Anda di halaman 1dari 8

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI & MAKANAN FMIPA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II

PERCOBAAN II
PENETAPAN KADAR ABU

Disusun Oleh:
Dina Auliya
J0B114259
Kelompok VIII

PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI & MAKANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI & MAKANAN FMIPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN II
PENETAPAN KADAR ABU

Asisten

Nilai Laporan Awal

Nilai Laporan Akhir

(Maratus Shalehah)

Tanggal Praktikum :
25 Oktober 2016

Tanggal Dikumpul :
18 Oktober 2016

PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI & MAKANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016

PERCOBAAN II
PENETAPAN KADAR ABU
I.

TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah menetapkan kanndungan kadar abu
yang terdapat pada beberapa bahan makanan dan untuk mengetahui prinsip
metode penetapan kadar abu dengan metode tanur.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Dasar Teori
Kebutuhan tubuh akan vitamin dan mineral dihitung dari jumlah
yang diperlukan untuk mencegah gejala kekurangan ditambah sesuatu batas
aman yang ditunjukan untuk mencukupi keperluan tubuh manusia yang
diperkirakan lebih tinggi. Cara penentuan kebutuhan mineral dan vitamin
tersebut banyak dikritik oleh beberapa ahli, yang percaya bahwa kebutuhan
yang nyata sesungguhnya lebih tinggi daripada jumlah mineral dan vitamin
yang disarankan. Kelompok tersebut berpendapat bahwa kebutuhan akan
mineral dan vitamin untuk kesehatan yang optimal berbeda dari kebutuhan
yang diperlukan untuk mencegah gejala defisiensi dan bahwa batas aman
yang kini dianjurkan dianggap belum cukup. Sebaliknya kita telah
mengetahui dengan jumlah konsumsi mineral dan vitamin yang berlebihan
dapat menyebabkan keracunan yang hebat terutama pada vitamin A dan D,
kalsium, fosfor, serta iodium (Winarno, 1987).
Semua makanan mengandung mineral yang jumlahnya bermacammacam. Bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik atau
dapat digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan
fosfoprotein dan logam digabung dengan enzim. Lebih dari 60 unsur dapat
berada dalam makanan. Mineral dikelompokkan menjadi dua golongan,
komponen garam utama dan unsur sesepora. Komponen garam utama
mencakup kalium, natrium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, fosfat dan
bikarbonat. Unsur sesepora mencakup semua yang lainnya dan biasanya
ditemukan dalam jumlah dibawah 50 ppm. Unsur sesepora dapat dipilih
menjadi 3 golongan berikut:
1. Unsur gizi esensial, termasuk Fe, Cu, I, Co, Mn dan Zn
2. Unsur nongizi, tidak toksik, termasuk Al, B, Ni, Sn dan Cr

3. Unsur nongizi, toksik, termasuk Hg, Pb, As, Cd dan Sb


(Deman, 1997).
Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan pengabuan atau
insinerasi (pembakaran). Pembakaran ini termasuk senyawa organik dan
meninggalkan mineral. Akan tetapi, jika ditentukan dengan cara ini, abu
tidak mengandung nitrogen yang terdapat dalam protein dan dalam beberapa
segi lain berbeda dengan kandungan mineral yang sebenarnya. Anion
organik menghilang selama insinerasi dan logam diubah menjadi oksidanya.
Karbonat dalam abu dapat terbentuk karena penguraian bahan organik.
Fosfor dan belerang protein dan fosfor lipid terdapat juga dalam abu.
Beberapa unsur sesepora dan beberapa garam dapat hilang karena
penguapan selama pengabuan. Natrium klorida akan hilang dari abu jika
suhu insinerai lebih tinggi dari 600C jika kita membandingkan data
susunan mineral makanan, kita harus memperhatikan dengan sungguh
sungguh metode analisis yang digunakan. Beberapa unsur terdapat dalam
produk tumbuhan dan hewan pada aras yang nisb tetap, tetapi dalam
sejumlah kasus berlimpahnya unsur dalam lingkungan dapat menyebabkan
aras mineral itu sangat meningkat dalam produk tumbuhan dan hewan
(Deman, 1997).
Beberapa kandungan mineral utama, terutama spesies monovalen,
terdapat dalam makanan sebagai garam yang larut dan kebanyakan
berbentuk terion. Ini berlaku, misalnya, pada kation, natrium, kalium, anion
klorida dan sulfat. Akan tetapi beberapa ion polivalen biasanya berada
dalam bentuk kesetimbangan antara spesies ion, nonion tak larut, dan
spesies koloid. Kesetimbangan semacam itu terdapat, misalnya, dalam susu
dan daging. Perilaku mineral sering dipengaruhi oleh adanya kandungan
makanan lain. Telah ditunjukkan bahwa penyerapan mineral diturunkan oleh
serat, mengenai perilaku besi, seng dan kalsium menunjukkan bahwa antar
aksi terjadi dengan fitrat, yang terdapat dalam serat. Fitrat dapat membentuk
senyawa kompleks yang tidak larut dengan besi dan seng dan dapat
mengganggu penyerapan kalsium, dengan menimbulkan pengikisan pada
protein mengikat protein dalam usus. Mekanisme yang tepat mengenai efek
ini tidak diketahui, tetapi telah disarankan bahwa asam amino atau

polipeptida yang terjadi karena pengenceran dapat mengkelat besi nonhem.


