spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
(Wiknjosastro, 1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
3. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
1.
2.
3.
Kejang
Penurunan kesadaran
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebihlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai
asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu :
Penafasan
Denyut jantung
Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).
F. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi
dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(Wiknjosastro, 2007).
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai
ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut
ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
Kompresi dada.
Pengobatan
Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1.
Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2.
Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar.
3.
4.
Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5.
Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
6.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Kompresi jantung
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai
suatu tim yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.
(Dari berbagai sumber)
neonaturum
adalah
adalah
keadaan
dapat menurunkan
bayi
O2
1. Faktor Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a.
Penyakit kronis
2. Faktor Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a.
Kelainan letak
b. Distorcia
c.
Hidramnion
d. Lahir prematur
e.
f.
yang
tidak
dapat
bernafas
a.
Solutio placenta
:6
Refleks
: Moro
(+) baik
Grafing
(+) baik
Menghisap
(+) baik
2. Asfiskia Berat
APGAR Score
:4-6
Refleks
: Moro
Grafing
Menghisap
(+) baik
(+) baik
(+) baik
3. Asfiksia Berat
APGAR Score
Refleks
: 0-3
: Moro
lemah
Grafing
lemah
Menghisap
lemah
D. Penanganan Asfiksia
1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2
maka
nervus
vagus
tidak
dapat
dipengaruhi lagi maka timbulah kini rangsang dari nervus vagus simpatikus sehingga
mengakibatkan DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya ireguler dan menghilang. Secara klinis tandatanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 x/menit atau
kurangdari 100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
2. Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3. Janin akan mudah mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam para. ronkus tersumbat dan akan terjadi
atelektasis bila janin lahir alveoli tidak berkembang.
E.
Penatalaksanaan Asfiksia
a.
Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat.
b.
Bayi
diletakkan
dibawah
alat
pemancar
panas,
tubuh
dan
kepala
(Apabila
bayi
diperlukan
penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah
mekonium dihisap dari trakhea)
c.
Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat
dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
selimut
yang
digulung dibawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat % sampai 1 inci (2-3 cm)
3. Membersihkan jalan nafas
a.
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak difaring bagian belakang.
2)
3)
Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari
trakhea dengan menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET)
4.
Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi
a.
Usaha bernafas
b.
c.
Warnakulit
5.
a.
Apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung
b. Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas dilakukan rangsangan taktil dengan
menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi
sambil memberikan oksigen
c.
Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian
VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
d. Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan
aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit, apabila sungkup tidak tersedia oksigen 100% persen
diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap
terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan panas dan pengeringan mukosa
saluran nafas, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan dilembabkan melalui pipa
berdiameter besar.
6. Menilai frekuensi denyut jantung bayi
a.
Segera setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi
b.
Apabila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 100 x/menit, walaupun bayi bernafas
spontan. menjadi indikasi untuk dilakukan VTP
Penilaian warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan frekuensi denyut jantung bayi
lebih dari 100 x/menit.
b.
c.
Apabila terdapat
sianosis perifer,
oksigen
tidak
a.
VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan sungkup dan tabung.
b.
c.
Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O setelah nafas pertama memburuhkan
tekanan 15-20 cm H2O.
d. Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang bena Apabila
diatas
dada
bayi
masih
tetap
dengan
tahapan
Frekuensi
denyut
jantung
bayi
dinilai
setelah
selesai
melakukan
Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 x/menit bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan
rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan
dan oksigen arus bebas diberikan, jika wajah bayi tampak merah oksigen dapat dikurangi secara
bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat terjadi lanjutkan VTP.
d. Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP dilanjutkan dengan
memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit,
dimulai kompresi dada bayi.
e.
Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP dilanjutkan, periksa ventilasi apakah
adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100% segera dimulai kompresi dada bayi
VTP
balon
dan
sungkup
lebih
lama
dari
menit
harus
dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari
orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
b. Alat yang dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
11. Kompresi dada
a.
Kompresi dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis khayal yang dapat
menghubungkan kedua puting susu bayi, hati-hati jangan menekan prosesus sifadeus
b. Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi dada dan 30 ventilasi (3
: 1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan Vi detik untuk
ventilasi 1 kali.
12. Memberikan obat-obatan
Obat-obatan diberikan apabila :
a.
Frekuensi jantung bayi tetap dibawah 60 permenit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat
(dengan oksigen 100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung
nol.
d. Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Dosis 0,1 - 0,3 ml/kg BB untuk larutan
berkadar 1 : 10.000 diberikan IV atau melalui pipa endotrakeal
e.
