B1 - SKEN 1hhhh
B1 - SKEN 1hhhh
Abstrak
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata, atau jaringan lainnya yang
menjadi kuning karena peningkatan bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar bayi,
ikterus akan ditemukan pada minggu pertama kehidupan bayi. Ikterus sebagian lagi
bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan bahkan menyebabkan kematian.
Oleh sebab itu timbulnya ikterus pada bayi harus dipantau perkembangannya. Sesuai
dengan pada saat usia berapa bayi tampak kuning dan bagaimana hasil pemeriksaan
penunjangnya. Sehingga dapat ditentukan terapi apa yang dapat dan sebaiknya diberikan
pada bayi.
Katakunci: ikterus, ikterus pada neonatus, ikterus fisiologis, ikterus patologis.
Abstract
Jaundice is a discoloration of the skin, sclera eyes, or other tissues that
become yellow due to increased bilirubin in the blood. In most infants,
jaundice will be found in the first week of life the baby. Partly pathological
jaundice which can cause interference and even cause death. Therefore, the
onset of jaundice in infants should be monitored its development. In
accordance with the time how old the baby looks yellow and how the results of
his support. So that therapy can be determined what can and should be given
to the baby.
Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang :
Belakangan ini banyak sekali penyakit yang menyerang anak-anak, terutama pada bayi..
Penyakit kuning atau ikterus sering menyerang bayi. Pada sebagian besar bayi, ikterus
akan ditemukan pada minggu pertama kehidupan bayi. Dikemukakan bahwa pada bayi
cukup bulan sekitar 60% dan bayi kurang bulan sekitar 80%. Ikterus sebagian lagi bersifat
patologis yang dapat menimbulkan gangguan bahkan menyebabkan kematian. Oleh sebab
itu timbulnya ikterus pada bayi harus dipantau perkembangannya. Sesuai dengan pada saat
usia berapa bayi tampak kuning dan bagaimana hasil pemeriksaan penunjangnya. Sehingga
dapat ditentukan terapi apa yang dapat dan sebaiknya diberikan pada bayi.
Tujuan :
Membantu pembaca makalah ini untuk mengetahui tentang ikterik fisiologis dan
patologis pada bayi, penyebab, penyebaran, patogenesisnya, gejala klinik, komplikasi,
penatalaksanaannya, dan prognosisnya.
Bab II : Pembahasan
Identifikasi Istilah-istilah Sulit :
Tidak ada istilah sulit yang ditemukan.
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada bayi yang terduga ikterus atau kuning harus dilakukan
dengan cermat agar diagnosa dapat ditegakkan dengan tepat apakah bayi tersebut
menderita ikterus yang fisiologik atau yang patologik. Beberapa pertanyaan yang harus
ditanyakan pada ibu pasien atau keluarga pasien (alloanamnesis) adalah:
Tanda / Gejala
Klasifikasi Ikterus
Ikterus lutut/siku/lebih
Warna Tinja
Tinja pucat
Ikterus usia 3-13 hari
Ikterus Fisiologis
Tanda patologis (-)
Tabel 1. Klasifikasi Ikterus1
Dalam kasus ini digunakan teknik alloanamnesis yaitu mendapatkan informasi langsung
dari keluarga pasien dalam hal ini ibu pasien yang menjelaskan keadaan pasien tersebut.
Seorang bayi berusia 5 hari dibawa ke dokter untuk kontrol. Ibunya mengatakan bahwa
bayinya mulai tampak kuning pada usia 2 hari. Dari hasil anamnesis didapatkan bayi
dilahirkan secara normal pervaginam pada usia kehamilan 39 minggu. Bayi aktif, menangis
kuat, dan menyusu dengan baik.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan-kelainan yang ditemukan sangat berguna dalam
menentukan jaundice dari anak tersebut. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan
memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit secara
ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak akan
terlihat pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL. Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari
warna kulit yaitu pemucatan kulit dengan cara menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin
melebihi 5 mg/dL. Ikterus dimulai dari wajah, kemudian menyebar ke abdomen dan
kemudian ke ekstremitas. Ikterus dapat terlewatkan secara klinis dan lebih sulit dideteksi
pada bayi preterm dan berkulit hitam/gelap. Jika terdapat pertanyaan mengenai keparahan
ikterus, ukur kadar bilirubin dan plotkan pada diagram bilirubin, sesuai dengan usia dalam
jam. Secara klinis carilah adanya tanda infeksi, petekie, pucat, hepatomegali, memar kulit
yang berlebihan, penurunan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.2
Peningkatan total kadar bilirubin diikuti dengan pergerakan dari ikterus pada kulit bgian
sefalokaudal, predileksi dimulai dari bagian wajah, batang tubuh dan ektremitas, dan
terakhir pada telapak tangan dan kaki. Total dari serum bilirubin dapat secara klinis
diperkirakan dari derajat perluasan ikterusnya. Ikterus pada wajah 5 mg/dL, dada 10
mg/dL, abdomen 12 mg/dL, telapak tangan dan kaki > 15 mg/dL.3
Pada pemeriksaan fisik urin, jika urin berwarna tidak gelap harus dipastikan
kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirek yang mungkin disebabkan oleh sindrom
penyakit Gilbert dan bukan karena penyakit hepatobiilier. Keadaan ikterus yang berat
dengan disertai warna urin yang gelap jelas menandakan adanya penyakit hepatobilier. Jika
terdapat tanda-tanda hipertensi portal, asites, perubahan kulit akan lebih mengarah ke
proses kronis daripada proses akut. Jika terdapat keluhan mual dan muntah yang
mendahului terjadinya warna kuning pada kulit, akan lebih menandakan ke proses hepatitis
akut atau sumbatan duktus koledokus karena batu.4
Hasil pemeriksaan fisik pada kasus tersebut didapatkan kedua sklera bayi tampak
ikterik, terdapat kuning pada wajah dan badannya, tanda-tanda vital bayi tersebut dalam
batas normal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berdasarkan pada pendekatan untuk
menentukan kemungkinan penyebab.5
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan
yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu ialah
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon,
yaitu:5
Uji coombs
Polisitemia
Hipoksia
Dehidrasi asidosis
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama5
Dehidrasi asidosis
Pengaruh obat
Sindrom Criggler-Najjar
Sindrom Gilbert
Hipotiroidisme
Infeksi
Neonatal hepatitis
Galaktosemia
Dalam kasus seorang bayi berusia 5 hari dibawa ke dokter untuk kontrol. Ibunya
mengatakan bahwa bayinya mulai tampak kuning pada usia 2 hari, belum dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Kerja (Working Diagnosis/ WD)
Dalam kasus Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, mengalami diare sejak 2 hari
yang lalu, diagnosis kerja pada kasus Seorang bayi berusia 5 hari dibawa ke dokter untuk
kontrol. Ibunya mengatakan bahwa bayinya mulai tampak kuning pada usia 2 hari ini
adalah ikterus fisiologis.
Diagnosis Banding (Differential Diagnosis/DD)
Ikterus Patologis
Ikterus yang terjadi pada usia bayi < 24 jam, total serum bilirubin > 15 mg/dL,
ikterus lebih dari 14 hari, bilirubin direk > 2 mg/dL. Terjadi peningkatan kadar
bilirubin > 0,5 mg/dL/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap
bayi (muntah, letragis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apne,
takipne atau suhu yang tidak stabil.1 Ikterus yang muncul < 24 jam bisa disebabkan
oleh karena penyakit hemolitik seperti penyakit rhesus, iknkompatibilitas ABO,
defisiensi G6PD, sterositosis herediter, ataupun karena infeksi kongenital. Ikterus
dalam 24 jam dari saat kelahiran paling memungkinkan karena hemolitik, dimana
keadaan ini berpotensi berbahaya karena bilirubin yang dominan adalah bilirubin tak
terkonjugasi (berpotensi neurotoksik) dan dapat meningkat dengan cepat sampai ke
kadar yang tinggi. Penyakit rhesus merupakan bentuk pemyakit hemolitik yang paling
berat dan berawal in utero. Saat lahir, bayi mungkin mengalami anemia, hidrops,
iktreus, dan hepatosplenomegali. Biasanya teridentifikasi pada skrining antenatal. Kini
keadaan ini tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis. Inkompatibilitas ABO
biasa terjadi pada (1) ibu yang bergolongan darah O, (2) golongan darah bayi A atau B,
lalu IgG antihemolisin maternal melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada
bayi, (3) pemeriksaan antibodi direk (DAT / tes coombs), (4) kakak kandungnya juga
terkena. Defisiensi G6PD mengenai lebih dari 100juta orang di dunia, dapat
menyebabkan ikterus neonatal yang berat pada ras mediteranian dan amerika afrika,
kebanyakan mengenai laki-laki, orangtua bayi yang terkena dianjurkan untuk
menghindari obat-obatan tertentu (sulfonamida, asam nalidiksilat), kontak dengan
