Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker. Pelayanan kefarmasian menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 35 tahun 2014 adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Ketentuan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang
perapotekan yang berlaku hingga sekarang adalah Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, yaitu :
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter atau Dokter Gigi, kepada
Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
5. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan
patologi
dalam
rangka
penetapan
diagnosis,
pencegahan,
dan
meringankan
penyakit,
merawat
orang
sakit,
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
D.
10
11
pengkajian
resep
meliputi
administrasi,
kesesuaian
12
untuk meningkatkan
pengetahuan,
pemahaman,
13
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
2.
3.
Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
14
4.
15
10. Surat pernyataan Pemilik Modal Apotek (PMA) tidak terlibat pelanggaran
perundang-undangan di bidang obat.
Selain itu juga disebutkan:
1) Lokasi
Jarak minimum antara Apotek satu dengan Apotek yang lain tidak
dipersyaratkan, namun sebaiknya dipertimbangkan studi kelayakannya yang
ditinjau dari segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah dan kondisi
ekonomi penduduk, jumlah Dokter, sarana pelayanan kesehatan, hygiene
lingkungan, keamanan dan kemudahan dijangkau. Sarana praktek dapat didirikan
pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi dan ruangan tertutup untuk konseling bagi
pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan
catatan medikasi pasien. Selain itu tempat parkir juga berperan penting karena
dengan adanya tempat parkir yang luas maka konsumen akan lebih nyaman
datang ke Apotek.
2) Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Syarat memiliki NPWP sekarang mudah, yaitu hanya dengan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dari wajib pajak.
3) Bangunan
Bangunan Apotek harus dalam bentuk akte hak milik/sewa/kontrak dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsi Apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang
16
b.
c.
d.
Perlengkapan administrasi.
Termasuk di dalamnya adalah blanko pesanan obat, blanko kartu stock obat,
blanko salinan resep, blanko faktur dan nota penjualan, kwitansi, buku
17
Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan Apotek.
5) Perbekalan Apotek
Perbekalan apotek meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan
dan kosmetika. Obat sekurang-kurangnya terdiri dari obat generik sesuai dengan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).
18
19
2) Pasal 8
Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan
sarana yang dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Apoteker
dengan pemilik sarana. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi
persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang obat sebagaimana dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
3) Pasal 9
Terhadap permohonan izin Apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai
dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari wajib mengeluarkan Surat
Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan menggunakan contoh
formulir model APT-7.
20
Tim Dinkes
Kabupaten/Kota dan Kepala
Jika
pemeriksaan
tidak
dilakukan, Apoteker membuat
surat
pernyataan
siap
melakukan
kegiatan
ke
Kadinkes
Kabupaten/Kota,
dengan
tembusan
kepada
kepala Kadinkes Propinsi
dengan form APT-4.
Belum memenuhipersyaratan
(12 hari kerja)
12 hari kerja
Memenuhi persyaratan
(12 hari kerja)
Tidak memenuhi
persyaratan (12 hari kerja)
12 hari kerja
Surat Penundaan
Form model APT-6
Diberi kesempatan
melengkapi (1 bulan)
Melaksanakan
pembukaan
12 hari kerja
Surat Penolakan
Form model APT-7
21
empat
jam ahli
waris Apoteker
22
pencabutan
dibuat
oleh
Kepala
Dinas
Kesehatan
izin
Apotek
dicabut,
Apoteker
Penanggungjawab
Apotek
wajib
23
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
24
25
26
d. Ruang Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, bubuk-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dna formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang Penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Ruang penyiapan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperature,
kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expire First Out). Meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, dan administrasi.
27
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
obat. Perencanaan bertujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan
pengadaan sediaan farmasi perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang
akan dipesan. Data obat-obatan tersebut ditulis dalam buku defecta yaitu buku
yang berisi data barang habis atau persediaan menipis.
Dalam
membuat
perencanaan
pengadaan
sediaan
farmasi
perlu
memperhatikan :
a. Pola penyakit
Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang sering terjadi di
sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
b. Tingkat perekonomian masyarakat
Tingkat ekonomi di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli
terhadap
obat-obatan.
Jika
masyarakat
sekitar
memiliki
tingkat
perekonomian menengah kebawah, maka apotek perlu menyediakan obatobat yang harganya terjangkau seperti obat generik berlogo. Demikian pula
sebaliknya jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian
menengah keatas yang cenderung memilih membeli obat paten, maka
apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan.
28
c. Budaya masyarakat
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat
mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obat tanpa
resep.
Dalam perencanaan pengadaan ini, ada empat metode yang sering dipakai
yaitu :
a) Metode epidemiologi.
Perencanaan
dengan
metode
ini
dibuat
berdasarkan
pada
29
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 :
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat di mana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
30
31
32
terjadi pembayaran hutang, pada kartu diberi tanda L (Lunas) dan diberi
tanggal pelunasan.
b. Administrasi untuk penyimpanan barang
a) Buku pembelian
Buku pembelian ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Pencatatan
dalam buku ini dilakukan setiap hari berdasarkan faktur. Dalam buku ini
tercantum tanggal, nomor urut, nama PBF, nomor faktur, nomor batch,
tanggal kadaluwarsa, nama barang, jumlah, harga satuan, diskon yang
diperoleh, total harga dan pembayaran. Pengeluaran setiap hari dijumlah,
pada akhir bulan ditotal untuk perhitungan pengeluaran Apotek.
b) Buku catatan harian narkotika dan psikotropika
Buku ini mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan
psikotropika dicatat dalam buku stock khusus. Satu buku digunakan untuk
mencatat satu macam obat.
c. Administrasi untuk penjualan barang
a) Daftar harga
Daftar harga obat tercantum dalam program komputer baik berupa hargaharga obat dengan merk dagang, generik maupun bahan baku. Penyusunan
nama berdasarkan urutan abjad dan bentuk sediaan. Harga yang
dicantumkan yaitu HNA (Harga Netto Apotek) + PPN dan HJA (Harga Jual
Apotek).
33
b) Laporan harian.
c) Laporan harian merupakan laporan hasil semua pemasukan dari penjualan
obat bebas, penjualan resep setiap hari.
d) Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika
Laporan pengguanaan narkotika dibuat setiap bulan, sedangkan laporan
penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan. Dalam laporan ini tercantum
nama obat, persediaan awal, penambahan/pemasukan yang meliputi tanggal
pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan atau penggunaan, persediaan
akhir dan keterangan.
4. Pengelolaan Obat
1) Pengelolaan Obat Narkotik
Tujuan
diadakan
pengelolaan
narkotik
adalah
untuk
mencegah
34
ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
35
Penyimpanan Narkotika
Narkotik di Apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam Peraturan PerundangUndangan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Pasal 5 tentang tata cara penyimpanan
narkotik, Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b) Harus mempunyai kunci yang kuat.
c) Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian
pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
d) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
Pada Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/
Menkes/Per/X/1978 dinyatakan bahwa :
a) Apotek dan Rumah Sakit harus menyimpan narkotik pada tempat khusus
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.
b) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotik, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
c) Anak kunci lemari khusus harus dikuasai Penanggungjawab/Tenaga Teknik
Kefarmasian atau pegawai lain yang dikuasakan.
d) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
Program Profesi Apoteker Angkatan XXIX Periode 01 - 31 Oktober 2015
36
Pelaporan Narkotika
Menurut
Undang-Undang
Nomor
35
tahun
2009, Apotek
wajib
Laporan
penggunaan obat narkotika saat ini dilakukan melalui online SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Tenaga Teknik Kefarmasian setiap
bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui
SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling lama
sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian
narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan,
satuan, persediaan awal bulan), password dan username didapatkan setelah
melakukan registrasi pada dinkes setempat.
Pelayanan Narkotika
Pelayanan narkotika adalah sebagai berikut :
a) Narkotika digunakan untuk terapi penyakit hanya berdasarkan resep Dokter,
resep yang berisi narkotika harus digaris bawahi dengan tinta merah
dibawah nama obat narkotik.
37
b) Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri yaitu tidak boleh
ada iterasi (ulangan), ditulis nama pasien tidak boleh m.i (mihi ipsi = untuk
dipakai sendiri), alamat pasien dan aturan pakai yang jelas, tidak boleh
ditulis sudah tahu pakainya (usus cognitus).
Pemusnahan Narkotika
Pasal 9 Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
28/Menkes/Per/1978 menyebutkan bahwa pemegang izin khusus yaitu Apoteker
pimpinan Apotek dan Dokter dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak
memenuhi syarat lagi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan jika
narkotika di produksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku atau
dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluwarsa, tidak memenuhi
persyaratan untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan berkaitan dengan tindak pidana.
Pelaksanaan pemusnahan narkotika menurut surat edaran Direktur Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 010/EF/SE/1981 tanggal 8 mei 1981 yaitu
Apotek yang berada ditingkat provinsi disaksikan oleh Balai Pengawasan Obat
dan Makanan dan Apotek yang berada di tingkat Kotamadya atau Kabupaten
disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.
Pelaksanaan pemusnahan narkotik di Apotek harus dibuat berita acara
yang memuat hari, tanggal, bulan, tahun pemusnahan, nama Apoteker pengelola
apotek, nama saksi dari Pemerintah dan seorang saksi lain dari Apotek tersebut,
nama dan jumlah narkotik yang dimusnahkan, cara pemusnahan dan tanda tangan
Program Profesi Apoteker Angkatan XXIX Periode 01 - 31 Oktober 2015
38
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
Surat
pesanan
39
Pelaporan Psikotropika
Penggunaan psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat
resep-resep yang berisi psikotropika dalam buku register psikotropika yang berisi
nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, nama PBF,
nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran, persediaan akhir, nama pasien dan nama
Dokter. Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan. Pelaporan dibedakan atas
penggunaan bahan baku psikotropika dan sediaan jadi psikotropika. Pelaporan
psikotropika dibuat satu bulan sekali tetapi dilaporkan 1 tahun sekali (awal
Januari sampai Desember) ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan
dan
arsip
Apotek.
Laporan
ditandatangani
oleh
Apoteker
40
dengan pembuatan berita acara yang memuat nama, jenis, sifat dan jumlah,
keterangan tempat, jam, hari tanggal, bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas
pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk Menteri Kesehatan).
Pemusnahan
dilakukan
setelah
mendapat
persetujuan
oleh
Apoteker
41
diserahkan kepada pasien tanpa resep, yang pada etiket wadah dan bungkus luar
atau kemasan terkecil dicantumkan secara jelas tanda khusus yang mudah
dikenali. Tanda khusus tersebut berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam.
42
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
43
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
44
45