Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dispepsia adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat
kenyang, dan sering bersendawa (Wibawa, 2006). Sindroma dispepsia lebih
dikenal masyarakat umum sebagai penyakit maag (walaupun sebenarnya kurang
tepat, karena maag berasal dari bahasa Belanda, yang berarti lambung. Padahal
keluhan yang muncul pada penyakit mag tidak selalu berasal dari lambung).
Penggunaan terapi obat dispepsia digunakan sebagai kombinasi untuk
mengurangi kumpulan keluhan/gejala-gejala klinis (sindrom) yang timbul pada
dispepsia yang terdiri dari, rasa tidak enak/sakit perut di bagian atas yang disertai
dengan keluhan lain, perasaan panas di dada, daerah jantung (heart burn),
regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual, muntah, dan beberapa keluhan lain (Citra, 2003). Obat yang digunakan
yaitu, antasida sebanyak 80%, antiemetik sebanyak 76%, antibiotik 76%,
analgesik dan antipiretik 67%, antispasmodik sebanyak 50% dan ansiolitik
sebanyak 15%.
Penyebab dispepsia ada beberapa macam,antara lain infeksi bakteri
Helicobacter Pylori, gangguan sistem imun,penggunaan obat Anti-Inflamasi Non
Steroid,penggunaan antibiotik,penggunaan obat-obatan pereda rasa sakit (NSAID
- Non Steroid Anti - Inflamsi Drugs) seperti aspirin,obat-obatan rematik yang
dapat menyebabkan iritasi serta kerusakan lambung yang berakibat pada suatu
perdarahan pada lambung.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi obat-obat dispepsia.
2. Untuk mengetahui sediaan obat-obat dispepsia serta indikasi dan
kontaindikasinya.
3. Untuk mengetahui farmakokinetik obat-obat dispepsia.

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi obat-obat dispepsia.
2. Untuk mengetahui sediaan obat-obat dispepsia serta indikasi dan
kontaindikasinya.
3. Untuk mengetahui farmakokinetik obat-obat dispepsia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dispepsia
Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan
peptein (pencernaan) yang berarti pencernaan yang jelek. Menurut Konsensus
Roma

tahun

2000,

dispepsia

didefinisikan

sebagai

rasa

sakit

atau

ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.


Definisi dispepsia yang sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang
gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak
nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai
dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung,
perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita
selama beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang timbul atau terusmenerus.
Pada pasien yang datang pertama kali dan belum dilakukan investigasi terhadap
keluhan dispepsianya, terdapat 6 strategi yang terdiri atas:
1. Pastikan bahwa keluhan kemungkinan besar berasal dari saluran cerna
bagian atas
2. Singkirkan adanya alarm symptom seperti penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan, muntah berulang, disfagia yang progresif, atau
perdarahan
3. Evaluasi penggunaan obat-obatan. Adakah konsumsi asam asetil salisilat
atai OAINS
4. Bila ada gejala regurgitasi yang khas, maka dapat didiagnosa awal sebagai
GERD dan dapat langsung diterapi dengan PPI. Apabila keluhan EP atau

PD tetap persisten meskipun terapi PPI sudah adekuat, maka diagnosa


GERD menjadi patut dipertanyakan.
5. Tes non-invasif untuk H.pylori, dilanjutkan dengan terapi eradikasi
merupakan pendekatan yang cukup efektif, terutama untuk mengurangi
biaya endoscopy. Strategi ini dapat digunakan bila tidak terdapat alarm
symptom. Bila gejala menetap setelah terapi eradikasi, maka terapi PPI
dapat diberikan. Strategi ini kurang efektif bila diterapkan pada daerah
dengan prevalensi H.pylori rendah
6. Endoskpi dapat direkomendasikan pada pasien dengan alarm symptom
atau dengan usia tua (diatas 45-55tahun).
B. Macam Macam Dispepsia
Berdasarkan penyebabnya, dispepsia dibedakan menjadi dispepsia organik dan
dispepsia non organik atau dispepsia fungsional.
1. Dispepsia organik
Dispepsia organik, dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan struktur
organ saluran pencernaan atau dapat disebabkan karena perlukaan atau kanker.
Pada dispepsia organik, terapi utama adalah dengan menyingkirkan penyebabnya.
Dispepsia organic dikategorikan menjadi:
a. Gastritis
b. Ulkus peptikum
c. Kanker lambung
d. Gastro-Esophangeal Reflux Disease
e. dll
2. Dispepsia Non Organik (Dispepsia fungsional)

Dispepsia non organik dikenal juga dispepsia fungsional, atau dispepsia non
ulkus (DNU). Dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik
dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya,
seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan. Dispepsia fungsional tidak
jelas

penyebabnya,

kemungkinan

berhubungan

dengan

ketidaknormalan

pergerakan (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan,


lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu
terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. ROME III mengklasifikasikan
dispepsia fungsional menjadi Epigastric Pain Syndrom (EP) dan Postprandial
Distress Syndrom (PD). Dispepsia fungsional dapat dibedakan menjadi beberapa
tipe, antara lain:
a.Dispepsia tipe ulkus :ditandai dengan nyeri pada bagian atas perut (ulu hati)
b. Dispepsia tipe dismotilitas :ditandai dengan gejala kembung, mual, muntah,
sendawa, dan rasa penuh
c.Dispepsia tipe refluks :ditandai dengan rasa panas di kerongkongan
d.Dispepsia tipe non spesifik di mana gejalanya tidak ada yang dominan
Macam-macam dispepsia dapat dibedakan juga berdasarkan pola terjadinya, yaitu
dispepsia akut dan dispepsia kronik.
1) Dispepsia akut
Dispepsia akut terjadi apabila gejala dispepsia menyerang secara mendadak
dengan rasa sakit yang sangat hebat, dan tidak berpengaruh banyak apabila diberi
pengobatan.
2) Dispepsia kronik
Dispepsia kronik adalah dispepsia yang menyerang dalam jangka panjang
(bisa lebih dari 2 minggu). Setiap serangan biasanya memiliki gejala lebih ringan

dibandingkan dispepsia akut, namun respon terhadap obat lebih cepat daripada
pada dispepsia akut.
C. Penyebab Dispepsia
1. Intoleransi Makanan
intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada kondisi
akut, dispepsia mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan yang terlalu
cepat, makan makanan berlemak, makan saat keadaan stress, atau minum alcohol
atau kopi terlalu banyak. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Alergi terhadap makanan tertentu seperti : buah-buahan yang mengandung
asam, susu sapi, telur, kacang, dan ikan laut.
b. Non Alrergi : Misalnya produk dari alam, laktosa, sukrosa, galaktosa, gluten,
kafein. Dan bahan kimia, missal monosodium glutamate, asam benzoate, nitrit dan
nitrat.

2. Obat- obatan
Banyak obat-obatan yang dapat menyebabkan dyspepsia, seperti aspirin,
NSAID,

antibiotic

(metronidazol,

makrolid),

obat

diabetes

(metformin,

penghambat alfa glukosidase, analog amylin, antagonis reseptor GLP-1), obat


antihipertensi (ACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker), agen penurun
kolesterol

(niasin,

fibrat),

obat-obat

neuropsikiatrik

(penghambat

kolinestrasedonepezil, rivastigmine), SSRIs (fluoxetine, sertraline), penghambat


serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis
dopamine, monoamine oxidase (MAO-B) inhibitor), kortikosteroid, estrogen,
digoxin, zat besi, dan opioids.

3. Kelainan Struktural
Dispepsia dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran cerna. Keadaan
keadaan berikut ini dapat menyebabkan disfungsi lumen saluran cerna: Ulkus
peptik terjadi pada 5-15% pasien dyspepsia. Gastro Esofageal Refluks Desease
(GERD) terjadi pada 20% pasien dengan dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar
di dada. Kanker lambung atau esophagus teridentifikasi pada 0.25-1% tapi ini
sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan dyspepsia yang tidak
berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis (terutama pada DM),
penyakit saluran empedu, penyakit pancreas, penyakit usus. Penyakit metabolic/
sistemik, seperti tuberculosis, gagal ginjal, hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar,
diabetes mellitus, hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid, ketidakseimbangan
elektrolit, penyakit jantung kongestif, penyakit jantung iskemik, dan penyakit
kolagen.

4.

Infeksi Helicobacter pylori


Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah penyebab utama

dari penyakit ulkus peptic, infeksi ini bukan penyebab pada dyspepsia yang tidak
ada penyakit ulkus peptiknya. Prevalensi dari H. pylori berhubungan dengan
gastritis kronik pada pasien dengan dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar
20-50%, sama pada sebagian besar populasi.
D. Terapi pada Dispepsia
1. Terapi Farmakologi
a.

Antasida
Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang

biasanya terdapat didalam antasid adalah Na Bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan


MG trisilikat, Biasanya juga dikombinasikan dengan penghilang kelebihan gas
seperti simetikon atau dimetikon. Obat ini ada yang berbentuk tablet kunyah atau
berupa cairan suspensi, yang dianjurkan dimakan/diminum diantara makan.
7

Antasida yang berupa suspense lebih efektif karena

kapasitas buffering lebih

baik dari pada yang berbentuk tablet (Hadi, Sujono. 2002). Pemakaian obat ini
sebaiknya jangan diberikan terus menerus, sifatnya hanya sistematis untuk
mengurangi rasa nyeri, Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan diare..
Antasida mempunyai durasi yang singkat, membutuhkan pemberian berulang
ulang dalam sehari untuk menghasilkan penetralan asam yang terus menerus.
Antasida yang baik harus mempunyai kemampuan penetralan yang baik dan
cepat. Bekerja setelah 15-30 menit bahkan kurang setelah diminum, dan akan
bekerja selama 2-4 jam.
Salah satu obat yang termasuk antasida adalah Acitral. Acitral
mengandung Aluminium Hidroksida Koloidal dan Magnesium Hidroksida yang
merupakan antasida yang efektif, mempunyai daya mengkat dan menetralkan
asam lambung yang tinggi. Dengan demikian menghilangkan rasa nyeri, rasa
mual, sakit perut serta gangguan-gangguan lainnya padsa saluran pencernaan.
Acitral mengandung Simetikon sebagai yang dapat memecahkan gelembunggelembung udara dalam perut sehingga mengurang rasa sakit perut dan disepsia,
Simetikon bukan obat antasida, namun mempunyai daya kerja sebagai defoamer
atau antiflatulent. Bekerja dengan cara mendispersi atau mencegah terjadinya
kantung-kantung gas yang dikelilingi oleh mukus atau lendir. Sediaan tablet harus
dikunyah atau dibiarkan melarut perlahan-lahan di dalam mulut. Dianjurkan untuk
minum obat diantara waktu makan dan pada malam hari sebelum tidur.
Peringatan dan Perhatian :
a. ACITRAL harus diberikan dengan hati-hati pada penderita gangguan
fungsi ginjal.
b. Tidak dianjurkan untuk digunakan terus-menerus (lebih dari 2 minggu)
kecuali atas petunjuk dokter, karena dapat menimbulkan ketergantungan
fungsi lambung.
c. Bila diperlukan penggunaan bersama-sama dengan Cimetidine atau
Tetracycline, harap diberikan dengan jarakwaktu 1-2 jam.

b. Antagonis reseptor H2
8

Ransangan reseptor H2 akan memicu eksresi asam lambung, sehingga


pemberian obat golongan antagonis dapat berfungsi dalam menghambat proses
ini. Contoh obatnya adalah : Ranitidin, Simetidin, Famotidin dan Nizatidin. Obat
ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organic. Biasanya diberikan
dalam dosis standar 2 x sehari.

