LANDASAN TEORI
A. Konsep Gender
Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk
menjelaskan mana perbedaan perempuan dan lakilaki yang bersifat bawaan
sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang
dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.
Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini kita sering kali
mencampur-adukkan ciriciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah
dengan ciriciri manusia yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya
bisa berubahubah atau diubah.
Pembedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan
kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat
pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu
yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun
gambaran tentang realitas relasi perempuan dan lakilaki yang dinamis yang
lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas,
analisis diskursus (discourse analysis)dan analisis kebudayaan yang selama ini
digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas
adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat
berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender
sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada
12
yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan
perempuan serta akibat akibat yang ditimbulkannya.
Jadi jelaslah mengapa gender perlu dipersoalkan. Perbedaan konsep
gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan lakilaki alam masyarakat. Secara umum adanya gender telah melahirkan
perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia berakt ifitas.
Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang
masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakanakan hal itu merupakan
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri
ciri bio logis yang dimiliki oleh perempuan dan lakilaki.
Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan peran.
Sifat dan fungsi yang berpola sebagai berikut :
perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik
melekat pada masingmasing jenis kelamin, laki laki dan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga
sifatnya permanen dan universal. Dalam memahami konsep gender ada
beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
a. Ketidak-adilan dan diskriminasi gender
Ketidak-adilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil
akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun
lakilaki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran
dan kedudukan antara perempuan dan lakilaki baik secara langsung yang
berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak
suatu
peraturan
perundangundangan
maupun
kebijakan
telah
Marginalisasi
(peminggiran/pemiskinan)
perempuan
yang
b. Kesetaraan gender
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan
siklus sosial perempuan dan lakilaki setara, seimbang dan harmonis.
Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara
perempuan dan lakilaki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus
15
Dewasa
ini
sistem
sosial
yang
patriarkhis
mengalami
mengatakan
bahwa
gender
secara
umum
digunakan
untuk
dianggap tidak etis karena tidak sesuai dengan perilaku perempuan pada
umumnya. Bersila menjadi cara duduk laki-laki dalam kesehariannya.
Perempuan yang melanggar etika akan dianggap sebagai perempuan yang
memiliki tingkah laku yang buruk dan dilecehkan dalam pergaulannya. Dalam
praktik keseharian, pembedaan antara laki-laki dan perempuan sering memicu
adanya ketidakadilan kepada perempuan melalui bentuk kekerasan (violence).
Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan
karena kekuasaan laki-laki yang sangat dominan. Perempuan yang dianggap
sebagai makhluk yang lemah sering menjadi objek kekerasan oleh laki-laki.
Laki-laki yang mengalami frustasi dengan lingkungan kerja di luar
menjadi mudah melampiaskan kemarahan pada istri. Selain kasus di dalam
rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di mana-mana.
Perempuan menjadi target dari para penjahat untuk melakukan modus operasi
seperti kasus pencopetan di keramaian sering menimpa perempuan, kasus
perampokan terhadap keluarga yang ditinggal ayah bekerja, maupun kasus
pemerkosaan terhadap perempuan yang lewat tempat sepi di malam hari.
Dengan adanya seperti kasus di atas, kaum perempuan yang terkalahkan
dengan laki-laki sebab perempuan tidak dapat melawannya.
C. Dominasi Laki-laki
Simon (2004: 19-21) mengatakan istilah dominasi banyak disebut oleh
Antonio Gramsci. Namun, arti dari kata dominasi tersebut berbeda dengan
arti dari kata hegemoni. Jika hegemoni merupakan suatu persetujuan untuk
19
memimpin secara politik dan ideologis, namun dominasi itu mengarah pada
satu kekuasaan yang diterima dengan adanya pengaruh suatu kekuatan.
McClelland (dalam Sugihastuti dan Saptiawan, 2007: 280) mengatakan
kemunculan kekuasaan laki-laki salah satunya berakar pada anggapan bahwa
laki-laki adalah manusia yang besar, kuat, keras, dan berat, sedangkan
perempuan merupakan manusia yang kecil, lemah, lembut, dan ringan.
Sebagai pihak yang lebih kuat, laki-laki dengan demikian dianggap sebagai
pihak yang lebih berkuasa dibandingkan dengan perempuan. Kekuasaan yang
dimiliki
tersebut
membuat
laki-laki
cenderung
memandang
rendah
sebagai
perkumpulan
individu
(pemerintahan),
adanya
23
perempuan
yang
disebabkan
oleh
gender
inequalities
yang rendah dan tidak menguntungkan. Dengan ini jelas bahwa laki-laki
berada pada wilayah publik, yang menyebabkan perempuan selalu berada
pada wilayah inferior di bawah kekuasaan laki-laki. Dalam sisi yang lain,
perempuan dalam sudut pandang laki-laki diharuskan memiliki kelembutan,
dan kecantikan. Identitas tersebut merupakan suatu keidentikan tersendiri bagi
perempuan untuk diakui eksistensinya oleh laki-laki sehingga dirinya akan
dihargai.
E. Citra Perempuan
Penciptaan realitas menggunakan satu model produksi yang oleh
Baudrillard (Piliang, 1998 : 228) disebutnya dengan simulasi, yaitu penciptaan
modelmodel yang tanpa asal usul atau realitas awal. Hal ini olehnya disebut
hyper reality.
Melalui model simulasi, manusia dijebak di dalam suatu ruang, yang
disadarinya sebagai nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya atau khayalan
belaka. Menurut Piliang, (1998 : 228) ruang realitas semu itu dapat
digambarkan melalui analogi peta. Bila di dalam suatu ruang nyata, sebuah
peta merupakan representase dari sebuah teritorial, maka di dalam model
simulasi petalah yang mendahului teritorial. Realitas (teritorial) sosial,
kebudayaan atau politik kini dibangun berdasarkan modelmodel (peta)
fantasi yang ditawarkan televisi, iklan, bintangbintang layar perak, sinetron
atau tokohtokoh kartun. Semua itu kemudian menjadi model dalam berbagai
citra, nilainilai dan maknamakna dalam kehidupan sosial, kebudayaan atau
politik. (Burhan Bungin : 2008 ).
26
remaja dan perempuan lebih menyukai pencitraan ini. Dalam pencitraan kelas
sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial atas menjadi acuan dan
digambarkan sebagai kehidupan yang bergengsi, modern, identik dengan
diskotik, pesta pora dan penuh dengan hiruk-pikuk musik, atau kelompok
masyarakat yang dekat dengan belanja di Mall, makan di Caf, dan
sebagainya.
Kelima, citra kenikmatan. Kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia
kemewahan dan kelas sosial yang tinggi. Dalam iklan televisi kenikmatan
dapat memindahkan seseorang dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial yang
ada diatasnya. Kenikmatan dalam realitas seharihari adalah realitas yang
didambakan setiap orang tanpa memandang kelas sosial mereka.
Keenam, citra manfaat. Umumnya orang mempertimbangkan faktor manfaat
sebagai hal utama dalam sikap memilih, karena itu manfaat menjadi nilai
dalam keputusan seseorang. Umpamanya untuk memperkuat keputusan
pembelian maka perlu memasukkan citra manfaat dalam sebuah iklan. Citra
manfaat itu penting untuk memasukkan terhadap keputusan membeli atau
tidak sebuah produk. Selain itu juga dapat memberikan penilaian lebih positif
terhadap suatu produk sehingga dapat menciptakan kebutuhan orang terhadap
objek iklan padahal sebelumnya ia tidak membutuhkan produk tersebut.
Ketujuh, citra persahabatan. Iklan televisi juga melakukan pencitraan terhadap
persahabatan ditampilkan dalam sebuah iklan sebagai jalan keluar terhadap
banyaknya problem rendah diri yang terjadi di kalangan remaja (umumnya
remaja perempua n) terutama yang bersumber dari diri remaja itu sendiri. Di
29
sisi lain dorongan lain ingin memperbanyak persabahatan dalam iklan menjadi
sangat strategis untuk solusi pemirsa.
Kedelapan, citra seksisme dan seksualitas. Beberapa iklan memberi kesan
yang jelas bahwa ada kecendrungan seksisme dalam masyarakat. Bahkan
seksisme yang dipertunjukan itu ke arah anggapan yang merendahkan kaum
wanita. Dalam realitas seharihari seksisme dan seksualitas merupakan hal
yang amat menarik dibicarakan, karena hal ini menjadi bagian kehidupan
individu yang disembunyikan atau bahkan tabu diungkapka n, namun menjadi
bagian yang dominan dalam ruang publik. Kondisi ini menjadikan seksisme
dan seksualitas itu mencitrakan perempuan sebagai menjadi menarik untuk
tampil di depan publik. Baudrillard melihat bahwa taraf produksi image
tersebut telah membawa perubahan masyarakat secara kualitatif yang di
dalamnya perbedaan antara realitas dan image menjadi kabur, kehidupan
sehari-hari mengalami estetisikasi. Ruang dan waktu merupakan dunia
simulasional atau dia sebut dengan budaya post modern. Dalam wacana ini
fungsi periklanan telah bergeser dari penekanan rasionalitas terhadap
kepuasan fungsional menjadi penekanan atas keikutsertaan kemampuan
audiens dalam menciptakan tampakan-tampakan luar dari makna melalui
manipulasi ikatan dan pemunculan yang pada akhirnya menjadi ciri yang
konstan dari modernitas akhir. Dalam abad gaya hidup, penampilan diri itu
justru mengalami estetisisasi, estetisisasi kehidupan sehari-hari. Dalam
ungkapan Chaney, penampakan luar menjadi salah satu situs yang penting
bagi gaya hidup. Hal-hal permukaan akan menjadi lebih penting daripada
30
substansi. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada fungsi. Gaya
mengga ntikan substansi. Kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran penampakan
luar, penampilan, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan menjadi
bisnis besar gaya hidup. Dalam penelitian ini, konsep penampakan luar yang
dipaparkan merupakan sebuah konsep penampilan.
F. Kerangka Konseptual
Produktivitas kerja yang tinggi merupakan salah satu tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi, tercapai atau tidaknya tujuan organisasi itu tergantung
dari sumber daya manusia yang ada pada organisasi itu. Organisasi yang
produktif adalah organisasi yang memiliki produktivitas kerja yang tinggi.
Meningkatkan produktivitas melalui orang berarti menciptakan iklim
kebersamaan dalam organisasi.
Produktivitas kerja pegawai negeri sipil dapat dilihat dari output yang
dihasilkan dari pelaksanaan tugas dan beban kerja serta tanggungjawab
organisasi atau instansi. Dalam pelaksanaan tugas administrasi tidak
membedakan gender, namun demikian perlu diuji kebenaran dan kesahihan
sebuah fenomena pragmatis tersebut apakah sesuai dengan kenyataan. Untuk
itu diperlukan analisis kebenaran dari fenomena tersebut, selanjutnya hasil
analisis dapat dijadikan rekomendasi kepada instansinya.
Berdasarkan permasalahan dan landasan teoritis yang telah dikemukakan,
maka kerangka pemikiran yang dirancang untuk mendukung penelitian ini,
yang terlihat pada gambar 2.1.
Gambar .2.1
31
Laki-laki
Perempuan
ANALISIS
Rekomendasi
Sumber: Modifikasi penulis berdasarkan Teori (Nugroho, 2008: 10)
G. Variabel dan Indikator
Dalam penelitian ini variabel gender yang digunakan adalah variabel
hanya laki-laki dan variabel perempuan. Sedangkan Indikator yang digunakan
untuk menganalisis adalah prosentase keterlibatan kaum perempuan dalam
penyelesaian tugas di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura.
H. Hipotesis
H1. Diduga perkembangan jumlah pegawai berdasarkan gender di Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura menunjukkan kemajuan.
H2. Diduga keterlibatan pegawai perempuan dalam pelaksanaan tugas sudah
sangat baik
32