Anestesi Inhalasi
SMF ANESTESIOLOGI
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIKA ATMA JAYA
2014
Anestesi Inhalasi
Konsep utama
1. Studi mengenai hubungan antara dosis obat, konsentrasi obat pada jaringan, dan waktu
onset disebut dengan farmakokinetik (bagaimana tubuh mempengaruhi obat). Studi
mengenai kerja obat, termasuk respons toksik, disebut dengan farmakodinamik
(bagaimana sebuah obat mempengaruhi tubuh).
2. Semakin besar ambilan gas anestesi, maka semakin besar pula perbedaan antara
konsentrasi inspirasi dan konsentrasi alveolar, dan semakin lambat kecepatan induksi.
3. Tiga faktor yang mempengaruhi ambilan agen anestesi: kelarutan dalam darah, aliran
darah alveolus, dan perbedaan tekanan parsial antara gas dalam alveolus dan dalam
vena.
4. Keadaan output rendah mengakibatkan pasien rentan terhadap kejadian overdosis oleh
agen terlarut, disebabkan karena kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar akan
meningkat.
5. Banyak faktor yang mempercepat induksi juga mempercepat pasien mencapai
kesadaran kembali: eliminasi gas ekspirasi, aliran udara segar yang tinggi, volume
sirkuit anestesi yang rendah, absorpsi yang rendah dari sirkuit anestesi, penurunan
solubilitas, aliran darah otak yang tinggi, dan ventilasi yang meningkat.
6. Anestesi umum adalah perubahan status fisiologis yang ditandai dengan penurunan
kesadaran yang reversibel, analgesia pada seluruh tubuh, amnesia, dan relaksasi otot.
7. Hipotesis yang disepakati secara umum adalah bahwa seluruh agen inhalasi memiliki
mekanisme kerja yang sama pada level molekuler. Hal ini didukung oleh observasi
yang dilakukan terhadap potensi anestesi dari gas inhalan. Sifat anestetik dari gas
inhalan berbanding lurus dengan kelarutan gas tersebut dalam lemak.
8. Konsentasi minimum alveolar (minimum alveolar concentration/MAC) adalah
konsentrasi alveolar dari gas inhalan anestetik yang dapat mencegah pergerakan dari
50% pasien sebagai respons terhadap suatu stimulus.
9. Paparan jangka lama terhadap konsentrasi anestetik dari gas N 2O dapat menyebabkan
depresi sumsum tulang (anemia megaloblastik) dan bahkan defisiensi neurologis
(neuropati perifer dan anemia pernisiosa).
10. Hepatitis halotan merupakan kasus yang sangat jarang (1 kasus dari 350.000). Pasien
yang terpapar terhadap berbagai gas anestesi halotan dalam jangka pendek, wanita
paruh baya yang mengalami obesitas, dan pasien dengan predisposisi familial atau
pengalaman pribadi terhadap toksisitas halotan memiliki resiko lebih tinggi terkena
hepatitis halotan.
11. Isofluran mengakibatkan vasodilatasi dari arteri koroner, namun tidak memiliki potensi
sebaik nitrogliserin ataupun adenosin. Dilatasi dari arteri koroner yang normal secara
teoritis dapat mengakibatkan aliran darah berkurang pada daerah yang mengalami
stenosis. Telah banyak penelitian dilakukan untuk meneliti apakah coronary steal
syndrome dapat mengakibatkan iskemik miokard regional selama episode takikardia
atau penurunan tekanan perfusi.
12. Solubilitas desfluran yang rendah dalam darah dan jaringan tubuh mengakibatkan
washin dan washout yang sangat cepat.
13. Peningkatan konsentrasi desfluran secara cepat mengakibatkan peningkatan nadi,
tekanan darah, dan jumlah katekolamin sementara yang lebih menonjol dibandingkan
dengan peningkatan yang disebabkan oleh isofluran, terutama pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular.
14. Sevofluran merupakan agen anestesi inhalasi yang baik untuk induksi pasien pediatri
dan pasien dewasa. Hal ini disebabkan karena peningkatan yang cepat dari konsentrasi
alveolar dari sevofluran.
Dinitrogen oksida (N2O), kloroform, dan eter merupakan agen anestesi umum pertama yang
diterima secara umum. Etil klorida, etilen, dan siklopropan juga pernah digunakan;
siklopropan terutama lebih popular akibat sifat induksinya yang cepat. Setelah penggunaan
siklopropan, pasien sadar kembali tanpa disertai gejala delirium. Akibat sifatnya yang toksik
dan mudah terbakar, siklopropan kemudian tidak digunakan lagi.
Metoksifluran dan enfluran, dua agen halogen yang pernah digunakan selama beberapa tahun,
sudah tidak digunakan lagi akibat toksisitas dan efektifitas. Metoksifluran merupakan agen
inhalasi yang poten, namun sifat kelarutannya yang tinggi dan tekanan uapnya yang rendah
membatasi kecepatan induksi dan kembalinya kesadaran. Sebanyak hamper 50% dari
metoksifluran dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450 menjadi ion florida bebas (F -), asam
oksalat, dan zat nefrotoksik lainnya. Metoksifluran dihubungkan dengan gagal ginjal yang
bersifat resisten terhadap vasopresin dan memiliki output tinggi yang sering dikaitkan dengan
peningkatan kadar F- di atas 50 mol/L. Enfluran memiliki bau yang tidak tajam dan tidak
mudah terbakar pada konsentrasi klinis. Enfluran menekan kontraksi otot jantung dan
membuat miokard peka terhadap epinefrin. Ia juga meningkatkan sekresi cairan serebrospinal
(CSF) dan tahanan terhadap aliran CSF. Selama anestesi yang dalam, perubahan frekuensi
tinggi dan voltase tinggi dari electroencephalographic (EEG) dapat dapat berkembang menjadi
suatu pola spike-and-wave yang sering terdapat pada kejang tonik klonik.
Meski kloroform, eter, methoxyflurane, dan enflurane sudah tidak lagi yang digunakan di
Amerika Serikat (terutama oleh karena masalah dengan toksisitas dan mudah terbakar), lima
zat inhalasi yang terus digunakan di dalam anestesi klinis: dinitro oksida, halotan, isoflurane,
desflurane, dan sevoflurane.
Keadaan anestesi umum dapat dibedakan menjadi tiga fase: (1) induksi (2) maintenance, dan
(3) pemulihan. Anesthesi inhalasi bermanfaat terutama untuk menginduksi pasien pediatri
karena sulitnya pemasangan jalur intravena. Sebaliknya, orang dewasa biasanya lebih
menyukai induksi cepat dengan zat intravena, meski sevofluran dengan sifatnya yang tidak
berbau dan onset cepat membuatnya menjadi pilihan yang baik untuk induksi dengan gas pada
dewasa. Dengan mengabaikan usia pasien, pemeliharaan anestesi lebih disukai menggunakan
gas inhalan. Pemulihan dipengaruhi terutama oleh kecepatan eliminasi gas dari paru-paru.
Karena uniknya rute pemberian, anestesi inhalasi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh
zat anestesi yang lain. Sebagai contoh, paparan obat terhadap sirkulasi paru-paru
menyebabkan obat tersebut lebih cepat muncul di arteri daripada administrasi secara intravena.
Studi mengenai hubungan antara dosis obat, konsentrasi obat pada jaringan, dan waktu onset
disebut dengan farmakokinetik (bagaimana tubuh mempengaruhi obat). Studi mengenai kerja
obat, termasuk respons toksik, disebut dengan farmakodinamik (bagaimana sebuah obat
mempengaruhi tubuh).
Setelah uraian secara umum dari farmakokinetika dan farmakodinamik dari anestesi inhalasi,
bab ini akan membahas mengenai farmakologi klinis dari setiap agen anestesi.
Farmakokinetik dari Anestesia Inhalasi
Meskipun mekanisme kerja dari anestesi inhalasi tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa
mekanisme kerja mereka tergantung kepada pencapaian konsentrasi pada jaringan di sistem
saraf pusat. Ada banyak langkah-langkah antara pemberian anestesi dari sebuah vaporizer
hingga penyerapannya di otak, (Gambar 71).
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Inspirasi (Fi)
Udara segar yang keluar dari mesin anestesi bercampur dengan gas yang ada di dalam sirkuit
pernafasan sebelum diinspirasi oleh pasien. Oleh karena itu, pasien itu tidak menerima gas
sesuai konsentrasi yang telah diset pada vaporizer. Komposisi yang sesungguhnya dari
campuran gas inspirasi tergantung pada laju udara segar, volume dari sistem pernafasan, dan
segala sesuatu yang diserap oleh mesin atau sirkuit pernafasan. Semakin tinggi laju udara
segar, maka semakin kecil volume sistem pernafasan, dan semakin rendah absorpsi sirkuit,
semakin dekat konsentrasi gas inspirasi dengan konsentrasi udara segar. Secara klinis, hal ini
berakibat pada peningkatan kecepatan induksi dan waktu pemulihan.
Gambar 71.
pulmonal selama induksi, konsentrasi alveolar lebih rendah dari konsentrasi inspirasi (Fa/Fi <
1,0). Semakin besar semakin pengambilan, semakin lambat kecepatan peningkatan konsentrasi
alveolar dan semakin rendah rasio Fa:Fi.
Karena konsentrasi gas berbanding lurus terhadap tekanan parsialnya, peningkatan tekanan
parsial pada alveolus juga menjadi semakin lambat. Tekanan parsial alveolus penting karena
menentukan tekanan parsial zat anestesi di dalam darah dan, tentunya, di dalam otak. Secara
bersamaan, tekanan partial dari sebagian zat anestesi di dalam otak berbanding lurus dengan
konsentrasi gas pada jaringan otak, yang menentukan pengaruh klinisnya.
Oleh karena itu, semakin besar penyerapan zat anestesi maka semakin besar perbedaan antara
konsentrasi inspirasi dan konsentrasi alveolar, dan semakin rendah laju induksi.
Tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan zat anestesi adalah kelarutan di dalam darah,
aliran darah alveolus, dan perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dan darah vena.
Zat-zat yang tidak larut, seperti dinitro oksida, akan diserap oleh darah lebih sedikit daripada
zat yang mudah larut, seperti halotan. Akibatnya, konsentrasi alveolar dari dinitro oksida
meningkat lebih cepat daripada halotan, dan induksinya pun lebih cepat. Daya larut relatif dari
zat anestesi di dalam udara, darah, dan jaringan dinyatakan sebagai koefisien partisi (Tabel 7
1). Masing-masing koefisien adalah rasio konsentrasi dari gas anestesi dalam dua fase saat
ekuilibrium. Ekuilibrium tersebut didefinisikan sebagai tekanan parsial yang sama dalam dua
fase. Semakin besar koefisien darah/gas, semakin besar daya larut zat anestesi dan semakin
besar yang diserap oleh sirkulasi paru-paru. Sebagai contoh, koefisien parsial darah/gas dari
dinitrooksida adalah 0.47. Dengan kata lain, dalam ekuilibrium, 1 mL darah mengandung
dinitrooksida sebanyak 0.47 dari kandungannya dalam alveolus. Sedangkan halotan memiliki
koefisien parsial darah/gas 2.4. Artinya, halotan yang diperlukan untuk mencapai keadaan
ekuilibrium lebih banyak hingga 5x lipat dibandingkan gas N2O. Sebagai akibat dari tingginya
kelarutan dalam darah, tekanan parsial alveolar meningkat lebih lambat dan mengakibatkan
induksi yang lebih panjang. Karena koefisien parsial lemak/ darah lebih besar dari 1, hal
tersebut membuat daya larut darah/gas meningkat oleh lipidemia postprandial dan menurun
oleh anemia.
Darah/Gas
Otak/Darah
Otot/Darah
Lemak/Darah
Nitrous oxide
0.47
1.1
1.2
2.3
Halothane
2.4
2.9
3.5
60
Isoflurane
1.4
2.6
4.0
45
Desflurane
0.42
1.3
2.0
27
Sevoflurane
0.65
1.7
3.1
48
Faktor kedua yang mempengaruhi ambilan gas adalah aliran darah alveolar tanpa adanya
shunting pada paru-paru yang dapat disamakan dengan curah jantung. Jika curah jantung
menurun sampai nol, makan penyerapan gas anestesi juga akan menjadi nol. Jika curah
jantung meningkat maka penyerapan anestesi akan meningkat, terjadi perlambatan dalam
peningkatan tekanan parsial alveolar, dan akhirnya mengakibatkan induksi semakin lama. Efek
dari perubahan curah jantung lebih sedikit pada gas anestesi yang tidak mudah larut karena
yang diserap tetap sedikit dan tidak tergantung pada aliran darah alveolar. Keadaan output
yang rendah adalah predisposisi bagi pasien untuk overdosis dengan zat yang mudah larut,
yang diakibatkan karena peningkatan pada konsentrasi alveolar terjadi lebih cepat. Kadar gas
anestesi yang lebih tinggi daripada kadar yang dapat diantisipasi, yang mana juga akan
mendepresi myocardial (contoh: halotan), akan menciptakan umpan balik positif dengan
menurunkan curah jantung lebih jauh.
Faktor terakhir yang mempengaruhi penyerapan gas anestesi oleh sirkulasi paru-paru adalah
perbedaan tekanan parsial antara gas dan darah vena. Perbedaan ini tergantung pada
pengambilan gas oleh jaringan. Jika zat anestesi tidak dapat melewati organ seperti otak,
tekanan parsial vena dan alveolar akan menjadi sama dan tidak akan ada penyerapan paruparu. Perpindahan zat anestesi dari darah ke jaringan ditentukan oleh tiga faktor yang analog
dengan sistem penyerapan yaitu: daya larut zat dalam jaringan (koefisien partisi
jaringan/darah), aliran darah jaringan, dan perbedaan pada tekanan parsial antara darah arteri
dan jaringan.
Jaringan dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan daya larut zat dan aliran darah
(tabel 72). Kelompok jaringan yang kaya akan perfusi (otak, jantung, hati, ginjal, dan organ
endokrin) adalah organ-organ yang pertama mengambil sebagian zat anestesi dalam jumlah
yang cukup banyak. Daya larut sedang dan kapasitas volume yang kecil mengakibatkan organ
tersebut adalah organ yang pertama diisi (tekanan parsial arteri dan jaringan sama). Kelompok
otot (kulit dan otot) tidak memiliki perfusi yang baik, maka penyerapannya lebih lambat.
Sebagai tambahan, kapasitas kulit dan otot lebih besar karena volume yang lebih besar, dan
penyerapan akan tertahan selama berjam-jam. Perfusi kelompok lemak hampir sama dengan
kelompok otot, hanya daya larut yang luar biasa dari zat anestesi di dalam lemak
mengakibatkan kapasitas total (daya larut jaringan/darah melawan volume jaringan) akan
berhari-hari diisi. Perfusi yang minimal dari kelompok yang miskin pembuluh darah (tulang,
ligamen, gigi, rambut, dan tulang rawan) mengakibatkan penyerapan yang tidak signifikan.
Tabel 7-2 Gelompok Jaringan berdasarkan perfusi dan daya larut
Karakteristik
Pembl.
Darah
kaya
Darah
yang
miskin
10
50
20
20
75
19
Perfusi(mL/min/100 g) 75
20
awal yang curam diakibatkan oleh pengisian alveolus saat awal. Laju peningkatan melambat
seiring dengan grup yang kaya akan perfusi dan akhirnya grup otot mencapai kapasitasnya.
Ventilasi
Penurunan tekanan partial alveolar oleh karena penyerapan dapat dilawan dengan peningkatan
ventilasi. Dengan kata lain, penggantian terus menerus dari pengambilan zat anestesi oleh
aliran pemuluh darah paru-paru menghasilkan pemeliharaan konsentrasi alveolar yang baik.
Efek dari peningkatan ventilasi akan lebih nyata pada peningkatan Fa/Fi dari zat anestesi yang
memiliki daya larut tinggi, sebagaimana mereka lebih banyak diserap. Karena Fa/Fi tinggi
untuk zat-zat yang tidak dapat larut dengan mudah, peningkatan ventilasi mempunyai efek
minimal. Berlawanan dengan pengaruh dari zat anestesi pada curah jantung, zat anestesi akan
menekan ventilasi (seperti halotan) dan menurunkan laju kenaikan konsentrasi alveolar dan
menghasilkan umpan balik yang negatif.
Grafik 72.
FA rises toward FI faster with nitrous oxide (an insoluble zatt) than with halothane (a soluble
zatt). See Figure 71 for an explanation of FA and FI.
(Modified and reproduced, with permission, from Eger EL II: Isoflurane[Forane]: A
Reference and Compendium. Ohio Medical Products, 1981.)
Konsentrasi
Efek dari penyerapan dapat juga dikurangi oleh peningkatan konsentrasi inspirasi.
Menariknya, peningkatan konsentrasi inspirasi tidak hanya meningkatkan konsentrasi alveolar
tetapi juga meningkatkan laju kenaikan (dengan kata lain meningkatkan
Fa/Fi). Ini
merupakan pengaruh dari efek konsentrasi (lihat gambar 7 1) yang sebenarnya hasil dari
dua fenomena. Pertama yang membingungkan disebut efek konsentrasi. Jika 50% dari suatu
zat anestesi diserap oleh sirkulasi paru-paru, konsentrasi inspirasi 20% (20 bagian dari zat
anestesi per 100 bagian gas) akan menghasilkan konsentrasi alveolar 11% (10 bagian dari zat
anestesi yang sisa dalam total volume dari 90 bagian gas ). Di lain pihak, jika konsentrasi
inspirasi ditingkatkan menjadi 80% (80 bagian anestesi per 100 bagian gas), konsentrasi
alveolar akan menjadi 67% (40 bagian anestesi yang sisa dalam total volume 60 bagian gas).
Jadi, dengan demikian, meskipun 50% zat anestesi diserap oleh kedua contoh, konsentrasi
inspirasi yang tinggi akan menghasilkan suatu konsentrasi alveolar lebih tinggi mengakibatkan
suatu konsentrasi alveoli yang tidak sebanding dan jauh lebih tinggi. Di dalam contoh ini,
meningkatkan konsentrasi yang sebanyak 4x lipat mengakibatkan suatu peningkatan 6x lipat
di dalam konsentrasi yang alveoli. Pada contoh yang lebih ekstrim adalah inspirasi konsentrasi
gas anestesi 100% (100 bagian-bagian dari 100), meskipun dengan pengambilan 50%, akan
mengakibatkan satu konsentrasi alveolar sebanyak 100% (50 bagian anestesi di suatu total
volume dari 50 bagian dari gas).
Peristiwa yang kedua bertanggung jawab terhadap adanya pengaruh konsentrasi adalah
pengaruh aliran gas yang ditambahkan. Menggunakan contoh di atas, 10 bagian dari gas yang
diserap yang harus digantikan oleh satu volume sama dari campuran 20% untuk mencegah
kolapsnya alveoli. Dengan demikian, konsentrasi alveoli menjadi 12% (10 ditambah 2 bagian
dari anestesi di suatu jumlah keseluruhan dari 100 bagian gas). Sebaliknya, setelah penyerapan
50% dari gas anestesi di dalam campuran gas 80%, 40 bagian gas dari 80% harus diinspirasi.
Hal ini meningkatkan lebih lanjut konsentrasi alveoli dari 67% ke 72% (40 bagian ditambah
32 bagian dari gas anestesi dalam volume 100 bagian dari gas).
Pengaruh konsentrasi lebih signifikan pada penggunaan dinitrooksida dibanding dengan
anestesi yang mudah menguap, karena N2O dapat digunakan pada konsentrasi yang jauh lebih
tinggi. Meskipun begitu, suatu konsentrasi yang tinggi dari N2O akan meningkatkan (dengan
mekanisme yang sama) tidak hanya pengambilan N2O sendiri, namun secara teoritis juga
meningkatkan penyerapan agen anestesi volatil yang diberikan secara bersamaan. Pengaruh
dari konsentrasi dari suatu gas terhadap gas lain disebut dengan efek gas kedua, yang
merupakan hal yang tidak signifikan dalam praktek klinis anestesiologi.
Grafik 73.
The rise and fall in alveolar partial pressure precedes that of other tissues.
(Modified and reproduced, with permission, from Cowles AL et al: Uptake and distribution of
inhalation anesthetic zatts in clinical practice. Anesth Analg 1968;4:404.)
Pemulihan dari anestesi bergantung pada penurunan konsentrasi agen anestesi di dalam
jaringan otak. Zat anestesi dapat dieliminasi oleh biotransformasi, kehilangan via transkutan,
atau pernafasan. Biotransformasi biasanya memegang peran dalam peningkatan yang minimal
di dalam penurunan dari tekanan parsial alveolus. Dampaknya yang terbesar adalah pada
pengeliminasian gas anestesi mudah larut yang mengalami metabolisme ekstensif (misalnya:
methoxyflurane).
Besarnya
biotransformasi
halotan
dibandingkan
dengan
isofluran
menyebabkan pengeliminasian halotan yang lebih cepat, meskipun halotan lebih dapat larut.
Kelompok isozim sitokrom P-450 (secara rinci CYP 2EI) memiliki peran penting di dalam
metabolisme dari beberapa agen anestesi yang mudah menguap. Difusi agen anestesi melalui
kulit tidak signifikan.
Rute yang paling penting untuk pengeliminasian agen anestesi adalah alveolus. Banyak faktor
yang mempercepat induksi juga mempercepat pemulihan: eliminasi dari inspirasi ulang,
tingginya aliran udara segar, volume sirkuit anestesi yang rendah, penyerapan rendah oleh
sirkuit yang anesthetic, daya larut yang kurang, aliran darah cerebral tinggi (CBF), dan
peningkatan ventilasi. Eliminasi N2O sangat cepat sehingga oksigen dan CO 2 pada alveolus
mengalami dilusi. Hal ini menyebabkan hipoksia difusi yang dapat dicegah dengan
memberikan 100% oksigen selama 5-10 menit setelah menghentikan N 2O. Kecepatan
pemulihan biasanya lebih cepat dari induksi karena jaringan yang belum mencapai ekuilibrium
akan terus menyerap agen anestesi hingga tekanan parsial di jaringan melebihi tekanan parsial
alveolar. Sebagai contoh, lemak akan terus menyerap agen anestesi dan menunda pemulihan
hingga tekanan parsial jaringan lemak melebihi tekanan parsial alveolar. Redistribusi ini tidak
selalu ada setelah anestesi jangka lama sehingga kecepatan pemulihan dipengaruhi oleh
jangka waktu pemberian anestesi.
FARMAKODINAMIK ANESTESI INHALASI
TEORI DARI MEKANISME ANESTESI
Anestesi umum adalah perubahan status fisiologis yang ditandai dengan penurunan kesadaran
yang reversibel, analgesia pada seluruh tubuh, amnesia, dan relaksasi otot. Kumpulan unsur
yang mampu menghasilkan anestesi umum adalah: unsur-unsur yang bersifat inert (xenon), zat
anorganik sederhana (N2O), hidrokarbon berhalogen (halotana), dan struktur organik kompleks
(barbiturat). Suatu teori seragam yang menjelaskan tindakan anestesi harus mengakomodasi
keanekaragaman struktur ini. Faktanya, berbagai zat-zat mungkin menghasilkan anestesi
melalui metode yang berbeda (teori zat-spesifik). Sebagai contoh, opioid berinteraksi dengan
reseptor stereospesifik, sedangkan inhalan tidak mempunyai suatu hubungan struktur-aktivitas
yang predominan (reseptor opioid mungkin memediasi beberapa efek minor inhalan).
Tidak didapatkan adanya satu daerah aksi makroskopik yang dimiliki oleh semua inhalan.
Daerah otak spesifik yang dipengaruhi oleh berbagai agen anestesi adalah reticular activating
system, korteks serebri, nukleus kuneatus, korteks olfaktori, dan hipokampus. Agen anestesi
telah menunjukkan efek penekanan transmisi eksitatorik pada medulla spinalis, terutama pada
interneuron di kornu dorsalis yang terlibat dalam transmisi nyeri. Aspek berbeda dari anestesia
dapat dikaitkan dengan perbedaan daerah mekanisme aksi dari zat anestesi. Sebagai contoh,
keadaan pingsan dan hilang ingatan mungkin diperantarai oleh mekanisme aksi agen anestesi
padaa daerah korteks cerebri, sedangkan supresi dari penghindaran terhadap nyeri dapat
dihubungkan dengan efek terhadap daerah subkortikal seperti medula spinalis atau batang
otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa penyingkiran korteks cerebri tidak mengubah
potensi dari zat anestesi.
Pada tingkat mikroskopis, transmisi sinaps lebih sensitif terhadap agen anestesi umum
dibandingkan dengan konduksi axon, walaupun axon dengan diameter kecil lebih mungkin
rentan.
Hipotesis yang disepakati secara umum adalah bahwa seluruh agen inhalasi memiliki
mekanisme kerja yang sama pada level molekuler. Hal ini didukung oleh observasi yang
dilakukan terhadap potensi anestesi dari gas inhalan. Sifat anestetik dari gas inhalan
berbanding lurus dengan kelarutan gas tersebut dalam lemak (Aturan Meyer-Overton).
Implikasinya adalah anestesia merupakan hasil dari molekul yang larut pada daerah lipofilik
yang spesifik. Tentu saja, tidak semua molekul-molekul yang dapat larut dalam lemak adalah
agen anestesi (beberapa sebenarnya konvulsan), dan korelasi antara potensi anestesi dan
kelarutan dalam lipid hanya merupakan perkiraan (Gambar 7-4).
Membran neuron memiliki banyak lokasi hidrofobik di dalam lapisan fosfolipid bilayernya.
Agen anestesi yang terikat pada daerah ini dapat memperluas bilayer melebihi jumlah kritikal,
mengubah fungsi membran (hipotesis volume kritikal). Meskipun teori ini mungkin adalah
penyederhanaan yang berlebihan, hal itu menjelaskan satu peristiwa yang menarik:
pembalikkan anestesia oleh peningkatan tekanan. Hewan laboratorium yang terpapar terhadap
peningkatan tekanan statis mengembangkan resistensi terhadap efek anestesi. Kemungkinan
tekanan itu mengubah molekul dari membran, meningkatan kebutuhan zat anestesi.
Pengikatan zat anestesi dapat memodifikasi membran secara signifikan. Dua teori menyatakan
gangguan pada bentuk membran (teori fluidisasi dari anestesia dan teori pemisahan tahap
lateral); teori lain mengusulkan penurunan konduksi membran. Mengubah struktur membran
dapat menghasilkan anestesia dengan sejumlah cara. Sebagai contoh, permeabilitas terhadap
elektrolit dapat diubah dengan mengganggu kanal ion. Secara alternatif, protein membran
yang bersifat hidrofobik dapat mengalami perubahan konformasional. Dalam kejadian
manapun, fungsi sinaptik dapat dihambat.
Tindakan anesthetic umum dapat terhadi karena perubahan di dalam salah satu dari berbagai
sistem seluler termasuk kanal ion yang berligan, fungsi messenger kedua, atau reseptor
neurotransmitter. Sebagai contoh, banyak agen anestesi meningkatkan inhibisi oleh gamma
aminobutyric (GABA) pada sistem saraf pusat. Lebih lanjut, reseptor agonis GABA nampak
meningkatkan efek anestesi, sedangkan antagonis GABA membalikkan beberapa efek
anestesi. Nampaknya ada korelasi kuat antara potensi anestesi dan potensiasi dari aktivitas
reseptor GABA. Dengan demikian, tindakan anestesi mungkin berhubungan dengan
pengikatan hidrofobik terhadap kanal protein (reseptor GABA).
Modulasi fungsi GABA mungkin merupakan mekanisme penting dalam kerja obat anestesi.
Konsentrasi Minimum Alveoli
Konsentrasi minimum alveoli (MAC) dari suatu anestesi yang diinhalasi adalah konsentrasi
alveoli yang dapat mencegah gerakan pada 50% dari pasien sebagai jawaban atas suatu
stimulus yang distandardisasi (misalnya, pemotongan yang terkait pembedahan). MAC adalah
suatu ukuran yang bermanfaat karena mencerminkan tekanan parsial otak, menghitung potensi
berbagai zat relatif terhadap zat lainnya, dan menyediakan suatu patokan untuk percobaan
(Tabel 7-3). Meskipun begitu, MAC harus diaanggap sebagai statistik rata-rata yang memiliki
nilai terbatas ketika berhadapan dengan pasien, terutama pada waktu terjadinya perubahan
konsentrasi alveolar yang cepat (contohnya induksi).
Nilai MAC dari berbagai zat dapat dianggap bersifat aditif. Sebagai contoh, suatu campuran
dari 0.5 MAC dari N2O (53%) dan 0.5 MAC dari halotan (0.37%) kira-kira memiliki sifat
depresi sistem saraf pusat yang sama dengan 1.0 MAC isoflurane (1.7%). Berlawanan dengan
depresi sistem saraf pusat, derajat depresi miokard mungkin tidak sama pada nilai MAC yang
sama: 0.5 MAC halotan menyebabkan depresi miokard yang lebih dibandingkan 0.5 MAC
N2O. MAC mewakili hanya satu titik pada kurva dosis-respons ekuivalen dengan median
dosis efektif (ED50). MAC yang multipel berguna secara klinis apabila kurva dosis-respons
dari agen anestesi yang dibandingkan paralel, lurus dan kontinyu untuk efek yang diprediksi.
Secara kasar, 1.3 MAC dari anestesi volatil apapun (contoh halotan: 1.3 x 0.74% = 0.96%)
dapat mencegah pergerakan pada 95% (perkiraan dari ED95); 0.3-0.4 MAC diasosiasikan
dengan pemulihan kesadaran dari anestesi (MAC awake).
Grafik 74.
There is a good but not perfect correlation between anesthetic potency and lipid solubility.
MAC, minimum alveolar concentration.
(Modified and reproduced, with permission, from Lowe HJ, Hagler K: Gas Chromatography
in Biology and Medicine. Churchill, 1969.)
MAC dapat diubah oleh beberapa variabel-variabel farmakologis dan fisiologis (Tabel 7-4).
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah penurunan 6% MAC per dekade usia, dengan
mengabaikan anestesi inhalan. MAC relative tidak dipengaruhi oleh spesies, jenis kelamin,
ataupun durasi anestesi. Menariknya, MAC tidak dipengaruhi setelah transeksi dari medulla
spinalis pada tikus, membawa kita kepada kesimpulan bahwa daerah inhibisi anestesi pada
respon motorik terletak pada medulla spinalis.
Zat / Unsur
Structure
Nitrous oxide
1052
Halothane
0.75
243
Isoflurane (Forane)
1.2
240
Desflurane
6.0
681
2.0
160
(Fluothane)
(Suprane)
Sevoflurane
(Ultane)
Variable
Comments
Suhu
Hypothermia
Hyperthermia
if > 42C
Usia
Muda
Tua
Alcohol
Intoksikasi Akut
Chronic abuse
Anemia
Hematocrit < 10%
PaO2
< 40 mm Hg
PaCO2
> 95 mm Hg
Caused
by
<
pH
in
CSF 2
Thyroid
Hyperthyroid
No change
Hypothyroid
No change
Tekanan Darah
MAP < 40 mm Hg
Elektrolit
Hypercalcemia
Hypernatremia
Hyponatremia
Kehamilan
Obat-obataan
Local anesthetics
Opioids
Ketamine
Barbiturates
Benzodiazepines
Verapamil
Lithium
Sympatholytics
Methyldopa
Clonidine
Dexmedetomidine
Except cocaine
Keuntungan
Oxide
JANTUNG
Tekanan Darah
Heart rate
Resistensi
N/C1
N/C
Pemb.
Darah N/C
N/C or
N/C
Sistemik
Cardiac0utput2
N/C
N/C
N/C or
N/C
Nitrous
Oxide
Pernafasan
Tidal volume
Respiratory rate
PaCO2
Resting
N/C
Challenge
Cerebral
Blood flow
Tekanan Intracranial
Cerebral
metabolic
rate
Seizures
Neuromuscular
Blokade Nondepolarizing3
Ginjal
Renal blood flow
Glomerular filtration rate
Urinary output
Hepar
Blood flow
Metabolism4
0.004%
1520%
0.2%
< 0.1%
5%
CEREBRAL
Dengan meningkatkan CBF dan volume darah cerebral, N2O menghasilkan peningkatan
tekanan intrakranial yang ringan. N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen cerebral
(CMRO2). Tingkat N2O di bawah MAC menghilangkan rasa nyeri pada operasi gigi dan
tindakan minor lainnya.
NEUROMUSKULAR
Berlawanan dengan zat anestesi yang lain, N2O tidak menyebabkan relaksasi otot yang
signifikan. Sebenarnya, pada konsentrasi tinggi di dalam kamar hiperbarik, N2O menyebabkan
kekakuan otot rangka. N2O mungkin bukan zat pencetus hipertermi malignan.
GINJAL
Nitro oxida mengurangi aliran darah ke ginjal dengan cara meningkatkan tahanan vaskular ke
ginjal. Hal ini menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan produksi urin.
HEPAR
Aliran darah hepar mungkin turun selama anestesi dengan N2O, tetapi lebih sedikit dibanding
dengan zat anestesi inhalan yang lain.
SALURAN PENCERNAAN
Beberapa studi menyatakan bahwa N2O adalah suatu penyebab mual dan muntah post-operasi,
kiranya disebabkan sebagai hasil pengaktifan chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah di
medula. Studi-studi lain, terutama pada anak-anak, telah gagal menunjukkan hubungan antara
N2O dan mual muntah.
Oleh karena pengaruh N2O terhadap pembuluh darah paru-paru, maka penggunaannya harus
dibatasi pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Tentu saja, N2O harus dibatasi jumlahnya
pada pasien yang memerlukan konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi.
INTERAKSI OBAT
Karena tingginya MAC relatif dari N2O mengakibatkan gas tersebut lebih sering dikombinasi
dengan gas inhalan lainnya yang lebih poten. Penambahan N 2O mengurangi kebutuhan dari
agen inhalan lainnya (65% N2O mengurangi MAC dari anesthesi inhalasi lain kira-kira
sebanyak 50%). N2O tidak meningkatkan efek terhadap sistem respirasi dan sirkulasi dari gas
inhalan lain. N2O meningkatkan efek blokade neuromuscular, namun masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan gas inhalan lain. Konsentrasi N2O yang mengalir melalui vaporizer
dapat mempengaruhi konsentrasi dari gas inhalan yang diberikan. Sebagai contoh, penurunan
konsentrasi N2O (dengan kata lain, meningkatkan konsentrasi oksigen) meningkatkan
konsentrasi gas inhalan volatil meskipun pengaturan pada vaporizer tidak berubah. Perbedaan
ini disebabkan oleh daya larut relatif N2O dan oksigen di dalam agen anestesi volatil.
Pengaruh gas yang kedua sebelumnya telah dibahas.
HALOTAN
Halotan adalah alkana terhalogenasi. Kandungan karbon-florida menyebabkan halotan tidak
dapat terbakar. Dalam halotan terdapat kandungan timol sebagai pengawet. Halotan adalah
jenis anestesi volatil paling murah dan karena sifatnya yang aman menyebabkan halotan
menjadi zat yang paling banyak digunakan.
Efek Pada Sistem Organ
KARDIOVASKULER
Efek pada organ yang pertama yaitu pada kardiovaskular. Halotan menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri sebagai akibat langsung dari depresi miokard. Halotan dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah dan cardiac output sebanyak 50%. Walaupun halotan
menyebabkan vasodilatasi arteri koroner, namun penurunan laju darah pada koroner juga
disebabkan karena penurunan tekanan darah arteri secara sistemik. Walaupun demikian,
perfusi mikoardium yang adekuat masih dapat dipertahankan. Pada keadaan normal, jika
terdapat hipotensi maka baroreseptor pada arkus aorta dan bifurkasio karotis akan dihambat
sehingga menyebabkan penurunan pada stimulasi vagus dan mengadakan kompensasi dengan
meningkatkan laju nadi. Halotan mencegah proses ini terjadi. Konduksi yang melambat pada
SA node akan menyebabkan terjadinya bradikardi. Pada anak, halotan menurunkan cardiac
output melalui kombinasi dari penurunan laju nadi dan kontraksi miokardium. Halotan
mengsensitisasi efek aritmogenik jantung terhadap epinefrin, sehingga pemberian epinefrin
diatas 1.5 g/kg harus dihindari. Fenomena ini dapat disebabkan karena halotan menyebabkan
konduksi kalsium yang melambat.
RESPIRASI
Pada sistem respirasi, halotan menyebabkan pernafasan yang cepat dan dangkal. Laju
pernafasan yang meningkat tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan volume tidal sehingga
menyebabkan ventilasi alveolar menurun dan peningkatan pada PaCo2. Batas ambang apneu
yaitu tingkat PaCo2 tertinggi dimana pasien berada dalam fase apneu, juga meningkat karena
tingkat PaCo2 tidak dikoreksi pada anestesi umum. Begitu juga halotan membatasi
peningkatan ventilasi per menit bahwa dimana pada keadaan normal terjdai peningkatan pada
PaCO2. Efek ventilasi alotan kemungkinan bersifat sentral yaitu depresi medula dan perifer
yaitu mekanisme disfungsi oto interkostal Perubahan-perubahan ini dapat diperberat penyakit
paru-paru yang telah ada ataupun karena proses pembedahan. Peningkatan di PaCO2 dan
penurunan tekanan intratorakal yang menyertai ventilasi secara spontan pada
halotan
membalikkan deprei pada keluaran jantung, tekanan darah, dan laju nadi. pengarah
Halotan dipertimbangkan sebagai suatu bronkodilator yang kuat, karena sering kali
membalikkan bronkospasme akibat asma . Halotan merupakan bronkodilator terbaik di antara
anestesi volatile yang ada saat ini. Proses ini tidak dihambat oleh propranolol, yaitu suatu zat
penghamhat adrenergik. Halotan juga menekan proses pembersihan mukus dari traktus
respiratorius sehingga menyebabkan hipoksia dan atelektasis post operasi.
CEREBRAL
Melalui proses pelebaran kapiler darah serebral, halotan menurunkan resistensi vaskuler
serebral dan meningkatkan cerebral blood flow (CBF). Autoregulasi, yaitu suatu proses untuk
mempertahankan CBF selama perubahan tekanan darah, menjadi kurang berfungsi.
Peningkatan pada tekanan intrakranial dapat dicegah dengan hiperventilasi sebelum
memberikan
halotan.
Aktivitas
sereberal
menjadi
menurun,
menyebabkan
elektroensephalografik melambat.
OTOT SARAF
Halotan menyebabkan relaksasi otot
neuromuscular-blocking agents (NMBA). Seperti zat anestesi volatil lain, halotan dapat
mencetuskan hipertermi malignan.
GINJAL
Halotan menyebabkan penuruan aliran darah renal, glomerular flitration rate (GFR), dan
jumlah urin. Penurunan ini dapat disebabkan karena penurunan tekanan darah dan cardiac
output. Karena penurunan pada aliran darah renal lebih banyak daripada GFR maka fraksi
filtrasi menjadi meningkat. Hidrasi preoperatif dapat membatasi perubahan ini.
HEPAR
Halotan menyebabkan aliran darah menurun dan menyebabkan depresi pada cardiac output.
Halotan menyebabkan metabolisme dan ekskresi dari beberapa obat terganggu (contohnya
fentanil, fenitoin, verapamil).
BIOTRANSFORMASI & TOKSISITAS
Halotan dioksidasi di dalam hati oleh isozim sitokrom P-450 (2EI) dengan metabolitnya yang
pokok, asam trifluoroasetik. Metabolisme ini dapat dihambat dengan pemberian premedikasi
disulfiram. Bromida, suatu zat metabolit oksidatif dapat menyebabkan perubahan status
mental post anestesi. Tanpa oksigen, reduksi metabolisme dapat menghasilkan produk
hepatotoksik yang mengikat
Kelainan fungsi hepar sesudah operasi mempunyai beberapa penyebab: hepatitis virus, perfusi
yang lemah ke hepar, terdapat penyakit hepar yang menyertai sebelumnya, hipoksia hepatosit,
sepsis, hemolisis, cholestasis intrahepatic post operasi, dan drug induced hepatitis. Hepatitis
halotan sangat jarang terjadi (1 per 35,000 kasus). Pasien yang diberikan anestesi halotan
multipel pada interval yang pendek, wanita dengan obesitas, dan pasien yang memiliki riwayat
keracunan dengan halotan memiliki kemungkinan yang meningkat untuk terjadi hepatitis
halotan. Gejalanya yaitu antra lain peningkatan apda kadar alanin dan aspartate transferase,
serta peningkatan bilirubin (yang menyebabkan ikterus), dan ensefalopati.
Penelitian terakhir merujuk pada suatu proses mekanisme imun. Sebagai contoh, beberapa
beberapa geala menunujukkan adanya suatu alergi (misalnya, eosinofilia, ruam, demam) yang
muncul beberapa hari setelah terekspos dengan halotan.
KONTRAINDIKASI
Pada pasien dengna riwayat kelainan hati akibat terekspos dengan halotan sebaiknya tidak
diberikan anestesi dengan halotan. Karena hepatitis halotan sering muncul terutama pada
pasien usia pubertas dan anak-anak, zat anestesi lain seringkali dipilih pada pasien-pasien
tersebut. Tidak terdapat bukti yang menunjukkan perburukan pada pasien dengan penyakit
hepar yang diakibatkan pemberian halotan.
Halotana harus digunakan secara hati-hati pada pasien-pasien dengan massa intrakranial
karena dapat menyebabkan hipertensi intrakranial.
Pada pasien hipovolemik dan beberapa pasien dengan penyakit jantung yang berat (contohnya
pada stenosis aorta) mungkin tidak dapat mentoleransi efek intotropik negatif dari halotan.
Sensitisasi jantung dengan katekolamina membatasi penggunaan halotan ketika epinefrin
eksogen diberikan pada pasien dengan feokromositoma.
INTERAKSI OBAT
Depresi miokardial yang muncul pada halotan dapat diekserbasi oleh -adrenergic blocking
agents (misalnya, propranolol) dan calcium-chanel blocking agents (misalnya, verapamil).
KARDIOVASKULER
Isofluran menyebabkan depresi kardiak yang minimal. Cardiac output dapat dipertahankan
melalui peningkatan pada laju nadi akibat preservasi dari barorefleks dari karotis. Rangsangan
adrenergik yang ringan menstimulasi peningkatkan aliran darah pada otot skelet, penurunan
pada resistensi vaskular dan menurunkan tekanan darah. Peningkatan konsentrasi isofluran
secara cepat mengakibatkan peningkatan temporer laju nadi, tekanan darah, dan kadar plasma
norepinefrin. Isoflurane mengakibatkan dilatasi pada arteri koroner, namun tidak berpotensi
sekuat nitrogliserin atau adenosina. Dilatasi normal dari arteri normal dapat mengakibatkan
darah terlepas dari lesi stenosis. Masih terdapat kontroversi apakah serangan jantung dapat
menyebabkan iskemik miokardial pada saat takikardi ataupun penurunan tekanan perfusi.
Meskipun belum terdapat bukti yang cukup, beberapa anestesiologis menghindari penggunaan
isofluran pada pasien dengan penyakit arteri koroner.
RESPIRASI
Depresi pernapasan pada anestesi dengan isofluran menyerupai zat anestesi inhalasi lainnya,
kecuali terdapat takipneu. Bahkan pada penggunaan isofluran dalam kadar yang rendah (01
MAC) dapat menimbulkan suatu respon ventilasi terdapat hipoksia dan hiperkapnia. Meskipun
demikian, isofluran merupakan suatu bronkodilator yang baik, meskipun tidak sebaik halotan.
CEREBRAL
Pada konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isoflurane meningkatkan CBF dan tekanan
intrakranial. Hal ini lebih jarang muncul jika dibandingkan dengan penggunaan halotan dan
dapat dikembalikan dengan hiperventilasi. Berlawanan dengan halotan, hiperventilasi itu tidak
harus muncul pada awal pemakaian isofluran dengan tujuan untuk mencegah tekanan
intrakranial yang tinggi. Isofluran mengurangi kadar oksigen metabolik, dan pada 2 MAC
yang menghasilkan silent elektroencephalogram. Supresi dapat mengakibatkan perlindungan
pada otak selama episode dari iskemik serebral.
NEUROMUSUKULAR
Isoflurane mengakibatkan relaksasi pada otot rangka skelet.
GINJAL
Isoflurane mengurangi aliran darah ke ginjal, GFR, dan jumlah urin.
HEPAR
Aliran darah ke hepar berkurang selama anestesi dengan isofluran. Suplai oksigen dapat
dipertahankan lebih baik dengan isoflurane jika dibandingkan dengan halotan karena perfusi
arteri hepar dan kadar oksigen pada vena tetap terjaga. Isoflurane mempengaruhi fungsi hati
secara minimal.
BIOTRANSFORMASI & TOKSISITAS
Isoflurane dimetabolisme
meningkat, nefrotoksik jarang terjadi. Sedasi jangka panjang (>24 jam dengan 0.1-0.6%
isoflurane) dapat menimbulkan peningkatan fluoride pada plasma (15-50 mol/L) tanpa adanya
gangguan ginjal. Demikian juga isoflurane mempunyai risiko yang kecil untuk menimbulkan
kerusakan hepar.
KONTRA INDIKASI
Isoflurane tidak memiliki suatu kontraindikasi yang khusus. Pasien dengan hipovoemia berat
mungkin tidak dapat mentolerir efek vasodilatasi yang ditimbulkan.
INTERAKSI OBAT
Epinefrin dapat digunakan dengan aman hingga dosis 4,5 ug/kg.
DESFLURAN
Struktur desfluran sangat serupa dengan isofluran. Perbedaan satu-satunya yaitu terdapat suatu
atom fluorin pada atom klorin isofluran. Daya larut desfluran yang rendah pada jaringan
menyebabkan desfluran cepat dieleminasi setelah proses anestesi. Oleh karena itu, konsentrasi
desfluran pada alveoli lebih sedikit dibandingkan dengan zat volatile lainnya, menyebabkan
perlunya kontrol anestesi yang lebih ketat. Waktu yang diperlukan pasien untuk sadar 50%
lebih sedikit pada pasien yang diikuti dengan pemberian isofluran. Hal ini diakibatkan
koefisien darah/gas (0.42) yang bahkan lebih rendah dari nitrooksida (0.47). Mudah menguap,
duari yang cepat dan potensi sedang merupakan karakteristik utama dari desfluran.
Efek Terhadap Sistim Organ
KARDIOVASKULER
Efek kardiovaskuler desfluran serupa dengan isoflurane. Peningkatan dosis menyebabkan
penurunan pada resistensi vaskuler yang menyebabkan penurunan tekanan darah. Cardiac
output dapat dipertahankan pada 1-2 MAC. Terdapat peningkatan pada laju nadi, tekanan vena
sentral dan tekanan arteri pulmonal yang seringkali tidak muncul pada penggunaan dosis
rendah. Peningkatan dosis desfluran dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kadar
katekolamin yang menyebabkan peningkatan laju nadi, tekanan darah dan kadar katekolamin
dimana hal ini lebih sering muncul pada penggunaan isofluran, khususnya pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuler. Tidak seperti pada isoflurane, desfluran tidak meningkatkan aliran
darah arteri koroner.
RESPIRASI
Desfluran menyebabkan penurunan volume tidal dan peningkatan laju nafas. Terdapat
peningkatan ventilasi alveolar yang menyebabkan peningkatan pada PaCO2 dalam keadaan
istirahat. Seperti zat anestesi lain, desfluran menekan respon ventilasi dalam meningkatkan
PaCO2. Desfluran dapat menimbulkan iritasi pada jalan nafas bermanifestasi sebagai salivasi,
respon menahan nafas, batuk dan spasme laringeal. Hal ini menyebabkan desfluran kurang
ideal untuk digunakan sebagai induksi inhalasi.
SEREBRAL
Seperti anestesi volatil lain, desflurane menyebabkan vasodilatasi langsung pada vaskuler
seberal dan meningkatkan CBF dan tekanan intrakranial pada normotensi dan normocapnia.
Sebagai respon terhadap penurunan resistensi vaskuler serebral terdapat suatu penurunan laju
metabolisme serebral oksigen (CMRO2) yang menyebabkan vasokonstriksi serebral
peningkatan di CBF. Vaskuler serebral tetap responsif pada perubahan PaCO2, dimana tekanan
intrakranial dapat diturunkan denagn hiperventilasi. Konsumsi oksigen serebral berkurang
selama anestesi dengan desfluran. Dengan demikian, pada keadaan hipotensi akibat desfluran,
CBF tetap dipertahankan dengan metabolisme aerobik walaupun tekanan perfusi serebral
rendah. Efek pada EEG hampir sama dengan isofluran.
OTOT SARAF
Desflurane menimbulkan penurunan dosis terhadap respon pada train of four dan pada
stimulasi saraf perifer.
GINJAL
Tidak terdapat bukti tentang nefrotoksis yang disebabkan oleh desfluran.
HEPAR
Fungsi hepar tidak dipengaruhi dan tidak terdapat bukti kerusakan hepar akibat anestesi
dengan desfluran.
BIOTRANSFORMASI & TOKSISITAS
Desfluran mengalami metabolisme minimal. Kadar florida dalam urin dan serum tidak
berubah pada anestesi dengan desfluran. Terdapat penurunan kadar tersebut secara
perkutaneous namun tidak signifikan. Keracunan karbon monoksida dapat dideteksi melalui
adanya karboksihemoglobin. Tidak memakai kembali desfluran yang sudah kering ataupun
pemakaian kalsium hidroksida dapat meminimalisir resiko keracunan karbon monoksida.
KONTRAINDIKASI
Hipovolemik berat, hipertermi malignan, dan hipertensi intrakranial.
INTERAKSI OBAT
Desfluran memberika efek yang salam terhadap nonepolarizing neuromuscular blocking
agents seperti pada isofluran. Epinefrin dapat dengan aman digunakan pada dosis sampai
dengan 4,5 ug/kg. Desfluran tidak mensensitiasi miokardium terhadap efek aritogenik pada
epinefrin. Emergensi pada penggunaan desfluran yaitu adanya delirium pada pasien anak.
SEVOFLURAN
Seperti desfluran, sevofluran terhalogenasi dengan fluorin. Sevofluran mempunyai daya larut
di dalam darah sedikit lebih besar dari desfluran ( 0,65 vs 0,42). Peningkatan konsentrasi
alveolar yang cepat membuat sevofluran menjadi pilihan yang baik untuk induksi inhalasi
pada anak dan pasien dewasa. Induksi dengan sevofluran 4-8% dengan campuran 50%
nitrogen oksida dan oksigen dapat dicapai dalam kurang lebih 1-3 menit. Hal yang sama
dikatakan bereperan dalam timbulnya delirium yang muncul pada anak yang bisa diterapi
dengan 1.0-2.0 g/kg fentanyl.
Efek Terhadap Sistim Organ
KARDIOVASKULER
Sevofluran menekan kontraksi miokard. Selain itu terdapat penurunan pada resistensi vaskuler
dan tekanan darah arterial, namun penurunan yang terjadi masih lebih sedikit jika
dibandingkan dengan isofluran atau desfluran. Karena sevofluran hanya menyebabkan
peningkatan laju nadi yang tidak begitu berarti, cardiac output tidak dapat dipertahankan
sebaik pada penggunaan isofluran atau desfluran. Tidak terdapat bukti yang membuktikan
adanya hubungan antara sevofluran dengan coronary steal syndrome. Sevofluran dapat
menyebabkan perpanjangan interval QT, walaupun belun diketahui makna klinis yang berarti.
RESPIRASI
Sevofluran menekan pernapasan dan mengembalikkan bronkospasme menjadi normal sama
seperti yang terdapat pada isofluran.
SEREBRAL
Serupa dengan isofluran dan desfluran, sevofluran menyebabkan peningkatan sedikit pada
CBF dan tekanan intrakrnial pada keadaan normokarbi, walaupun beberapa studi
menunjukkan adanya penurunan pada CBF. Sevofluran dalam dosis tinggi (>1.5 MAC) dapat
merusak autoregulasi CBF, yang menyebabkan penurunan pada CBF saat terjadi hipotensi
hemoragik. Pada penggunaan sevofluran, kebutuhan metabolik oksigen serebral berkurang dan
aktivitas kejang masih belum diteliti.
OTOT SARAF
Sevofluran menghasilkan relaksasi otot yang cukup untuk melakukan intubasi pada anak-anak
setelah anestesi inhalasi.
GINJAL
Sevofluran sedikit mengurangi aliran darah ke ginjal.
HEPAR
Sevofluran mengurangi aliran darah ke vena porta, tetapi meningkatkan aliran darah ke arteri
hepatika, dengan demikian aliran darah ke hepar dan oksigen tetap dapat dipertahankan.
BIOTRANSFORMASI & TOKSISITAS
Enzim mikrosomal hati P-450 (khususnya 2E1 isoform) memetabolisme sevofluran sebanyak
seperempat dari halotan (5% dibandingkan dengan 20%), namun sebanyak 10 sampai 25 kali
lipat isoflurane atau desfluran diberikan premedikasi denagn ethanol atau phenobarbital.
Konrentrasi fluoride meningkat sebanyak 50 mol/L pada 7% pasien yang mendapat
sevofluran, namun perbedaan disfungsi renal secara klinsi yang signifikan tak berhubungan
dengan pemberian sevofluran. Secara keseluruhan, metabolisme sevofluran meningkat 5-10%
dibandingkan dengan isofluran.
Alkali seperti barium hidroksida dapat mendegradasi kadar sevofluran, dengan hasil akhir
yang merupakan zat nefrotoksik (fluoromethyl-2,2-difluoro-1-[trifluoromethyl]vinyl eter).
Akumulasi zat tersebut meningkat pada suhu gas respiratori yang meningkat, anestesi dengan
aliran yang rendah, barium hidroksida, absorben (Baralyme), konsentrasi sevofluran yang
tinggi dan anestesi yang diberikan dengan durasi yang lama.
Kebanyakan penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan antara sevofluran dengan
kerusakan ginjal akibat postoperatif yang menyebabkan toksisitas. Meskipun demikian,
beberapa klinisi merekomendasikan aliran gas pada kadar 2L per menit untuk anestesi yang
berlangsung beberapa jam dan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal maka sevofluran
tidak dapat digunakan.
Hidrogen fluorida dapat mengakibatkan luka akibat asam yang kontak dengan mukosa traktus
respiratorius.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi penggunaan sevofluran yaitu antara lain pada hipovolemia berat, beresiko
tinggi terhadap hipertermi malignan dan hipertensi intrakranial
INTERAKSI OBAT
Sevofluran tidak mengsensitiasi jantung terhadap aritmia yang diinduksi oleh katekolamin.
N2O
Halotan
Isofluran
Desfluran
Sevofluran
TB
Kardiovaskular
Tekanan Darah
Laju Nadi
TB
TB atau
TB
TB
TB
Cardiac Output
TB
TB
TB atau
Volume tidal
Laju nafas
PaCo2
TB
CBF
Tekanan intrakranial
Kejang
Aliran darah
GFR
Jumlah urin
Respirasi
Serebral
Ginjal
Hepar
Aliran darah