c. Penghambat pompa proton


Penghambat pompa proton (PPI) dapat menghambat sekresi asam lambung
dengan cara menghambat H + / K + ATPase yang ada dalam sel parietal lambung
yang menimbulkan efek anti sekresi yang kuat dan tahan lama. PPI terurai dalam
lingkungan asam oleh karena itu PPI diformulasi dalam bentuk kapsul atau tablet
lepas lambat. Contoh obatnya : omeprazol, esomeprazol dan lansoprazol. Pasien
disarankan untuk menggunakan PPI oral pada pagi hari sekitar 15 30 menit
sebelum sarapan untuk mencapai hasil yang maksimal, karena obat ini hanya
menghambat pompa proton yang diaktifkan.
Omeprazol merupakan golongan obat proton pomp inhibitor (PPI),
sehingga Omeprazol bekerja dengan menghambat sekresi asam lambung dengan
cara berikatan pada pompa H + K + ATPase dan mengaktifkannya sehingga terjadi
pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel. Omeprazole berikatan
pada enzim ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2 tidak dipengaruhi. Secara
klinis, tidak terdapat efek farmakodinamik yang berarti selain efek obat ini
terhadap sekresi asam. Pemberian melalui oral dari obat ini menghambat basal
dan sekresi asam yang distimulasi oleh pentagastrin.Omeprazol diindikasikan
untuk pengobatan jangka pendek tukak lambung, tukak duodenum dan refluks
esofagitis; pengobatan sindroma Zollinger-Ellison. Suatu inhibitor enzim sitokrom
CYP2C19 yang relatif kuat; sehingga omeprazole ini berinteraksi dengan
clopidogrel (antiagregasi platelet), ketokonazole (antijamur), digoxin (obat gagal
jantung), warfarin, fenitoin, dan carbamazepine (obat epilepsi). Omeprazole juga
merupakan PPI yang paling cepat mencapai kadar puncak dalam darah, namun
juga memiliki waktu paruh terpendek di antara semua PPI.
Dosis dan Aturan Pakai :

a. Penderita dengan gejala tukak duodenal : lama pengobatan memerlukan


waktu 2 minggu, dan dapat diperpanjang sampai 2 minggu lagi.
b. Penderita

dengan

gejala

tukak

lambung

atau

refluks

esofagitis

erosif/ulseratif : lama pengobatan memerlukan waktu 4 mimggu, dan dapat


diperpanjang sampai 4 minggu lagi.
c. Penderita yang sukar disembuhkan dengan pengobatan lain, diperlukan 40
mg sekali sehari.
d. Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-160 mg sekali sehari,
dosis ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis
lebih dari 80 mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.
e. Kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau
dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.

Peringatan dan Perhatian :


1) Kemungkinan malignansi sebaiknya dihindarkan sebelum penggunaan
Omeprazole pada pasien tukak lambung karena dapat menutupi gejalagejalanya dan menghambat diagnosis.
2) Belum ada pengalaman penggunaan Omeprazol untuk anak-anak.
3) Obat ini sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan dan menyusui
kecuali memang dianggap penting.
d. Pelindung Mukosa (Sitoprotektif)
Sukralfat adalah garam aluminium dari sucrose sulfat yang bekerja
lokal pada T raiktus gastro intestinal dan hamper tidak diabsorpsi, membentuk

10

suatu rintangan sitoprotektif pada sisi ulkus sehingga menahan degradasi oleh
asam dan pepsin.
Sukralfate bekerja dengan 3 cara :
a. Membentuk suatu kompleks kimiawi pada sisi ulkus dan menghasilkan
suatu rintangan pelindung.
b. Menghambat kerja dari asam, pepsin dan empedu secara langsung
c. Memblok diffusi asam lambung melintasi rintangan mukosa.
e. Stimulan Motilitas
Metoklopramida dan domperidon bermanfaat untuk pengobatan
dyspepsia non tukak. Kedua obat tersebut bermanfaat untuk mengatasi mual dan
muntah non spesifik. Metoklopramida, secara kimia obat ini ada hubungannya
dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik.
Jadi obat ini berkhasiat sentral maupun perifer.
Khasiat metoklopramid ada 3 pokok, yaitu:
a. Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal post-ganglionik
kolinergik
b. Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin.
c. Merupakan reseptor antagonis dopamin.
Jadi dengan demikian metoklopramid akan merangsang kontraksi dari
saluran makanan dan mempercepat pengosongan lambung. Efek samping: reaksi
distonik, iritabilitas atau sedasi dan efek samping ekstrapiramidal, karena efek
antagonisme dopamine sentral dari metoklopramid. Pemberian dosis tinggi pada
anak dapat menyebabkan hipertoni dan kenjang. Dosis yang dianjurkan 3 kali
10 mg sehari. Dapat juga diberikan berbentuk parenteral (Hadi, Sujono. 2002).

