Anda di halaman 1dari 34

Bahasa dan Sastra Indonesia

Sejarah Sastra Indonesia


Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu
ke waktu. Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra
dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik
sastra, dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Kepulauan Nusantara yang terletak diantara benua Asia dan Australia dan diantara
Samudra Hindia/ Indonesia dengan Samudra Pasifik/ Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku
bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat istiadat dan bahasa sendirisendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yaitu salah satu bahasa daerah di
Nusantara. Bahasa Melayu digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di pantai timur pulau
Sumatera.
-Kerajaan Melayu yang berpusat didaerah Jambi, pada pertengahan abad ke-7 (689-692) dikuasai
oleh Sriwijaya yang beribu kota di daerah Palembang sekarang ini,Tugas sejarah sastra adalah:
1.

meneliti keragaman setiap kategori sastra.

2.

meneliti jenis karya sastra baik secara diakronis, maupun secara sinkronis.

3.

menentukan kaidah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.

Periodisasi Sastra Indonesia


Ada beberapa pendapat tentang periodisasi sastra Indonesia diantaranya sebagai berikut :
1. Menurut Nugroho Notosusanto
a. Kesusastraan Melayu Lama
b. Kesusastraan Indonesia Modern
1). Zaman Kebangkitan : Periode 1920, 1933, 1942, 1945
2). Zaman Perkembangan : Periode 1945, 1950 sampai sekarang.
2. Menurut Simomangkir Simanjuntak
a. Kesusastraan masa lama/ purba : sebelum datangnya pengaruh hindu
b. Kesusastraan Masa Hindu/ Arab : mulai adanya pengaruh hindu sampai dengan kedatangan
agama Islam
c. Kesusastraan Masa Islam

d. Kesusastraan Masa Baru


1). Kesusastraan Masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
2). Masa Balai Pustaka
3). Masa Pujangga Baru
4). Kesusastraan Masa Mutakhir : 1942 hingga sekarang.
1.

Kesusastraan Melayu Klasik


Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena
hasil karyanya tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu,
penggolongan biasanya berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing.
a. Kesusastraan Rakyat (Kesusastraan Melayu Asli)
Kesusastraan rakyat/ Kesusastraan melayu asli, hidup ditengah-tengah masyarakat. Cerita
itu diturunkan dari orang tua kapada anaknya, dari nenek mamak kepada cucunya, dari pencerita
kepada pendengar. Penceritaan ii dikenal sebagai sastra lisan (oral literature).
Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada
masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan Islam) kepercayan yang dianut
masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka berhubungan dengan
kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya :
Cerita asal-usul
Cerita binatang
Cerita Jenaka
Cerita Pelipur lara.
Contoh
Mantra Memasuki hutan rimba
Hai, si Gempar Alam
Gegap gempita
Jarum besi akan romaku
Ular tembaga akan romaku
Ular bisa akan janggutku

Buaya akar tongkat mulutku


Harimau menderam di pengeriku
Gajah mendering bunyi suaraku
Suaraku seperti bunyi halilintar
Bibir terkatup, gigi terkunci
Jikalau bergerak bumi dan langit
Bergeraklah hati engkau
Hendak marah atau hendak
membiasakan aku.
b. Pengaruh Hindu dalam Kesusastraan Melayu
Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang :
1991:50) yang menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang
oleh raja untuk meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di
India maka pengaruh India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak
mengenal kasta, sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu.
Epos India dalam kesusastraan Melayu
Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan
Raja Daksa (910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun
925 seorang penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakawin
Ramayana. Lima ratus tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran.
Dalam bahasa melayu cerita Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas 2 versi
: 1) Roorda van Eysinga (1843) dan W.G. Shelabear.
Mahabarata : Bukan hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu.
Dalam sastra melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa
pengaruh Mahabarata paling tampak dari cerita wayang.
c. Kesusastraan Zaman Peralihan Hindu-Islam, dan pengaruh Islam
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur
Hindu dengan sastra yang berunsur Islam di dalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk
dalam masa ini adalah ; Hikayat Puspa raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dsb.

Sastra pengaruh Islam adalah karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang
harus dilakukan oleh penganut agama Islam. Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat
Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dsb.
Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan
perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui
Perdagangan oleh bangsa Gujarat, Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada
permulaan abad ke-13 Islam berkembang pesat di Nusantara.Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah
jajahan bangsa-bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki
rempah-rempah.d. Kesusastraan Masa Peralihan : Perkembangan dari Melayu Klasik ke Melayu Modern
Pada masa ini perkembangan antara kesusastraan Melayu Klasik dan kesusastraan Melayu
Modern peralihannya dilihat dari sudut isi dan bahasa yang digunakan oleh pengarangnya. Dua
orang tokoh yang dikenal dalam masa peralihan ini adalah Raja Ali Haji dari pulau Penyengat,
Kepulauan Riau, dan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Malaka.
Contoh karya Abdullah : Hikayat Abdullah, Syair Singapura dimakan Api, ia juga
menerjemahkan Injil ke dalam bahasa melayu.
Contoh Gurindam Raja Ali Haji
Gurindam pasal pertama
Barang siapa tidak memegang agama
Sekali-kali tidakkan boleh di bilangkan nama
Barang siapa mengenal yang empat
Ia itulah orang yang makrifat
Barang siapa mengenal Allah
Suruh dan tengahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal dunia
tahulah ia barang yang terperdaya
Barang siapa mengenal akhirat
Tahulah ia dunia mudarat
Kurang fikir, kurang siasat
Tinta dirimu kelah tersesat
Fikir dahulu sebelum berkata
Supaya terlelah selang sengketa
Kalau mulut tajam dan kasar

Boleh ditimpa bahaya besar


Jika ilmu tiada sempurna
1.

Tiada berapa ia berguna.


Kesusastraan Indonesia Modern
Lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern
Jika menggunakan analogi Sastra ada setelah bahasa ada maka kesusastraan Indonesia
baru ada mulai tahun 1928. Karena nama bahasa Indonesia secara politis baru ada setelah
bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal
dengan Sumpah Pemuda.
Namun menurut Ayip Rosidi dan A. Teeuw, Kesusastraan Indonesia Modern ditandai dengan
rasa kebangsaan pada karya sastra. Contohnya seperti : Moh. Yamin, Sanusi Pane, Muh. Hatta yang
mengumumkan sajak-sajak mereka pada majalah Yong Sumatera sebelum tahun 1928.

a. Masa Kebangkitan (1920-1945)


1). Periode 1920 (Angkatan Balai Pustaka)
Contoh : Puisi M. Yamin
Bahasa, Bangsa
Selagi kecil usia muda
Tidur si anak di pangkuan bunda
Ibu bernyanyi lagu dan dendang
memuji si anak banyaknya sedang
berbuai sayang malam dan siang
buaian tergantung di tanah moyang
1922
2). Periode 1933 (Angkatan Pujangga Baru)
Penamaan periode ini di dasarkan pada munculnya majalah Pujangga Baru yang dikelola
oleh S.T. Alisyahbana, Armin Pane dan Amir Hamzah.
Contoh : Puisi Amir Hamzah
Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Diwaktu ini gelap gulita
(Buah Rindu II)

3). Periode 1942 (Angkatan 45)


