Anda di halaman 1dari 21

Tool steel

Adalah baja dengan paduan dengan unsur lain seperti C, Mn, Si, Cr, V W, Mo, Co, yang dibanyak
digunakan untuk keperluan pekerjaan teknik yang membutuhkan sifat mekanik yang baik seperti
ketahanan aus, ketahanan pada impak temperatur tinggi, ketahanan getaran, ketahanan beban,
ketangguhan, kekerasan yang baik. Geroge robert adam
Aplikasi dari tool steel ini cukup luas dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan dengan menfariasikan
jumlah unsur paduan yang ada dengan melewati proses heat treatment. Seperti untuk palu, pahat, alat
forging, ekstrusi, shockbreaker, pisau baja, tang, gunting pemotong dan sebagainya
Perlakuan panas pada tool steel ini memiliki tahapan utama yaitu:
1) Pemanasan awal untuk membentuk fasa austenite atau disebut dengan proses austenizing
2) Pendinginan untuk membentuk fasa martensite.
3) Melakukan pemanasan kembali pada baja yang telah dikeraskan atau tempering hingga
tmperatur tertntu yang bertujuan untuk menghilangkan austenit sisa, mengkombinasikan antara
kekuatan, duktilitas, dan ketangguhan yang tinggi,
Tempering terjadi pada temperatur A1 (723 C), dan menahannya pada temperatur tersebut hingga
beberapa waktu dan di dinginkan lagi.
Proses aniling yaitu pemansan hingga temperatur asutenit dan ditahan pada temperatur tersbut
bberap waktu dan dilakukan pendingnan lamabt. Tidak dilakukan untuk baja perkakas
a. Hot working tool steel
Hot working tool steel dikenal sebagai Grup H dalam tool steel. Grub H ini terbagi lagi menjadi tiga subkelompok seperti molibdenum hot-work steel, tungsten hot-work steel, dan kromium hot-work steel.
Molybdenum, memiliki mampu las yang baik dan karakteristik pengerasan sekunder. Ini mendorong
pembentukan butir halus. Baja molibdenum hot-kerja meliputi jenis H42 dan H43. H13 adalah baja
perkakas yang dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan ketangguhan ekstrim yang
dikombinasikan dengan kekerasan yang baik.
Molibdenum = H42
Lebih tangguh, memerluk perawatan yang lebih besar dibanding yang lain jika dalam proses karburasi
dan proses autenitinizing, lebih tahan panas dibandingkan tungsten, carbon rendah
Cromium = H10 11 12 13 14 19
harus memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap impak pada suhu tinggi , ketahanan temperatur
tingginya lebih tinggi daripada cromium dan tunsten tetapi nilai ketangguhannya tidak lebih baik dari
kromium dan tungsten. Penambahan vanadium bertujuan untuk menekan erosi yang terjadi pada
temperatur tinggi. Penambahan silikon untuk menekan adanya reaksi oksidasi hingga temperatur 800
C, tingkat paling rendah adalah H19. Tertinggi H11. Distorsi yang rendah . ketahanan lunaknya hingga
temperatur 540 C, mampu las yang baik, kemampuan ekspansi thermal yang relatif rendah, tahan
reaksi oksidasi dan korosi.
Tungsten = H21 22 23 24
Tahan terhadap aus, impak temperatur tinggi, didingingkan lewat udara air garam dan minyak, ketika
pendinginan menggunakan udara, distorsinya lebih rendah dibanding dengan media pendinginan yang
lain. Digunakan untuk alat-alat forging ataupun ektruksi nikel, kuningan.

Non warping prop = kemampuan dibengkokkan


Toughness = kekerasan
Wear resistance = ketahanan aus
b. Cool work tool steel
Yaitu baja perkakas yang digunakan untuk proses yang membutuhkan ketahanan tinggi terhadap
keausan, impak, beban yang besar. Conthnya yaitu stamping, alat pemotong, roller, pisau baja. baja
ini memiliki kandungan karbon dan kromium, itu juga mencakup molibdenum paduan yang
membantu meningkatkan pengerasan dan ketangguhan baja. Vanadium paduan dalam baja
memberikan ketahanan aus yang lebih tinggi.
Baja jenis ini tidak perlu memiliki sifat yang tahan terhadap temperatur tinggi bahkan dianjurkan
agar tidak digunakan dalam temperatur yang tinggi dan tidak dilakukan pemanasan yang berulangulang. Geroge robert adam
Pada cold work tool steel ini terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok O, D, W dan A.
1) Air-hardening steel (A)
mengandung unsur paduan cukup untuk memungkinkan baja ini untuk
mencapai kekerasan penuh di bagian hingga sekitar 102 mm dengan suhu. grup A menunjukkan
distorsi minimum dan kecenderungan untuk retak tidak terlalu besar.
Mangan, kromium, molibdenum, dan unsur-unsur paduan utama yang digunakan untuk memberikan
pengerasan bagian dalam pada baja ini. Jenis A2, A3, A7, A8, dan A9 mengandung persentase yang
tinggi dari kromium (5%), yang memberikan ketahanan hingga mengalami peluluhan pada
temperatur tinggi.
Jenis A4, A6, dan A10 lebih rendah dalam konten kromium (1%) dan lebih tinggi dalam konten mangan
(2%). Jenis baja ini emiliki distorsi yang sedikit
Perlakuan panas pada baja ini dimulai dari pemanasan hingga temperatur 954 C dan kemudian ditahan
bberapa waktu dan dilakukan pendinginan secara cepat.
Aplikasinya pada bagian peralatan yang membutuhkan ketahanan aus yang tinggi dan mesin gergaji
besi,
2) High-C, High-Cr Types (D)
Dilakukan pengerasan menggunakan udara dan bisa juga menggunakan oli dimana hasilnya
nanti akan membentuk distorsi yang sedikit dan ketangguhan yang baik.
Memiliki katahanan yang baik pada temperatur kamar, tahan terhadap keausan, dan rentan
terhadap kerapuhan .
Aplikasi pada baja jenis ini untuk membuat baja roll, shear, brick mold, forming
3) Oil-hardening cold-work steels (O)
Memiliki tingkat karbon yang tinggi yang memiliki kekerasan berada diantara grub D dan grub A.
Pendinginan pada baja ini dilakukan menggunakan oli. Dilakukan perbaikan sifat mekanik dengan
dilakukan proses temper dengan pemansan 175 hingga 315 C.
Sifatnya memiliki ketahanan aus pada temperatur kamar, ketahanan pada temperatur kamar baik,
distorsi yang sedikit, memiliki kekerasan permukaan sebesar 56 62 HRC,
Aplikasinya untuk forming, blanking, flanging, trimming (perkakas pemotong),

c. Shock-Resisting tool steel


Yaitu baja yang dipergunakan untuk bagian bagian yang siap diberikan beban kejut yang berulangulang dan memiliki ketangguhan yang baik. Baja ini dibuat dengan kandungan rendah karbon untuk
peningkatan ketangguhan. Ketahanan terhadap goncangan dan beban yang berulang-ulang,
Ketangguhan yang tinggi, ketahanan abrasi yang baik, dan machinability yang baik. Dengan
menambah silicon pada baja ini akan membentuk sifat baja yang nilai distorsinya sedikit.
Pipe cutter wheels, Chisels (pahat), Hammers (palu besar)

d. Mold Steel
Baja ini termasuk salah satu baja karbonrendah karbon alat. Nikel dan kromium adalah dua elemen
utama ada dalam Mold Steel . memiliki ketahanan yang rendah pada temperatur tinggi, tetapi
memiliki ktangguhan dan pengerasan bagian dalam baja yang baik karena adanya kromium dan
nikel. Memiliki katahanan karburasi yang tinggi, berkilau
Aplikasinya untuk sebagai cetakan pada bahan plastik.

e. Special-Purpose Tool Steels


Baja ini bisa dikatakan memiliki sifat keseimbangan seperti ketahanan aus dan ketangguhan yang baik
dan juga keras serta kekerasan bagian dalam bajanya baik.
kekerasannay 64 HRC. Elemen paduan dalam alat baja ini kromium dan molibdenum dan nikel untuk
meningkatkan ketangguhan. alat baja ini dapat mempertahankan kekerasan diatas 60 HRC dengan
ketebalan 75 mm.

Special-Purpose Tool Steels terbagi dua yaitu kelompok L dan kelompok F.


Dimana kelompok L ini memilki sifat tahan aus yang baik, ketangguhan yang baik dan ketahanan beban kejut yang
baik pula. Penggunaan baja jenis ini biasanya untuk . contohnya seperti
Kelompok F: salah satu yang paling tahan abrasi dari semua baja perkakas dengan pengerasan air.
Namun, sensitif terhadap perubahan termal, juga rentan terhadap distorsi. Akibatnya, penggunaannya
terbatas pada
bentuk sederhana untuk menghindari retak. Tahan aus yang baik.
f. High-Speed Tool Steels
Aplikasi utama dari baja jenis ini yaitu digunakan untuk
kecepatan pemotongan logam yang tinggi. Pemotongan logam dengan kecepatan tinggi menghasilkan
panas, penetrasi tepi alat pemotong ke dalam bahan kerja sangat membutuhkan kekerasan dan
kekuatan, dan kontak gesekan lanjutan dari alat dengan kedua bahan induk dan di memiliki tahan
abrasi yang bagus.
Dengan demikian, sifat dominan baja ini yaitu resistensi terhadap efek pelunakan pada suhu tinggi,
kekerasan yang tinggi dan ketahanan abrasi yang sangat baik.
Baja ini terdiri dari 2 kelompok yaitu kecepatan tinggi tercantum molybdenum High-Speed
Tool Steels dan tungsten High-Speed Tool Steels, sebutan ini menyaakan unsur paduan
dominan
kelompok masing-masing kelompok.
Aplikasi pada baja ini yaitu untuk alat bantu bubut, mesin pemotong.