Volume
expanders
digunakan
untuk
menanggulangi
ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10
menit
13. Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
a.
5.
BAB II
KONSEP MEDIS
A.
Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500
gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta
menimbulkan kematian.
B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a.
Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi
sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b.
Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
-simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan
dan dalam jangka waktu yang lama
-Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan
-Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi
dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan. (Mitayani, 2009)
C.
Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya, yaitu :
a.
Komplikasi obstetrik
-Multipel gestation
-Incompetence
-Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
-Pregnancy induce hypertention ( PIH )
-Plasenta previa
-Ada riwayat kelahiran prematur
b.
Komplikasi medis
-Diabetes maternal
-Hipertensi kronis
c.
Faktor ibu
-Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
-Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan
multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
-Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas,
kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh
keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
-Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang perokok.
(Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
1.
Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat
yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki
perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan
kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan
janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan
emosional yan menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin.
Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan
dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran
BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi
juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat
pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam
menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya
akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya
kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi
gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus, menyebabkan
perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu
hamil yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2.
Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi
yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh
bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care).
Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan
sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang
menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhanpenyuluhan kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat
memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu
dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga
Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan
dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.
3.
Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk
melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan
akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang berulang akan
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi
nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan
sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
4.
Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir
(HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir,
panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil
dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi
yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang
pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5.
Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada
ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a.
Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara
lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi misalnya TORCH.
b.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c.
Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin.
Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil
dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi
pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang
cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini
refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi
juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada
bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa
kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil.
Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin
dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6.
Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di
Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan
istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah
11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi.
Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun
mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih
besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas,
yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada
kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7.
Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi
gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi
untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8.
Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih
dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara
merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9.
Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR,
walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk
memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan
bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat
diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai
efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku
reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu,
frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan
memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat
menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat
secepatnya.
11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang
akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa
berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok,
walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis
mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil
dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
-Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
-Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
-Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil
berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
-Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
-Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol
syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir
dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap
harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi
minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko
terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko
terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol
pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus
akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan
ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir
bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai
terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman
(1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki
seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai kemungkinan
untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.
D.
Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat
besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian
bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia.
Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum berkembang
dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung dan buruknya
motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna
makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan
untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas
dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun.
Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang
dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan
juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan
berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan
panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)
E. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1.
Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
2.
Masa gestasi< 37 minggu.
3.
Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi
tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga
tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4.
Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1.
Berat badan kurang dari 2.500 gram
2.
Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3.
Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4.
Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5.
Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6.
Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7.
Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8.
Nafas belum teratur
9.
Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1.
Suhu Tubuh
-Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
-Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
-Otot bayi masih lemah
-Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
-Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah
perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
2.
Pernapasan
-Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
-Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
-Otot pernapasan dan tulang iga lemah
-Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.
3.
Alat pencernaan makanan
-Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
-Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan lambung
berkurang
-Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4.
Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5.
Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna
sehingga mudah terjadi oedema
6.
Perdarahan dalam otak
-Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
-Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam
otak
-Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
-Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.
F.
Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada
pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
1.
Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan
yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila
dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan
lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup
hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu
tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan
berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai
2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban
inkubator berkisar antara 50 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi
dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu
untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur angsur ia dapat diletakkan
didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat
disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan
menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan
memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna
untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini
ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini
suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini
sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan
pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang
dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
2.
Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan
menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta.
Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi
lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik
tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini
dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
3.
Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba.
Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi
nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi
BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah
dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan
jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda
infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh
meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi.
Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien,
jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan
yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.
4.
Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga
dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau
tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang komposisinya
Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda
dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang
menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi,
gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi angka
kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan intrafentrikuler ,
displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis,
hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,
pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan
suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia
hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati
selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran,
penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti
Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.
4.
Apgar skore
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi.
Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan
hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan
stabil.
Tanda
Frekwensi jantung
0
Tidak ada
1
< 100
2
> 100
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Gerakan katif
Refleks
Tidak bereaksi
Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan sedikit
Warna kulit
Tubuh kemeraha,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Reaksi melawan
5.
Pemeriksaan cairan amnion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion
tentang jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau
disebut hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami
oligohidramnion
6.
Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya
pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan
kembar identik atau tidak.
7.
Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat seperti
adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.
8.
Pengkajian fisik
a.
Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah bukti
tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b.
Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 160 detik per
menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)
c.
Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik (40
60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga derajat
sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernapasan (RDS)
d.
Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan
pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung,
hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang dengan
fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
e.