Chairil Anwar pelopor angkatan 45, nama lain pada masa ini seperti Idrus, Mochtar Lubis dan
Pramoedya A T.
Contoh Sajak Chairil :
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati
Beta kirim datudatu!
Beta Pattirajaaawane, penjaga hutan pala
Beta api dipantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
b. Masa Perkembangan (1945 sekarang)
1). Periode 1945 (Angkatan 45 : 1942-1953)
2). Periode 1950 (Angkatan 50 dimulai tahun 1953)
Dimasa ini ada Nugroho Notosusanto pengarang Hujan Kepagian, AA Navis pengarang
Robohnya Surau Kami, Trisnoyuwono pengarang laki-laki dan mesiu, penyair Toto Sudarto Bachtiar,
WS Rendra (juga ada yang menggolongkan ke angkatan 70)
3). Angkatan 66
Pada tanggal 6-9 Mei 1966 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bersama dengan KAMI
dan KAPPI menyelenggarakan simposium berjudul : Kebangkitan semangat 1966 : Menjelajah
Tracee Baru Lekra dan Neolekranisme. Dominasi kebudayaan oleh politik, tegas-tegas ditolak.
Inilah mulai dinamakannya angkatan 66. Dari kelompok ini, majalah bulanan baru, Horison, segera
terbit sebagai suara sastranya.
4), Angkatan 70
Tahun 1970-1990 ada beberapa sastrawan yang terkenal misalnya : Sutardji Calzoum
Bachri, Abdul Hadi W.M., Putu Wijaya
Contoh Sajak Abdul Hadi WM : Tawangmangu
kalau kehijauan yang bangkit dari bukti-bukti
dan air terjun, dimana aku pernah lewat dan menghirup
kesegaran pagi dan kuntum melur, sekarang aku batu
yang kau angkat dari tepi sungai dan kaubiarkan abadi
seperti nyawa sekarat mengeliat, mengeliat mungkin kau
sedang menghiasku dengan retakan-retakan air hujan
dan keharuan waktu yang beragam
(dalam Tergantung pada Angin)

Fonologi
Di dalam penyelidikan, bunyi-bunyi bahasa itu banyak ragamnya. Karena itu bunyi-bunyi
tersebut diklasifikasikan ke dalam klasifikasi tertentu, ilmu yang mempelajari seluk beluk bunyi
bahasa serta merumuskannya secara teratur dan sistematis tersebut
dinamakan fonologi, (phone= bunyi; logos = ilmu). Sedangkan menurut Verhaar (1987:36)
mengatakan bahwa fonologi adalah bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi dalam
suatu bahasa tertentu yang menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal. Salah satu
aspek di dalamnya adalah masalah distribusi fonem.

B. Manfaat Fonologi
Penyelidikan bunyi-bunyi bahasa suatu bahasa mempunyai fungsi yang besar dalam hal
menciptakan tanda-tanda/lambang-lambang yang menyatakan bunyi ujaran. Lambang-lambang
bunyi ujaran itu disebut huruf, sedangkan aturan penulisan huruf itu disebut ejaan.
Munculnya ejaan jelas merupakan usaha yang memiliki manfaat besar,terutama untuk
menyimpan informasi. Kalau ejaan dapat diterapkan sesuai dengan bunyi ujaran, tentunya,
informasi yang diabadikan lewat tulisan itu juga akan lebih komunikatif. Namun, harus disadari
bahwa tidak pernah ada sistem tulisan yang sempurna.
Dalam penggunaan secara praktis, bunyi-bunyi bahasa yang beragam itu akan sulit
digambarkan. Andaikan dapat menghafalkannya (dalam usaha menggunakan bahasa tulis)
bukanlah pekerjaan yang gampang, apalagi jika bunyi-bunyi itu mirip. Karena itu, hasil
penyelidikan fonemiklah yang seharusnya dijadikan dasar pembentukan sistem tulisan. Dasar yang
harus digunakan di sini adalah sebuah fonem dilambangkan dengan satu

huruf/tanda/lambing/grafem. Sistem tulisan (ejaan) yang demikian ini disebut ejaan fonemis.
Dengan kata lain, ejaan fonemis ini menganut sistem monograf.
Di samping itu, fonem // dan // yang terbukti sebagai fonem-fonem yang berbeda
dilambangkan dengan huruf yang sama, yakni (). Telah terbukti pula bahwa
antara /?/ (apostrof) /bisat ( ) dengan /k/ terdapat perbedaan yang fungsional, tetapi
kenyataannya keduanya dilambangkan dengan huruf yang berbeda, yakni (k) atau ( ) tetapi ada
perbedaan dalam pengucapannya. Satu grafem/huruf yang melambangkan dua fonem yang
berbeda ini dikenal dengan istilah diafon.
G. Komponen Fonologi
Komponen fonologi merupakan satu dari dua komponen utama tata bahasa (yang sebuah
lagi; komponen sintaksis). Fonologi memetakan setiap kali sintaksis menjadi suatu gambaran ciriciri fonetik yang paling terperinci; yaitu menyajikan setiap kalimat dengan ucapannya. Komponen
fonologi tidak berhubungan dengan komponen semantik sesuatu pemerian linguistik selama kedua
komponen ini beroperasi secara sendiri-sendiri pada struktur sintaksis.
Komponen fonologi merupakan komponen tata bahasa generatif yang merubah gambaran
fonetik sistematik dari suatu tali sintaksis formatif menjadi gambaran fonetik sistematis dan
merupaka sistem kaidah-kaidah siklus yang memetakan struktur-struktur permukaan menjadi
gambaran-gambaran fonetik. Olehkarena komponen fonologi ini merubah tali formatif menjadi
gambaran fonetik, maka dia merupakan jembatan penghubung antara sintaksis dan fonetik.
Perlu dicatat bahwa komponen fonologi hanya beroperasi pada penanda-penanda frase
turunan terakhir dari sintaksis. Komponen fonologi bersifat interpretatif belaka. Dengan singkat
dapat disimpulkan bahwa komponen fonologi sebenarnya fonetikdari setiap kata beserta akhiranakhirannya; intonasi kalimat dan sebagainya. Dengan kata lain, kaidah-kaidah komponen fonologi
melukiskan bagaimana caranya setiap kalimat diucapkan.
Pemerian pengetahuan tata bahasa seseorang tidak mencakup bagaimana sebenarnya dia
mempergunakan pengetahuan tersebut dalam produksi dan komprehensi dalam pembentukan dan
pemahaman kalimat-kalimat. Tata bahasa tidak menentukan proses informasi kemampuankemampuan otak manusia yang dibutuhkan bagi komunikasi lisan.
Konsep yang kita perbincangkan ini seringkali ditandai sebagai pembedaan antara
kompetensi linguistik dan performansi linguistik. Kompetensi linguistik hanya mengacu kepada
pengetahuan si pembicara asli mengenai bahasanya (tata bahasa), sedangakan performansi
linguistik mengacu kepada perangkat keterampilan dan strategi yang dipergunakan oleh si
pemakai bahasa bila dia menerapkan kompetensi linguistiknya dalam produksi dan komprehensi
kalimat-kalimat. Hal ini diturunkan dari konsepsi Ferdinand de Saussure mengenai langue (yang
berarti bahasa beranalogi dengan kompetensi) dan parole (yang berarti ujaran beranalogi
dengan performansi).
Sejalan dengan perkembangan linguistik dan psikolinguistik dalam kerangka ini, maka ide
kompetensi/performansi inipun telah mengalami perubahan-perubahan. Misalnya, beberapa
sarjana telah menunjukkan bahwa banyak aspek kompetensi dan performansi seakan-akan
berhubungan erat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pendek kata kompetensi dan
performansi merupakan dwitunggal yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Untuk menggambarkan pembedaan antara kompetensi dan performansi, maka ada
baiknya kita menarik suatu analogi antara bahasa dan catur. Sebelum seseorang dapat bermain
catur maka harus mempelajari telebih dahulu kaidah-kaidah permainan; bagaimana caranya
menjalankan buah pada papan catur. Peraturan-peraturan melukiskan susunan-susunan buah yang

sah di atas papan catur, yaitu susunan-susunan tertentu tidak mungkin karena tidak dapat dicapai
oleh setiap urutan gerakan yang sah. Analogi antara kaidah-kaidah tata bahasa memerikan
kalimat-kalimat dalam bahasa, maka kaidah-kaidah catur membatasi dan menentukan susunan
buah yang mungkin pada papan catur.
Sekarang andai kata orang yang baru saja menguasai kaidah-kaidah permainan tersebut
berusaha bermain melawan seorang pemain yang berpengalaman. Orang baru ini akan jelas mati
diserang, walaupun dia mungkin tidak pernah membuat gerakan yang tidak sah. Kualitas-kualitas
apakah yang dimiliki oleh pemain yang berpengalaman itu sehingga orang baru itu kalah? Pemain
catur yang berpengalaman itu memiliki pengetahuan dasar tentang kaidah-kaidah permainan serta
seperangkat keterampilan dan siasat untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk mencapai
tujuan-tujuan khusus. Dengan kata lain, pemain catur yang berpengalaman itu memiliki bayangan
gambaran susunan yang berarti membuat skakmat sang lawan, dan berusaha memperolehnya
dengan serangkaian gerakan yang sah. Pemain yang lebih terampil daripada yang lainnya akan
berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu , agar dapat bermain dengan baik maka
pemain harus memiliki sebagai tambahan pada kompetensi catur (pengetahuan mengenai
kaidah-kaidah permainan) seperangkat strategi atau siasat yang memudahkannya bertindak
sebagai pemain catur. Sudah tentu strategi-strategi ini beranalogi dengan performansi linguistik.
Analogi antara catur dan bahasa mempunyai pembatasan-pembatasannya, seperti juga
halnya semua analogi. Kaidah-kaidah linguistik berbeda dengan kaidah-kaidah catur tidak
selamannya bersifat sadar atau disengaja. Untuk mempelajari kaidah-kaidah catur maka seseorang
harus duduk dan mengingatnya. Tidak mungkin mempelajari sesuatu bahasa dengan cara itu; lagi
pula tak pernah ada orang yang mempelajari bahasa ibunya dengan cara itu.Meskipun demikian,
barangkali contoh ini dapat membantu menjelaskan sifat umum pembedaan antara kompetensi
dan performansi, antara kemampuan dan perbuatan.
H. Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibacarakan adalah alat ucap manusia
untuk menghasilkan bunyi bahasa. Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi
bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat biologis. Misalnya, paru paru untuk
bernafas, lidah untuk mengecap, dan gigi untuk mengunyah. Namun, secara kebetulan alat alat
itu diinginkan juga untuk berbicara. Kita perlu mengenal nama nama alat alat itu untuk bisa
memahami bagaiamana bunyi bahasa itu diproduksi; dan nama nama bunyi itu pun diambil dari
nama nama alat ucap itu. Untuk mengenal alat alat ucap itu, perhatikan bagan berikut, dan
perhatikan
- Paru - paru
- Batang tenggorokan (trachea)
- Pangkal tenggorokan (larynx)
- Pita suara (vokal cord)
- Krikoid (cricoid)
- Tiroid (thyroid) atau lekun
- Aritenoid (arythenoid)
- Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
- Epiglotis (epiglottis)
- Akar lidah (root of tongue)
- Pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)
- Tengan lidah (middle of the tongue, medium)

- Daun lidah (blade of the tongue, laminum)


- Ujung lidah (tip of the tongue, apex)
- Anak tekak (uvula)
- Langit langit linak (soft palate, velum)
- Langit langit keras (hard palate, palatum)
- Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
- Gigi atas (upper teeth, dentum)
- Gigi bawah (lower teeth, dentum)
- Bibir atas (upper lip, labium)
- Bibir bawah (lower lip, labium)
- Mulut (mouth)
- Rongga mulut (aral cavity)
- Rongga hidung (nasal cavity)
I. Unsur-unsur Segmental
1) Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk
mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal
tinggi, misalnya bunyi [ i ] dan [ u ]; vokal tengah, misalnya [ e ] dan [ ]; dan vokal rendah,
misalnya, bunyi [ a ]. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya [ ] dan [e]; vokal
pusat , misalnya; bunyi [ ] ; dan vokal belakang, misalnya; bunyi [u] dan [o].
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut vokal dibedakan sebagai berikut;
[ i ] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[ e ] adalah vokal depan tengah tak bundar
[ ] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[ o ] adalah vokal belakang tengah bundar
[ a ] adalah vokal pusat rendah tak bundar
2) Klasifikasi Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada
bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya
lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya,. Namun, yang dihasilkan bukan dua buah
bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong dalam
bahasa Indonesia adalah [ au ] seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain bunyi [
ai ] seperti terdapat pada kata sungai dan landai, Contoh lain bunyi [ oi ] seperti pada
kata amboi dansepoi. Apabila ada dua buah vokal berturutan, namun yang pertama terletak pada
suku kata yang berlainan sari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi,
vokal [ au ] dan [ ai ] pada kata bau dan lain bukan diftong.
Mengapa disebut diftong naik dan diftong turun?
Disebut diftong naik karena adanya bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi
yang kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi
bunyi kedua, dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan dalam bahasa Inggris
ada diftong naik dan turun. Mengenai jenis diftong tersebut, ada konsep yang berlainan. Diftong
naik atau diftong turun bukan ditentukan berdasarkan posisi lidah melainkan didasarkan atas
kenyaringan (sonoritas) bunyi itu. Kalau sonoritasnya terletak di muka atau pada unsur yang
pertama . Maka dinamakan diftong turun; kalau sonoritasnya terletak pada unsur kedua maka
namanya diftong naik. Umpamanya, bunyi [ ai ] pada kata landai, sonoritasnya terletak pada unsur

pertama, sedangkan pada kata Prancismoi yang dilafakan [mwa] sonoritasnya terletak pada unsur
kedua. Jadi, pada kata itu terda[at diftong naik (Parera, 1983).
3) Klasifikasi Konsonan
Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal konsonan sebagai berikut;
Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir
atas. Yang termasuk konsonan bilabial ini adalah [ p ], [ m ], dan [ b ]. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bunyi [ p ] dan [ b ]adalah bunyi oral, yaitu yang dikeluarkan melalui rongga mulut,
sedangkan [ m ] adalah bunyi nasal yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
Labiodental, yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat
pada bibir atas.Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [ f ] dan [ v ].
Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah
menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ t ] dan [ d ].
Dorsovelar, yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit lunak.
Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ k ] dan [ g ].
Berdasarkan cara artikuasinya, artinya bagaimana gangguan atau hambatan yang
dilakukan terhadap arus udara itu, pembagian konsonan sebagai berikut;
1)

Hambai (letupan, plosif, stop) di sini artikulasi menutup penuh aliran udara, sehingga udara
mampat di belakang tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu dibuka secara tiba-tiba,
sehingga menyebabkan terjadinya letupan. Yang termasuk konsonan ini adalah [ p, b, t, d, k, g ].

2)

Geseran atau frikatif. Di sini artikulasi aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit,
sehingga udara yang lewat mendapat gangguan pada celah itu. Misalnya bunyi [ f, s, dan z ].

3)

Paduan atau frikatif. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu
membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan antara
hambatan dan frikatif. Misalnya bunyi [ c ] dan [ j ].

4)

Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut,
tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Misalnya bunyi

[ m ],

[ n ], dan [ ].
5)

Geseran atau trill. Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif,
sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Misalnya konsonan [ r ].

6)

Sampingan atau lateral. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah
mulut; lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah. Contohnya konsonan [l].