KOROSI PADA TOOLS STEEL

Fretting Corrosion disebut juga sebagai Friction Corrosion atau Wear Corrosion atau Chafing atau
Falsebrinelling. Fretting Corrosion adalah korosi erosi yang terjadi karena benda kerja mengalami
vibrasi atau slip. Pada umumnya Fretting Corrosion terjadi pada atmosfir tidak di lingkungan air.
Fretting Corrosion bersifat sangat merusak karena merusak komponen-komponen logam dan
menghasilkan reruntuhan oksida logam.

Fretting Corrosion sering terjadi pada bagian-bagian dari suatu benda kerja yang kontak pada
kondisi kering dan merupakan sasaran pergerakan relative. Contohnya adalah turbin, kontak listrik
antara tembaga dan emas pada produk-produk elektronika, komponen-komponen mesin dan baut pada
pelat penyambungan kereta api. Gambar 2.64 menunjukkan Fretting Corrosion yang terjadi pada baja.

Gambar 2.64 Fretting Corrosion Pada Baja. [Denny A. Jones, 1992]

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fretting corrosion antara lain adalah:

bidang antar muka yang berada pada kondisi pembebanan

terdapat vibrasi atau getaran antar kedua bidang (beban dan benda kerja)
beban dan getaran tersebut harus cukup untuk menimbulkan slip

Terdapat dua konsep yang dapat digunakan untuk menerangkan mekanisme fretting corrosion
yaitu:

wear-oxidation
oxidation-wear

Mekanisme wear-oxidation didasarkan pada konsep bahwa keausan karena gesekan dapat
menyebabkan kerusakan pada logam sedangkan oksidasi merupakan pengaruh yang kedua. Jadi faktor
utamanya adalah adanya gesekan yang menyebabkan keausan benda kerja.

Gambar 2.65

menunjukkan secara skematis mekanisme terjadinya Fretting Corrosion dengan konsep wear-oxidation.

sebelum

sesudah
Con
-

Cold
Weld

tact
poi
nt

Oxidized
particles

Gambar 2.65 Skema Mekanisme Wear-Oxidation [Mars G. Fontana,


1986]

Konsep oxidation-wear adalah konsep mekanisme terjadinya

Fretting Corrosion yang

didasarkan pada perkiraan bahwa sebagian besar permukaan benda kerja dilindungi dari oksidasi
atmosfir oleh suatu lapisan tipis oksida yang kuat dan pritektif. Jika logam kontak dengan beban dan
dikenakan gesekan berulang-ulang maka lapisan oksida tersebut akan rusak dan meninggalkan sisasisa oksida seperti yang terlihat pada Gambar 2.66 yang menunjukkan secara skematis mekanisme
Fretting Corrosion dengan konsep oxidation-wear.

sebelum

sesudah

expos
ed
metal

Oxid
e
layer

Oxide
particles

Gambar 2.66 Skema Mekanisme Oxidation-Wear [Mars G. Fontana,


1986]

Pada umumnya teknik-teknik pengendalian yang dilakukan agar tidak terjadi Fretting Corrosion
antara lain adalah: [Mars G. Fontana, 1986 dan Denny A. Jones, 1992]

a.

Menambah beban sehingga mengurangi terjadinya slip antara beban dan benda kerja tetapi hal
ini harus dilakukan dengan hati-hati karena perubahan yang kecil saja seringkali dapat
menimbulkan Fretting Corrosion.

b.

Melumasi permukaan kontak dengan pelumas atau grease yang viskositasnya rendah. Juga
dapat menggunakan phosphate coating karena pelapisannya bersifat porous dan menyediakan
tempat penampungan oil.

c.

Meningkatkan kekerasan salah satu atau kedua bahan pada daerah yang bergesekan

d.

Meningkatkan

gesekan

antar

bagian-bagian

yang

saling

kontak

dengan

memperkasar

permukaan daerah kontak.


e.

Menggunakan loose gasket, coating sebagai sealant untuk menyerap vibrasi dan mencegah
masuknya oksigen ke permukaan kontak.

f.

Menggunakan logam atau paduan logam yang resistan terhadap Fretting Corrosion. Tabel II. 11
menunjukkan daftar logam atau paduan logam dengan tingkat ketahanan yang berbeda-beda
terhadap Fretting Corrosion.
Mengurangi beban pada permukaan bearing

h.

Jika memungkinkan, menaingkatkan pergerakan relatif antara bagian-bagian yang kontak untuk
mengurangi serangan korosi.
Mengurangi beban pada permukaan bearing

j.

Jika memungkinkan, menaingkatkan pergerakan relatif antara bagian-bagian yang kontak untuk
mengurangi serangan korosi.