Makanan/cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala
Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan
Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha
Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia
f.
Genitounaria
Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta badan), warna,
pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi) Periksa berat
badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
g.
Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan
Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan warna
kehijauan
Menangis mungkin lemah
h.
Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.
i.
Suhu tubuh
Tentukan suhu kulit dan aksila.
Tentukan dengan suhu lingkungan.
j.
Pengkajian kulit
Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau
daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan dengan
kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester
povidone iodine).
Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa adanya tanda
infiltrasi.
jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral, vena perifer
sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total); tipe pompa
infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan tempat insersinya.
9.
Pengkajian psikologis
Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien
berharap bayinya cepat sembuh.
10. Pemeriksaan refleks
a.
Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
b.
Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
c.
Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun belum
sempurna
d.
Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke permukaan
e.
Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
f.
Gallants: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada
punggungnya
g.
Morros: dijumpai namun belum sempurna
h.
Neck righting : belum ditemukan
i.
Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna
j.
Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit
goresan
k.
Kaget (stratle)
: bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum
sempurna
l.
Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang berusia
> 2 bulan
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang
tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat
sembuh.
C. Intervensi
1.
Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Membran mukosa merah muda
Intervensi
Mandiri:
Kaji frekwensi dan pola pernapasan,
perhatikan adanya apnea dan perubahan
frekwensi jantung
Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Posisikanm bayi pada abdomen atau
posisi telentang dengan gulungan popok
dibawah bahu untuk menghasilkan
hiperekstensi
Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obatobatan yang akan memperberat depresi
pernapasan pada bayi
Kolaborasi :
Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan obat-obatan yang sesuai
indikasi
Rasional
Membantu dalam membedakan periode
perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati, terutama sering
terjadi pad gestasi minggu ke-30
Menghilangkan mukus yang neyumbat
jalan napas
Posisi ini memudahkan pernapasan dan
menurunkan episode apnea, khususnya bila
ditemukan adanya hipoksia, asidosis
metabolik atau hiperkapnea
Magnesium sulfat dan narkotik
menekan pusat pernapasan dan aktifitas
SSP
Hipoksia, asidosis netabolik,
hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia
dan sepsis memperberat serangan apnetik
Perbaikan kadar oksigen dan
karbondioksida dapat meningkatkan funsi
pernapasan
2.
Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 37,50C)
Intervensi
Mandiri :
Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal
pada awalnya, selanjutnya periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan
Rasional
Hipotermia membuat bayi cenderung
merasa stres karena dingin, penggunaan
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
bila ada dan penurunan sensivitas untuk
Kolaborasi :
pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit
dan kadar bilirubin)
berikan obat-obat sesuai dengan indikasi
fenobarbital
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal dengan
penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi
Mandiri :
Kaji maturitas refleks berkenaan dengan
pemberian makan (misalnya : mengisap,
menelan, dan batuk)
Auskultasi adanya bising usus, kaji
status fisik dan statuys pernapasan
Kaji berat badan dengan menimbang
berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan
bayi
Pantau masuka dan dan pengeluaran.
Hitung konsumsi kalori dan elektrolit
setiap hari
Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel,
turgor kulit, berat jenis urine, kondisi
membran mukosa, fruktuasi berat badan.
Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea
dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi,
fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian
makan buruk, gugup, menangis, nada
tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas
kejang.
Kolaborasi :
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi
Glukas serum
Rasional
Menentukan metode pemberian makan
yang tepat untuk bayi
Pemberian makan pertama bayi stabil
memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
setelah kelahiran. Bila distres pernapasan
ada cairan parenteral di indikasikan dan
cairan peroral harus ditunda
Mengidentifikasikan adanya resiko
derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan
cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
mengalami penurunan berat badan dealam
uterus atau mengalami penurunan
simpanan lemak/glikogen.
Memberikan informasi tentang masukan
aktual dalam hubungannya dengan
perkiraan kebutuhan untuk digunakan
dalam penyesuaian diet.
Peningkatan kebutuhan metabolik dari
bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan
cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat
mengakibatkan diuresi pada bayi.
Pemberian cairan intravena mungkin
diperlukan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati
ditangani untuk menghindari kelebihan
cairan
Karena glukosa adalah sumber utama
dari bahan bakar untuk otak, kekurangan
dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna
meningkatkan mobilitas mortalitas serta
efek berat yang lama bergantung pada
durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3
jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen
dengan cepat berkurang dan
glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan
lemak.
Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.