7)

Hampiran atau aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati
posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal, tetapi tidak cukup seperti untuk menghasilkan
konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan sering juga disebut semi vokal. Misalnya
konsonan [ w ], [ y ].
BUNYI SUPRASEGMENTAL
Bunyi suprasegmental ialah bunyi-bunyi yang menyertai bunyi segmental, seperti juga
bunyi segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu
diucapkan. Ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi (prosodic
festures) ( Bloch & George, 1942:34; Samsuri, 1970:6-7) dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1)

Panjang atau Kuantitas


Panjang menyangkut lamanya bunyi diucapkan. Suatu bunyi segmental yang waktu
diucapkan alat-alat ucap dipertahankan cukup lama, pastilah disertai bunyi suprasegmental

dengan ciri prosodi yang panjang. Jika alat ucap dalam membentuk bunyi segmental itu tidak
dipertahankan cukup lama hanya sebentar, maka bunyi suprasegmental penyertanya ialah dengan
ciri prodi pendek.
Adapun tanda untuk panjang ialah dengan [.:] (tanda titik dua di sebelah kanan bunyi
segmental) , tanda untuk panjang itu disebut mora, seperti yang lazim dipakai dalam bahasa
jepang (Samsuri, 1978:122).
2)

Nada (Picth)
Sebagai unsur suprasegmental, nada membicarakan tinggi rendahnya bunyi ujaran. Nada
ini lebih erat hubungannya dengan tekanan daripada dengan kuantitas. Tanda fonetis untuk
menyatakan nada lazimnya berupa angka 1-4. Angka tersebut diletakkan di atas bunyi segmental.
Dalam sebuah mikrosegmen (kata), tinggi nada biasanya dibedakan ke dalam tinggi nada
awal, puncak tinggi nada, dan tinggi nada akhir. Tinggi nada awal mengacu kepada tinggi nada
yang terjadi pada awal sebuah kata. Puncak tinggi nada mengacu kepada tinggi nada tertinggi
dalam sebuah kata. Tinggi nada akhir mengacu kepada tinggi nada pada titik akhir sebuah kata.
Tinggi nada awal berkisar 130 180 Hz, puncak tinggi nada akhir 90 110 Hz.
23 2
Contoh { s i a p a } nada bertanya

3)

Tekanan
Tekanan kata dalam bahasa Madura boleh disebut tonotemporal artinya bahwa tekanan
itu merupakan sejenis kemenonjolan yang lebih banyak ditandai oleh tinggi nada (bersifat tonal)
dan oleh rentang waktu tempat suku kata bertekanan diucapkan (bersifat temporal) daripada oleh
intensitas (Halim, 1984:38). Walaupun demikian, nada tertinggi tidak mesti muncul pada suku kata
yang memiliki rentang waktu (jangka) terpanjang. Demikian juga, tidak seharusnya nada tinggi
muncul bersamaan dengan intensitas terkuat.
Secara umum, tekanan dalam suatu bahasa dibedakan ke dalam empat macam tekanan:
keras, agak keras, sedang, dan lembut. Secara fonetis keempatnya dilambangkan dengan tanda
diakritik yang diletakkan di atas bagian suku kata yang mendapatkan tekanan, tanda-tanda
tersebut meliputi:
/.... /

tekanan keras

/..^../

tekanan agak keras

/......./

tekanan sedang

/..../

tekanan lembut

Contoh: { pergi !}, { mengapa nak ? }


4)

Jeda atau Persendian


Sebagai ciri suprasegmental, jeda (sendi) mengacu kepada peralihan dari satu bunyi
segmental ke bunyi segmental yang lain atau dari bunyi segmental ke kesenyapan. Baik di dalam
kata maupun yang mengakhiri kata. Jeda yang ada di dalam kata disebut jeda tutup (close
juncture), sedangkan jeda yang mengakhiri kata disebut jeda buka (open juncture) atau jeda plus.
Jadi, jeda lebih cenderung menunjukkan kepada perhentian sejenak.
Menurut tempatnya jeda dapat dibedakan menjadi empat (Samsuri, 1970:15-16).

a)

Jeda antar suku kata dalam kata ditandai dengan [+]

b)

Jeda antar kata dalam frasa ditandai dengan [ / ].

c)

Jeda antar frasa dalam klausa ditandai dengan [ / / ].

d)

Jeda antar kalimat dalam wacana ditandai dengan [ # ].


Contoh: Mahasiswa baru / datang.
Mahasiswa / baru datang.

PENGARUH BUNYI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLITERASI


A.

Pengaruh-mempengaruhi Bunyi

Dalam hal pengaruh-mempengaruhi bunyi dapat ditijau dari dua segi, yaitu akibat dari
pengaruh- mempengaruhi bunyi itu dan tempat artikulasi yang manakah yang
mempengaruhi.Akibat dari pengaruh-mempengaruhibunyi disebut proses asimilasi. Sedangkan
tempat artikulasi yang mana yang mempengaruhi disebut artikulasi penyerta (ko-artikulasi
sekunder).
1) Proses Asimilasi
Proses asimilasi di sini terbatas pada asimilasi fonetis saja, yaitu pengaruh-mempengaruhi
bunyi tanpa mengubah identitas fonem. Menurut arahnya, asimilasi dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
a.

Asimilasi progresif
Asimilasi progresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke depan. Seperti perubahan bunyi
[t] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa diucapkan secara apiko-dental, tetapi dalam
kata stasiun, letup [t] itu diucapkan secara lamino-alveolar. Perubahan letup apiko-dental [t]
menjadi letup lamino-alveolar [t], karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran laminoalveolar [s].

b.

Asimilasi regresif
Asimilasi regresif terjadi bila arah pengaruh bunyi itu ke belakang. Seperti perubahan bunyi
[n] yang biasanya dalam bahasa Indonesia dan Jawa diucapkan secara apiko-alveolar, tetapi dalam
kata pandan, nasal sebelum [] itu diucapkan secara apiko-palatal. Perubahan nasal apikoalveolar [n] menjadi nasal apiko-palatal [n] karena pengaruh secara regresif dari bunyi letup
palatal []. Dengan demikian tulisan fonetis untuk pandan dalam bahasa Indonesia ialah [panan]
dan dalam bahasa Jawa ialah [pandhan].
2) Artikulasi Penyerta
Bunyi [k] dalam kata kucing (dalam bahasa Indonesia /Jawa) dengan [k] dalam
kata kijang (bahasa Indonesia) atau kidang (bahasa Jawa) berbeda; walaupun menurut biasanya
atau menurut artikulasi primernya sama, yaitu merupakan bunyi dorso-velar yang dibentuk dengan
artikulasi pangkal lidah dan langit-langit lunak. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya artikulasi
penyerta (ko-artikulasi atau artikulasi sekunder) bunyi vokal yang langsung mengikutinya (cf. Bloch
& George, 1942:29; Samsuri, 1978:119).
Berdasarkan tempat artikulasinya, maka proses pengaruh bunyi karena artikulasi penyerta
dapat dibagi menjadi:

1)

Labialisasi
Labialisasi adalah pembulatan bibir pada artikulasi primer, sehingga terdengar bunyi [w]
pada bunyi utama tersebut. Kecuali bunyi labial dapat disertai labialisasi. Bunyi [t] dalam
kata tujuan (dalam bahasa Indonesia atau Jawa Misalnya, terdengar sebagai [w] [tw]
dilabialisasi).

2)

Retrofleksi
Retrofleksi adalah penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi primer, sehingga
terdengar bunyi [r] pada bunyi utamanya. Kecuali apikal, bunyi dapat disertai retrofleksi. Misalnya
[k] diretrofleksi dalam kata kerdus.

3)

Palatalisasi

Palatalisasi adalah pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras pada artikulasi
primer. Kecuali bunyi palatal dapat disertai palatalisasi. Bunyi [p] dalam kata piara (bahasa
Indonesia/Jawa) misalnya, terdengar sebagai [py] [p] dipalatalisasi.
4)

velarisasi
Velarisasi adalah pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak pada aretikulasi
primer. Selain bunyi velar bunyi-bunyi dapat divelarisasi. Bunyi [m] dalam kata makhluk (bahasa
Indonesia) misalnya, terdengar sebagai [mx] [m] divelarisasi.
5)
Glotalisasi
Glotalisasi adalah proses penyerta hambatan pada (glotis tertutup rapat) sewaktu artikulasi
primer diucapkan. Selain bunyi glotal dapat disertai glotalisasi. Vokal pada awal kata dalam bahasa
Indonesia dan Jawa sering diglotalisasikan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata akan
diucapkan [?akan] dan [?obat].

Ejaan
Ejaan merupakan unsur yang penting dalam bahasa Indonesia, baik bahasa tulis maupun
bahasa lisan. Ejaan yang kita pakai sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Pada bulan
Oktober tahun 2004 EYD berusia 32 tahun. Dalam usia itu sudah sepatutnya jika ejaan tersebut
menempati kedudukan yang mantap di tengah masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Akan
tetapi, dalam kenyataannya pemakaian ejaan bahasa Indonesia belum memuaskan. Oleh sebab
itu, perlu diadakan pembahasan dan pelatihan tentang EYD dikalangan mahasiswa.

Penulisan Huruf
Abjad di Indonesia berjumlah 26 huruf yang melambangkan bunyi-bunyi bahasa (fonem),
terdiri dari 5 huruf vokal dan 21 huruf konsonan. Bahasa Indonesia juga mengenal gabungan huruf
yang padu yang lazim disebut Diftong. Jumlah diftong ada tiga yaitu ai, au, dan oi. Contoh diftong
antara lain : pantai, pukau dan amboi.
1. Huruf pada nama diri dan nama jenis

1.
a.
b.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
c.

Nama diri adalah nomina khusus yang mengacu ke nama geografi, nama orang atau
lembaga, dan nama yang berhubungan dengan waktu. nama diri ditulis dengan huruf
kapital. Sedangkan nama jenis merujuk kepada jenis tertentu secara umum. Di dalam pedoman
EYD nama jenis yang tergolong sebagai nomina umum ditulis dengan huruf kecil.
Nama diri yang diatur penulisannya dalam pedoman umum EYD berhubungan dengan :
nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, dan gelar keilmuan yang diikuti nama orang
contoh kalimat:
Doktor Salim Said terkenal kritis dalam memberikan ulasan di televisi.
Haji Agus Salim seorang pahlawan pendidikan.
nama jabatan pangkat yang diikuti nama orang, instansi atau tempat
contoh kalimat:
Gubernur DKI Jakarta meresmikan pengunaan busway.
Kolonel Suparman berhasil mengungkap kasus korupsi kemarin.
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
contoh kalimat:
Di penghujung tahun 2004 bangsa Indonesia mengalami bencana yang amat besar.
Pulau Jawa terpadat penduduknya di Indonesia.
Bahasa Indonesia belum menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.

4.
a.
b.
5.
a.
b.
6.
a.
b.

a.
b.
c.

nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah


contoh kalimat:
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1343 Hijriah.
Dahulu pernah terjadi Perang Candu di negeri Cina.
nama khas geografi
contoh kalimat:
Salah satu daerah pariwisata di Sumatera adalah Danau Toba.
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dihubungkan oleh Selat Sunda.
nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan
contoh kalimat:
Ayu Utami mengarang novel Saman.
Kiat Mengatasi Gejala Penyakit Kejiwaan.
Huruf pada nama julukan atau sebutan

Nama julukan atau sebutan lain dari sebuah nama diri diperlakukan sebagai nama diri dan
dituliskan dengan huruf awal kapital.
Contoh kalimat:
Dia tinggal di Bandung, yang mendapat julukan Kota Kembang
Aceh (Serambi Mekah) dikejutkan oleh peristiwa gempa bumi dan tsunami.
Dia lebih dikenal sebagai Pak Raden daripada Suryadi.
Kota Kembang, Serambi Mekah, dan pak Raden dituliskan dengan huruf awal kapital karena
digunakan sebagai pengganti nama diri atau sebagai nama lain.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Huruf pada lambang bilangan

Angka digunakan untuk menuliskan lambing bilangan atau nomor yang dinyatakan dengan
angka Arab (1,2,3,4) atau angka Romawi (I,II,III,IV). Kaidah penggunaan angka antara lain
untuk:
menyatakan ukuran panjang, berat, luas dan isi. Misalnya 5 meter, 2 ons dan 100 meter
menyatakan satuan waktu, misalnya 5 jam 30 menit
menyatakan nilai uang, misalnya Rp 5.000,00, US$ 2,500.00, 100 yen
menyatakan kuantitas, misalnya 30 persen, 27 murid
melambangkan nomor yang diperlukan pada alamat. Misalnya Cempaka Putih Tengah IV, No. 53.
memberi nomor bagian karangan dan ayat suci, misalnya
Bab IX, subbab 13, halaman 366
Surat Al Ikhlas: 1 4

Penulisan Kata

Kata Baku dan Tidak Baku

Bahasa Indonesia boleh dikatakan kaya akan kosakata. Kekayaan kosakata itu diperoleh
antara lain dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan bahasa asing. Akan tetapi, tidak semua
kosakata itu dapat digolongkan dalam kosa kata baku bahasa Indonesia.
Sebuah kata dapat dinyatakan baku apabila kata tersebut digunakan sebagian besar
masyarakat dalam situasi pemakaian bahasa yang bersifat resmi dan menjadi rujukan norma
dalam penggunaannya. Sementara itu, sebuah kata dinyatakan tidak baku apabila kata itu
menyimpang dari norma kosakata baku (misalnya munculnya unsur kedaerahan atau penyerapan
kata asing yang tidak mengikuti kaidah yang berlaku).
Contoh kosakata:
No.

Tidak Baku

Baku

1.

kwitansi

kuitansi

2.

telor

telur

3.

sistim

sistem

a.

b.

a.
b.

a.
b.

a.
b.
2.

a.
b.

tampal

tambal

5.

korsi

kursi

Kosakata baku memiliki tiga sifat, yakni kebersisteman, kecendekiaan, dan keseragaman.
Masing-masing diuraikan sebagai berikut:
1. Kebersisteman
Sifat ini tercermin dalam bentuk kaidah dan norma yang menunjukkan bahwa sifat kebakuan
sebuah kata tidak dapat berubah setiap saat, tetapi cukup luas memberikan peluang bagi
kemungkinan terjadinya perubahan bersistem. Bahasa baku juga tidak menghendaki adanya
bentuk kata yang kaku.
Contoh :
kata langganan pada awalnya mempunyai makna ganda, yaitu orang yang melanggan dan toko
tempat berlangganan. Untuk keperluan pembakuan dan ketaatasasan dalam sistem
ketatabahasaan Indonesia ditemukan bentuk-bentuk kata berikut: Langganan maknanya toko atau
pihak yang menyelenggarakan perlangganan, berlangganan maknanya berjual beli secara tetap,
melanggani maknanya berlangganan kepada seseorang, dan pelanggan maknanya orang yang
berlangganan
kata kebijakan dan kebijaksanaan yang untuk kepentingan kebersisteman dalam peristilaan
dibedakan dengan mengambil konsep dari Policy dan Wisdom. Akan tetapi, kata dasar bijak dan
bijaksana dapat diperlakukan sebagai dua kata yang bersinonim, seperti terdapat pada slogan
orang bijak (sana) taat membayar pajak.
2. Kecendekiaan
Kecendekiaan ditandai dengan kemampuan sebuah kata yang digunakan secara tepat untuk
mengungkapkan penalaran yang teratur dan logis. Dalam kecendekiaan bahasa, diharapkan satu
kata bahasa Indonesia diawali satu konsep gagasan.
Contoh kalimat cendekia:
ia berbicara di pertemuan itu selama tiga jam
ia berbicara mulai pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB
3. Keseragaman
Pada hakikatnya proses pembakuan kata adalah proses penyeragaman kaidah pembentukan
kata. Penyeragaman dimaksudkan untuk menyamakan pemakaian kata dengan konsep gagasan.
Contoh:
Istilah
pramugara
dan
pramugari
lebih
luas
dan
lazim
dipakai
daripada
kata Steward atau Stewardess
Kata efektif dan efisien lebih lazim dipakai daripada kata sangkil dan mangkus

1.

4.

Kata Depan

Kata depan dalam bahasa Indonesia adalah di, ke, dan dari. Kata depan ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih banyak pengguna bahasa yang
kurang dapat membedakan kata depan dengan awalan. Untuk mengatasi keraguan, pengguna
bahasa dapat menentukan kata depan atau awalan dengan cara berikut:
Jika bentuk kata di dapat digantikan oleh ke dan dari atau sebaliknya, makna kata di
tersebut termasuk kata depan dan harus dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
Dari samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
Jika bentuk kata di tidak dapat digantikan oleh ke dan dari, bentuk di merupakan awalan
dan harus dituliskan serangkai dengan kata dasar yang lazimnya berkelas kata verba.
Contoh:
Anjing itu dipukul adik sampai mati.
Binatang itu keluar masuk hutan untuk mencari mangsanya.