Pada hard tool steel pada tool steel baik bertahan jika diserang oleh korosi fretting. Dimanaa korosi
fretting ini yaitu korosi yang terjadi pada konstruksi yang bergerak dengan mengelami gesekan. Jenis
korosi ini biasa terjadi pada sumbu yang berputar dan bergesekan. Material logam yang berputar dan
tergesek tersebut mengalami keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan.
Karena sempitnya clearance maka corrosion product ikut berputar bersama logam yang terkorosi.
Korosi jenis ini mengakibatkan konstruksi menjadi longgar, menambah clearance ataupun mengurangi
tingkat kedapnya packing atau sealing.

Teori Oxydation water, berdasarkan bahwa banyak permukaan metal yang dilindiungi dari oksidasi atmosfir oleh suatu
lapisan tipis oksida yang ada pada metal tersebut. Ketika metal mengalami kontak dibawah pembebanan dan gerakan
relatif yang berulang, lapisan oksida terputus pada titik yang tinggi dan menghasilkan oksida debris
Fretting keausan terjadi pada antarmuka antara dua komponen dekat pemasangan saat
mereka
tunduk
berulang
gerak
relatif
sedikit
(tergelincir).
7.51.
Kadang-kadang
serangan
serius,
terutama
karena
dapat
menyebabkan
gerakan makroskopik antara bagian-bagian, atau retak kelelahan dapat berkembang di poros.
oksidasi Fretting dikurangi atau dicegah dengan penggunaan pelumas (misal rendah iscosity
minyak, molibdenum sulfida), yang menghambat akses oksigen dan pada saat yang sama
menekan keausan perekat. metode perlindungan lainnya untuk mencegah akses oksigen dengan
menggunakan gasket atau bahan penyegelan, untuk mengubah parameter mekanik yang
mempengaruhi
faktor dalam Persamaan (7.10), dan menggunakan bahan-bahan yang cocok dalam komponen. Satu
dapat menggunakan bahan keras di kedua bagian, alternatif bahan keras dalam satu bagian dan
lembut
satu
di
lain.
Bahan
lembut
mungkin
lapisan
(mis
Sn,
Pb,
Ag)
ketika
kedua komponen terbuat dari baja.

Pencegahan
Pelumasan dengan oli atau gemuk berviskositas rendah
Menaikkan harga kekerasan dari salah satu atau kedua material yang bersinggungan
Menaikkan gesekan antara material material yang dipasangkan dengan memperkasar permukaan
Menggunakan gasket untuk meredam getaran dan memindahkan oksigen pada permukaan bantal
Menaikkan beban untuk mengurangi slip antara pasangan pasangan material
Menurunkan beban pada permukaan bantalan
Naikkan kecepatan relatif antara bagian bagian untuk mengurangi serangan korosi
4.2.

CORROSION FATIQUE CRACKING (CFC)

CFC disebut juga sebagai korosi lelah yaitu kecenderungan suatu material mengalami
retak sebagai akibat adanya kombinasi antara lingkungan korosif dan tegangan siklis yang berulangulang pada daerah tersebut. Gambar 2.40 menunjukkan secara skematis perbedaan antara fatique
(kelelahan) dan CFC. [Mars G. Fontana, 1986]
CFC dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu kandungan oksigen, temperatur, pH dan
komposisi larutan. Sebagai contoh: besi, baja, stainless steel dan Al-bronze menunjukkan ketahanan
yang baik terhadap CFC pada lingkungan laut. Di lingkungan air laut, ketahanan Al-bronze dan
austenitic stainless steel terhadap CFC tinggal 70-80% dari ketahanan normalnya sedangkan
ketahanan paduan baja khrom tinggal 30-40% saja. [Mars G. Fontana, 1986]

Mekanisme terjadinya CFC belum banyak diteliti tetapi penyebab terjadinya CFC secara
kualitatif telah diketahui dengan jelas. CFC pada umumnya dijumpai pada lingkungan korosif yang
menyebabkan terjadinya korosi sumuran. Sumuran-sumuran tersebut menyebabkan dimulainya suatu
retakan baru. Bentuk retakan CFC pada umumnya adalah transgranular tanpa cabang .

Smoth bright
surface

Corrosion
product

Rough fracture

Gambar 2.40 Skema Fatique Dan CFC [Mars G. Fontana, 1986]

Contoh CFC yang terjadi pada pipa boiler yang terbuat dari baja karbon ditunjukkan oleh
Gambar 2.41. Dari Gambar 2.41 terlihat tipikal produk korosi berupa retakan yang tumbuh secara
perlahan dan secara makroskopik bentuk retakannya adalah beach marks dengan produk korosi
terakumulasi pada retakan yang diskontinu.

Frekuensi tegangan siklik juga penting dalam mempengaruhi ketahanan terhadap CFC
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.42. Dari Gambar 2.42 terlihat bahwa makin kecil frekuensi
tegangan siklik maka penjalaran per siklus semakin besar.
Contoh CFC yang terjadi pada pipa boiler yang terbuat dari baja karbon ditunjukkan oleh
Gambar 2.41. Dari Gambar 2.41 terlihat tipikal produk korosi berupa retakan yang tumbuh secara
perlahan dan secara makroskopik bentuk retakannya adalah beach marks dengan produk korosi
terakumulasi pada retakan yang diskontinu.

