaruhi kejadian Arthritis


Gout Akut di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat
a. Analisa Faktor Dominan (Pola Makan) yang mempengaruhi
kejadian kejadian Arthritis Gout Akut di Wilayah Kerja
Puskesmas Kalisat
Berdasarkan analisa data dari faktor risiko dengan uji korelasi
spearman rho didapatkan faktor dominan yaitu pola makan. Hasil

52

analisa data menunjukkan bahwa nilai value = 0.002 dan nilai r =


(0.506) tingkat signifikan faktor pola makan lebih kecil dari pada faktor
risiko lain dengan tingkat korelasi koefisien yang tinggi. Sehingga
dapat dikatakan faktor pola makan memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap kejadian arthritis gout akut di wilayah kerja puskesmas kalisat
kabupaten jember.

Menurut teori GOLD (2006) mengatakan bahwa setiap jenis partikel


tergantung ukuran dan komposisinya akan memberikan kontribusi yang
berbeda terhadap risiko yang terjadi. Banyaknya partikel yang terhirup
selama seumur hidup akan meningkatkan risiko berkembangnya PPOK.

Menurut peneliti faktor infeksi memiliki tingkat prevalensi yang tinggi


di kabupaten Jember pada umumnya dan Rumah Sakit Paru Jember
pada khususnya. Peneliti berasumsi bahwa terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan seseorang berisiko tinggi terinfeksi bakteri
maupun virus. Hal ini dapat diketahui dengan pengaruh usia lanjut,
pendidikan rendah, tingkat pekerjaan yang rendah dan status merokok.
Dari segi usia semakin mendekati usia lanjut, maka peluang seseorang
terinfeksi bakteri maupun virus sangat tinggi dibandingkan usia muda.
Hal ini dikarenakan oleh sistem imunitas tubuh yang semakin menurun,
sehingga peluang inkubasi bakteri dan virus sangat tinggi. Berkaitan
dengan pendidikan yang rendah peneliti berasumsi bahwa semakin
rendah tingkat pendidikan, maka semakin rendah pula kesadaran
masyarakat untuk mengenal akan kesehatan. Demikian pula dengan

53

tingkat pekerjaan yang rendah dapat menyebabkan asupan nutrisi yang


dikonsumsi sehari-hari kurang adekuat, sehingga dapat mempengaruhi
sistem imunitaas tubuh terhadap serangan penyakit.

Peneliti juga berasumsi bahwa status merokok juga menjadi perhatian


yang khusus, mengingat prevalensi perokok di dunia, maupun
Indonesia sangat tinggi. Akibat yang ditimbulkan oleh asap rokok itu
sendiri antara lain dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
gangguan kehamilan serta paparan oksidannya yang dapat menurunkan
sistem imunitas tubuh. Sehingga perokok memiliki risiko tinggi
terserang penyakit PPOK pada khususnya tanpa terkecuali pada
perokok pasif yang menghiup asap rokok, juga dapat berisiko terserang
berbagai macam bibit penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok
tersebut.

B. Keterbatasan Penelitian
1. Pengumpulan data
Pengisian kuesioner sebagian besar dipandu oleh peneliti, sehingga
responden membutuhkan pengarahan yang cukup jelas.
2. Sampel
Berdasarkan jawaban subjektif dari responden terkait data demografi
responden dan data faktor-faktor risiko PPOK.

C. Implikasi Keperawatan

54

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan banyak pihak
khususnya memberi masukan kepada ilmu keperawatan dan penelitian ini
dapat dijadikan referensi ilmu di bidang keperawatan khusunya dalam
keperawatan medikal bedah.
1. Pelayanan Keperawatan
Berdasarkan penelitian ini sebagai seorang perawat diharapkan mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan secara komprehensif dimulai dari
pengkajian hingga evaluasi.
2. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan referensi ilmu di bidang keperawatan
khusunya dalam keperawatan medikal bedah.
3. Penelitian Keperawatan
Melaksanakan program kesehatan dengan prosedur Health Education:
(preventif)

pencegahan,

(promotif)

promosi

kesehatan,

(kuratif)

pengobatan, dan (rehabilitatif) peningkatan kualitas hidup. Serta dapat


digunakan sebagai bekal untuk melaksanakan penelitian selanjutnya
dengan hasil yang baik.

Anda mungkin juga menyukai