Senyawa komplek ini memudahkan penyerapan besi. Senyawa komplek ini
memudahkan penyerapan besi. Dalam daging yang dibubuhi nitrit ada
beberapa faktor yang meningkatkan ketersediaan biologi besi (faktor
daging), terutama besi hem dan asam askorbat atau asam eritobat. Faktor
negatif termasuk nitrit dan hem ternitrosasi (Deman, 1997) .
Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri atas bahan organik
dan air sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal
sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Mineral dibagi menjadi 2, yaitu
mineral makro (dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang besar) seperti natrium,
kalium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Mineral mikro
(dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit) seperti besi, iodium, mangan,
tembaga, seng, kobal, dan fluor. Analisis mineral dapat dilakukan dengan
melakukan penentuan mineral total (dengan menentukan kadar abu) dan
dengan melakukan penentuan masing-masing komponen mineral (jika
dikehendaki)

dengan

spektrofotometri

serapan

atom

(SSA)

(Sumantri, 2007).
Analisis kandungan mineral total (kadar abu) Untuk analisis
kandungan abu mineral dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu
dengan cara kering dan cara basah:
1. Cara kering
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar abu mineral total dan
makanan secara gravimetri sampai diperoleh bobot konstan (bobot yang
diperoleh dari 2 kali penimbangan dengan selisih 0,5 mg/g sampel).
Prosedur penetapan kadar abu dengan cara kering sejumlah 2 sampai 3 gram
sampel ditimbang dengan seksama dalam cawan porselin atau platina yang
telah diketahui bobotnya. Untuk sampel cairan dilakukan penguapan
terlebih dahulu diatas penangas air sampai kering sebelum dilakukan
pengarangan. Sampel diarangkan diatas nyala pembakar lalu diabukan
dalam tanur listrik pada suhu maksimum 5000 C sampai pengabuan
sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk).
Abu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang sampai bobot tetap
2. Cara basah

Prinsip cara ini adalah bahan organik dimusnahkan dan dioksidasi


dengan bantuan campuran asam pengoksidasi kuat yang dididihkan
bersama-sama dalam labu. Pereaksi yang digunakan adalah asam nitrat
pekat, asam sulfat pekat, asam perklorat, dan hidrogen peroksida
(Sumantri, 2007).
Polisakarida

kadang-kadang

bereaksi

dengan

lipid

untuk

memberikan efek viskos dan tindakan pengemulsi. Gandum dikategorikan


sebagai tepung keras dan lunak tergantung pada kandungan protein. Lembut
tepung terigu biasanya rendah kadar protein (8 -11%). Gandum keras
cenderung mengandung proporsi yang tinggi dari pati yang rusak. Hal ini
membutuhkan lebih banyak air daripada tepung gandum lunak untuk
menghasilkan konsistensi adonan yang sama.Wheat tepung adalah bahan
utama untuk makanan babak belur goreng.adonan dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori termasuk adonan adhesi dan tempura. Adhesi biasanya
digunakan sebagai lapisan perantara antara daging dan adonan eksterior. Ini
bertindak sebagai perekat yang memungkinkan adonan untuk amplop
substrat. Tempura didefinisikan sebagai campuran semi-cair untuk
merendam produk di dalamnya. Setelah menggoreng, produk memiliki
lapisan luar yang menarik, warna coklat keemasan dan tekstur renyah
(Kyaw et al., 2014).
Tepung gandum merupakan jenis tepung yang penggunaannya
sangat luas. Menurut APTINDO di Indonesia ada sekitar 30.463 industri
yang menggunakan tepung gandum sebagai bahan baku utama, kapasitas
terpakai sekitar 60% menyebutkan terjadi penurunan konsumsi jagung dan
singkong, sebaliknya terjadi peningkatan konsumsi gandum dan produk
olahannya yaitu dari 6,18 kg/kapita/tahun pada tahun 1984 menjadi
15,84 kg/kapita/tahun pada tahun 2003. Hal ini menunjukan bahwa gandum
telah menjadi makanan pokok setelah beras dan jagung. Konsumsi
yang semakin meningkat tersebut menjadikan Indonesia harus mengimpor
gandum (Sihotang et al., 2015).
II

Uraian Bahan

II.2.1 Tepung
Nama Resmi

: Amylum

Nama latin

: Stach

Struktur Kimia

: C6H10O5

Pemerian

: Serbuk halus, putih, tidak berbau, tidak


terasa

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dingin dan


dalam

etanol

dingin

(96%P).

Membengkak seketika dalam air 5-10


menit pada suhu 3780 C. Menjadi larut
air

panas

pada

suhu

diatas

suhu

gelatinasi . Parsial larut kedalam dimetil


sulfoksida dan dimetilformamida
Indikasi

:-

BM

:-

Penyimpanan

: dilindungi dari kelembababan yang tinggi

(Depkes RI, 1979).


III. PRINSIP
III.1 Prinsip Reaksi
III.2 Prinsip Kerja
Kehilangan bobot yang terjadi pada pemanasan dalam oven
dengan suhu 1000 - 105

IV.

selama 1 jam.

ALAT DAN BAHAN


IV.1 Alat
Alat alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1 Desikator
2 Tanur
3 Timbangan
IV.2 Bahan

Bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :


1

Sampel aneka tepung (tepung terigu, tepung tapioka, tepung


beras, dan tepung jagung).

V.

CARA KERJA
Cawan
Pengabuan
- dibakar dalam tanur pada suhu 1050 C
- didinginkan dalam desikator selama 15
-

menit
ditimbang

2 gram sampel
-

ditimbang didalam cawan


dimasukkan kedalam tanur
dipanaskan hingga suhu 5000 C selama
6 jam

Tanur
-

dimatikan
dibuka setelah mencapai suhu 1050 C

Cawan

Hasil

diambil
ditimbang

Anda mungkin juga menyukai