Frekuensi tegangan siklik juga penting dalam mempengaruhi ketahanan terhadap CFC
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.42. Dari Gambar 2.42 terlihat bahwa makin kecil frekuensi
tegangan siklik maka penjalaran per siklus semakin besar.

Gambar 2.41 CFC Pada Pipa Boiler Baja Karbon [Denny A. Jones,
1992]

(a)

(b)

Keterangan: (a) : corrosive environment


(b): added notches

Gambar 2.42 Pengaruh Frekuensi Tegangan Siklik Terhadap Ketahanan

Cara-cara pengendalian CFC antara lain adalah: [Mars G. Fontana, 1986 dan Denny A.
Jones, 1992]

a. Menggunakan inhibitor
b. Menggunakan proteksi katodik.
c. Mengatur keagresifitas lingkungan dengan cara menaikkan pH, mereduksi oksidatoroksidator yang terlarut dalam lingkungan.
d. Seleksi material yang tepat.
e. Menggunakan lapis lindung yaitu dengan melapisi benda kerja dengan logam lain
(electro deposition coating) seperti seng, khrom, nikel, tembaga dan nitrida.
f.

Design benda kerja yang sederhana dan menghindari tegangan siklik yang terjadi pada
benda kerja.

g. Mengurangi tegangan pada benda kerja.

Keterangan:
A: lingkungan korosif, B: tegangan tarik, C: susceptible material

Gambar 2.33 Skema Kombinasi Lingkungan, Kerentanan Logam


Dan Tegangan Tarik Yang Menyebabkan Terjadinya SCC

Macam-macam lingkungan korosif yang dapat menimbulkan SCC tidaklah terlalu


bervariasi sebagai contoh stainless steel tidak akan terkena SCC dalam asam sulfat, asam nitrat dan
asam asetat tetapi dalam lingkungan khlorida dan caustic soda akan terkena serangan SCC. [Mars G.
Fontana, 1986]. Tabel II.7 menunjukkan kombinasi lingkungan dan logam atau paduannya yang dapat
menyebabkan terjadinya SCC. [Denny A. Jones, 1992]

Selain kombinasi lingkungan dan karakteristik logam atau paduannya, SCC juga
disebabkan oleh tegangan tarik. Apabila tegangan tarik bertambah maka akan mengurangi waktu
terjadinya retakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.34.

Dari Gambar 2.34 dapat disimpulkan bahwa ada suatu tegangan minimum agar SCC tidak
terjadi. Tegangan minimum ini tergantung pada temperatur, komposisi logam atau paduannya dan
komposisi lingkungan. Pada beberapa kasus, tegangan minimum besarnya 10% dari yield stress tetapi
pada kasus lain retakan tidak akan terjadi apabila tegangan lebih kecil dari 70% yield stress. Jadi ada
suatu batas tegangan minimum untuk suatu logam atau paduannya dan dalam lingkungan yang
tertentu pula.

SCC dapat berbentuk transgranular atau intergranular dan retakannya mengikuti alur-alur
makroskopik yang umum. Retakan transgranular lebih sering dijumpai daripada intergranular tetapi
kedua retakan ini dapat sekaligus terjadi pada logam atau paduan dengan system kristal yang sama.
Gambar 2.35 menunjukkan mikrostruktur kuningan dan baja karbon yang terkena serangan SCC
dengan bentuk retakan masing-masing transgranular dan intergranular.

Retakan pada umumnya terjadi pada arah tegak lurus tegangan tetapi dapat tersebar
secara acak baik tanpa ataupun dengan cabang. Hal ini tergantung pada struktur dan komposisi logam
dikombinasikan dengan lingkungannya.

Ditinjau dari segi Metalurgi, ketahanan suatu logam atau paduannya terhadap serangan
SCC tergantung pada komposisi kimia, orientasi butiran, komposisi dan distribusi endapan, interaksi
dislokasi dan transformasi fasa atau tingkat ketidaksetabilan. Faktor-faktor ini lebih lanjut berinteraksi
dengan komposisi lingkungan dan tegangan yang mempengaruhi waktu terjadinya retakan.

Gambar 2.36 dan 2.37 [Mars G. Fontana, 1986] masing-masing menunjukkan pengaruh
komposisi paduan pada austenitic stainless steel dan mild steel. Pada kedua kasus ini disimpulkan
bahwa terdapat suatu harga waktu minimum terjadinya retakan yang merupakan fungsi dari komposisi

logam atau paduannya. Fenomena ini berlaku juga untuk paduan tembaga dan emas. Pada umumnya
logam murni mempunyai ketahanan terhadap SCC lebih tinggi daripada paduan logam.

5. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)

Korosi Lokal yang menyerang batas butir dan atau daerah yang berdekatan dengan batas butir
disebut sebagai Intergranular Corrosion (IGC). IGC terjadi karena adanya pengendapan pada daerah
batas butir. [Kr. Trethewey dan J. Chamberlain, 1991] . Gambar 2.49 menunjukkan secara skematis IGC.
[Denny A.Jones,1992]

Apabila daerah batas butir sedikit lebih reaktif daripada logam matriknya maka akan terjadi
Korosi Merata. Akan tetapi pada kondisi tertentu yaitu permukaan butiran bersifat sangat reaktif
daripada logam matriknya maka akan terjadi IGC.

IGC atau Korosi Antar Butir sering terjadi pada stainless steel khususnya austenitic dan ferritic
stainless steel sebagai akibat dari proses perlakuan panas atau pengelasan. Reaktivitas suatu logam
atau paduan terhadap IGC tergantung pada adanya unsur-unsur pengotor, pengayaan atau
pengurangan salah satu unsur pemadu pada daerah batas butir. Sebagai contoh adanya sejumlah kecil
besi dalam alumunium akan tersegregasi pada batas butir sehingga terjadi IGC. [Mars G. Fontana,
1986] Demikian pula halnya apabila pada batas butir stainless steel konsentrasi khrom berkurang akan
mengakibatkan IGC.

Sebagian besar kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada


18-8 stainless steel disebabkan oleh serangan IGC. Sebenarnya.
Kasus ini terjadi pada lingkungan yang justru tingkat katahanan
logam terhadap korosi sangat tinggi. Apabila baja ini dipanaskan
pada selang temperatur 950 1450 oF maka baja tersebut menjadi
sensitive atau kemungkinan terkena IGC.

Gambar

2.49

Skema

Intergranular

Corrosion

[Denny

A.Jones,1992]
Teori IGC menyatakan bahwa secara konvensional IGC terjadi karena pengurangan kandungan
khrom di daerah batas butir. Penambahan sejumlah tertentu khrom pada ordinary steel akan
menyebabkan baja tersebut mempunyai ketahanan korosi yang tinggi di sejumlah jenis lingkungan.
Pada umumnya ditambahkan khrom lebih dari 10% ke dalam ordinary steel sehingga dihasilkan
stainless steel.

Gambar 2.50 adalah gambar mikrostruktur austenitic stainless steel yang menunjukkan
sensitivitasnya terhadap IGC. Gambar mikrostruktur ini dihasilkan dengan menggunakan alat Bantu
mikroskop electron.

Apabila kandungan karbon berkurang maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk austenitic
stainless steel bersifat sensitive terhadap IGC. Gambar 2.51 menunjukkan pengaruh komposisi karbon
terhadap sensitivitas stainless steel 304 terkena serangan IGC.

Gambar 2.51 Pengaruh Komposisi Karbon Terhadap Sensitivitas


Stainless steel 304 [Denny A. Jones, 1992]

Pada temperatur 425-815 oC, khrom karbida yaitu (Fe,Cr) 23C6 bersifat tidak larut dan mengendap
dari suatu larutan padat apabila kandungan karbonnya 0,02% atau lebih. Dengan demikian khrom
berpindah dari larutan padat sehingga kandungan karbon di daerah dekat batas butir menjadi
berkurang. Khromium karbida pada batas butir tidak mengalami perubahan sementara daerah dekat
batas butir yang kandungan khromnya berkurang atau habis (depletion) akan terkorosi pada berbagai
jenis lingkungan. Hal ini disebabkan oleh adanya pengurangan khrom berakibat pada ketahanan
terhadap korosi menjadi tidak tidak memadai.

Tipe 304 stainless steel 18-8 umumnya mengandung 0,06-0,08 % karbon. Kelebihan karbon
digunakan untuk mengombinasikannya dengan khrom sehingga dapat mengendapkan karbida. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.52. Dari Gambar 2.52 terlihat bahwa karbon sangat siap untuk
berdifusi melalui batas butir pada temperatur sensitisasi tetapi pergerakan khrom lebih lemah daripada
karbon. Maka pada batas butir terbentuk permukaan baru yang disebut sebagai khromium karbida.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan khrom pada batas butir dapat turun
sampai nol sehingga diperoleh dua daerah logam

dengan komposisi berbeda. Sebagai contoh

kandungan khrom diturunkan menjadi 2% maka ketahanan terhadap korosinya menjadi berkurang, dua
komposisi logam yang berbeda akan saling kontak atau berhubungan dan terbentuk suatu daerah yang
luas tetapi tidak diinginkan. Daerah yang mengalami pengurangan (depletion) kandungan khrom akan
menjaga butiran dari serangan korosi. Jadi, pengurangan kandungan khrom berakibat serangan korosi
yang cepat terjadi di daerah batas butir sementara di daerah butiran tidak terjadi atau sedikit
terkorosi. [Mars G. Fontana, 1986]

Unsur-unsur yang dapat menyebabkan sensitisasi selain karbon dan khrom seperti dalam uraian
sebelumnya adalah nikel dan molybdenum. Nikel akan menaikkan aktivitas karbon dalam larutan padat
dan memfasilitasi pengendapan karbida sehingga menaikkan sensitivitas terhadap IGC. Molibdenum
mempunyai sifat mirip dengan khrom yaitu akan mengendap sebagai karbida pada batas butir
sehingga menaikkan sensitivitas terhadap IGC tetapi pengaruh molybdenum lebih kecil daripada khrom
karena konsentrasinya dalam paduan logam lebih kecil.

