Anda di halaman 1dari 2

Kebudayaan dalam islam

Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya,


bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun,
apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Budaya3
adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu. Dahulu
kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di kalangan
masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang beliau mengubah
kebiasaan jahiliyah tersebut, dan menggantikannya dengan ajaran Islam.
Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala, diganti beliau dengan
mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi berikutnya, wali sembilan di
Jawa misalnya. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat pada
saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah.
Misalnya, sekatenan. Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang
dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan
Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin
ngrasuk agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut,
dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dalam
pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut.
Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi
sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah
bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di
hari Idul Fitri.
Al Baihaqi mengatakan, Bab berisi riwayat tentang ucapan selamat ketika
hari ied dengan kata-kata taqabbalallahu minna wa minka. Namun, dalam
budaya Indonesia biasa digunakan doa Minal `aidzin wa-l faizin. Doa yang
biasa diucapkan umat Islam Indonesia pada hari Raya Idul Fitri, yang kalau
diterjemahkan secara lengkap adalah Semoga Anda termasuk dari kelompok
orang-orang yang kembali kepada fitrah dan berbahagia/beruntung. Ucapan
selamat atau saling mendoakan ini bukan ibadah mahdhah. Tetapi, termasuk
bagian dari muamalah. Bisa doa apa saja, bisa bahasa apa saja yang penting
bisa dipahami/dimengerti oleh yang diberikan ucapan selamat/doa tersebut.
Sehingga, dalam aplikasinya, metode tersebut tidak merusak esensi Islam
sendiri.
Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan budaya
Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang ilir ilir.
Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah budaya
masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang pemain Harpa
dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini.
Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari
keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang
telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan
tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita,
mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan
berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan
mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.
Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru
merangkul budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan
merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya
bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan
dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat alBaqarah, Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan
(janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.
(QS. al-Baqarah: 42)4

Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling


mempengarui. Agama mempengaruhi system kepercayaan serta praktik-praktik
kehidupan. Sebalikny akebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya
dalam hal bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya
harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut
Sang Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa
mediasi budaya, dlam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama
dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan
hamper umum dalam semua agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru
saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa
Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum
tentu beragama.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan
karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang
di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

Anda mungkin juga menyukai