Anda di halaman 1dari 7

Pencegahan adalah suatu upaya agar yang petugas fisioterapis tidak tertular infeksi

nosokomial. Upaya pencegahan agar tidak tertular dari penyakit tersebut yakni : 1)
Cuci tangan a)
Cuci Tangan Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi. b)
Cuci Tangan Segera setelah melepas sarung tangan.

CA dan pengguna Peacemaker (alat pacu jantung), Adanya logam didalam tubuh atau
menempel pada kulit (Penggunaan Plat, Screw pasca operasi ortophedi), Gangguan sensorik
pada kulit dan yang wanita mengandung khusus daerah pelvic. Sedangkan
Microwave Diathermy
(MWD) merupakan konversi energi radiasi elektromagnetik (gelombang radar) menjadi
panas. Untuk pemakaian klinik, frekuensinya 2.456 dan 915 MHz. Penetrasi berbeda antara
2.456 MHz (kurang dari SWD) dengan frekuensi 915 MHz (lebih dari SWD). Untuk manfaat
serta indikasi dan kontraindikasinya hampir sama dengan SWD.
Ultrasound
(US) merupakan konversi energi suara frekuensi tinggi (Vibrasi mekanik 0,7

1 megacycle perdetik) panas dengan penetrasi dalam (3-5 cm). Manfaatnya yakni : Untuk
mengurangi ketegangan otot Untuk mengurangi rasa nyeri, Untuk memacu proses
penyembuhan pada
soft
tissue
. Sedangkan indikasinya yakni : Kondisi peradangan sub akut dan kronik Kondisi traumatic
sub akut dan kronik Adanya jaringan parut pada kulit sehabis luka operasi / luka bakar
Kondisi ketegangan,pemendekan,dan perlengketan jaringan lunak (otot,tendon, dan
ligament ) Kondisi inflamasi kronik. Untuk kontraindikasinya adalah Jaringan lembut seperti
mata, ovarium, testis, otak, Jaringan yang baru sembuh, jaringan/ granulasi baru

Kehamilan,khusus pada daerah uterus Pada daerah yang sirkulasi darahnya tidak adekuat
( tidak mencukupi ) dan Tanda-tanda keganasan Infeksi bakteri. Resiko pada pengguanaan
alat-alat tersebut berpotensi terjadinya radiasi yang mengakibatkan gangguan secara
fisiologis pada jaringan tubuh manusia, namun dampak tersebut dapat di hindari dan dicegah
apabila fisioterapis mengetahui indikasi dan kontraindikasi serta dosis terapi dari alat terapi
yang menggunakan gelombang elegtromagnetik. d.
Faktor Resiko Psikososial pada Fisioterapis Faktor Resiko Psikososial pada pekerja dibidang
pelayanan terutama fisioterapis, sepertinya hampir sama dengan tenaga kesehatan lainnya,
karena pressure kerja yang tinggi, tuntutan pelayanan dari pasien, kerja sift, rutinitas yang
hampir sama tiap harinya, serta bayangan resiko tertular penyakit dari pasien. Hal tersebut
yang menjadi kebanyakan resiko gangguan psikososial pada fisioterapis. Solusi untuk
mengurangi dampak psikososial tersebut maka diperlukan keterlibatan perusahaan untuk
memberikan suatu kebijakan misalnya : memberikan Gaji yang sesuai dengan pekerjaan,
Reward terhadap pekerja yang berprestasi,
mengikutkan pekerja dalam acara atau kegiatan seperti seminar, dan workshop, alat
perlindungan diri saat bekerja, ansuransi serta menjamin layanan kesehatan bagi pekerja
tersebut, dan lain-lain. Hal demikian bila diterapkan pada perusahaan maka dampak
psikososial pada pekerja akan berkurang bahkan terhindar.
KESIMPULAN
Beberapa faktor kesehatan keselamatan kerja (K3) seperti faktor Fisik, Ergonomi,
Psikososial, dan faktor Biologis merupakan hal yang sering terjadi dilingkungan kerja
fisioterapis, dan menjadi sebuah gambaran bagi semua pihak yang membutuhkan, sehingga
tercipta keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. 2014. Chest Physiotherapy and Cardiopulmonary. Physiotherapy Department of
Queen Elizabeth Hospital. Hongkong Diakses pada 05 Juni 2014.
http://www3.ha.org.hk/qeh/department/phys/scope.htm#Chest_physiotherapy_&_cardiopulm
onary_care:_ 2.
David, TW Yu. 2010. Early Rehabilitation in Intensive Care Unit . Queen Elizabeth Hospital.
Hongkong. Diakses pada 05 Juni 2014. http://www.hkresp.com/index.php/usefulresources/128-critical-care/666-2010-may-early-rehabilitation-in-intensive-care-unit 3.
Departemen Ketenagakerjaan. 2014.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013
. Hukum Online. Diakses pada 02 Juni 2014.
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/fl51927/parent/13146 4.
Kementrian Kesehatan. 2007.
Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 432 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
. Departemen Kesehatan. Jakarta. Diakses 03 Juni 2014. http://www.depkes.go.id 5.
Kementrian Kesehatan. 2013.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan praktik Fisioterapis

. Departemen Kesehatan. Jakarta. Diakses Pada 03 Juni 2014.


http://ifi.or.id/upload/file/PERMENKES_No.80_Tahun_2 6.
Khoiriah, Irma Nur. 2012.
Administrasi Rumah Sakit :Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Rumah Sakit
. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai