Anda di halaman 1dari 2

PESTA DEMOKRASI KITA DIPIMPIN SEORANG PLAYING

CAPTAIN
Oleh: Hasan Asyari Oramahi
Masih segar dalam ingatan kita ketika Ketua Dewan Pembina Partai
Penguasa/Demokrat, Susilo Bambang Yudoyono, belum lama ini secara tegas
mengatakan bahwa Partai Demokrat mengambil sikap netral pada Pemilu Presiden
9 Juli 2014 mendatang. Sikap bijaksana tersebut patut kita acungi jempol karena
memang sesuai tata krama dan kaidah demokrasi yang hakiki ini diambil SBY ketika
menyadari partai yang dipimpinnya hanya sanggup meraih 10 persen tingkat
elektabilitas pada Pemilu Legislatif PILEG belum lama berselang.
Namun ibarat petir di siang bolong ketika pada hari Selasa, 1 Juli 2014 Partai
Demokrat dengan semua jajajarannya, justru mendeklarasi keberpihakan mereka
pada Kubu Prabowo Hatta, pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Dengan lain
perkataan SBY beserta jajarannya di Partai Demokrat akan tampil sebagai PLAYING
CAPTAIN, hal yang tidak pantas dan tidak elok dilakukan oleh seseorang (yang
secara inherent memiliki predikat selaku negarawan sejati). Kita lantas bertanya
mimpi apa yang membuat SBY secara enteng mendeklarasikan sikap partainya
seperti ini ? Ibarat MENJILAT LUDAH SENDIRI deklarasi Partai Demokrat yang
disampaikan SBY ini telah melukai perasaan kita seluruh rakyat Indonesia sebagai
bangsa memilki harkat martabat dan harga diri yang sangat tinggi yang tidak bisa
ditukar dengan apapun.
Sebenarnya kita juga tidak ingin pihak regulator mendukung kubu Jokowi JK karena
kenetralan murni yang diinginkan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia adalah sikap
netral sejati yang bisa mengawal pesta demokrasi tanggal 9 Juli 2014 mendatang.
Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi. Dan demokrasi yang kita perjuangkan
selama ini, sudah ternoda harkat dan martabatnya.
Rakyat Indonesia yang mendiami NKRI dari Sabang sampai Merauke menjerit
kesakitan dengan ulah pemimpin mereka sendiri yang seyogyanya menyandang
predikat sebagai GUARDIAN OF DEMOCRACY. Betapa tidak. Imbas dari semua ini
adalah bahwa akan terjadi keberpihakan aparat pemerintah sampai ke tingkat
paling bawah manakala mereka tampil sebagai penyelenggara Pilpres 9 Juli 2014
mendatang.
Kita rakyat Indonesia menjadi bingung. Kemana kata hati kita harus disampaikan.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar adalah penganut agama Islam termasuk
mereka yang ada di dalam partai Demokrat sendiri, sebenarnya sedang berada
pada minggu pertama ibadah saum Ramadhan. Ibadah yang bukan sekedar
memiliki ritual menahan lapar dan dahaga belaka. Tapi seperti sabda Rasulullah
Muhammad s.a.w ibadah puasa yang diperintahkan hanya kepada ummatnya yang
beriman saja, memiliki substansi pelaksanaan yang jauh lebih luas. Ibadah yang

mengharuskan mereka yang menjalankannya memiliki persiapan mental yang


paripurna laksana menghadapi sebuah perang yang maha dahsyat. Artinya, semua
langkah sikap dan tindakan kita harus dijaga dan senantiasa berada dalam koridor
maunisia yang muttaqien.
Pertanyaan besar yang mucul sekarang ialah, apakah pihak penguasa dengan
keberpihakan yang diambil itu, sudah dilakukan dalam konteks ini. Hanya
merekalah yang sanggup menjawabnya. Namun harus dicatat pula bahwa
pengalaman mengajarkan kepada kita, hanya orang-orang yang tidak memiliki atau
kehilangan rasa percaya diri sajalah yang sanggup menghalalkan segala cara untuk
meraih tujuan dan keinginan mereka. Dan ungkapan ini secara gamblang telah
dicapkan sendiri oleh seorang petinggi Partai Demokrat belum lama berselang. Dan
kita seluruh rakyat Indonesia mencatat semua ini.
Mendekati Pilpres 9 Juli 2014 semakin santer pula bergulirnya black campaign
penuh hasut dan dengki yang diarahkan kepada salah satu Capres. Diamnya pucuk
pimpinan Negara menyikapi perilaku tidak terpunji ini, juga menimbulkan tanda
tanya besar. Kenapa diam? Apakah tidak tahu bahwa sikap diam seseorang itu bisa
ditafsirkan sebagai pembenaran? Kasus tabloid OBOR RAKYAT yang jelas-jelas
menghina salah satu Capres, belum lagi kicauan seorang anggota DPR RI kita
menyebut Jokowi sebagai sinting memang sudah keterlaluan. Apalagi Obor Rakyat
yang oleh Dewan Pers secara jelas dikatakan sebagai Bukan Produk Jurnaslis,
sebernarnya sudah cukup menjadi bukti awal bagi POLRI untuk menyeret pelaku
yang
menulis
berita-berita
fitnah
itu
ke
ranah
pidana
guna
mempertanggungjawabkan semua tulisannya. Apalagi orang yang mengaku
sebagai Pimpinan Redaksi (Pemred) dan wartawan Tabloid dengan alamat fiktif dan
palsu itu juga nota bene adalah orang dekat Istana. Sebagai insan pers rasa
profesionalisme kita yang terbungkus indah dalan Kode Etik Jurnalistik, seakan-akan
ikut tercabik oleh ulah manusia yang yang harga dirinya hanya bisa dibeli dengan
uang semata.
Oleh karea itu maka melalui forum ini kita hanya ingin mengingatkan sebuah kata
bersayap yang dititipkan ribuan tahun lampau oleh bangsa Yunani, yang berbunyi
VOX POPULI, VOX DEI. Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Jadi mari kita melangkah
menuju hari pemungutan suara tanggal 9 Juli 2014 dengan kepala tegak, hati yang
bersih, penuh rasa percaya diri dan dengan keyakinan bahwa kebenaran hakiki
tidak sanggup dikalahkan dengan kebencian dan kecurangan yang diimbuh dengan
praktek kotor yang tidak bermoral. Dan dalam satu pertarungan selalu ada pihak
yang menang dan yang kalah. Kepada yang menang, janganlah mengupayakan
suatu kemenangan dengan cara yang tidak halal, dan kepada yang kalah bersiaplah
menerima kekakalahan itu asalkan kita sudah bekerja dengan cara yang santun dan
elegan. Selamat Berpesta Demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai