Anda di halaman 1dari 14

Hepatitis B Kronik

Lutfi Karimah (102011359), Windy Tovania A.C (102013134), Andreas Anindito H


(102013172), Devina Hendriyana Gunawan (102014039), Irvania Limarus (102014082),
Mariska Nada Debora (102014139), Dominikus Veri Efendi (102014156), Nur Azreen Binti
Mohamad Hamid (102014245)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Abstract
Acute viral hepatitis is an important public health problem not only in the US but also in the
world. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) estimates that each year
about 300,000 hepatitis B virus infection in the United States. Although hepatitis disease
mortality is low, morbidity factors were spacious and the poor economy has nothing to do
with this disease. Chronic hepatitis B is a major health problem, especially in Asia. Most
patients do not have complaints or symptoms until it finally happened chronic liver disease.
Keywords: Hepatitis B, chronic, without complaint
Abstrak
Hepatitis virus akut merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak
hanya di Amerika Serikat tetapi juga di dunia. The Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 300.000 infeksi virus hepatitis
B di Amerika Serikat. Walaupun mortalitas penyakit hepatitis rendah, faktor morbiditas yang
luas dan ekonomi yang kurang memiliki kaitan dengan penyakit ini. Hepatitis B kronik
merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia. Kebanyakan pasien tidak mengalami
keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik.
Kata Kunci : Hepatitis B, kronik, tanpa keluhan

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 1

Pendahuluan
Topik ini dipilih karena banyaknya kasus hepatitis pada orang dewasa. Tujuan penulisan ini
agar membahas mengenai hepatitis B, serta hepatitis yang lainnya dan juga membahas
tentang tatalaksana serta pencegahan. Penulis berharap melalui tulisan ini pembaca dapat
mengerti mengenai penyakit hepatitis, khususnya hepatitis B. Area yang akan dibahas;
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, serta penanggulangan dan pencegahan.
Isi
A. Definisi
Hepatitis B merupakan infeksi virus yang dapat bersifat akut atau kronis. Hepatitis B
merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm yang memiliki lapisan
permukaan dan bagian inti. Di Indonesia, genotipe VHB paling banyak ialah tipe B (55%),
diikuti oleh tipe C (26%), tipe D (7%), serta tipe A (0.8%). Berdasarkan analisis genomik
VHB, telah diketahui berbagai produk protein dari VHB yang terdiri atas selubung HbsAg,
protein nukleokapsid HbcAg, protein nukleokapsid lainnya HbeAg, serta protein X dan
enzim polimerase.1,2
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ada dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah, nadi, dan suhu. Melalui inspeksi, palpasi, dan perkusi terjadi hepatomegali.
Pemeriksaan penunjang
1. Tes fungsi hati : Menunjukkan gambaran hepatitis non spesifik.
2. Serologi HBV3
Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)
Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2 minggu setelah penderita
terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi sampai terbentuk anti-HBs. Jika
penanda serum ini tetap ada selama 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 2

dapat menjadi carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita
HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah.
Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)
Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena itu, HBsAg tidak
didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini mengindikasikan pemulihan dan
imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-HBs akan menentukan apakah penderita masih
dalam keadaan infeksius. Titer anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa keberadaan HBsAg,
menunjukkan bahwa penderita telah pulih dari infeksi HBV.
Antigen e hepatitis B (HBeAg)
Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya muncul 1
minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul anti-HBs. Jika HBeAg
serum masih ada setelah 10 minggu, penderita dinyatakan sebagai carrier kronis.
Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)
Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan dan imunitas
terhadap infeksi HBV.
Antibodi antigen inti (anti-HBc)
Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10 minggu pada fase
HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc mengindikasikan proses infeksi akut. Anti-HBc
dapat mendeteksi penderita yang telah terinfeksi HBV. Penanda serum ini dapat tetap ada
selama bertahun-tahun dan penderita yang memiliki anti-HBc positif tidak boleh
mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM anti-HBc sangat bermanfaat untuk
mendiagnosis infeksi HBV selama window period antara hilangnya HBsAg dan munculnya
anti-HBs.
Pemeriksaan lain
Ultrasonografi hati perlu dilakukan jika ada keraguan mengenai cabang bilier atau kelainan
hati struktural lain. Biopsi hati dilakukan jika ada fase kolestatik yang menonjol.

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 3

3. Epidemiologi dan Etiologi


Menurut data WHO 2014, lebih dari 240 juta penduduk di dunia mengalami infeksi VHB
kronis, dan lebih dari 780.000 orang per tahun meninggal akibat komplikasi infeksi VHB
akut maupun kronis. Indonesia sendiri termasuk negara endemis VHB dengan seroprevalensi
HbsAg sebesar 9,4% (kisaran 2,5-36,1%) dan pengidap karier 5-10% dari populasi umum.
Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dimana terdapat
sedikitnya 75% dari seluruhnya 300 juta individu HbsAg positif menetap di seluruh dunia. Di
Asia sebagian besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakan
pasien ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati
kronik.1,4
Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis dan kanker
hati di seluruh dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh, sebagian besar kepulauan
Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur Tengah, dan di lembah Amazon.2
4. Tanda dan Gejala Klinis
Hepatitis B akut memiliki masa inkubasi 1-4 bulan. Setelah masa inkubasi pasien masuk ke
dalam periode prodromal, dengan gejala konstitusional, berupa malaise, anoreksia, mual,
muntah, mialgia, dan mudah lelah. Pasien dapat mengalami perubahan rasa pada indra
pengecap dan perubahan sensasi bau-bauan. Sebagian pasien dapat mengalami nyeri
abdomen kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium intermiten yang ringan sampai moderat.
Demam lebih jarang terjadi pada pasien dengan infeksi hepatitis B dan D, bila dibandingkan
dengan infeksi hepatitis A dan E, namun demam dapat terjadi pada pasien dengan serum
sickness-like syndrome, dengan gejala berupa demam, kemerahan pada kulit, artralgia, dan
artritis. Serum sickness-like syndrome terjadi pada 10-20% pasien. Gejala di atas terjadi pada
umumnya 1-2 minggu hepatitis subklinis atau hepatitis anikterik. Hanya 30% pasien yang
mengalami ikterus. Pasien dapat mengalami ensefalopati hepatikum dan kegagalan
multiorgan bila terjadi gagal hati fulminan. Gejala klinis dan ikterus biasanya hilang setelah
1-3 bulan, tetapi sebagian pasien dapat mengalami kelelahan persisten meskipun kadar
transamnase serum telah mencapai kadar normal. Kelainan fisik yang paling sering ditemui
adalah demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, ikterus, dan hepatomegali ringan.
Splenomegali dapat dijumpai pada 5-15% kasus. Limfadenopati ringan dapat terjadi. Selain
itu, palmar eritema atau spider nevi dapat dijumpai meskipun jarang. HbsAg muncul di serum
dalam waktu 2-10 minggu setelah paparan virus, sebelum onset gejala dan peningkatan kadar

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 4

ALT. Pada sebagian pasien dewasa, HbsAg hilang dalam waktu 4-6 bulan. Anti-HBs dapat
muncul beberapa minggu setelah serokonversi HbsAg. Setelah serokonversi HbsAg menjadi
anti-HBs, HBV-DNA masih dapat dideteksi pada hati, dan respon sel T spesifik pada virus
hepatitis B dapat dijumpai pada beberapa dekade berikutnya. Hal tersebut menunjukkan
kontrol imunitas yang persisten setelah infeksi akut. Pada kondisi yang jarang pasien dengan
anti HBS yang positif dapat kembai terinfeksi virus hepatitis B kembali karena proteksi
inkomplit dari anti-HBs terhadap serotipe virus hepatitis B lainnya. Adanya HBsAg yang
persisten lebih dari 6 bulan menunjukkan bahwa pasien menderita infeksi hepatitis B kronik.
HBsAg dan anti HBS dapat dijumpai secara bersamaan pada individu yang sama pada 1025% kasus.1,5
Hepatitis B kronik sangat bervariasi gambaran klinisnya, biasanya pada banyak kasus tidak
banyak keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada sebagian
lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali atau tanda-tanda penyakit hati kronis
lainnya, misalnya eritema palmaris, dan spider nevi, serta pada pemeriksaan laboratorium
sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada
umumnya didapatkan konsentrasi bilirubin yang normal. Konsentrasi albumin serum
umumnya masih normal kecuali pada kasus-kasus yang parah. Secara sederhana manifestasi
klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :4
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif. HBs Ag positif dengan DNA VHB lebih dari 105
kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau intermitten. Pada pasien sering
didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Pada biopsi hati didapatkan gambaran
peradangan yang aktif. Menurut status HbeAg pasien dikelompokkan menjadi
hepatitis B kronik Hbe Ag positif dan hepatitis B kronik Hbe Ag negatif
2. Carrier VHB inaktif berarti HbsAg positif dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu
kurang dari 105 kopi/ml. Pasien menunjukkan konsentrasi ALT normal dan tidak
didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan yang
minimal. Sering sulit membedakan Hepatitis B kronik Hbe negatif dengan pasien
carrier VHB inaktif karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang dilakukan
secara rutin. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang kali untuk
waktu yang lama.

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 5

5. Kelompok Resiko Tinggi dan Cara Penularan


Imigran dari daerah endemis HBV, pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan
alat suntik, pelaku hubungan seksual dengan banyak orang tau dengan orang
terinfeksi, pria homoseksual yang secara seksual aktif, pasien rumah sakit jiwa,
narapidana pria, pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk
tertentu dari plasma, kontak serumah dengan karier HBV, pekerja sosial di bidang
kesehatan terutama yang banyak kontak dengan darah, bayi baru lahir dari ibu
terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah lahir.2
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar
60 hingga 90 hari. HbsAg telah ditemukan hampir semua cairan tubuh orang yang
terinfeksi (darah, semen, saliva,air mata, asites, air susu ibu, urine, dan bahkan feses)
sebagian dari cairan tubuh ini (darah,semen,dan saliva) sudah terbukti bersifat
infeksius.2
6. Patogenesis Persistensi HVB
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane
masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan
memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler,
dan HbeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB meransang respons imun tubuh,
yang pertama kali diransang adalah respons imun nonspesifik karena dapat teransang dalam
waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini
terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T. Untuk proses
eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel
limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T
tersebut dengan kompleks peptida VHB- MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel
hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell dan dibantu ransangan sel T CD4+
yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB yang ditampilkan
pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida
kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel T CD 8+ selanjutnya akan mengeleminasi virus yang
ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk
nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di
saping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi
melalui aktivitas Interferon gamma and Tissue Necrotic Factor alfa yang dihasilkan oleh sel
T CD8+. Aktivasi sel limfosit B degan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 6

antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti-Hbe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs
akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi krnik VHB bukan disebabkan
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B Kronik ternyata dapat
ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa
karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg. Bila proses eleminasi virus
berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang
efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun
yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu. Faktor virus
antara lain: terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi
HbeAg, integrasi genom VHB dalam genom sel hati. Faktor penjamu antara lain: faktor
genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan
fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin, atau hormonal. Salah satu contoh peran
imunotoleransi terhadap produk VHB dalam persistensi VHB adalah mekanisme persistensi
infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HbsAg da HbeAg positif. Diduga
persistensi tersebut disebabkan oleh adanya imunotoleransi terhadap HbeAg yang masuk ke
dalam tubuh janin mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus. Persistensi
infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada precore dari DNA yang menyebabkan
tidak dapat diproduksinya HbeAg. Tidak adanya HbeAg pada mutan tersebut akan
menghambat aliran eliminasi sel yang terinfeksi VHB.4
7. Perjalanan Penyakit Hati
95% mendapat infeksi sejak lahir akan tetap HBSAg positif sepanjang hidupnya dan
menderita Hepatitis B kronik, sedangkan hanya 5% individu dewasa yang mendapat infeksi
akan mengalami persistensi infeksi. Persistensi VHB menimbulkan kelainan yang berbeda
pada tiap individu tergantung dari konsentrasi partikel dari VHB dan respon imun tubuh.
makin besar respon imun tubuh terhadap virus makin besar pula kerusakan jaringan hati,
sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus tersebut maka tidak terjadi kerusakan hati. Ada 3
fase penting dalam perjalanan pernyakit ini: (a) fase imunotoleransi:sistem imun toleran
terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian tingginya, tetapi
tidak terjadi peradangan hati yang berarti, titer HbsAg tinggi, HbeAg positif, anti Hbe
negatif, titer DNA VHB tinggi dan konsentrasi ALT yang relatif normal, (b) fase imunoaktif
PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 7

atau fase immune clearance:terjadi replikasi VHB yang berkepanjangan terjadi proses
nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT, pasien mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB, (c) fase nonreplikatif atau fase residual: tubuh berusaha
menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB,
serokonvers HbeAg baik secara spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi. Pada
sebagian pasien residual pada waktu terjadi serokonversi HbeAg positif menjadi anti Hbe
justru sudah terjadi sirosis. Hal ini karena fibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada
kekambuhan yang berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi tersebut. Dalam fase
residual replikasi VHB sudah mencapai titik minimal dan penelitian menunjukkan bahwa
angka harapan hidup pada pasien yang anti Hbe positif lebih tinggi dibandingkan dengan
HbeAg positif. Penelitian menunjukkan bahwa setelah infeksi Hepatitis B menjadi tenang
justru risiko untuk menjadi karsinoma hepatoseluler mungkin meningkat. Karena itu terapi
antivirus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah sirosis hati tapi di samping itu
juga harus sedini mungkin untuk mencegah integrasi genom sel hati yang dapat berkembang
menjadi karsinoma hepatoseluler.4
8. Penegakkan Diagnosis
Parameter untuk mengukur replikasi VHB yang biasa dipakai adalah HbeAg dan anti-Hbe
serta konsentrasi DNA VHB. Ada 2 kelompok pemeriksaan DNA VHB yang lazim dipakai
yaitu metode hibridisasi dan amplifikasi sinyal non PCR dan PCR. Belakangan ini banyak
dipakai metode PCR kuantitatif. Pada saat ini nilai DNA VHB yang dipilih sebagai kriteria
diagnostik Hepatitis B kronik adalah 105 kopi/ml yang merupakan batas kemampuan deteksi
metode non PCR. Metode non amplifikasi mempunyai kepekaan 105-106 kopi/ml sedang
PCR mempunyai kepekaan 10-100 kopi/ml. Pada fase replikatif nilai DNA VHB lebih besar
dari 105 kopi/ml. Dengan demikian bila DNA VHB tidak bisa dideteksi dengan metode PCR
maka infeksi VHB dianggap sudah tidak aktif. Dalam keadaan normal, pada fase replikatif
didapatkan titer HBs Ag yang sangat tinggi, Hbe Ag positif an anti-Hbe negatif serta
konsentrasi DNA VHB yang tinggi. Berdasarkan status HbeAg, hepatitis B kronik
dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HbeAg positif dan hepatitis B kronik HbeAg
negatif. Pasien dengan Hbe negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan indikasi
terapi antivirus. Pada pasien dengan infeksi VHB mutan precore mungkin masih ada sisa-sisa
VHB tipe liar yang belum mengalami mutasi.4

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 8

Infeksi hepatitis B akut : diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
temuan serologis HBs Ag positif dan IgM anti-HBc positif
Infeksi hepatitis B kronis :1
1. Kriteria hepatitis B kronis :
- HbsAg seropositif >6 bulan
- Serum DNA VHB >20.000 iu/ml namun dapat ditemukan nilai yang lebih rendah
-

2.000-20.000 IU/ml ditemukkan pada kasus HbeAg negatif


Peningkatan ALT yang persisten maupun intermiten
Biopsi hati yang menunjukkan hepatitis kronis dengan derajat nekroinflamasi

sedang-berat
2. Kriteria pengidap inaktif :
- HbsAg seropositif >6 bulan
- HbeAg negatif dan anti Hbe positif
- Serum ALT dalam batas normal
- DNA VHB <2.000 20.000 IU/ml
- Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan
3. Kriteria resolved hepatitis infection :
- Riwayat infeksi hepatitis B atau adanya anti HBc dalam darah
- HbsAg negatif
- Kadar DNA VHB dalam serum yang tidak terdeteksi
- Kadar ALT serum dalam batas normal
9. Differential Diagnosis
Hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti VHA, Anti VHA
positif tanpa keberadaan IgM menunjukkan infeksi lampau. Ditandai dengan peningkatan
kadar aminotransferase serum, ditemukan antibodi terhadap VAH dan munculnya gejala
klinis jaundice. Kadar IgM anti VAH umumnya bertahan kurang dari 6 bulan yang kemudian
digantikan oleh IgG anti VAH yang akan bertahan seumur hidup. Tidak pernah menjadi
kronis atau karir.1,4
1-2 minggu sebelum fase ikterik : ditemukan gejala konstitusional seperti anoreksia, mual
dan muntah, malaise, mudah lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis, atau
batuk. Perasaan mual dan muntah dan anoreksia seringkali terkait dengan perubahan pada
penghidup dan pengecap. Dapat pula timbul demam yang tidak terlalu tinggi. Perubahan
warna urin menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat dapat ditemukan 1-5 hari
sebelum fase ikterik. Fase ikterik : gejala konstitusional umumnya membaik, namun muncul
gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran kanan atas serta penurunan berat badan ringan.

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 9

Pada 10-20% kasus dapat ditemukan splenomegali dan adenopati servikal. Fase ini
berlangsung antara 2-12 minggu. Fase perbaikan : gejala konstitusional menghilang tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ditemukan. Nafsu makan kembali dan
secara umum pasien akan menjadi lebih sehat. Perbaikan klinis dan parameter laboratorium
akan komplit dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik. Namun sebanyak <1% kasus menjadi
hepatitis fulminan yakni munculnya ensefalopati dan koagulopati dalam 8 minggu setelah
gejala pertama penyakit hati.1,4
Lima pola klinis infeksi hepatitis A adalah (A) infeksi hepatitis A asimptomatik, biasanya
terjadi pada anak-anak usia 5-6 tahun (B) infeksi virus hepatitis A simptomatik dengan urin
berwarna seperti teh dan feses berwarna dempul biasanya disertai dengan ikterus (c) hepatitis
kolestasis yang ditandai dengan pruritus, peningkatan jangka panjang dari alkaline fosfatase,
gamma glutamyl transpeptidase, hiperbulirubinemia, dan penurunan berat badan (d) hepatitis
A relaps yang bermanifestasi kembali munculnya sebagian atau seluruh tanda klinis, penanda
biokimia virus, dan penanda serologi infeksi virus hepatitis A akut setelah resolusi inisial (e)
hepatitis fulminan yang jarang terjadi dan dapat hilang spontan tetap dapat juga fatal, bahkan
sampai membutuhkan transplantasi hati. Pola klinis hepatitis A berupa kolestasis, relaps, dan
fulminan merupakan pola klinis yang jarang terjadi.4
Hepatitis C
Sebagian pasien mengalami gejala prodormal berupa flu like syndrome. Tetapi sebagian kasus
asimptomatik. Fase pre-ikterik : 1-2 minggu sebelum ikterik, gejala prodormal berupa
anoreksia, mual, dan muntah, kelemahan, malaise, atralgia, mialgia, demam, sakit kepala,
fotofobia, faringitis, serta batuk dan flu. 1-5 hari sebelum kuning, dapat muncul urin yang
warna lebih gelap dan feses berwarna pucat. Fase ikterik : ikterus sering disertai dengan
hepatomegali dan nyeri di kuadran kanan atas. Gambaran klinis hepatitis virus akut pada
umumnya tidak jauh berbeda, kecuali durasi keluhan pasca ikterik lebih panjang pada
hepatitis B dan C. Fase perbaikan / konvalensens : Hepatitis C kronik umumnya
asimptomatik dapat juga berupa gejala tidak spesifik seperti malaise dan keletihan. Pada
kondisi lanjut, dapat ditemui tanda, gejala, serta komplikasi sirosis hati yang mudah dikenali :
edema ekstremitas, asites, hematemesis melena, perubahan status mental dan sebagainya.1
Hepatitis D

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 10

Infeksi serupa dengan hepatitis B. Koinfeksi akut dapat menunjukkan gejala bifasik dengan
dua puncak peningkatan ALT yang terpisah selama beberapa minggu. Tidak lebih dari 2%
pasien yang mengalami infeksi hepatitis D kronik. Superinfeksi hepatitis D primer pada
carrier hepatitis B biasanya menghasilkan gambaran klinis yang berat. Adanya paparan virus
hepatitis D pada pasien yang imunokompeten pasien tersebut akan meningkatkan konsentrasi
antibodi IgG terhadap HDAg. Pada pasien imunokompromais terutama pada pasien dengan
infeksi HIV deteksi anti HD merupakan langkah pertama dalam diagnosis infeksi hepatitis D.
Deteksi anti HD tersebut sebaiknya dilakukan pada pasien carrier HbsAg dengan gangguan
hati.4
Hepatitis E
Gambaran yang paling sering adalah akut yang ikterik yang terdiri dari 2 fase (1) fase
prodromal dan fase preikterik (2) fase interik
Fase prodormal berlangsung selama 1-4 hari yang mempunyai gejala flu like symptom, yang
terdiri dari demam, menggigil, nyeri abdomen, anoreksia, mual, muntah, diare, atralgia,
astenia, dan ruam urtikaria. Gejala-gejala tersebut diikuti dengan keluhan ikterus dalam
waktu beberapa hari. Fase ikterus biasanya dimulai dengan adanya urin yang berwarna coklat
seperti teh, yang dapat disertai dengan pruritus atau warna feses yang menjadi pucat. Pada
onset terjadinya ikterus, demam, dan gejala lainnya berkurang bahkan dapat sembuh
sempurna kecuali untuk gejala gastrointestinal biasanya masih menetap. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya ikterus, hepatomegali ringan, dan pada 25% kasus dapat ditemukan
splenomegali.4
10. Tatalaksana Hepatitis B Kronik
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik, yaitu :
1. Kelompok imunomodulasi :
- Interferon
Kelompok protein intraseluler normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam
sel. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus, imunomodulator, anti prolifeatif, dan anti
fibrotik. IFN tidak memilliki khasiat anti virus langsung tetapi meransang terbentuknya
berbagai macam proyein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Penambahan PEG
Interferon menimbulkan senyawa IFN degan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan IFN biasa.4
PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 11

- Timosin alfa 1
- Vaksinasi terapi
2. Kelompok terapi antivirus
- Lamivudin
Berkhasiat menghambat enzim transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA
menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB.4
-

Adefovir Dipivoksil

Merupakan nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transkriptase. Mekanismenya


hampir sama dengan lamivudin. Dipakai untuk kasus-kasus yang kebal tehradap ramivudin.
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik ialah mencegah atau menghentikan progresi jejas hati
dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis
B kronik, titik akhir yang sering dipakai ialah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif
secara menetap. Pada umumnya serokonversi dari HbeAg menjadi anti-Hbe disertai dengan
hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien
hepatitis B kronik HbeAg negatif, serokonversi HbeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir
terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.4,5
11. Pencegahan
a. Imunisasi Pasif
Hepatitis B Immune globulin (HBIg) yang dibuat dari plasma manusia yang mengandung
anti HBs titer tinggi, dapat memberi proteksi cepat untuk jangka 3-6 bulan. HBIg diberikan
dalam waktu 48 jam setelah terpapar. Bila diberikan lebih dari 48 jam, efikasinya akan
menurun. Dosisnya 0,06 mL/kg, secara IM, di deltoid atau gluteus. Bila diberikan bersama
dengan vaksin hepattis B, lokasi penyuntikan harus terpisah. Pemberian HBIg bersama
dengan vaksin hepatitis B memberi proteksi yang lebih baik.5,7
b. Imunisasi Aktif
Vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg dengan teknologi rekombinan ragi. Untuk
vaksinasi dewasa diberikan 3 dosis pada bulan 0,1 dan 6. Bila respon antibody terbentuk,
maka perlindungan akan terjadi selama minimal 20 tahun. Booster hanya diperlukan pada
pasien imunikrompomais dengan titer anti HBs < 10mU/mL.5,7

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 12

Kesimpulan
Dengan adanya kenaikan HbsAg pada pasien dengan tanpa keluhan diduga adanya penyakit
hepatitis B kronis. Kondisi pasien harus di tatalaksana agar tidak mencapai sirosis hati.
Prognosis
Insidens kumulatif 5 tahun dari saat terdiagnosis hepatitis B kronis menjadi sirosis hati ialah
8-20% dan insidens kumulatif 5 tahun dari sirosis kompensata menjadi sirosis dekompensata
pada hepatitis B kronis yang tidak diobat ialah 20%. Pada kondisi sirosis dekompensata
tersebut, angka survival dalam 5 tahun hanya berkusar 14-35%. Di sisi lain, setelah terjadi
sirosis hati, angka kejadian KHS pada hepatitis B kronis ialah 2-5%.1
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik. Pada sebagian kasus
penyakit berjalan ringan dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 3
tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah
menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan,
walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimptomatik dan jarang terjadi
kegagalan hati. Infeksi hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi.6
Daftar Pustaka
1. Klarisa C, Liwang F, Hasan I. Hepatitis B. Dalam kapita selekta. Ed ke-4. Jakarta:
Aesculapius;2014.h.683-9
2. Price S, Wilson L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed ke-6.
Jakarta:EGC;2014.h.485-93
3. McPhee, Stephen J, Papadakis. Current medical diagnosis and treatment ed.46th . USA
: The McGraw-Hill; 2006. p.665-9,670-3.
4. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Syam A F. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta :
InternaPublishing; 2014.h.1965-72
5. Sanityoso A, Christine G. Hepatitis viral akut. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Syam A F. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta :
InternaPublishing; 2014.h.1947-64
6. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. Dalam Price SA, Wilson
LM. Buku 1 patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.h.439-45

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 13

7. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.h.52-

PBL Blok 17 - Hepatobilier

Page 14

Anda mungkin juga menyukai