naftalen (kapur barus), dan memakan kacang fava. Sterositosis herediter tidak umum
dijumpai, biasanya diturunkan secara autosomal. Infeksi kongenital biasanya memiliki
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang ringan.2
Ikterus yang terjadi pada usia bayi 24 jam - 2 minggu bisa bersifat ikterus
fisiologis, ikterus akibat ASI, hemolitik, infeksi, obstruksi gastriontestinal, polisitemia,
gangguan metabolik (galaktosemia), defek enzim GT (sindroma Crigler-Najar). Ikterus
berkepanjangan yang terjadi pada usia > 3 minggu yang terdiri atas dua macam yaitu
ikterus bilirubin terkonjugasi dan bilirubin tak terkonjugasi. Ikterus tak terkonjugasi
yang umum dijumpai, penyebabnya karena ikterus akibat ASI, hipotiroidisme, infeksi,
obstruksi GIT, gangguan enzim hati. Ikterus tekonjugasi disebabkan oleh atresia
biliaris dan sindrom hepatitis neonatal.2
pusat yang bereaksi-indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5
mg/24 jam; dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya
berpuncak antara hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai
dibawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai dengan perubahanperubahan ini disebut fisiologis dan diduga akibat kenaikan produksi bilirubin pasca
pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi
bilirubin oleh hati.1
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek
lebih besar dari 12,9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari
15mg/dL. Factor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi: diabetes
pada ibu, ras (Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli), prematuritas, obat-obatan (vitamin
K3, novobiosin), tempat yang tinggi, polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21,
memar kulit, sefalhematom, induksi oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan
(dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja terlambat, dan ada saudara yang
mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tampa variable ini jarang mempunyai kadar
bilirubin indirek diatas 12mg/dL, sedangkan bayi yang mempunyai banyak resiko mungkin
mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup
bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1mg/dL) pada umur 10-14 hari.
Hiperbilirubinemia indirek persisten sudah 2 minggu memberi kesan hemolisis, defisiensi
glukoronil transferase herediter, ikterus ASI, hipotiroidisme, atau obstruksi usus. Ikterus
yang disertai dengan stenosis pylorus mungkin karena kehabisan kalori, defisiensi UDPglukoronil transferase hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.1
Pada bayi premature kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih
lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi; puncaknya dicapai antara hari
ke-4 dan ke-7; gambaran bergantung pada waktu yang diperlukan bayi premature untuk
mencapai mekanisme matur dalam metabolism dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar
puncak 812 mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang
diamati sesudah hari ke-10.1
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lagir dapat berdiri sendiri ataupun dapat sebabkan
oleh beberapa factor.
10
minggu. Hal ini terjadi karena metabolisme progesterone dalam ASI menghambat
glukoronil transferase, meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas yang non esterified,
serta meningkatnya sirkulasi enterohepatik. Pada kasus ini dilakukan fototerapi, dan jarang
dilakukan transfusi tukar.6
Epidemologi
Ikterik pada bayi banyak terjadi pada:
1. Usia awitan adalah 2 sampai 3 hari.7
2. Keparahan berbeda-beda diantara ras, dengan bayi Asia dan penduduk asli
Amerika menempati kadar bilirubin tertinggi.7
3. Bayi-bayi yang berasal dari beberapa area geografis, khususnya area sekitar
Yunani, mengalami peningkatan insidens hiperbilirubinemia.7
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.7
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3%
dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi
kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56%
bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus
yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.8
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana
insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan
ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia
11
sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0%
dan bayi kurang bulan 22,8%.8
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun
2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin
disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus
dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan
metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus
berdasarkan metode visual.8
Patogenesis
Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan.
Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75%
bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35mg
bilirubin indirek (free billirubin) dan bentuk inilah yang dapat masuk ke jaringan otak dan
menyebabkan kericterus. Sumber lain kemungkinan besar dari sumsum tulang dan hepar,
yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen non-eritrosit dan komponen eritrosit yang
terbentuk dari eritropoiesis yang tidak sempurna.9
Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang
larut dalam lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat lipofilik yang
sulit diekskresi dan mudah melewati membrane biologic seperti plasenta dan sawar otak.
