Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jargon Kesetaraan Gender sering digemakan oleh para aktivis sosial,
kaum perempuan hingga para politikus Indonesia. Kesadaran kaum
perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus
menuntut hak yang sama dengan laki-laki.
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia.
Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas
menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki,
perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya
sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi
sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan
hanya sebatas bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga
pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.
Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara
keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali
takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Pembedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali
tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada
perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu yang
tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran

tentang realitas relasi perempuan dan lakilaki yang dinamis yang lebih tepat
dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas,
analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama
ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas
adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat
berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender
sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada
yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan
perempuan serta akibat akibat yang ditimbulkannya.
Jadi jelaslah mengapa gender perlu dipersoalkan. Perbedaan konsep
gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan lakilaki alam masyarakat. Secara umum adanya gender telah melahirkan
perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia berakt ifitas.
Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang
masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakanakan hal itu merupakan
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri
ciri bio logis yang dimiliki oleh perempuan dan lakilaki.
Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan peran,
sifat dan fungsi yang berpola sebagai berikut :

Konstruksi biologis dari ciri primer, skunder, maskulin, feminim.

Konstruksi sosial dari peran citra baku (stereotype).

Konsruksi agama dari keyakinan kitab suci agama.


Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan lakilaki maskulin

bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia atas jenis


kelamin biologisnya. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki
laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat
dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk memahami
konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis,
yang secara fisik melekat pada masingmasing jenis kelamin, laki laki dan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan,
sehingga sifatnya permanen dan universal. Dalam memahami konsep gender
ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
a. Ketidak-adilan dan diskriminasi gender
Ketidak-adilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil
akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki
laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan
kedudukan antara perempuan dan laki laki baik secara langsung yang
berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak
suatu

peraturan

perundangundangan

maupun

kebijakan

telah

menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang berakar dalam sejarah, adat,


norma, ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.
Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran
yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk
3

yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki
laki. Meskipun secara agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai
kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu
berdampak pula terhadap laki laki.
Bentuk bentuk ketidak-adilan akibat diskriminasi itu meliputi :

Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) kaum perempuan yang


mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di
Negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman,
eksploitasi, banyak perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat
dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan pada petani laki laki.

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis


kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis
kelamin lainnya. Ada pandangan yang menempatkan kedudukan
perempuan lebih rendah daripada laki laki.

Stereotype merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali


bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidak-adilan pada
salah satu jenis kelamin tertentu.

Kekerasan (violence), artinya suatu serangan fisik maupu n serangan


non fisik yang dialami perempuan maupun laki laki sehingga yang
mengalami akan terusik batinnya.

Beban kerja (double burden) yaitu sebagai suatu bentuk diskriminasi


dan ketidak-adilan gender dimana beberapa beban kegiatan diemban
lebih banyak oleh salah satu jenis kelamin.

b. Kesetaraan gender
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan lakilaki setara, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara
perempuan dan lakilaki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus
memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan
perhitungan secara sistematis dan tidak bersifat universal.
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dalam mencapai tujuannya
tidak terlepas dari sumber daya manusia yang dimiliki, karena sumber daya
manusia yang akan mengatur dan mengelola sumber daya lain yang dimiliki
organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri.
Sehingga organisasi maupun lembaga harus memiliki sumber daya manusia
yang berkompeten dan memiliki tingkat kinerja yang tinggi dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan oleh organisasi. Dalam mencapai
tujuannya diperlukan kerjasama dan keahlian antar individu, dibutuhkan
adanya peningkatan kerja dan mampu mendayagunakan potensi sumber daya
manusia yang dimiliki oleh pegawai guna tercapainya tujuan organisasi.
Agar suatu organisasi tetap eksis maka harus berani menghadapinya
yaitu menghadapi perubahan dan memenangkan persaingan. Sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi seperti modal, metode dan mesin tidak bisa
5

memberikan hasil yang optimum apabila tidak didukung oleh sumber daya
manusia yang mempunyai

