Anda di halaman 1dari 9

BAB 5.

PEMBAHASAN
5.1 Kadar Air
Air merupakan komponen terbesar yang ada dalam tubuh dan fungsi air
dalam tubuh tidak dapat tergantikan. Air juga terdapat pada bahan pangan yang
dapat menentukan kadar air suatu bahan pangan. Kadar air (moisture) adalah
bagian atau contoh yang hilang jika dipanaskan pada kondisi uji tertentu. Kadar
air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
pangan tersebut. Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar air dengan bahan
yang digunakan yaitu tahu. Penetapan kadar air dalam bahan tersebut dilakukan
dengan menggunakan metode pengovenan atau gravimetri, pengeringan tersebut
dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam botol timbang kemudian
dioven pada suhu 105 C selama 4 jam atau sampai beratnya konstan atau tetap.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan (kadar air).
Berdasarkan data pengamatan dari praktikum yang dilakukan dengan 8
ulangan menggunakan bahan tahu diperoleh kadar air dalam basis basah tertinggi
sebesar 91,55% pada ulangan ke 5 dan terendah pada ulangan ke 8 sebesar
81,31%. Untuk kadar air dalam basis kering yang paling tinggi yaitu pada ulangan
ke 5 sebesar 1083,81% dan paling rendah yaitu 435,04%. Hal tersebut
dikarenakan adanya faktor luas permukaan bahan pada saat proses penguapan air
yang berbeda beda sehingga akan memunculkan nilai yang berbeda. Sesuai
dengan literatur menurut Christian (1980) yang menyatakan bahwa semakin luas
permukaan sampel maka akan semakin cepat atau mudah air utnuk mengalami
penguapan. Menurut Departemen Kesehatan bahwa Kadar air pada tahu sebesar
80 85 % . Pada data pengamatan diperoleh kadar air sebesar 86,04%; 85,34%;
85,6%; 84,8%;91,55%;81,31%;83,2% . Berdasarkan data pengamatan yang
diperoleh tersebut menunjukkan bahwa tahu yang diuji tidak berbeda jauh dengan
kadar air tahu menurut Depkes sehingga bahan tersebut memenuhi standar dari
departemen kesehatan. Untuk Nilai SD yang di peroleh sebesar 2,93 yang
menunjukkan bahwa tingkat kakurasian dari data tersebut rendah karena nilai
standar deviasi dapat dikatan baik atau ketelitiannya tinggi yaitu kurang dari 1.

Sesuai dengan literatur menurut AOAC (2005) yang menyatakan bahwa data
dikatakan akurat apabila memiliki nilai SD di bawah 1. Penyimpangan dapat
terjadi karena kurangnya ketelitian dari praktikan selama praktikum analisa kadar
abu pada tahu yang diujikan.
5.2 Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian,
serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisa kadar abu yang digunakan
dalam praktikum ini menggunakan metode pengabuan kering yang dilakukan
dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam
suatu tanur pengabuan (furnace) sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan
dan berat konstan tercapai dengan bahan yang digunakan adalah tahu.
Berdasarkan data pengamatan praktikum yang telah dilakukan diperoleh
data perhitungan untuk rata-rata kadar abu tahu dalam basis basah dan kering
berturut-turut adalah 0,2917 dan 1,4412 %. Nilai SD kadar abu dalam basis basah
sebesar 0,02 dan SD kadar abu tahu dalam basis kering sebesar 0,1. Nilai RSD
kadar abu basis basah sebesar 6,86 dan RSD kadar abu basis kering sebesar 6,94.
Menurut AOAC (2005) data dikatakan akurat apabila memiliki nilai SD di bawah
1. Dari data perhitungan tersebut menunjukkan bahwa praktikum yang dilakukan
memiliki tingkat keakuratan dan nilai keakurasiannya cukup tinggi serta semakin
kecil nilai RSD dari suatu analisis maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya
sehingga menghasilkan kadar abu yang sesuai dengan persyaratan mutu kadar abu
tahu dalam SNI 01-3142-1998 yakni kurang dari 1,0 %. Menurut Sari (2014),
nilai RSD maksimal yang masih ditoleransi sebagai ketelitian yang baik adalah
5%. Nilai RSD yang diterima tergantung dari konsentrasi analat yang diperoleh
dari hasil pengujian. Pengujian kadar abu tahu dalam basis basah dan kering
melebihi batas ketelitian yang belum baik karena nilai RSD yang diperoleh
melebihi 5%.
5.3 Kadar Gula Reduksi
Penentuan gula reduksi dan gula total pada praktikum ini dilakukan
dengan Metode Nelson-Somogyi. Metode ini mendasarkan pada daya reduksi

sederhana terhadap ion tembaga menjadi kupro oksida dan senyawa-senyawa gula
lain. Bila kemudian kuprooksida direaksikan dengan arsen omoblidat akan
membentuk senyawa molibdenum (senyawa kompleks berwarna biru) yang dapat
ditera pada spektrofotometer. Bahan yang digunakan dalam penentuan gula
reduksi adalah tomat. Pada praktikum uji kadar gula reduksi sampel yang
digunakan adalah tomat. Pengukuran kadar gula reduksi dilakukan pengukuran
kurva standar dan sampel. Pengukuran kurva standart terdapat perlakuan sebanyak
8 pengulangan yamg dilakukan dua kali pengamatan sehingga diperoleh 16 kali
pengulangan. Untuk pengulangan pertama dan kesembilan menunjukkan bahwa
konsentrasinya nol dan absorbansinya nol karena blanko tidak diukur
absorbansinya.
Berdasarkan data setiap pengulangan diperoleh konsentrasi yang setiap
pengulangannya signifikan sehingga diperoleh bahwa tingkat ketelitiannya tinggi.
Pada saat pengamatan pengukuran absorbansi dilakukan sebanyak dua kali
pengulangan supaya memperoleh hasil yang tingkat ketelitian dan ketepatan yang
baik. Berdasarkan literatur Destyara (2009) menyataan bahwa semakin besar
konsentrasi maka nilai absorbansinya semakin besar dan semakin besar nilai
absorbansi maka kandungan gula reduksinya semakin besar. Hal tersebut sesuai
dengan pegamatan, dimana data yang diperoleh bahwa semakin besar konsentrasi
maka nilai absobansinya makin besar. Nilai absorbansi dan konsentasi
dibandingkan dengan pembuatan kurva standar yang menghasilkan y=4,18786x0,0386

pada

shift

pertama

sedangkan

pada

shift

kedua

diperoleh

hasily=4,2058x+0,0107. Berdasarkan literatur Destyara (2009) menyatakan


bahwa semakin besar konsentrasi maka nilai absorbansinya semmakin besar dan
semakin besar nilai absorbansi maka kandungan gula reduksinya semakin besar.
Hal tersebut sesuai dengan pegamatan yang menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi maka nilai absobansinya makin besar sehingga disimpulkan bahwa
tinggat ketetapannya baik.
Diperoleh bahwa semakin besar konsentrasi cuplikan maka kadar gula
reduksi besar pula. Hasil pengamatan pada praktikum penentuan gula reduksi
pada tomat berturut-turut yaitu 1,763041514%; 2,803271672%; 2,565504779%;
3,926720243%; 4,271482239%;5,258214846% . Rata-rata diperoleh bahwa kadar

gula reduksi pada tomat yaitu 3,43% sedangkan berdasarkan literatur Kailaku
(203) menyatakan bahwa kadar gula reduksi pada tomat mencapai 0,25%. Maka
diperoleh hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan literatur.Apabila dilihat dari
nilai standar deviasi dan RSD maka tingkat ketelitianya dapat diketahui. Menurut
AOAC (2005) data dikatakan akurat apabila memiliki nilai SD di bawah 1.
Semakin rendah nilai SD, maka data semakin akurat. Akurat adalah data yang
dihasilkan sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Pada literature nilai RSD yang
dapat diterima adalah <5%. Dari data yang diperoleh bahwa standar deviasi
1,28% maka dari data tersebut dapat diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan
ketentuan nilai standar deviasi karena melebihi 1. Sehingga diperoleh bahwa data
memiliki tingkat ketelitian kurang baik. Begitu pun hasil dari nilai RSD 37,35% .
5.4 Kadar Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam dan tidak larut
dalam air, namun larut dalam pelarut organik nonpolar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), benzena, hexana dan hidrokarbon lainnya. Lemak juga bagian dari
lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak dapat larut dalam
pelarut tersebut karena lemak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut.
Lemak dapat larut dalam pelarut tersebut karena lemak mempunyai polaritas
yang sama dengan pelarut (Herlina, 2002). Sifat lemak dapat diidentifikasikan
dengan salah satu metode yaitu menggunakan metode Soxhlet yang digunakan
dalam praktikum ini. Ekstraksi lemak menggunakan metode Soxhlet pada
praktikum ini dengan pelarut heksan dan petroleum ether serta sampel yang diuji
adalah tahu. Pelarut heksan digunakan pada ulangan 1,2,5,6,7,dan 8 sedangkan
pada ulangan 3 dan 4 menggunakan pelarut petroleum ether.
Berdasarkan data perhitungan yang diperoleh pada praktikum ini bahwa
rendemen minyak yang dihasilkan pada ulangan 3 dan 4 lebih banyak yakni
sebesar 18,497% dan 14,720% jika dibandingkan dengan perolehan dari ulangan
1,2,5,6,7,dan 8 yang menggunakan pelarut berbeda yaitu heksan. Hal ini sesuai
dengan literatur menurut penelitian Hardani (2014) yang menyatakan bahwa jenis
pelarut dapat mempengaruhi jumlah rendemen minyak yang dihasilkan pada
proses ekstraksi. Titik didih pelarut juga sangat mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan karena pada proses ekstraksi, ekstrak dan pelarut harus dipisahkan

