DEMAM THYPOID
Pembimbing :
dr Dewi Laksmi, S.pa, M.kes
Disusun Oleh :
Wahyu Aji Setiabudi
30101206747
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada
manusia. Terdapat 3 bioserotipe salmonella enteriditis yaitu bioserotif paratyphiA, paratyphi
(Schotsmulleri) dan paratyphi C (S.Hirschfeldii) sedangkan demam enteric dipakai baik pada
demam tifoid maupun demam paratifoid. Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid adalah
enteritic Fever, Thyphus dan Paratyphus Abdominalis.
et Demam tifoid masih menjadi problem utama di beberapa negara berkembang termasuk
Indonesia (Soewandojo al., 1998). Kejadian demam tifoid di Amerika Selatan yaitu 1:650 per
tahun, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di benua yang berbeda seperti Indonesia
dan Papua New Guinea yaitu 1:100 per tahun (Portilli, 2000). Selama periode tahun 80-an,
Indonesia merupakan salah satu negara dengan insiden demam tifoid tertinggi di dunia
(Suandono et al, 2005). Hasil dari studi epidemiologi dan survei rumah tangga memperlihatkan
bahwa angka morbiditas untuk daerah semi pedesaan adalah 358/100.000 penduduk untuk
daerah perkotaan, disertai kecenderungan peningkatan karena program vaksinansi untuk penyakit
ini telah dihentikan sejak tahun 1980. (Arsojo dan Simanjuntak, 1998; Punjabi, 1998;
Sudarmono et al, 2001). Data dari rumah sakit yang menangani penyakit infeksius di Jakarta
melaporkan bahwa kasus demam tifoid terus meningkat, dari 11,4% menjadi 18,9% selama tahun
1983 1990. Pada periode tahun 1991 1996 penyakit meningkat dari 22% sampai 36,5%.
Angka mortalitas penyakit menurun dari 3,4% pada tahun 1981 menjadi 0,6% pada tahun 1996,
angka ini telah menunjukkan adanya penurunan berkaitan dengan adanya perbaikan fasilitas
kesehatan (Arjoso dan Simanjuntak, 1998; Sujudi, 1998). Hampir 80% kasus demam tifoid
ditemukan pada anak-anak atau dewasa, usia antara 5 sampai 29 tahun (Suandono et al., 2005).
Arjoso dan Simanjuntak (1998) melaporkan bahwa kelompok yang mudah terpapar kasus
tersebut sebagian besar terjadi pada umur 3 19 tahun.
Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan
oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak
memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat. Walaupun
pengobatan demam tifoid tidak terlalu menjadi masalah namun diagnostik kadangkadang menjadi masalah terutama ditempat dimana tidak dapat dilakukan pemeriksaan
kuman ataupun pemeriksaan laboratoriumnya, oleh sebab itu maka pengenalan gejalagejala
klinik
menjadi
sangat
penting
untuk
membantudiagnostik.(5)
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus
menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat
dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau
diare beberapa hari.
Patogenesis
Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung
kuman mencapai usus halus (illeum) dan setelah menembus dinding usus
sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut
aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakterimia primer)
mencapai jaringan RES (hepar,lien,sumsum tulang untuk bermultiplikasi),
setelah mengalami bakterimi sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah
untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra kranial). Masa inkubasi kuman
10-14 hari. Perubahan pada jaringan yang terkena serupa dengan pada tifus
abdominalis, hanya umumjnya lebih ringan. Perubahan pada saluran
pencernaan
dapat
mengakibatkan
nekrosis
permukaan
mukosa
usus
sehingga
sesuai
dengan
lokasinya
dapat
terjadi
arthritis,
roseola
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tes widal salmonella typhi O,H dan salmonella para typhi O,H
Pemeriksaan
darah
tepi
leukosit,
trombosit,
haemoglobin,
eritrosit,
hematokrit.
Pencegahan
dalam
menggunakan
antibiotik.
Selain hal-hal di atas, saat ini sudah tersedia vaksin untuk tifoid.
Pengobatan
1. Antibiotik
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat
pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat
indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama
5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance),
maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
. Antipiretik, untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang timbul akibat demam
Untuk anak-anak, bisa digunakan Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg BB,
setiap 4-6 jam
3. Steroid, hanya untuk demam tifoid yang berat, yaitu ensefalopati tifoid
yang ditandai dengan penurunan kesadaran, koma, syok Biasanya diberikan
di
rumah
sakit
karena
butuh
pengawasan
ketat.