1.
2.
3.
4.

Kata Ulang

Kata ulang adalah bentuk kata yang dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan secara
lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Menurut bentuknya kata ulang dibedakan menjadi
empat jenis yaitu sebagai berikut:
Kata ulang murni (perulangan kata dasar)
contoh: cepat-cepat, batuk-batuk, kadang-kadang.
Perulangan berubah bunyi
contoh: bolak-balik, compang-camping, tindak-tanduk
Perulangan berimbuhan
contoh: tolong-menolong, hormat-menghormati, keheran-heranan
Perulangan sebagian. Kata ulang ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya terbatas.
contoh: tetamu, lelaki, tetumbuhan.

Gabungan Kata

Bahasa Indonesia mempunyai bentuk dasar gabungan kata yang unsur-unsurnya memiliki
pertalian yang erat dalam mengungkapkan satu konsep gagasan. Unsur pembentuk gabungan kata
itu ada yang mandiri sebagai kata dan ada pula yang berupa bentuk terikat.
Gabungan kata yang unsur-unsurnya mandiri ditulis terpisah. Misalnya kata bulu tangkis,
kerja sama, dan tanggung jawab. Sedangkan gabungan kata yang hanya mendapat awalan atau
akhiran saja unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya bertanggung jawab, diberi tahu, dan bekerja
sama. Sebaliknya, gabungan kata yang memiliki awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.
Misalnya, mempertanggungjawabkan, diberitahukan dan pertanggungjawaban.
Selain itu ada gabungan kata yang sudah padu benar dan dianggap sebagai satu kata ditulis
serangkai. Misalnya matahari, daripada dan saputangan.

Bentuk Singkatan dan Akronim

Singkatan adalah bentuk bahasa yang dipendekkan dari kata atau kelompok kata yang
terdiri atas satu huruf atau lebih. Di dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk singkatan yang
terdiri atas gabungan huruf dan angka. Singkatan seperti itu banyak dijumpai pada nama diri,
seperti nama lembaga dan nama orang, serta kata-kata umum dalam bahasa Indonesia.Singkatan
tersebut dapat dituliskan dengan tanda titik atau tanpa tanda titik.
Contoh:
Singkatan tanpa tanda titik
Singkatan dengan tanda titik
BUMN
Dr. Ir. Priyono (gelar di depan)
PGRI
Bustanuddin, S.S. (gelar di belakang)
BP4
A. S. Nungcik (singkatan nama di depan)
BP7
Emi A.T. (singkatan nama di belakang)
Akronim merupakan singkatan dari deret kata yang dapat berbentuk gabungan huruf, suku
kata, atau gabungan huruf dan suku kata. Hasil gabungan itu dianggap dan diperlakukan sebagai
kata. Akronim dapat dibedakan atas akronim nama diri dan akronim bukan nama diri. Akronim
yang berasal dari nama diri dituliskan dengan huruf awal kapital. Sedangkan akronim yang bukan
nama diri dituliskan dengan huruf kecil.
Contoh akronim nama diri:
Depkes
(Departemen Kesehatan)
Bappenas
( Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
Kowad
( Korps Wanita Angkatan Darat)
Contoh akronim bukan nama diri:
Amdal
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
Rapim
(Rapat Pimpinan)

Waskat

2.3.3

(Pengawasan Melekat)

Tanda Baca

Suatu hal yang sering diabaikan dalam penulisan adalah tanda baca. Banyak sekali
pemakai bahasa yang kurang mengindahkan tanda baca ini.Padahal, tanda baca ini sangat
berperan dalam penulisan. Adanya tanda baca, dapat membantu pembaca memahami suatu
tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak adanya tanda baca, akan menyulitkan pembaca memahami
suatu tulisan, bahkan mungkin dapat mengubah pengertian dari suatu kalimat.
Mengingat betapa pentingnya tanda baca ini supaya anda dapat menggunakannya secara
tepat, pelajarilah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Perhatikan
dengan teliti penempatan dan pemakaian tanda baca secara tepat, berdasarkan contoh-contoh
yang diberikan. Kemudian setelah anda betul-betul memahaminya, kerjakanlah latihan-latihan
yang disediakan

1.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.

Pemakaian tanda baca

Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mencakup pengaturan
(1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda
pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku,
(12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda ulang, (15) tanda garis miring dan (16)
penyingkat (Apostrof).
Tanda titik (.)
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
W.S. Rendra
Abdul Hadi W.M.
Ach. Sanusi
Dadan N.
Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan
Misalnya:
Dr. (doktor)
dr. (dokter)
S.Ked. (sarjana kedokteran)
M.Hum. (magister humaniora)
Kol. (kolonel)
Sdr. (saudara)
Ny. (nyonya)
Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah umum, yang ditulis dengan
huruf kecil. Singkatan yang terdiri atas dua huruf diberi dua buah tanda titik, sedangkan singkatan
yang terdiri atas tiga buah huruf atau lebih hanya diberi satu buah tanda titik.
Misalnya :
Bentuk tidak baku

Bentuk baku

s/d (sampai dengan)

s.d. (sampai dengan)

a/n (atas nama)

a.n. (atas nama)

d/a (dengan alamat)

d.a. (dengan alamat)

u/p (untuk perhatian)

u.p. (untuk perhatian)

d.k.k. (dan kawan-kawan)

dkk. (dan kawan-kawan)

t.s.b. (tersebut)

tsb. (tersebut)

d.s.b. (dan sebagainya)

dsb. (dan sebagainya)

d.

1)
2)
3)
1)
2)
3)
e.

1)
2)
3)
4)
f.

1)
2)
3)
g.

1)
2)
3)
h.

1)
2)
3)

2.
a.
1)
2)
3)

b.

1)
2)
3)

Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan dan
seterusnya.
Misalnya:
Tebal buku itu 1.150 halaman.
Minyak tanah sebanyak 2.500 liter tumpah
Jarak dari desa ke kota itu 30.000 meter
Akan tetapi, jika angka itu tidak menyatakan suatu jumlah, tanda titik tidak digunakan.
Tahun 1995
Halaman 1234
NIP. 130519977
Tanda titik akhir kalimat tidak digunakan pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata
atau suku kata dan pada singkatan yang di eja seperti kata (akronim).
Misalnya
DPR.
SMA Negeri XX.
Sekjen Depdiknas.
Tilang.
Tanda titik tidak digunakan dibelakang singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran,
timbangan dan mata uang.
Misalnya
Lambang Cu adalah lambang kuprum.
Seorang pialang membeli 10 kg emas batangan.
Harga karton manila itu Rp.500,00 per meter.
Tanda titik tidak digunakan dibelakang judul yang merupakan kepala karangan, kepala ilustrasi
tabel dan sebagainya
Misalnya
Acara Kunjungan Menteri Harmoko.
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945).
Azab dan Sengsara.
Tanda titik tidak digunakan dibelakang alamat pengirim dan tanggal surat serta dibelakang nama
dan alamat penerima surat.
Misalnya :
Jalan Harapan III/AB 19
Jakarta, 10 Agustus 1984
Yth. Sdr. Imam Kurnia
Jalan Cisarua 12
Tasikmalaya
Tanda koma
Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak digunakan.
Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya menerima hadiah dari paman berupa jam tangan, raket dan sepatu.
Satu, dua, ....tiga!
Departeman Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
Catatan :
Jika penggabungan itu hanya terdiri atas dua unsur, sebelum katadan tidak dibubuhkan tanda
koma. Akan tetapi, jika penggabungannya terdiri atas lebih dari dua unsur, diantara unsurunsurnya ada koma, sebelum unsur terakhir dibubuhkan kata dan.
Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara
berikutnya yang didahului dengan katatetapi, melainkan dan sedangkan.
Misalnya:
Dia bukan mahasiswa Jayabaya, melainkan mahasiswa Atmajaya.
Saya bersedia membantu, tetapi kau kerjakanlah dahulu tugas itu .
Dialog Kristen-Islam Regional di Bali tidak menghasilkan suatu simpulan, tetapi dialog seperti itu
sangat berguna.