melalui penguapan sehingga titik didih antara pelarut dan bahan harus berjauhan
agar pelarut dan bahan tidak menguap pada waktu yang bersamaan. Titik didih
pelarut heksan sebesar 690C dan pelarut petroleum ether memiliki titik didih 40 0C.
Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Guenther (2011) yang menyebutkan
bahwa petroleum eter bersifat selektif dalam melarutkan zat dan menurut Wibowo
dan Sudi (2004) semakin sempurna kontak atau difusi antara larutan pengekstrak
dengan bahan makan akan semakin banyak rendemen yang diperoleh. Perolehan
rendemen lemak pada ulangan ke- 1,2,5,6,7,dan 8, kisaran nilai yang dimiliki
tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lain. Adanya sedikit perbedaan pada
perolehan rendemen lemak ini disebabkan karena berat sampel yang digunakan
berbeda-beda. Berdasarkan hasil perhitungan pada analisa lemak dengan sampel
tahu, kadar lemak yang diperoleh dibawah 0,5% yang merupakan kadar lemak
pada persyaratan mutu tahu dalam SNI 01-3142-1998. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar lemak pada sampel tahu yang digunakan dalam percobaan tidak
sesuai dengan SNI yang berlaku.
5.5 Kadar Protein
Penentuan kadar protein dengan menggunakan bahan pangan tahu pada
praktikum ini dilakukan dengan metode Kjeldahl. Hal ini dikarenakan mungkin
dari kesalahan praktikan saat praktikum khususnya dalam pemipetan larutan, dan
kesalahan ini juga dapat disebabkan karena terjadinya kekeliruan saat preparasi
sampel, misalnya terlalu encer dalam membuat sampel ataupun kesalahan seperti
kelebihan penambahan reagen.
Berdasarkan data pengamatan yang telah dilakukan dari praktikum
diperoleh data perhitungan kadar protein tahu, rata-rata yang diperoleh pada basis
basah dan basis kering berturut-turut sebesar 0,079020% dan 0,395099%. Data
tersebut menunjukkan bahwa kadar protein tahu yang diujikan belum sesuai
dengan syarat mutu menurut SNI (1998) yang menyatakan bahwa kadar protein
yang terkandung dalam tahu minimal 9,0% (b/b), sedangkan pada pengujian
kadar protein sampel tahu dalam praktikum ini diperoleh kadar protein sebesar
0,079020% (bb). Kadar protein berat basah dan berat kering diperoleh nilai
tertinggi pada ulangan ke-8 sebesar 0,083673% (bb) dan 0,418365% (bk), hal ini
dikarenakan berat bahan yang digunakan sebagai sampel ke-8 juga yang terbesar

yaitu sebesar 591,6 mg dan sebaliknya berat bahan sampel awal yang memiliki
nilai terendah maka kadar protein berat basah dan berat kering yang dihasilkan
juga akan memiliki nilai terendah yaitu pada ulangan ke-6 dengan berat bahan
sampel sebesar 502,4 mg dengan kadar protein dalam basis basah dan basis kering
berturut-turut sebesar 0,070559% dan 0,352795%.
Dari data perhitungan juga diperoleh nilai SD pada sampel tahu dalam basisi
basah dan basis kering berturut-turut sebesar 0,0042385 dan 0,021164. Nilai SD
berat basah dan berat kering pada bahan tidaklah jauh berbeda, sehingga nilai SD
yang dihasilkan dapat diterima dan juga menunjukkan ketelitian pada pengujian
cukup tinggi. Hal ini sesuai menurut literatur AOAC (2005) yang menyatakan
bahwa nilai SD yang memenuhi dan dapat diterima yaitu yang memiliki nilai
SD<1. Nilai RSD pada sampel dalam berat basah dan berat kering juga dapat
dihitung yaitu sebesar 5,3566853% dan 5,3566989%. Namun berdasarkan
perolehan nilai RSD termasuk didalam kategori tidak teliti karena %RSD yang
dihasilkan melebihi angka 5. Sesuai yang tercantum dalam AOAC (1980) adalah
sebagai berikut: %RSD <1, teliti: %RSD 1, sedang: %RSD 2-5, dan tidak teliti:
%RSD >5.
5.6 Kadar Vitamin C
Pada penentuan kadar vitamin C dengan sampel yang diuji adalah tomat
menggunakan metode Titrasi Iod. Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam
erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan merupakan
iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai titik akhir,
indikator yang dipergunakan dalam analisa vitamin C dengan metode iodimetri
adalah larutan amilum.
Berdasarkan data pengamatan dari praktikum yang telah dilakukan
diperoleh data perhitungan dari percobaan yang dilakukan sebanyak 8x, mL titran
yang digunakan mempunyai rata-rata 1,5 ml. Kadar vitamin C yang diperoleh
dari perhitungan berturut-turut 33; 33; 31; 31; 26,4; 39,6; 28,6; 44 mg/100 gr
sampel dan

diperoleh nilai rata-rata vitamin c pada 100 gram buah tomat

terkandung 33 miligram Vitamin C. Menurut SNI kadar vitamin c pada 100 gram
tomat adalah 34 miligram. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil
volume titrasi maka semakin kecil pula kadar vitamin C yang terkandung dalam

sampel tomat yang diujikan.. Sedangkan, kadar vitamin c tertinggi diperoleh pada
ulangan ke-8 yaitu sebesar 44 mg/100 gr sampel hal ini dapat terjadi karena
volume mL titrasi yang digunakan terlalu besar sebab saat proses praktikum
terjadi kelalaian dari praktikan.. Dari data tersebut diperoleh hasil perhitungan SD
dan RSD dalam basis basah sebesar 0,006 dan 18 berturut-turut yang
menunjukkan bahwa

tingkat ketelitian cukup tinggi. Sesuai dengan literatur

menurut AOAC (2005) yang menyatakan bahwa data dikatakan akurat apabila
memiliki nilai SD di bawah 1.
Vitamin C mempunyai sifat yang mudah rusak dan mudah larut dalam air
sehingga mudah teroksidasi. Perubahan warna pada saat titrasi terjadi pada saat
detik ke 15 sehingga apabila lebih, hasil yang diperoleh juga akan berbeda yang
dapat mempengaruhi hasil yang sesungguhnya. Hal tersebut dapat terjadi karena
jenis sample yang digunakan berbeda baik dari segi jenis, varietas, tingkat
keasaman, dan hal-hal lainnya sehingga menyebabkan ketidaksamaan data yang
didapat. Menurut Sudarmadji (1989) menyatakan bahwa kadar dari vitamin C
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keadaan buah tersebut, semakin
layu/kusut atau tidak segarnya vitamin menyebabkan kadar vitamin C yang
terkandung dalam buah tersebut berkurang. Semakin lama waktu mengekstrasi
maka kandungan vitamin C akan semakin berkurang.

BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data praktikum yang telah dilakukan, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1) Penentuan kadar air tahu dalam praktikum ini menggunakan metode
gravimetri. Metode gravimetri yang digunakan adalah oven udara, yaitu
pengeringan.
2) Kadar air tahu pada praktikum ini telah sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Untuk nilai SD pada bahan tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat ketelitian
praktikan dalam melakukan prosedur masih rendah.
3) Nilai SD yang diperoleh dari analisis kadar abu tahu telah sesuai dengan
teori, karena nilai yang diperoleh adalah kurang dari satu.
4) Metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak adalah metode
ekstraksi soxhlet. Prinsip dari metode adalah mengambil sebanyakbanyaknya kandungan lemak dalam bahan pangan dengan cara ekstraksi.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunnakan pelarut yang sejenis dengan
lemak, yaitu nonpolar.
5) Kandungan lemak dalam tahu pada praktikum ini tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat dinyatakan bahwa praktikum
yang dilakukan mengalami kesalahan acak.
6) Kandungan protein dalamtahu pada praktikum ini telah sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat dinyatakan bahwa praktikum
yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang ada.
7) Kandungan gula reduksi yang teranalisis dari praktikum ini tidak sesuai
dengan literatur yang diperoleh, yaitu jauh lebih kecil. Ketidaksesuaian ini
juga ditunjukkan dari nilai RSD yang dihasilkan, yaitu lebih dari 5%,
sehingga praktikum yang dilakukan dinyatakan kurang teliti.
8) Kandungan vitamin C dalam buah jeruk dan tomat pada praktikum ini
tidak berbedajauh dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat
dinyatakan bahwa praktikum yang dilakukan mengalami kesalahan acak
sehingga data yang diperoleh menyimpang. Hal ini juga ditunjukkan dari
nilai SD dan RSD yang diperoleh pada kedua jenis buah.
6.2 Saran

Adapun saran untuk praktikum yang selanjutnya agar data yang dijadikan
setiap ulangan dilakukan dengan perlakuan yang tidak berbeda.

Anda mungkin juga menyukai