Dapat
digunakan
Non-medikamentosa
untuk
demam
tifoid:
1.Tirahbaring(bedrest)
2.Asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi karena demam
3. Makan makanan yang bergizi, rendah lemak dan lunak agar tidak
memberatkan
kerja
usus
4. Jaga higiene dan kebersihan diri maupun orang yang merawat untuk
menghindari
penularan
BAB II
CATATAN MEDIK ORIENTASI MASALAH
IDENTITAS PENDERITA
1.
Nama penderita
: An. N
2.
Tempat/tgl lahir
: 20 juni 2008
3.
Umur
: 8 tahun
4.
Jenis kelamin
: perempuan
5.
Pendidikan
: SD
6.
Alamat
7.
Nama ayah
: Tn. S
8.
Umur
: 35 tahun
9.
Pendidikan
: SMA Tamat
10.
Agama
: Islam
11.
Pekerjaan
: Swasta
12.
Suku Bangsa
: Jawa
13.
Alamat
14.
Nama ibu
: Ny. M
15.
Umur
: 32 tahun
16.
Pendidikan
: SMA Tamat
17.
Agama
: Islam
18.
Pekerjaan
19.
Alamat
20.
Nomer RM
:512663
21.
Bangsal
: Dahlia
22.
Tanggal masuk
: 27 oktober 2016
23.
Tanggal keluar
: 1 november 2016
DATA DASAR
Anamnesa
Alloalamnesa dengan ibu penderita pada hari kamis 27 oktober 2016 pukul 11.00 wib,
diruang bangsal dahlia dan di dukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama :
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
SMRS : anak mengeluhkan badannya demam (+) Batuk (-), pilek (-), menggigil (-),
mimisan (-), ruam kulit (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-) muntah (+) . Panas dirasakan
terutama saat malam hari dan turun saat pagi hari. Setelah diberi obat penurun panas,
panas turun namun kemudian panas lagi. Tidak ada riwayat pergi ke daerah endemis
malaria.
HMRS : anak mengeluhkan badannya demam (+) BAB/BAK lembek. Batuk (-), pilek
(-), menggigil (-), mimisan (-), ruam kulit (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-) muntah (+) .
Panas dirasakan terutama saat malam hari dan turun saat pagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit lain yang pernah diderita anak.
Faringtis
: disangkal
Bronkitis
: disangkal
Entiritis
disangkal
Pnemonia : disangkal
Disentri
Morbili
: disangkal
basilar
Pertusis
: disangkal
disangkal
Varicella
: disangkal
Disentri anaeba
Difteri
: disangkal
Thip.Abdaminalis : disangkal
Malaria
: disangkal
Cacingan
: disangkal
Palio
: disangkal
Operasi
: disangkal
: disangkal
Trauma
: disangkal
Reaksi obat/alergi
: disangkal
mendapat imunisasi
Anak perempuan
Umur 8 tahun
BB = 18 Kg
TB = 95 cm
Imunisasi
Berapa Kali
Umur
BCG
1X
1 bulan
2.
DPT
4X
2,4,6,18 bulan
3.
Polio
5X
0,2,4,6,18 bulan
4.
Hepatitis B
4x
0,2,4,6 bulan
Campak
1x
9 bulan
MMR
HIB
8.
Tifus
9.
Abdominalis
Cacar
Air
Perkembangan :
o Usia 2 bulan
o Usia 3 bulan
: miring
o Usia 4 bulan
: tengkurap
o Usia 5 bulan
o Usia 6 bulan
: merangkak
o Usia 7 bulan
: berdiri dibantu
o Usia 9 bulan
: berdiri
o Usia 12 bulan
o Usia 14 bulan
: 20x/menit
Suhu : 38 0 C
Status Internus
Kepala
: mesocephale
Rambut
Mata
hidung
cuping hidung (-/-)
telinga
mulut
tenggorokan
leher
Paru-Paru
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
-
Inspeksi
: datar
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
tidak teraba.