Di dalam plasma bilirubin bebas tersebut terikat/ bersenyawa dengan albumin dibawa
kehepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hepar dan masuk ke dalam hepatosit. Didalam sel bilirubin akan terikat dan
bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation S-transferase membawa
bilirubin ke reticulum endoplasma hati. Didalam sel hepar berkat adanya enzim glukorinil
transferase, terjadi proses konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu
bilirubin yang larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam
saluran pencernaan. Selanjutnya menjadi urobilinogen dan kelur bersama feses sebagai
sterkobilin. Didalam usus terjadi proses absorpsi enterohepatik, yaitu sebagian kecil
bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi kembali oleh mukosa
usus.9
12
Penigkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi pada
sebagian besar neonates. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonates dan
umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan fungsi hepar belum matang. Hal ini
merupakan keadaan yang fisiologis. Pada liquor amnion yang normal dapat ditemukan
bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37
minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin amnion dapat dipakai untuk
memperkirakan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada
obstruksi usus janin. Produksi bilirubin pada janin dan neonates diduga sama besarnya
tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula
kesanggupan untuk mengonjugasi. Dengan demikian, hampir semua bilirubin pada janin
dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi dan diekskresi oleh
hepar ibunya.9
13
kuning pada kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin takterkonjugasi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua
atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah
mengalami pergantian yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang
meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal
merupakan factor yang membatasi ekskresi bilirubin.7
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat albumin
plasenta. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat konjugasinya. Bilirubin kemudian
diterima oleh hati, tempat konjugasinya. Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan
dalam bentuk empedu ke dalam usus. Didalam usus, bakteri mengubah bilirubin
terkonjugasi menjadi urobillinogen. Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut
dieksresikan kembali oleh hepar dan dieliminasikan kedalam feses; ginjal mengekskresikan
5 % urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah dan ketidakmatangan hepar
tidak hanya menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi bakteri usus lain dapat
mendekonjugasi bilirubin, yang memungkinkannya direabsorpsi kedalam sirkulasi dan
selanjutnya meniningkatkan kadar bilirubin.7
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi.
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar
bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat
menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai
ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus kea rah terjadinya
kern ikterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus kemungkinan menjadi patologi
atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah :7
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.7
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.7
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5
mg% pada neonates cukup bulan.7
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).7
e. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.7
Hiperbilirubinemia fisiologik10
a. Biasanya tidak terjadi dalam 24 jam pertama.10
14
15
16
Deraja
t
kadar
Bilirubin (rata-rata)
Daerah Ikterus
Ikterus
Aterm
Prematur
5,4
8,9
9,4
11,8
11,4
15,8
kaki
Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
Tabel 2. Perkiraan kadar rata-rata bilirubin.9
Ikterus neonatorum
Jika peningkatan > 5 mg/dL/24 jam atau ikterus klinis melebihi 1 minggu pada
bayi aterm atau 2 minggu pada prematur, evaluasi
17
intensif
harus
diberi
imunoglobulin
intravena.
Jika
transfusi
tukar
dipertimbangkan, maka albumin serum yang rendah merupakan faktor risiko tambahan
untuk kernikterus.2
Fototerapi yang digunakan adalah sinar biru-hijau (panjang gelombang 425-475
nm) yang akan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi isomer yang kurang
berbahaya. Sinar ini difiltrasi untuk menghilangkan sinar UV. Untuk mengoptimalkan
efiksasi membutuhkan sumber sinar efektif yang maksimal, radiasi level tinggi, koreksi
jarak antara sinar dan bayi, perluasan pajanan kulit. Agar fototerapi intensif, dipakai sinar
overhead optimal (dua jika perlu), dikombinasikan dengan selimut serat optik. Kerugian
yang terjadi adalah menghambat keterlibatan parenteral, mata harus ditutup untuk
melindungi dari cahay terang, peningkatan kehilangan air melalui evaporasi, suhu tubuh
tidak stabil, ruam kulit, tinja yang lembek, sindrom bayi perunggu jika diberikan pada
pasien dengan bilirubin terkonjugasi. Oleh karena itu, fototerapi dikontraindikasikan pada
pasien dengan kolestasis dan penyakit hati yang mempunyai peningkatan pada bilirubin
terkonjugasi.2,3
Transfusi tukar dilakukan dengan cara darah bayi dikeluarkan (biasanya dua kali
volume, yaitu 2 x 80 mg/kg) dan diganti dengan darah yang ditransfusikan. Saat ini jarang
dilakukan kecuali jika hemolisis berat. Transfusi tukar dapat mengeluarkan bilirubin dan
antibodi, serta mengoreksi anemia. Komplikasinya adalah hipokalsemia, hipomagnesia,
hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam-basa, hiperkalemia, gangguan kardiovaskular
(perforasi pembuluh darah, emboli, infark, aritmia, volume overload), pendarahan
18
Medika Mentosa
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan
merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi
penghancuran heme, atau untuk mengangkat bilirubin dalam usus halus sehingga
reabsorpsi enterohepatik menurun.6
- Imunoglobulin IV digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas
-
ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi ganti.
Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih diperdebatkan dan secara
19
Komplikasi
Bilirubin ensefalopati lebih menunjukan kepada manisfestasi klinis yang timbul
akibat efek toksik bilirubin pada SSP yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuklei otak.
Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut
bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah kernikterus adalah perubahan neuropatologi yang
ditandai dengan deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama ganglia
basalis, pons, dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk kondisi klinis yang kronik
dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. Manifestasi klinis akut bilirubin
ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik,
dan refleks hisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate
stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry,
kemudia akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa
retrocollis dan opistotonus (kekakuan pada leher dan batang tubuh). Manifestasi klinis kern
ikterus pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk gangguan pendengaran, paralisis pada gerakan bola mata ke
arah atas, palsi serebral atheoid, kesulitan belajar, displasia mental, dan pewarnaan kuning
pada gigi.2,6
Pencegahan
Pencegahan ikterus neonatal yang baik dicapai dengan memberikan perhatian pada
bayi dengan risiko sebelum keluar dari rumah sakit, melalui pendidikan pada orang tua,
dan melalui perencanaan yang matang dari tindak lanjut setelah bayi keluar RS.
Pengukuran kadar bilirubin melalui pemeriksaan transkutaneus atau pengukuran serum,
dan nomogram dapat dipakai sebagai alat yang berguna untuk memperlihatkan persen
20
kemungkinan bayi terkena ikterus. Faktor-faktor risiko yang harus selalu dipantau adalah
bayi dengan masa gestasi < 38 minggu, ASI ekslusif, saudara yang pernah terkena ikterus
pada masa bayi dan melakukan fototerapi, peningkatan kadar serum bilirubin 6 mg/dL,
dan hematoma. Berat bayi juga kadang bisa berhubungan dengan timbulnya ikterus yang
signifikan. Bayi dengan berat berlebihan, mempunyai faktor yang tinggi juga.11
Prognosis
Prognosis baik jika pasien mendapat pengobatan dan diagnosa yang sesuai dengan
petunjuk sesuai. Kerusakan otak karena kernikterus akan tetap menjadi resiko dan
peningkatan insiden dari kernikterus meningkat selama beberapa tahun terkahir mungkin
karena dari kesalahpahaman pemikiran bahwa ikterus pada bayi yang sehat itu tidak
berbahaya dan bisa diabaikan.11
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Klasifikasi ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit) Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan, dan Dokter. Jakarta : Depkes RI ; 2001. h. 75-9.
2. Lissauer T, Fanaroff A. Ikterus. At A Glance Neonatologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga ; 2008.h.96-9.
3. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn. Am Fam
Physician [serial online] 2002 Feb 15; 65(4) : 599-607. Available from : URL :
http://www.aafp.org/afp/2002/0215/p599.html.s
4. Sulaiman A. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing ; 2009.h.634-39.
5. Perinatologi. Dalam: Hassan R,Alatas H.Ilmu Kesahatan Anak. Edisi 11. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.hlm
1101-10
6. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2008.h.147-69.
7. Yudha EK.Hiperbilirubinemia. Dalam: Betz CL. Sowden LA. Buku saku
keperawatan pediatric. Edisi 5. Jakarta:EGC;2009.hlm 270-1.
8. Safitri A.Gangguan pada bayi baru lahir. Dalam:Meadow R, Newell S. Lecture
notes pediatrika. Edisi 7. Jakarta:Erlangga; 2004. h:75.
9. Ester M. Perawatan bayi ikterus. Dalam: Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN.
Buku perawatan bayi resiko tinggi. Cetakan 1. Jakarta:EGC; 2003. h: 57-61.
10. Susilawati, Mahanani DA.Pediatri. Dalam:Grabber MA, Toth PP,Herting RL.Buku
saku dokter keluarga University IOWA. Edisi 3. Jakarta: EGC;2006. h: 444-5
11.
Hansen TWR. Neonatal jaundice. MedScape [serial online] 2012 Juni 21.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/974786-workup.
22