kinerja yang optimum. Douglas

(1996)

menjelaskan bahwa organisasi membutuhkan pegawai yang mampu bekerja


lebih baik dan lebih cepat, sehingga diperlukan pegawai yang mempunyai
kinerja (job performance) yang tinggi.
Namun demikian, kita harus melihat bahwa ada kecenderungan, pegawai
yang berbuat seperti tersebut diatas adalah bukan semata-mata kesalahan
pegawai itu saja, ada kemungkinan karena fihak dimana ia bekerja kurang
memperhatikan kondisi-kondisi yang memungkinkan tumbuhnya nilai-nilai
kerja pada diri pegawai yang ada.
Berpijak dari kenyataan tersebut, timbul suatu pertanyaan, apakah
masih ada alternatif lain yang mampu membuka jalan untuk meningkatkan
kinerja pegawai pemerintah? Salah satu alternatif jawaban pertanyaan tersebut
adalah melalui pintu perubahan perilaku dari pegawai pemerintah sebagai
elemen terpenting organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Pembangunan di bidang sumber daya manusia tidak hanya bertujuan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, tetapi juga
diarahkan untuk meningkatkan kualitas pegawai pemerintah. Pengembangan
sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan kualitas aparatur negara
sebagai administrator pembangunan yang memiliki sikap dan perilaku yang
berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, berdisiplin dan memiliki
motivasi tinggi, sehingga dapat memberikan pelayanan prima dan terbaik
kepada masyarakat.
6

Keberhasilan dan kegagalan pembangunan tidak dapat lepas dari peran


yang dimainkan. oleh pegawai pemerintah sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat. Peranan tersebut diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan dalam
organisasi yang menjadi penggerak bawahan dan menjadi satu kesatuan dalam
pola manajemen pemerintahan dan manajemen pembangunan di daerah.
Dinamika organisasi dalam pemerintahan maupun sektor jasa lainnya
ditentukan oleh suasana dalam organisasi yang diciptakan dengan tata
hubungan komunikasi antar pribadi (interpersonal relationships) yang berlaku
di lingkungan organisasi/lembaga tersebut. Tata hubungan antar pribadi dapat
bersumber dari kepemimpinan (leadership) seorang pemimpin dalam
melaksanakan fungsinya. Kepemimpinan yang mempengaruhi tata hubungan
dalam organisasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula pada kinerja
(performance). Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor penting
dalam mewujudkan keberhasilan organisasi. Selain adanya kepemimpinan dan
tata hubungan yang baik dalam organisasi, faktor penting lainnya adalah
budaya kerja dari para pegawai itu sendiri. Dengan budaya kerja yang baik
seseorang akan dapat melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya.
Sejalan dengan beberapa uraian diatas, secara ringkas dapat dikatakan
bahwa dalam menghadapi era globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah,
diperlukan pengembangan citra baru aparatur pemerintah yang mempunyai
loyalitas, budaya kerja, penuh disiplin dan profesional dalam melakukan
tugas-tugas pemerintahan yang dipercayakan kepadanya, tetapi juga yang
penuh kreativitas dan penuh prakarsa serta dinamis dalam membina dirinya,
7

dalam upaya meningkatkan kualitas kerja, untuk mendukung pembangunan


mental-spiritual melalui peningkatan produktivitas dengan pendidikan
nasional yang makin merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan
perluasan