4)

1)
2)
3)

Pembangunan industri bukan berarti membangun pabrik besar dan kecil saja, melainkan
membangun kesadaran dan kemampuan masyarakat yang terlibat dalam seluruh proses
industrialisasi.
c.
Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak
kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata
penghubungbahwa, karena, agar, sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipundan sebagainya.
Misalnya:
1)
Apabila belajar sungguh-sungguh, Saudara akan berhasil dalam ujian.
2)
Karena harus ditandatangani oleh Pak Camat, surat itu ditulis diatas kertas berkepala surat resmi.
3)
Karena uangnya habis, ia tidak jadi menonton pertandingan PSMS melawan Persib sore ini.
4)
Agar cita-cita Saudara tercapai, Saudara harus bekerja keras.
d.
Tanda koma harus digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Misalnya: oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi,
namun, meskipun demikian, dalam hubungan itu, sementara itu, sehubungan dengan itu, dalam
pada itu, oleh sebab itu, sebaliknya, selanjutnya, pertama, kedua, misalnya, sebenarnya, bahkan,
selain itu, kalau begitu, kemudian, malah dan sebagainya.
Misalnya:
1)
Oleh karena itu, kita harus menghormati pendapatnya.
2)
Jadi, hak asasi di Indonesia sudah benar-benar dilindungi.
3)
Namun, kita harus tetap waspada.
4)
Selanjutnya, kita akan membicarakan masalah lain.
5)
Dalam hubungan itu, masyarakat perlu dirangsang kreatifitasnya untuk mengembangkan industri
kecil dan kerajinan.
e.
Tanda koma harus digunakan dibelakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh dan kasihan, yang
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
1)
Kasihan, dia harus mengikuti lagi ujian akhir semester I tahun depan.
2)
Aduh, betulkah saya lulus Sipenmaru?
3)
O, kalau begitu saya setuju.
4)
Wah, kabarnya anda mendapat hadiah dari bank Surya sebesar Rp.5.000.000,00.
5)
Ya, boleh kamu lebih dulu.
f.
Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
1)
Saya sedih sekali, kata Paman,karena kamu tidak lulus.
2)
Kata petugas, Kamu harus berhati-hati di jalan raya.
3)
Polisi tetap yakin bahwa pelaku pembunuhan peragawati cantik, Dietje, adalah Siradjudin alias
Romo, demikian penjelasan Polda Metro Jaya.
4)
Pokoknya, besok kita akan membuat APBN yang realistik,tutur Radius ketika ditanya pers seusai
acara resmi.
Berdasarkan contoh-contoh diatas, penggunaan titk dua (:) sebelum tanda petik dalam petikan
langsung dianggap salah; tanda baca yang benar adalah koma (,).
g.
Tanda koma digunakan diantara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan
tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
1)
Anak saya mengikuti kuliah di Jurusan Perbankan, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Jalan
Perbanas, Kuningan, Jakarta Selatan.
2)
Bandung, 10 April 1984
3)
Jakarta, Indonesia
h.
Tanda koma digunakan untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Badudu, Yus. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri I, Pustaka Prima: Bandung.
Tjiptadi, Bambang. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Cetakan II. Yudhistira: Jakarta.
Halim,Amran. Editor.1976. Politik Bahasa Nasional 2. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa:Yakarta.
i.
Tanda koma digunakan diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga

1)
2)
3)
4)
j.
1)
2)
3)
4)
k.

1)

2)
3)
4)

Misalnya:
A. Ansori, S.H.
Ny. Maimunah, M.A.
Sobur, M.Sc.
Sudarsono, S.E., M.A.
Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi
Misalnya:
Seorang warga, selaku wakil RT 02, mengemukakan pendapatnya.
Produsen minyak terbesar dalam OPEC, Arab Saudi, sudah mengusulkan supaya harga minyak
dapat ditetapkan 18 dolar per barel.
Di daerah kami, misalnya masih banyak warga yang buta huruf.
Pada bulan depan, kalau saya tidak salah akan diselenggarakan pertemuan tahunan keluarga
kita.
Tanda koma tidak boleh digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila
anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat
Misalnya:
Presiden Ronald Reagen diberitakan frustrasi (IK) karena dua tokoh kunci dalam
staf pembantunya menyatakan menolak mengungkapkan apa yangmereka ketahui tentang
skandal penjualan senjata ke Iran (AK).
Menteri mengatakaan (IK) bahwa pembangunan harus dilanjutkan (AK).
Tenaganya sudah berkurang (IK) sehingga hasil karyanya tidak sempurna lagi (AK).
Jendral Richard Schord menutup kantornya di AS (IK) setelah Letkol Oliver North dipecat oleh
Ronald Reagen (AK)

3.

Tanda titik koma (;)


Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat
majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh; para pelaksana mengerjakan
tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana menyediakan biaya yang diperlukan

4.
a.

Tanda titik dua (: )


Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu perrnyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan : Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi
Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum
Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri permyataan
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan
Sekolah Tinggi Hukum.

b.

5.
Tanda hubung ( - )
a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
Tigapuluh-dua-pertiga (30 2/3) dan tigapuluhdua- pertiga (32/3)
Mesin-potong tangan (mesin potong yang digunakan dengan tangan)mesin potong-tangan (mesin
khusus untuk memotong tangan).
b.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan
huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan an dan (d) singkatan huruf dengan
imbuhan atau kata.
Misalnya :
1)
Pada tahun depan akan diadakan perlombaan paduan suara remaja se-Jawa Timur di Surabaya.
2)
Ke-315 orang itu berasal dari Mesir.
3)
Negara-negara yang meraih kemerdekaan pada akhir dekade 1950-an dan awal 1960-an kini
sibuk membangun, mengisi kemerdekaan masing-masing.

4)
5)
6.

1)
2)
3)
4)

Warga DKI yang sudah dewasa diwajib ber-KTP DKI.


Pemberontakan itu dikenal dengan G-30S PKI.
Tanda pisah (-)
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus diluar
bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas dan dipakai di antara dua bilangan atau tunggal yang berarti sampai dengan atau
diantara dua nama kota yang berarti ke atau sampai. Panjangnya dua ketukan.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
(Moeliono,1980:15-31)

7.

Tanda petik (_)


Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang
mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya:
1)
Kata Hasan, Saya ikut.
2)
Sajak Aku karangan Chairil Anwar.
3)
Ia memakai celana cutbrai.
8.

Tanda petik tunggal (_)


Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Lailtul Qadar malam bernilai

9.
a.

Tanda Elipsis (...)


Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
Misalnya:
Kalau begitu ...ya, marilah kita bergerak.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ...akan diteliti lebih lanjut.

b.

Catatan :
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah
untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati....
10. Tanda Tanya (?)
a.
Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
1)
Kapan ia berangkat ?
2)
Saudara tahu, bukan ?
b.
Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan
atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
1)
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
2)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
11. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
1)
Alangkah seramnya peristiwa itu!
2)
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
3)
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
4)
Merdeka!
12. Tanda Kurung ((...))
a.
Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b.
Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Misalnya:
1.
Sajak Tranggono yang berjudul Ubud (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun
1962.
2.
Keterangan itu (lihat tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam
negeri.
c.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya didalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
1.
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
2.
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
d.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja dan (c) modal.
13. Tanda Kurung Siku ([...])
a.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35-38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan disini.

14. Tanda Garis Miring ( / )


a.
Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
1.
No. 7/PK/1973
2.
Jalan Kramat III/10
3.
Tahun anggaran 1985/1986
b.
Tanda garis miring yang dipakai sebagai pengganti kata atau dantiap.
1.
Dikirimkan lewat darat/laut Dikirimkan lewat darat atau laut
2.
Harganya Rp.25,00/lembar Harganya Rp.25,00 tiap lembar
15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( )
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
1)
Ali kan kusurati. (kan = akan )
2)
Malam lah tiba (lah = telah )
3)
1 januari 88 (88 = 1988 )

Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur berbagai bahasa lain,
baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan tarap integrasinya, unsur serapan ini ada
yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapan maupun penulisannya,
dan ada yang belum sepenuhnya disesuaikan.