Chromium depleted zone

Batas butiran

Endapan chromium
karbida

Grain

Karbida

Grain

Dissolved metals

Gambar 2.52. Skema Pengendapan Karbida Pada Batas Butir Selama


Proses Sensitisasi Stainless Steel [Denny A. Jones, 1992]

Cara pengendalian Intergranular Corrosion atau IGC antara lain adalah: [Denny A. Jones, 1992]

Mengurangi tingkat keasaman lingkungan


Mengurangi kadar oksigen yang terlarut. Sebagai contoh pada pipa pendinginan reactor nuklir
dilakukan penginjeksian gas hidrogen untuk mengurangi kandungan oksigen yang terlarut sehingga
menurunkan sensitivitas austenitic stainless steel terhadap IGC.
Melakukan solution annealing. Solution annealing suatu paduan yang dilakukan dengan
memanaskan paduan di atas temperatur 815 oC mengakibatkan semua chromium karbida akan larut.
Kemudian dilakukan pendinginan secara cepat untuk menjaga karbida tetap berada (larut) dalam
larutan. Oleh karena tidak ada karbida yang mengendap maka paduan tersebut berada dalam kondisi
tidak sensitif artinya, tidak akan terjadi IGC. Tabel II.8 menunjukkan interval temperatur terjadinya
sensitisasi terhadap IGC pada austenitic stainless steel.
Memodifikasi paduan dengan kandungan karbon rendah sehingga proses pengelasan atau
pengerjaan panas lainnya dapat berlangsung tanpa sensitisasi walaupun dilakukan pada daerah
temperatur yang kritis karena tidak tersedia karbon yang cukup untuk chromium karbida mengendap
di batas butir.

Stainless steel tipe 304L mengandung < 0,03% C dikembangkan untuk aplikasi pada instalasi
nuklir. Akan tetapi, pada saat ini stainless steel tipe 304L digunakan hampir di semua industri.

Menstabilkan paduan dan menambahkan unsur-unsur pemadu seperti titanium dan niobium.
Tipe 347 dan 321 masing-masing mengandung niobium dan titanium. Niobium dan titanium ini akan
bereaksi dengan karbon di atas temperatur 815

C untuk mengendapkan karbida. Hal ini akan

memindahkan karbon dari larutan dan karbida akan mengendap secara acak di batas butir pada
temperatur yang lebih tinggi.

Matriks paduan logamnya menjadi tidak mengandung karbon (free

carbon) sehingga tidak tersedia lagi karbon untuk mengendapkan chromium di batas butir pada daerah
temperatur kritis yaitu antara 425-815 oC. [Denny A. Jones, 1992]

6.1.

STRESS CORROSION CRACKING

Stress Corrosion Cracking atau disingkat sebagai SCC adalah kegagalan rapuh (brittle
failure) suatu material akibat adanya kombinasi tegangan tarik dan lingkungan yang korosif . Cara
pengendalian korosi yang paling tepat untuk SCC adalah proteksi katodik [Mars G. Fontana, 1986]

Selama proses SCC, sebenarnya logam atau paduannya tidak mengalami kerusakan di
sebagian besar permukaannya. Hanya terjadi retakan halus yang kemudian retakan tersebut
berkembang lebih lanjut.

Dua contoh klasik SCC adalah season cracking pada kuningan dan caustic embrittlement
pada baja. Kedua contoh ini menunjukkan babwa lingkungan korosif mempengaruhi terjadinya SCC.

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya SCC antara lain adalah:

a. Lingkungan yang kritis dan spesifik


b. Susceptible (kerentanan) logam atau paduan
c. tegangan tarik

Kombinasi ketiga faktor yang menyebabkan terjadinya SCC dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.33.

Lingkungan yang mempengaruhi terjadinya SCC pada suatu logam atau paduannya
bersifat spesifik. Artinya tidak semua logam atau paduan akan terkena serangan SCC oleh lingkungan
yang sama. Contohnya adalah stainless steel dalam lingkungan khlorida akan terserang SCC tetapi
dalam lingkungan ammonia tidak terserang SCC. Sebaliknya, kuningan dalam lingkungan khlorida tidk
akan terserang SCC tetapi dalam lingkungan ammonia, kuningan terserang SCC.

Keterangan:
A: lingkungan korosif, B: tegangan tarik, C: susceptible material

Gambar 2.33 Skema Kombinasi Lingkungan, Kerentanan Logam


Dan Tegangan Tarik Yang Menyebabkan Terjadinya SCC

Macam-macam lingkungan korosif yang dapat menimbulkan SCC tidaklah terlalu


bervariasi sebagai contoh stainless steel tidak akan terkena SCC dalam asam sulfat, asam nitrat dan
asam asetat tetapi dalam lingkungan khlorida dan caustic soda akan terkena serangan SCC. [Mars G.
Fontana, 1986]. Tabel II.7 menunjukkan kombinasi lingkungan dan logam atau paduannya yang dapat
menyebabkan terjadinya SCC. [Denny A. Jones, 1992]

Selain kombinasi lingkungan dan karakteristik logam atau paduannya, SCC juga
disebabkan oleh tegangan tarik. Apabila tegangan tarik bertambah maka akan mengurangi waktu
terjadinya retakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.34.

Dari Gambar 2.34 dapat disimpulkan bahwa ada suatu tegangan minimum agar SCC tidak
terjadi. Tegangan minimum ini tergantung pada temperatur, komposisi logam atau paduannya dan
komposisi lingkungan. Pada beberapa kasus, tegangan minimum besarnya 10% dari yield stress tetapi
pada kasus lain retakan tidak akan terjadi apabila tegangan lebih kecil dari 70% yield stress. Jadi ada
suatu batas tegangan minimum untuk suatu logam atau paduannya dan dalam lingkungan yang
tertentu pula.

SCC dapat berbentuk transgranular atau intergranular dan retakannya mengikuti alur-alur
makroskopik yang umum. Retakan transgranular lebih sering dijumpai daripada intergranular tetapi
kedua retakan ini dapat sekaligus terjadi pada logam atau paduan dengan system kristal yang sama.
Gambar 2.35 menunjukkan mikrostruktur kuningan dan baja karbon yang terkena serangan SCC
dengan bentuk retakan masing-masing transgranular dan intergranular.

Retakan pada umumnya terjadi pada arah tegak lurus tegangan tetapi dapat tersebar
secara acak baik tanpa ataupun dengan cabang. Hal ini tergantung pada struktur dan komposisi logam
dikombinasikan dengan lingkungannya.

Ditinjau dari segi Metalurgi, ketahanan suatu logam atau paduannya terhadap serangan
SCC tergantung pada komposisi kimia, orientasi butiran, komposisi dan distribusi endapan, interaksi
dislokasi dan transformasi fasa atau tingkat ketidaksetabilan. Faktor-faktor ini lebih lanjut berinteraksi
dengan komposisi lingkungan dan tegangan yang mempengaruhi waktu terjadinya retakan.

Gambar 2.36 dan 2.37 [Mars G. Fontana, 1986] masing-masing menunjukkan pengaruh
komposisi paduan pada austenitic stainless steel dan mild steel. Pada kedua kasus ini disimpulkan
bahwa terdapat suatu harga waktu minimum terjadinya retakan yang merupakan fungsi dari komposisi
logam atau paduannya. Fenomena ini berlaku juga untuk paduan tembaga dan emas. Pada umumnya
logam murni mempunyai ketahanan terhadap SCC lebih tinggi daripada paduan logam.

Tabel II.7 Kombinasi Lingkungan Dan Logam Atau Paduannya Yang Menyebabkan SCC [Denny A. Jones,
1992]

_________________________________________________________________
Paduan

Lingkungan

Temperatur,oC

_________________________________________________________________
Austenitic

Larutan asam khlorida panas, netral halida, alkalin,

stainless

air laut, larutan NaOH pekat, uap kondensasi air

steel

khlor

Ferritic

H2S, NH4Cl, NH4NO3, hipokhlorida

stainless

(resistan pada sebagian besar jenis lingkungan jika

steel

bebas dari nikel tetapi dapat terkorosi dalam bentuk

60-200

lain pada media yang sama


Duplex

Ketahanannya terhadap korosi sama dengan austeni-

stainless

tic stainless steel tetapi lebih resistan (resistan terhadap

steel

SCC dalam asam polythionic. Juga lebih resistan daripada ferritic stainless steel terhadap bentuk korosi lain)

Paduan

larutan soda alkali

290

Nikel
200, 201
Paduan

asam nitrat (red fuming)

titanium

hot salts, molten salt

25
> 260
30-75

methanol atau halida

_________________________________________________________________

Gambar 2.34 Ketahanan Stainless Steel Terhadap Serangan SCC


Dalam Lingkungan Magnesium Khlorida Yang Dipanaskan (42 oC)
[ASM Handbook, 1987]

25

N2O4

Gambar 2.35 mikrostruktur kuningan dan baja karbon yang


terkena

serangan

SCC

dengan

bentuk

retakan

masing-masing

transgranular dan intergranular [Denny A. Jones, 1992]

Mekanisme terjadinya SCC pada umumnya dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap inisiasi dan
tahap penjalaran atau propagasi. Tahap inisiasi atau disebut juga sebagai tahap pemicuan merupakan
tahap terjadinya retakan

Anda mungkin juga menyukai