2. Terapi Non Farmakologi


Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin &
NSAIDs lain, bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan), menghindari
stress, stop merokok & alkohol,kafein (stimulan asam lambung), makanan dan
minuman soda, makanan pedas, masam, sebaiknya dihindari makan malam. Dapat
juga dilakukan diet dengan makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak
11

mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek,
mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam
HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali.

BAB III
TELAAH RESEP
A. Resep

12

Apoteker
SIPA
SIA

Apotek Simulasi Farma


Jurusan Farmasi Poltekkes Palembang
Jl. Ismail Marzuki No. 5341 Palembang
Telp. (0711) 352071
: Mona Rahmi, S.Farm, Apt, M.Farm
:01/SIPA/SDK/2012
:14.05/PROMKES&SDK/DK/IV/2012

Resep dari Dokter : dr. Irwan


Tertulis tanggal : 25 November 2008
Nomor
:
Untuk
: Nusi Kirana (61 th)

R/ Vosedon

15 mg

Ostelox 7,5 mg

B. Salinan Resep
Braxidin

tab

M f caps dtd No XX
S1dd I

R/ Lapraz

No XX
S1dd I

R/ Amitriptilin
10 mg
Valisanbe
1 mg
Esilgan 1 mg
M f caps dtd No X
S 1 dd I jam 9 malam
Det
R/ HCT

25 mg no XXX
S 1 dd I Pagi
Det

Palembang, 30 November 2016


PCC

13
Mona Rahmi, S.Farm, Apt, M.Farm
No. SIPA : 01/SIPA/SDK/2012

C. Perhitungan Bahan
R/
1. Domperidon 10 mg = 15/10 x 20 = 30 Tablet
2. Meloxicam 7,5 mg = 7,5/7,5 x 20 = 20 Tablet
3. Braxidin tab = x 20 = 10 Tablet
R/
1. Lansoprazol = 20 Tablet
D. Perhitungan Dosis
E. Cara Pengerjaan Resep
1) TTK menerima resep dari pasien, kemudian memeriksa kelengkapan dan
keabsahan resep tersebut.
2) Kemudian TTK memeriksa ada atau tidaknya obat dalam persediaan. Bila
obat yang dibutuhkan tersedia, dilakukan pemberian harga dan
memberitahukannya kepada pasien. Setelah pasien setuju segera dilakukan

14

pembayaran atas obat pada bagian kasir. Alamat dan nomor telepon pasien
dicatat. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan
resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kwitansi
maka dapat pula dibuatkan kwitansi.
3) Bila obat tidak tersedia obat bisa diganti dengan merk dagang lain yang
mengandung zat aktif yang sama atas persetujuan pasien dan untuk
mengganti obat-obat khusus TTK wajib menelpon dokter dan meminta acc
dari apoteker.
4) Resep diberi nomor urut resep, selanjutnya nomor resep tersebut
diserahkan ke pasien untuk mengambil obat pada bagian penyerahan obat.
5) Resep asli diserahkan ke bagian peracikan atau penyiapan obat. TTK pada
bagian peracikan atau penyiapan obat dan meracik, menyiapkan obat
sesuai dengan resep.
6) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dikemas.
7) Sebelum obat diberikan dilakukan pemeriksaan kembali meliputi nomor
resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya. Jika ada copy
resep dilakukan pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta
kebenaran kuitansi.
8) Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep lalu pasien
diberi informasi tentang cara pemakaian obat, efek samping obat dan
informasi lain yang diperlukan pasien serta berikan KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi) kepada pasien.
9) Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep
dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun.Pada setiap tahapannya,
petugas apotek wajib membubuhkan paraf atas apa saja yang dikerjakan
pada resep tersebut, jika terjadi sesuatu dapat dipertanggung jawabkan atas
pekerjaan yang dilakukan.
F. Aturan Pakai
R/
1. Domperidon 10 mg
2. Meloxicam 7,5 mg
3. Braxidin tab
Satu kali sehari satu kapsul 30 menit sebelum makan malam
R/
1. Lansoprazol : satu kali sehari satu kapsul sebelum makan malam

15

G. Efek Samping Obat


1. Domperidon

: Muka merah, sakit kepala, mengantuk dan mulut kering.

2. Meloxicam

: Mual, muntah, diare, konstipasi kembung dan bersendawa

3. Braxidine

: Mengantuk, ataksia dan bingung.

4. Lansoprazol

: Diare, sakit kepala, mual, dan reaksi kulit

H. Cara Penyimpanan Obat


1. Domperidon
: Simpan di tempat sejuk dan kering, di bawah suhu kamar
(25C)
2. Meloxicam

: Simpan pada suhu kamar (250 300 C), terlindung dari

cahaya.
3. Braxidine
4. Lansoprazol

: Simpan di tempat sejuk dan kering.


: Simpan di tempat yang sejuk dan kering, terlindung dari

cahaya.
I. Monografi Obat
1. Vosedon
Kandungan
Domperidone
Golongan
K Merah
Indikasi
Gejala mual, muntah akut, mual-muntah yang disebabkan oleh levadopa dan
bromokriptin pada penyakit Parkinson, pengobatan gejala dispepsia fungsional,
penanggulangan mual dan muntah pada anak-anak setelah kemoterapi kaker atau
radiasi.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas.
Perhatian
Hindari mengendarai atau mengoperasikanmesin (mengendarai kendaraan).
Efek Samping
Muka merah, sakit kepala, mengantuk, mulut kering, ruam, urtikaria.
Kemasan
Tablet 10 mg
Dosis
Dewasa : Untuk dispepsia fungsional : 3 x10 mg(1 tab atau 1 sdth). Untuk mual
dan muntah : Dewasa : 3-4 x 20 mg. Anak : 3 x 0.25 mg/kg berat badan sehari.
Obat sebaiknya diberikan 15-30 menit sebelum makan.
16

2. Ostelox
Kandungan:
Meloxicam 7,5 mg
Golongan
K merah
Indikasi
Pengobatan jangka pendek gejala-gejala eksaebasi osteoatritis, pengobatan jangka
panjang gejala-gejala osteoatritis rematoid dan pengobatan gejala-gejala spodilitas
ankilosa.
Kontraindikasi
Hipersensitif, jangan diberikan pada penderita asma, nasal polip, angioedema dan
urtikaria bila diberikan asetosal atau AINS, insufisiensi hati berat dan insufisiensi
ginjal berat, pendarahan pembuluh darah otak, keamanan dan efektifitas pada
anak-anak dan remaja <15 th belum diketahui dengan pasti, masa kehamilan dan
menyusui, tukak lambung aktif, pendarahan gastrointestinal atau penyakit
pendarahan lainnya.
Kemasan
Tablet 7,5 mg , tablet 15 mg.
Dosis
Tablet : eksaserbasi akut pada osteartritis: 7,5 mg/hari, dapat ditingkatkan sehari
15mg. Artritis reumatoid: sehari 15 mg, untuk usia lanjut dosis yang dianjurkan
jangka panjang 7,5 mg/hari. Spondilitis ankilosa: 15 mg/hari; Pada penderita
dalam dialisa dengan gagal ginjal berat dosis tidak boleh melebihi 7,5 mg/hari;
dosis tidak boleh lebih sehari 15 mg. Pemberian rektal: 1 suppositoria 1 hari,
basahi air sebelum digunakan.
3. Braxidin
Kandungan :
Klordiazepoksid 5 mg, klidinium bromida 2,5 mg.

Golongan
K Merah
Indikasi

17

Pengobatan manifestasi gejala otonom dan somatik yang disebabkan oleh rasa
cemas. Pengobatan gejala tukak lambung dan usus 12 jari, hipersekresi dan
hipermotilitas saluran pencernaan, nervous dispepsia, iritasi dan spastik kolon,
diskinesia empedu, kejang ureter dan diskinesia ureter, irritable bowel syndrom,
kolitis, diare, dismenore.
Kontraindikasi
Glaukoma dan hipertrofi prostat
Perhatian
Tidak boleh diberikan pada kehamilan trisemester pertama, hati-hati pada
penderita dengan gangguan hati.
Efek Samping
mengantuk,

hipotesi,

ketergantungan.

Pada

gangguan
pemakaian

mental,
obat

gangguan

Braxidin

penglihatan,

jangka

panjang

dan
dapat

menimbulkan efek antikolinergik seperti mulut yang terasa kering, gangguan pada
saat berkemih, dan konstipasi atau sembelit.
Kemasan
Tablet
Dosis
Dewasa 3-4 tab sehari sebelum makan dan menjelang tidur. Orang tua dan
penderita yang lemah: dosis awal, sehari 1-2 tab, ditingkatkan bertahap sampai
tercapai dosis efektif.

4. Lapraz
Kandungan :
Lansoprazol 30 mg.

18

Golongan
K merah
Indikasi
Ulkus duodenum, refluks esofagitis, ulkus gastrik
Kontraindikasi
Hipersensitif
Efek Samping
Diare, sakit kepala, mual dan reaksi kulit, anoreksia, konstipasi, pusing,
proteinuria, lesu, dispepsia, mulut kering, urtikaria, pruritus; artralgia, edema
perifer dan depresi, trombositopenia, eosinofilia, leukopenia
Kemasan
Kapsul
Dosis
Tukak usus 12 jari, tukak lambung rekuren: 30 mg sehari 1x selama 4-8 minggu.
Refluks eosfagitis: sehari 1x 30 mg selama 8 minggu.

J. Perhitungan Harga
R/
1. Domperidon 10 mg = 15/10 x 20 = 30 Tab x Rp.250 = Rp. 7500;
2. Meloxicam 7,5 mg = 7,5/7,5 x 20 = 20 Tab x Rp. 450 = Rp. 9000;
3. Braxidin tab = x 20 = 10 Tab x Rp. 625 = Rp. 6250 ;
Total = Jumlah Keseluruhan + Tuslah
= ( Rp. 7500 + Rp. 9000 + Rp. 9000 ) + Rp. 2000
= Rp. 22.750 + Rp. 2000
= Rp. 24.750;
R/
1.Lansoprazol = 20 kapsul x Rp. 1000; = Rp. 20.000;
Total = Jumlah Keseluruhan + Tuslah
= Rp. 20.000 + Rp. 1000
19

= Rp. 21.000;
Total yang harus dibayar = Rp. 24.750; + Rp. 21.000;
= Rp. 45.750;

K. Etiket Obat
R/

R/

20

BAB IV
SKENARIO

21

Lampiran

Domperidon 10 mg

22

Meloxicam 7,5 mg

Braxidin tablet

23

Lansoprazol kapsul

DAFTAR PUSTAKA
Tan, H.T, Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media
Compatindo Kelompok Gramedia

24

Anonim, 2000, informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit. Depkes RI: Jakarta.
Anonim, 2006, MIMS Petunjuk Konsultasi, Ed. Ke-6, 70-76, PT. InfoMaster,
Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/dispepsia (Diakses pada tanggal 29 November 2016
pukul 10:00)
http://www.pio.binfar.go.id (diakses pada tanggal 29 november 2016 pukul 09.15)

25

Anda mungkin juga menyukai