PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan
global saat ini. Kekerapannya meningkat dimana-mana. Penyakit ini merupakan
beban yang berat bagi pelayanan kesehatan dan juga mengurangi produktifitas.
Walaupun banyak kemajuan dalam pengobatan asma, akan tetapi angka
kesakitan tidak berkurang, bahkan pada beberapa negara maju angka tersebut
meningkat. Berkat kemajuan dalam penelitian dibidang kedokteran, pengertian
mengenai asma juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga menyebabkan
perubahan-perubahan dalam definisi dari asma sendiri. Kalau dulu penekanan dari
definisi asma adalah penyempitan yang merata dari saluran nafas, diikuti oleh
penekanan terhadap adanya peningkatan kepekaan (hipersensitivitas) saluran
nafas, maka dewasa ini penekanan tersebut adalah adanya proses inflamasi pada
saluran nafas penderita asma.
Perubahan pengertian dalam konsep penyakit ini juga menyebabkan
perubahan dalam penatalaksanaannya. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengemukakan pendekatan-pendekatan baru dalam penatalaksanaan asma ini
terutama dalam penderajatan dan pengobatannya baik untuk jangka panjang
maupun untuk eksaserbasi akut.
DEFINISI
Seperti telah dikemukakan di atas, terdapat perubahan dari waktu ke waktu
mengenai definisi dari asma. Kalau pada mulanya definisi asma berdasarkan
kelainan fungsi paru saja kemudian mengalami kemajuan dengan menambahkan
penyebab dari kelainan fungsi paru tersebut maka sekarang ini definisi tersebut
2 Files of DrsMed FK UR
lebih ditekankan kepada adanya kelainan anatomi dari saluran nafas itu sendiri,
yaitu adanya proses inflamasi.
Sebagai contoh Ciba Foundation Guest Symposium (1958) menyarankan
sebagai definisi asma :
Asma adalah keadaaan dimana terdapat penyempitan yang merata dari
saluran nafas yang mengalami perobahan dalam derajatnya dalam waktu
yang singkat baik secara spontan ataupun karena pengobatan, dan tidak
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.
Selanjutnya cuplikan dari definisi yang disarankan oleh The Committee on
Diagnostic Standards of The American Thoracic Society (1962) :
Asma adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kepekaan
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang manifestasinya
berupa penyempitan menyeluruh dari saluran nafas yang mengalami
perobahan dalam derajatnya baik secara spontan ataupun karena
pengobatan.
Menurut Global Strategy for Asthma Management and Prevention
NHLBI/WHO Workshop Report (1995) :
Asma adalah penyakit yang ditandai oleh inflamasi kronik dari saluran
nafas dimana banyak sel berperan, terutama sel mast, eosinofil dan
limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode
berulang dari mengi, sesak nafas, berat di dada dan batuk terutama pada
malam hari dan/atau dini hari. Keluhan-keluhan ini biasanya disertai
penyempitan saluran nafas yang merata tapi bervariasi, sebagian bersifat
reversibel baik secara spontan maupun karena pengobatan. Inflamasi ini
juga meningkatkan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
DIAGNOSIS
Sebagian dari kasus asma tidak terdiagnosis karena banyak penderita yang
bisa mentolerir keluhan-keluhan yang tidak begitu berat, apalagi kalau keluhan
tersebut berlangsung tidak begitu lama. Dengan demikian mereka belum/tidak
datang ke dokter, tidak terdiagnosis dan tidak tertangani dengan baik.
3 Files of DrsMed FK UR
Bagi penderita yang sudah datang ke dokter, tapi karena keluhannya tidak
spesifik juga tidak terdiagnosis. Ada ungkapan bukan semua mengi disebabkan
asma. Akan tetapi kenyataannya sangat sering asma sebagai penyebab dari
mengi. Karena itu pendekatan yang lebih tepat adalah semua yang mengi adalah
asma sampai terbukti ada penyebab lain.
Selain dari anamnesa, pemeriksaan fisik terutama pada waktu serangan,
diagnosis akan lebih akurat dengan bantuan pemeriksaan faal paru. Pengukuran
faal paru yang sangat berguna untuk diagnosis asma adalah :
Respon terhadap pemberian agonis beta-2
Variasi penyempitan aliran udara yang dimonitor dengan APE.
Selain untuk diagnosis, pemeriksaan faal paru juga sangat berguna untuk
menentukan klasifikasi beratnya asma. Klasifikasi beratnya asma sangat penting
untuk menentukan rekomendasi pengobatan.
Untuk memeriksa faal paru dapat dipakai spirometer, yang lebih praktis
dan lebih sederhana adalah dengan peak flow meter. Peak flow meter untuk
penderita asma analog dengan tensimeter untuk penderita hipertensi, atau dengan
glucotest strip pada penderita diabetes melitus.
Ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan
diagnosis asma :
Apakah penderita mendapat serangan atau serangan mengi yang
berulang ?
Apakah penderita mengalami batuk yang sangat mengganggu pada
malam hari ?
Apakah penderita mengalami batuk atau mengi setelah melakukan
aktivitas ?
Apakah penderita mengalami batuk, mengi atau berat di dada
setelah menghirup alergen atau polutan ?
Apakah flu yang dialami penderita berlanjut menjadi sesak atau
berulang lebih dari 10 hari ?
Jika penderita memberikan jawaban ya terhadap salah satu dari
pertanyaan di atas maka diagnosis asma sangat mungkin.Seperti dinyatakan di
atas, pemeriksaan faal paru sangat penting untuk diagnosis dan klasifikasi asma.
4 Files of DrsMed FK UR
Adapun komponen faal paru yang penting di sini adalah VEP-1 (Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) dan KVP (Kapasitas Vital Paksa) serta APE (Arus
Puncak Ekspirasi), dimana yang terakhir ini diukur dengan memakai peak flow
meter. Yang penting dari pengukuran APE adalah menilai variasinya antara
malam dan pagi.
natrium kromolin
natrium nedokromil
teofilin lepas lambat
agonis beta-2 inhalasi aksi lama
agonis beta-2 oral aksi lama
ketotifen (mungkin)
dll
Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi.
Obat-obat pelega :
Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan
konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya.
Termasuk kedalam golongan ini adalah :
agonis beta-2 inhalasi
kortikosteroid sistemik
antikolinergik inhalasi
teofilin kerja singkat
agonis beta-2 oral kerja singkat
Agonis beta-2 inhalasi merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma
eksaserbasi akut dan pencegahan pada exercise induce asthma.
8 Files of DrsMed FK UR
Tahap 1 : Intermiten :
Pengontrol : tidak diperlukan.
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu
tapi kurang dari sekali seminggu.
Intensitas pengobatan tergantung kepada beratnya serangan.
Inhalasi agonis beta-2 atau kromolin atau nedokromil sebelum
exercise atau paparan terhadap alergen.
Tahap 2 : Persisten Ringan :
Pengontrol :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 200 500 mcg, atau kromolin, atau
nedokromil, atau teofilin lepas lambat.
Jika perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid inhalasi. Kalau dosis
yang sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau
tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan
asma malam) : agonis beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin
lepas lambat, atau agonis beta-2 oral.
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu,
tidak lebih dari 3 4 kali sehari.
Tahap 3 : Persisten Sedang :
Pengontrol :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 800 2000 mcg dan
Bronkodilator aksi lama, terutama untuk asma malam : agonis
beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat atau agonis
beta-2 aksi lama oral.
9 Files of DrsMed FK UR
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu,
tidak lebih dari 3 4 kali sehari.
Tahap 4 : Persisten Berat :
Pengontrol :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 800 2000 mcg atau lebih dan
Bronkodilator aksi lama :
Agonis beta-2 aksi lama atau teofilin lepas lambat,
dan/atau agonis beta-2 aksi lama oral dan
Kortikosteroid oral jangka lama.
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu.
Catatan :
Penderita memulai pengobatan pada tahap yang paling cocok dengan
kondisi awalnya.
Pemberian prednisolon dapat diberikan pada setiap tahap dan setiap waktu
bila diperlukan.
Jika penderita tidak terkontrol pada satu tahap, peningkataan tahap
pengobatan dapat dipetimbangkan akan tetapi sebelumnya harus dinilai :
teknik pemakaian obat oleh penderita, kepatuhan dan lingkungan
(menghindari alergen dan faktor pencetus).
Pengobatan harus ditinjau setiap 3-6 bulan. Jika keadaan terkontrol bisa
bertahan minimal tiga bulan, maka penurunan tahap pengobatan secara
berangsur-angsur dapat dilakukan.
10 Files of DrsMed FK UR
<10mmHg
Bisa ada 10-25
mmHg
Sering ada > 25
mmHg
APE sesudah
pemberian
bronkodilator
> 80% 60-80% < 60% dari
perkiraan atau
nilai terbaik
PO2 ( tanpa
Oksigen )
PCO2
SaO2%
Normal
< 45 mmHg
> 95%
> 60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%
* Tidak semua gejala diperlukan untuk mengklasifikasikan serangan akut
12 Files of DrsMed FK UR
Pada keadaan yang lebih berat lagi, dimana hampir terjadi henti nafas,
penderita akan kelihatan mengantuk atau meracau, paradoxical thoraco
abdominal movement, bising mengi menghilang, bradikardi dan pulsus
paradoxus menghilang karena kelelahan otot pernafasan .
Walaupun banyak parameter untuk menentukan derajat serangan asma ini
yang terpenting diantara semuanya adalah pemeriksaan fungsi paru (APE atau
VEP1). Keberhasilan pengobatan serangan asma ini sangat ditentukan dengan
monitor yang teliti terhadap keadaan penderita serta respon terhadap pengobatan
dengan mengukur fungsi paru ini secara serial .
Dalam menentukan derajat serangan asma, selain kriteria di atas juga harus
dipertimbangkan reaksi penderita terhadap pengobatan awal . Penderita yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan awal atau memperlihatkan perburukan,
atau jika penderita termasuk golongan resiko tinggi, maka dia ditempatkan pada
derajat yang lebih berat .
PENGOBATAN SERANGAN RINGAN DAN SEDANG
Bronkodilator :
Untuk serangan ringan dan sedang :
Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 4 semprot tiap 20 menit dalam
satu jam pertama .
Sebagai alternatif :
Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ) , agonis beta 2 oral
atau teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika
Bronkodilator tambahan:
Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida)
memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan sendirisendiri.
Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin.
Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada
kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak
dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin
intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit )
diberikan pada penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila
penderita tidak mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya.
Kortikosteroid:
Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang
refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya
dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah.
Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid
diberikan bila:
Serangan sedang dan berat.
Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:
Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat
kortikosteroid oral jangka panjang.
Serangan sebelumnya juga membutuhkan kortikosteroid oral.