alat kelamin
anorektal
ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
Oedem
Petekie
CRT
Kulit : turgor kembali cepat
:
Superior
+/+
-/-/-/<2
Inferior
+/+
-/-/-/<2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Anti dengue IgG, IgM
Tes widal
Pemeriksaan laboratorium di lakukan pada tanggal 27 Oktober 2016
Hb : 12,5 g/dI
Hematokrit : 32,6 %
Leukosit : 13.300/ul
Trombosit : 246.000/ul
Pemeriksaan Imunoserologi :
Salmonela Typhi O
= 1/320
Salmonela Typhi H
= 1/160
Demam tifoid
gizi cukup
DD
- Demam tifoid
- Demam paratifoid
- malaria
- DHF
initial plan
Infus RL 14 tpm
Inj. Cefotaxim 3x350 mg
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal
27
oktober
2016
Keadaan klinis
Keluhan : panas (+),BAB
& BAK normal, nafsu
makan menurun, batuk (-),
pilek (-), kejang (-), sesak
(-), mual (-), muntah (+)
nyeri ulu hati (-)
PF : t : 38 N :116x/menit,
RR :20 x/menit
KU
: Baik
Kesadaran :
composmentis
Kepala
:
mesocephale
Mata
: CA
(-/-) SI (-/-)
Mulut
: dbn
leher
: dbn
- Thorax: simetris (+)
inj.
Parasetamol
- Abdomen : BU (+),
- Ekstremitas : akral dingin
(-) menggigil (+)
Assesment : hipertermi
proses infeksi
28
Keluhan : demam (+),BAB
oktober
encer (+) & BAK normal,
2015
nafsu makan menurun,
batuk (-), pilek (-), kejang
(-), sesak (-), mual (+),
muntah (-) nyeri ulu hati (-)
PF : t : 38,2 N : 110 x/menit,
RR :21 x/menit
KU
: Baik
Kesadaran :
composmentis
Kepala
:
mesocephale
Mata
: CA
(-/-) SI (-/-)
Mulut
: dbn
leher
: dbn
- Thorax: simetris (+)
- Abdomen : BU (+),
- Ekstremitas : akral dingin
(-)
Assesment : demam 3 hari
infeksi bakteri susp tifoid
29
Keluhan : demam (+),BAB
oktober
encer (+) & BAK normal,
2016
batuk (-), pilek (-), kejang
(-), sesak (-), mual (-),
muntah (-)
PF : t : 38,5 N : 114 x/menit,
RR :21 x/menit
KU
: Baik
Kesadaran :
composmentis
Kepala
:
mesocephale
Mata
: CA
(-/-) SI (-/-)
Mulut
: dbn
leher
: dbn
- Thorax: simetris (+)
- Abdomen : BU (+),
Infus RL 14 tpm
Inj.
Cefotaxim
3x350 mg
inj.
Parasetamol
Infus RL 20 tpm
Injeksi cefotaxime
3x150 mg
Inj ranitidin 2x1A
p/o paracetamol tab 1
(k/p)
antasid syr 3x1 c (a.c)
oktober
2016
Keadaan klinis
Keluhan : panas (-),BAB &
BAK normal, nafsu makan
membaik, batuk (+), pilek
(+), kejang (-), sesak (-),
mual (-), muntah (-)
PF : t : 36,5 N : 82x/menit,
RR :19 x/menit
KU
: Baik
Kesadaran :
composmentis
Kepala
:
mesocephale
Mata
: CA
(-/-) SI (-/-)
Mulut
: dbn
Infus RL 14 tpm
Inj.
Cefotaxim
3x350 mg
inj.
Parasetamol
inj.
Parasetamol
leher
: dbn
- Thorax: simetris (+)
- Abdomen : BU (+),
- Ekstremitas : akral dingin
(-)
Assesment : thypoid+ ISPA
1
Keluhan : demam
november
(-),BAB& BAK normal,
2016
nafsu makan baik, batuk
(+), pilek (+), kejang (-),
sesak (-), mual (-), muntah
(-) nyeri ulu hati (-)
PF : t : 36,4 N : 85 x/menit,
RR :28 x/menit
KU
: Baik
Kesadaran :
composmentis
Kepala
:
mesocephale
Mata
: CA
(-/-) SI (-/-)
Mulut
: dbn
leher
: dbn
- Thorax: simetris (+)
- Abdomen : BU (+),
- Ekstremitas : akral dingin
(-)
Assesment : thypoid +
ISPA
PROGNOSA
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad sanam
: ad bonam
Infus RL 14 tpm
Inj.
Cefotaxim
3x350 mg
inj.
Parasetamol