Rasional
Untuk mengetahui lebih dini adanya
tanda-tanda terjadinya infeksi
Tindakan yang dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya infeksi yang
lebih luas
Untuk mencegah terjadinya infeksi
Untuk mencegah terjadinya infeksi
Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
berlanjut pada bayi
5.
Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
bebas dari tanda dehidrasi.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi
Mandiri :
Bandingkan masukan dan pengeluaran
urine setiap shift dan keseimbangan
kumulatif setiap periodik 24 jam
Pantau berat jenis urine setiap selesai
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan
menginspirasi urine dari popok bayi bila
bayi tidak tahan dengan kantong
penampung urine.
Evaluasi turgor kulit, membran mukosa,
dan keadaan fontanel anterior.
Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan
arterial rata-rata (TAR)
Rasional
Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
80-100 ml/kg/hari pada hari pertama,
meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari
pada hari ketiga postpartum. Pengambilan
darah untuk tes menyebabkan penurunan
kadar Hb/Ht.
Meskipun imaturitas ginjal dan
ketidaknyamanan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya
mengakibatkan berat jenis yang rendah
pada bayi preterm ( rentang normal1,0061,013). Kadar yang rendah menandakan
Kolaborasi :
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
dengan indikasi Ht
Berikan infus parenteral dalam jumlah
lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada
PDA, displasia bronkopulmonal (BPD),
atau entero coltis nekrotisan (NEC)
Berikan tranfusi darah.
6.
Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan
berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf
sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran darah
sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan adanya
perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan
intraventrikel.
Intervensi
Kurangi rangsangan lingkungan
Organisasikan asuhan selama jamsibuk
normal sebanyak mungkin
Tutup dan buka kelambu dan lampu
tidur
Tutup inkubator dengan kain dan
pasang tanda jangan diganggu
Rasional
Respons stres, terutama peningkatan
tekanan darah, dapat miningkatkan resiko
peningkatan TIK
Untuk meminimalkan gangguan tidur
dan kebisingan intermiten yang sering
Untuk memungkinkan jadwal siang dan
malam
7.
Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil :
Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan
Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal
Intervensi
Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri
non farmakologis
Dorong orang tua untuk memberikan
upaya kenyamanan bila mungkin
Tunjukkan sikap sensitif dan kasih
sayang pada bayi
Rasional
Beberapa upaya (misalnya menggosok)
dapat meningkatkan distres bayi prematur
Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
lebih efektif diberikan langsung oleh orang
tua kepada bayinya
Seorang bayi sangat membutuhkan
kasih sayang, khususnya dari orang tua
8.
Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran
premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
Intervensi
Berikan nutrisi yang maksimal
Berikan periode istrahat yang teratur
tanpa gangguan
Kenali tanda stimulus yang berlebihan
(terkejut, menguap, aversi aktif, menangis)
Tingkatkan interaksi orang tua-bayi
Rasional
Untuk menjamin penambahan berat
badan dan pertunbuhan otak yang tetap
Untuk mengurangi panggunaan O2 dan
kalori yang tidak perlu
Untuk membiarkan istirahat bayi
denagn tenang
Sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal
9.
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
Kulit tetap bersih dan utuh
Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi
Observasi tekstur dan warna kulit.
Jaga kebersihan kulit bayi.
Ganti pakaian setiap basah.
Jaga kebersihan tempat tidur.
Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Rasional
Untuk mengetahui adanya kelainan pada
kulit secara dini
Meminimalkan kontak kulit bayi dengan
zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang
tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat
sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan prognosis
serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi
Kaji tingkat pemahaman klien berikan
instruksi /informasi pada klien maupun
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis
atau lisan.
Jelaskan proses penyakit individu.
Dorong orang terdekat menanyakan
pertanyaan
Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi,
tujuan pengobatan dan alasan tentang
pemberian obat kepeda keluarga
Kaji potensial efek samping pengobatan
Rasional
Belajar tergantung pada emosi dan
kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
individu
Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana pengobatan.
Meningkatkan kerjasama dalam program
pengobatan dan mencegah penghentian
obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program
D.
Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E.
Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
1. Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Bayi dengan berat badan kurang dari
1500gr dan kebanyakan adalah premature.
2. Bayi yang mengalami ikterus, bayi yang menjadi kuning pada hari pertama kelahiran karena
terjadinya penghancuran sel dan darah merah yang berlebihan yang biasanya terjadi akibat
ketidakcocokan golongan darah.
3. Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut berat dan umur bayi
Berat bayi
<1500 g
1500-2000 g
2100-2500 g
>2500 g
35oC
1-10 hr
Procedure
32oC
>5 mg
>4 mg
>3 mg
>2hr