pendidikan

keahlian

yang

dibutuhkan

berbagai

bidang

pembangunan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang


semakin mantap.
Sebagai wujud kepedulian pemerintah maka dalam bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil sudah seharusnya gender tidak dipermasalahkan, kecuali
hal-hal yang bersifak teknis. Demikian juga di kabupaten Jayapura, bahwa
komitmen pemerintah daerah tidak membedakan. Dimana yang menjadi
masalah bukan gendernya tetapi kinerja dari para pegawainya serta perlakuan
para pimpinan instansi terhadap pegawai perempuan serta perlakuan dari antar
pegawai terhadap perempuan yang terlibat dalam pelaksanaan tugas.
Dari tahun ke tahun jumlah pegawai Badan Lingkungan Hidup di
Kabupaten Jayapura mengalami peningkatan, namun selama ini tidak ada
yang memberikan tanggapan berapa prosentasi peningkatan jumlah pegawai
berdasarkan gender. Belum ada analisis gender terhadap keterlibatan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan, hal ini akan menjadi lebih jelas bila diberikan
perhatian tersendiri agar tidak terjadi kecemburuan sosial karena gender.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak para kaum pria
memperlakukan para pegawai perempuan tidak sebagaimana memperlakukan
pegawai laki-laki. Pada umumnya para pegawai menganggap perempuan
kemampuannya sangat terbatas karena sifat feminin yang di bawa sejak lahir.
8

Namun demikian sebenarnya tidak menjadikan masalah, karena banyak


pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh kaum perempuan yang hasilnya tidak
kalah dengan yang dikerjakan oleh para laki-laki. Sebagai contoh adalah
pekerjaan yang bersifat administratif, apakah harus seorang laki-laki?
Demikian juga di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, setiap
tahun mengalami peningkatan jumlah pegawai, namun tidak pernah dianalisis
peningkatan jumlah pegawai tersebut per tahunnya dan bagaimana
keterlibatan para pegawai tersebut dalam penyelesaian tugas kedinasan.
Apabila ada analisis terhadap keterlibatan pegawai terhadap tugas kedinasan,
maka ini akan menjadi suatu masukan yang amat berarti bagi seluruh kepala
Satuan Kerja Prangkat Daerah bahwa gender tidak menjadikan masalah dalam
palaksanaan tugas kedinasan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk
mengkaji lebih jauh persoalan gender di Badan Lingkungan Hidup di
Kabupaten Jayapura tersebut. Selanjut hasil penelitian tersebut dituangkan
dalam Skripsi dengan judul : Analisis Gender Terhadap Kedudukan dan
Peranan Wanita di Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten
Jayapura.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan jumlah pegawai berdasarkan gender pada
Badan Lingkungan Hidup di Kabupaten Jayapura?
9

2. Bagaimana keterlibatan pegawai perempuan dalam pelaksanaan


tugas-tugas dinas pada Badan Lingkungan Hidup di Kabupaten
Jayapura?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Menganalisis dan mengetahui

perekembangan

jumlah

pegawai

perempuan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura.


b. Mengetahui keterlibatan pegawai perempuan dalam pelaksanaan tugastugas kedinasan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura.
2. Keguanaan Penelitian
a. Kegunaan Akademik
1) Untuk manambah wawasan ilmiah bagi penulis khususnya bidang
sumber daya manusia kaum perempuan, disamping memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu dan teori
yang dipelajari.
2) Sebagai salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan studi pada
jurusan Manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Yapis Papua guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S1).

b. Kegunaan Praktis
1) Diharapkan

dengan

terselesaikannya

penelitian

ini

dapat

memberikan gambaran secara nyata dan dapat membandingkan

10

antara teori yang dipelajari di akademik dengan kondisi nyata di


lapangan.
2) Dapat menjadikan masukan untuk Pemerintah Daerah kabupaten
Jayapura

guna

mengambil

langkah

yang

tepat

dalam

meningkatkan peran kaum perempuan dalam kegiatan kedinasan


sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik kearah
peningkatan kualitas kinerja para pegawai.
D. Keterbatasan Penelitian
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian, ini
maka penulis memberikan batasan pada analisis gender khususnya kaum
perempuan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura dengan
menggunakan deskriptif kualitatif terhadap hasil penelitian ini.
E. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini nantinya menggunakan sistematikan penulisan
sebagai berikut : Bab I merupakan bab penduhuluan, Bab II berisikan
Landasan teori dan kerangka konseptual. Bab III berisikan metode penelitian,
Bab IV berisikan hasil penelitian, analisis dan pembahasan, sedangkan Bab V
adalah merupakan bab penutup berisikan Kesimpulan dan Saran.

11

Anda mungkin juga menyukai