Vbac PDF
Vbac PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang
sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik
karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis
ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman
bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang
yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga
banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah
pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu
dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
and
Gynecologists
mengeluarkan
statemen,
yang
Gambar 2.1 : Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC
(NIH Consensus Development Conference Statement, 2010)
2.2.
Indikasi VBAC
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
2.3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.4.
Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial
of scar memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli
anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan
seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf
disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor
denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia (Caughey
AB, Mann S, 2001).
2.5.
(2001),
American
College
of
Obstetricians
and
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik
yang terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu
sendiri (Srinivas S. 2007).
pada
penyembuhan
pengetahuan tentang
luka
penyebab-penyebab
operasi
yang
baik
dan
yang
dapat
mengurangi
persalinan pervaginal
pada
bekas
seksio
sesarea
dapat
Letak sungsang
80.5
Fetal distress
80.7
Solusio plasenta
100
Plasenta previa
100
Gagal induksi
79.6
Disfungsi persalinan
63.4
(Troyer, 1992)
Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan
maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea
harus juga diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga
terutama saat menjalani persalinan pervaginal (Toth PP, 1996).
2.5.8. Keadaan serviks pada saat partus
Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC
(Flamm BL, 1997).
Menurut Guleria dan Dhall (1997) menyatakan bahwa laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas
seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan
pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran
laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal
pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam.
Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase late rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42
cm/jam.
transversal
selama
dilakukan
pematangan
serviks
dengan
Induksi VBAC
Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas
seksio sesarea satu kali memberi kesimpulkan bahwa induksi persalinan
dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita hamil
dengan bekas seksio sesarea satu kali dibandingkan dengan partus spontan
tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan peningkatan yang
bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip
akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat (Zelop CM, 1999).
2.7.
2.8.
Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi
yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah
8 atau lebih. Menurut McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir
tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan
elektif. Menurut Flamm BL (1997) juga melaporkan morbiditas bayi yang
lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang
berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.
2.9.
Komplikasi VBAC
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea
sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA,
1999). Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea
insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 %). Kejadian
ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio
sesarea korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College of
Obstetricans and Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 9 %. Kejadian
ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak
0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta
ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur
uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio
sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala
klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi
janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal
dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
histerektomi,
gangguan
sistem
tromboembolik,
transfusi,
(Landon, 2004)
(Landon, 2004)
2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi
akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat
kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian
transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di rumah
sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan
persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali
lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
suatu
sistem
skoring
untuk
pasien
bekas
seksio
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah
seperti tertera pada table dibawah ini:
3
4
Karakteristik
Skor
1
0
1
75 %
25 75 %
< 25 %
Dilatasi serviks > 4 cm
2
1
0
1
4
2
02
3
4
42-49
59-60
64-67
5
6
7
8 10
77-79
88-89
93
95-99
Total
74-75
Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea,
adapun sistem skoring yang digunakan adalah :
Tabel 2.6 : Skor VBAC menurut Weinstein
FAKTOR
TIDAK
YA
0
0
4
2
0
0
4
3
Bishop Score 4
Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea
Indikasi seksio sesarea yang lalu
Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar
(Weinstein D, 1996)
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
skoring menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut :
Tabel 2.7 : Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein
Nilai skoring
Keberhasilan
4
6
8
58 %
67 %
78 %
10
12
85 %
88 %
(Weinstein D, 1996)