Penulisan Unsur Serapan

Berdasarkan tarap integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas
dua golongan besar.
Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle,
suttle cock, lexploitation de lhomme par lhomme, unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya hingga bentuk Indonesianya
masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Disamping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang
utuh. Kata seperti standardisasi, implementasidan objektif diserap secara utuh disamping
kata standar, implemen danobjek.
Berikut ini didaftarkan sebagian kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang
sering digunakan oleh pemakai bahasa.
Kata asing

Penyerapan yang salah

Penyerapan yang benar

risk

resiko

risiko

system

sistim

sistem

effective

efektip

efektif

technique, techniek

tehnik, tehnologi

teknik, teknologi

echelon

esselon

eselon

method

metoda

metode

charisma

harisma

karisma

frequency

frekwensi

frekuensi

practical, practich

praktek

praktik

percentage

prosentase

persentase

stratosfeer

stratosfir

stratosfer

description

diskripsi

deskripsi

conduite

kondite

konduite

trotoir

trotoir

trotoar

kuitanti

kwitansi

kuitansi

qualiteit, quality

kwalitas

kualitas

formeel, formal

formil

formal

rationeel, rational

rasionil

rasional

directeur, director

directur

direktur

ideal, ideaal

idial

ideal

management

managemen

manajemen

coordination

kordinasi

koordinasi

survey

survei

survai

carier

karir

karier

mass media

mass media

media massa

ambulance

ambulan

ambulans

hypotesis

hipotesa

hipotesis

analysis

analisa

analisis

patient

pasen

pasien

activity, activiteit

aktip, aktifitas

aktif, aktivitas

solidarity

solidariteit

solidaritas

complex

komplek

kompleks

psychologi

psikology

psikologi

effisient

effisien

efisien

presidential

prasidentil

presidensial

contingent

kontingent

kontingen

taxi

taxi

taksi

latex

latek

lateks

apotheek

apotik

apotek

Februari

Pebruari

Februari

November

Nopember

November

Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasasebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi.
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani
morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi
[o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata
yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi
berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang
disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan
kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat
terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan
kelas kata.
B. Morfem
1. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip
dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa
(Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur
yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan
dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya
kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan
gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut
memperbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan sar masing-masing tidak mempunyai makna.
Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri,

seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,
seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata
yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem
bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf
adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai);
sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal
[br], [b], [bl] adalah alomorf dari morfem ber-. Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem
yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf.
Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem.
Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,
morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis,
bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/;
bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/;
bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk menyberdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada
bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang
berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.
3. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai
pegangan. Ada enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem
(Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
a.

Prinsip pertama

Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama
merupakan satu morfem.
membaca

kemanusiaan

Contoh:
baca

ke-an

pembaca

kecepatan

bacaan

kedutaan

membacakan

Karena struktur fonologis dan

kedengaran

Satuan tersebut walaupun

maknanya sama, maka satuan

struktur fonologisnya sama,

tersebut merupakan morfem

bukan merupak morfem

yang sama.
b.

Prinsip Kedua

yang sama karena makna gramatikalnya berbeda.

Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem
apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur
fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung kepada
fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem

: membawa

meNmen

: menulis

meny

: menyisir

meng

: menggambar

me-

: melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
c.

Prinsip Ketiga

Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya


tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila
mempunyai makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan contoh
berikut:
ber-

: berkarya, bertani, bercabang

bel-

: belajar, belunjur

be-

: bekerja, berteriak, beserta

Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi
komplementer.
d.

Prinsip Keempat

Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka
kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Misalnya:
Rina membeli sepatu
Rina menulis surat
Rina membaca novel
Rina menggulai ikan
Rina makan pecal
Rina minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif transitif.
Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada
kalimat e dan f verba aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu
merupakan morfem, yang disebut morfem zero.

e.

Prinsip Kelima

Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu
morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai
struktur fonologis yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja merupakan fonem yang
berbeda.
Contoh:
a. Jubiar membeli buku
b. Buku itu sangat mahal
a. Juniar membaca buku
b. Juniar makan buku tebu
Satuan buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama karena maknanya
sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a dan 2. b bukanlah morfem yang sama karena
maknanya berbeda.
3.6 Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap
satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik yang lebih kecil,
adalah morfem. Misalnya, satuan ber dan lari pada berlari, ter dan tinggi padatertinggi tidak
dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. oleh karena itu,ber-, lari, ter,
dan tinggi adalah morfem.
4. Klasifikasi Morfem
4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas
karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
Morfem bebas saya, buku, dsb.
Morfem terikat ber-, kan-, me-, juang, henti, gaul, dsb.
4.2 Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental.
Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem
[r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem
{rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal,
jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
bapak wartawan
ibu guru

bapak//wartawan
ibu//guru

4.3 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal


Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang
bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan

gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti
tempat belajar.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan
{se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh:
{bersepatu} berarti memakai sepatu.
4.4 Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung.
Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem
itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an
atau {ke.an} dan imbuhan ber-an atau {ber.an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan
{gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak
pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf
terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {em-} pada morfem {getar}.
4.5 Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia
pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada
seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh,
dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti tidak dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-}
berarti satu, sama.
4.6 Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami
afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk
dari morfem aditif itu.
mengaji

2. childhood

berbaju

houses

Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya,
terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap
unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
C. Proses Morfologis
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan
morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145).
Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi,
dan pemajemukan atau penggabungan.
1. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan
(Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan
itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145).
Contoh:
Berbaju

Menemukan
Ditemukan
Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan
dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks),
pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
3. Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
Sapu tangan
Rumah sakit
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular

plural

Foot

Feet

Mouse

mice

5. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Go
sing

went
sang

6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya
tetapi konsepnya saja yang berubah.
Contoh: read- read-read
D. Proses Morfofonemik
Proses perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk mempermudah ucapan.
Contoh:

Perubahan prefiks meng

meng + asah = mengasah

meng + lihat = melihat

menga + datangkan = mendatangkan

meng + terjemah = menerjemahkan

meng + patuhi = mematuhi

E. Proses morfemis menurut Verhaar


Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.
Contoh: mengajar
Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar
Contoh: ajarkan
Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar
Contoh: gerigi
Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar
Contoh: perceraian
Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama
Contoh: mengajar diajar
3. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama
Contoh: mengajar pengajar
Klitika adalah morfem pendek yang tidak dapat diberi aksen atau tekanan melekat pada kata atau
frasa lain dan meiliki arti yang tidak mudah untuk dideskripsikan secara leksikal, serta tidak
melekat pada kelas kata tertentu.
Contoh: -pun, -lah
sekalipun
apalah
F. Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah
mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu
masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar
(1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan
ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama.
Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang
berlainan.

Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Katakata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu
sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil
yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah
ini.
Mobil
Rumah
Sepeda
Ambil
Dingin
Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai
makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib,
haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal,
dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau
kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi
kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam
tabel di bawah ini.
2. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua
yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut
ini.
1). Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta,
untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategorikategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
2). Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari
kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan
yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar

Pelaku

Proses

Hal/Tempat

Perbuatan

Hasil

Asuh

pengasuh

pengasuhan

perbuatan

mengasuh

asuhan

baca

pembaca

pembacaan

percetakan

membaca

bacaan

bangun

pembangun

pembangunan

peredaran

membangun

bangunan

buat

pembuat

pembuatan

perpotongan

membuat

buatan

cetak

pencetak

pencetakan

persapuan

mencetak

cetakan

edar

pengedar

pengedaran

mengedar

edaran

potong

pemotong

pemotongan

memotong

potongan

sapu

penyapu

penyapuan

menyapu

sapuan

tulis

penulis

penulisan

menulis

tulisan

ukir

pengukir

pengukiran

mengukir

ukiran.

Dalam tabel 1 itu terlihat perubahan kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk,
juga mengubah makna. Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan perubahan jenis atau kelas
kata.
Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai