Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masalah Konflik yang Ada dalam Pengelolaan Pelayanan Keperawatan
Konflik merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu
organisasi. Hal ini dikarenakan orang dalam suatu organisasi mempunyai karakter,
visi, dan tipe yang beragam. Konflik ini biasanya dihubungkan dengan kekuatan
dan isu politik yang tidak dapat dihindarkan dan dapat membangun dan merusak
suatu organisasi. Konflik menawarkan suatu keuntungan pribadi, menjadikan
seseorang lebih bermartabat, berinisiatif untuk berkreasi, menjadi suatu motivasi,
meningkatkan kualitas untuk memecahkan masalah, perkembangan untuk
perubahan. Konflik juga dapat merusak suatu organisasi yaitu mengurangi
komunikasi dan kesatuan dan penampilan yang penuh halangan dan rintangan.
Konflik merupakan pertentangan dari suatu nilai atau kepercayaan dari diri sendiri
atau antar manusia yang menjadi panas atau berpotensi untuk menjadikan suasana
menjadi panas (Yoder-Wise, 2011). Tidak semua konflik itu merugikan suatu
organisasi.

Jika

dikendalikan

dan

ditata

dengan

tepat,

konflik

dapat

menguntungkan suatu organisasi namun jika dibiarkan, konflik dapat menjadi


dampak negative pada suatu individu atau organisasi.
Konflik yang terjadi antar perawat di lingkungan praktik yang professional jika
tidak bisa diatasi akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam melakukan
pekerjaan, banyak ketidakhadiran dan pergantian pegawai. Organisasi dapat
dikatakan sukses jika aktif dan berantisipasi dalam menangani konflik dan
mempunyai inovasi dalam mengelola dan memecahkan konflik yang dapat
diterapkan anggotanya (Behfar, Peterson, Mannix & Trochim, 2008 dalam YoderWise, 2011)
Suatu organisasi jika tidak ada konflik dapat dikatakan tidak ada perubahan, dan
sebaliknya adanya suatu ide kreatif, adanya atmosfer pemecahan masalah,

dukungan yang kuat dan motivasi yang tinggi pada pegawainya (Strack van
Schijndel & Burchardi, 2007 dalam Yoder-Wise, 2011).
Keberagaman di lingkungan kesehatan dapat menyebabkan pemberi perawatan
mengalami stress dan tidak dapat mengatasi konflik pada keselamatan pasien. Jika
perawat dalam menyelesaikan konflik dengan memenuhi kebutuhan manusia
maka menjadi suatu perubahan yang positif dari suatu konflik. Lingkungan
praktik yang kondusif dan evaluasi diri yang tinggi ( harga diri, pengendalian diri,
dan stabilitas emosional) dapat meningkatkan motivasi perawat dalam mengelola
konflik dengan baik dan efektif (Siu et al, 2008 dalam Yoder-Wise, 2011). Selain
itu, rumah sakit yang hubungan perawat dan dokter baik dapat meningkatkan
perawat professional dan hasil yang bagus pada pasien.
Macam macam Tipe konflik menurut Yoder-Wise (2011):
a. Konflik intrapersonal
Konflik ini terjadi antara seseorang dengan dirinya sendiri. Misalnya saja
seorang manajer keperawatan berpikir untuk melakukan sesuatu kedepan.
Konflik yang muncul antara kepentingan diri sendiri dan prioritas professional.
b. Konflik interpersonal
Konflik ini terjadi antar manusia bisa konflik dengan klien, keluarga klien,
perawat, dokter, dan pegawai yang lain dalam suatu rumah sakit. Konflik ini
terjadi jika ada perbedaan pendapat, pemikiran dan pendekatan dengan yang
lain. Semua tenaga kesehatan harus memutuskan jalan terbaik untuk mengatasi
masalah atau pertikaian sehingga klien dan keluarga dapat mendapatkan
informasi tentang penyakitnya.
c. Konflik organisasi
Konflik ini muncul ketika ada perselisihan tentang kebijakan dan prosedur,
tingkah laku seseorang, penerimaan norma perilaku, dan pola komunikasi.
Sumber dari konflik organisasi ini berasal dari strategi untuk berpartisipasi dan
hak otonomi seorang perawat
Rumah sakit seharusnya mempunyai cara untuk menata konflik. Berikut terdapat
beberapa kekuatan untuk mengatasi konflik di lingkungan praktik:
-

Struktur organisasi (keterlibatan perawat dalam memutuskan masalah)

Gaya manajemen ( pimpinan perawat membuat lingkungan pendukung,


memberikan umpan balik dan melalukan komunikasi efektif pada staff

nya)
Kebijakan personal dan program (mendukung kemajuan kerja perawat

atau keseimbangan hidup)


Gambaran dari perawat
Otonomi perawat

Menurut Thomas (1992) dalam Yoder-Wise (2011), ada empat tingkatan dari
konflik yaitu: Frustasi, konseptualisasi, tindakan, hasil. Pendapat lain dari Tomey
(2011) mengatakan bahwa tingkatan dari konflik yaitu: latent, perceived, felt,
manifest.
2.2. Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung
pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan
terhadap lingkungan kerjanya (Swanburg, 2000 dalam Amira, 2008).
Sumber konflik dan kesulitan yang terjadi dalam hubungan antarmanusia antara
lain (Heryanto, 2005):
a.
b.
c.
d.
e.

Benturan kepribadian
Harapan yang tidak terungkap dan belum terpenuhi
Perasaan tidak aman dan persoalan jati diri
Konflik yang belum terselesaikan dari luka masa lalu
Sikap independen dan cara padang yang kaku.

Peristiwa-peristiwa yang menimbulkan konflik (Conflict events) (Tiyanto, 2010):


a.
b.
c.
d.

Tidak menyetujui (Disagreements)


Berdebat (Debates)
Percekcokan (Disputes)
Mencegah seseorang dari pencapaian tujuan yang bernilai (Preventing
someone from reaching valued goals).

Swanburg (2000) dalam Amira (2008) mengemukakan bahwa penyebab konflik


yaitu:
a. Perilaku Menentang

Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Murphy menggambarkan


tiga versi penentang: 1) Competitive Bomber yang mudah menolak untuk
bekerja, sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan
sebagai urus saja sendiri. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk
memancing respons

manajerial. 2)

Martyred Accomodator

yang

menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama


tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh, dan
mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya. 3) Avoider,
penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi, tidak berespon
terhadap manajer perawat.
b. Stres
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena
mencoba untuk mempertahankan sistem pendukung untuk pemberi
perawatan. Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Konfontasi,
ketidaksetujuan, dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres
dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan
antarmanusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
c. Ruang
Ruangan yang sempit, sementara perawat harus berinteraksi secara
konstan dengan anggota staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain
dapat menimbulkan stres sehingga berisiko untuk terjadi konflik.
d. Kewenangan Dokter
Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab
profesional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter
kadang-kadang

melalaikan

usulan

mereka

sementara

perawat

menginginkan feedback, hal ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua


arah yang mengarah pada konflik.
e. Keyakinan, Nilai, dan Sasaran
Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.
Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai, sasaran yang
berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga,
bagian administrasi, dan lainnya.
f. Penyebab lain
Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi
perubahan itu sendiri. Manusia yang tidak dipersiapkan menghadapi

perubahan

akan

menolaknya

atau

mengalami

kegagalan

dalam

mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan juga dapat


menimbulkan konflik apabila manajer yang berbeda membuat peraturanperaturan yang dapat menimbulkan konflik. Selain itu, usia juga dapat
menimbulkan stres dan konflik.
Sumber konflik dalam pengelolaan pelayanan keperawatan antara lain (Nursalam,
2002):
a. Kompetisi peran: manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan
loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan
loyalitas kepada pasien.
b. Perbedaan akibat berinteraksi dengan orang lain secara konstan: manajer
sering mengalami konflik dengan sesama teman manajer, atasan, dan
bawahannya.
c. Hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan)
d. Keterbatasan prasarana.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang sumber konflik, dapat disimpulkan bahwa
sumber konflik bersifat unik dan bervariasi tergantung situasi dan kondisi
manajemen pelayanan keperawatan tersebut akibat adanya perbedaan terkait
faktor fisik dan non fisik pada aspek manusia, tempat, waktu, beserta sistem yang
saling berhubungan.
2.3. Manajemen Konflik
Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi harus segera dikenali sifat,
jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka menyelesikannnya.
Seorang manajer (misalnya kepala ruangan) hendaknya tanggap dalam
menyelesaikan konflik yang ada. Seorang manajer bisa saja mengabaikan konflik,
jika konflik tersebut tidak mempengaruhi asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien. Bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan
keperawatan, seorang manajer dapat segera mengambil inisiatif untuk ikut campur
dan menyelesaikannya. Strategi penyelesaian konflik, diantaranya:

a. Penggunaan disiplin.
b. Pertimbangan tahap

kehidupan dengan pemberian dungungan untk

mencapai tujuan dalam perkembangan tahap kehidupan.

c. Komunikasi.
d. Lingkaran kualitas, melalui kegiatan peningkatan motivasi personal.
e. Latihan kearsetifan.(sumbernya???)

Vestak (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik:


1. Pengkajian
a. Analisa situasi.
b. Identifikasi jenis dan menetukan waktu yang sesuai.
c. Analisa dan memastikan isu yang berkembang.
d. Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi.
e. Menyusun tujuan.
2. Identifikasi (mengelola peasaan).
3. Intervensi.
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
b. Menyelesaikan metode dalam penyelesaian konflik. Seleksi metode yang

sesui dengan konflik yang dihadapi.


Strategi penyelesaian konflik
Menurut Bowditch dan Buono (1994), beberapa strategi yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan konflik, yaitu:
a. Kompromi atau negosiasi : setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya.

Agar kompromi tidak menghasilkan situasi kakah-kalah, kedua belah pihak


harus mau melepaskan sesuatu yang sama berharganya. Pihak yang trlibat
konflik tidak boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih
memungkinkan untuk dilakukan.
b. Kompetisi : ketika salah satu pihak memaksakan kehendaknya walupun
mengorbankan orang lain, hasil akhirnya hanya akan ada satu pihak yang
menang. Strategi penyelesaian konflik menang kalah membuat pihak yang
kalah menjadi marah, frustasi, dan ingin membalas dendam pada wakttu yang
akan datang.
c. Akomodasi : sama dengan bekerjasama, dimana satu pihak mengorbankan
keyakinan dan keinginannya sehingga pihak lain dapat menang. Strategi ini
tepat bila konflik tidak terlalu bernilai lebih tinggi bagi orang yang
mengakomodasi.

d. Smoothing, digunakan untuk mengatur situasi konflik, dengan mengurangi

komponen emosional dalam konflik. Smoothing terjadi ketika satu pihak


dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain aau berfolus pada hal yang
disetujui bersama, bukan pada perbedaan.
e. Menghindar : pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih
untuk

tidak

mengakuinya

atau

berupaya

untuk

menyelesaikannya.

Penghindaran diindikasikan untuk perselessihan trivial, ketika kerugian yang


ditimbulkan dari menyelesaikan konflik melebihi manfaatnya, ketika masalah
sebaiknya diselesaikan oleh orang lain selain Anda, ketika satu pihak lebih
berkuasa dari pada pihak lain dan ketika masalah akan selesai dengan
sendirinya.
f.

Kolaborasi : cara penyelesaian masalah yang asertif dan kooperataif yang


menghasilkan

penyelesaian

menang-menang.

Semua

pihak

mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja bersama untuk menentukan


tujuan umum prioritas atau supraordinat. Kolaborasi membutuhkan rasa
saling menghormati, komunikasi terbuka dan jujur, dan kekuasaan
pengambilan keputusan yang sama besarnya,
Hasil Konflik
Deutsch (1969 dan 1973), mengenali empat faktor utama yang menentukan hasil
konflik, seperti isu, kekuasaan, kemampuan menanggapi kebutuhan, dan
komunikasi. Konflik dapat mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk
pertumbuhan indivudu atau organisasi. Sebaliknya, konflik dapat sangat destruktif
(Kramer, Schmalendeberg, 1978, Lewis, 1976, Myrtle. Glogow, 1978, Nielsen,
1977).

2.4. Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik


Marquis dan Huston (2010) menyebutkan peran kepemimpinan terkait dengan
penyelesaian konflik adalah :
a. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan
konflik intra personal

b. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum


termanifestasikan
c. Mencari penyelesaian

menang-

menang

(win-win

solution)

jika

memungkinkan
d. Memperkecil perbedaan persepsiantara pihak yang mengalami konflik dan
memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah.
e. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik
f. Menggali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf
g. Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara
persuasif dan membantu komunikasi terbuka.
h. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif
Fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik (Marquis dan Huston,
2010):
a. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus
konflik
b. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan
yang tidak popular atau cepat.
c. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang
melibatkan pegawai
d. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan
supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.
e. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang
efektif.
f. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis
untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi
melepaskan sesuatu yang sama berharganya
g. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan
sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan keungkinan
pertukaran sumber unit
h. Menangani kebutuhan pengakhiran dan tindak lanjut negosiasi.

Dari pendapat tersebut diatas bahwa ketika konflik terjadi maka seorang manajer
harus mampu membedakan mana konflik yang konstruktif dan destruktif, dan
menyelesaikannya dengan mengunakan peran kepemimpinan yang diintegrasikan
dengan fungsi manajemen tersebut. Penyelesaian konflik yang optimal dengan

hasil menang-menang (win-win solution) akan meningkatkan kepuasan staff dan


produktifitas organisasi.
2.5. Tipe Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik
Kepemimpinan meliputi definisi dan komunikasi visi jangka panjang suatu
organisasi dan misinya sementara resolusi konflik biasanya berkaitan dengan
situasi yang dihadapi, dengan mengartikulasikan apa yang ingin Anda capai,
memberikan dukungan untuk bawahan yang berbakat, mengatasi hambatan,
memanfaatkan peluang, meminta keunggulan, berperilaku etis, Anda memberi
contoh yang baik untuk organisasi Anda. Seorang pemimpin yang efektif
membangun tim yang bekerja sama dengan baik (Kazimoto, 2013).
Sebagai seorang pemimpin, harus dapat memfasilitasi resolusi konflik yang
mengalihkan

perhatian

anggota

tim,

menurunkan

produktivitas,

dan

menghancurkan motivasi dan menyebabkan frustrasi dan kemarahan. Pemimpin


juga harus mengakui bahwa beberapa konflik adalah alamiah dan diperlukan
untuk menghasilkan solusi inovatif untuk masalah, mendorong komunikasi yang
berarti antara anggota tim dan menuntun kearah klarifikasi dan kerjasama.
Pemimpin

adalah

seseorang

yang

menggunakan

pengaruhnya

untuk

meningkatkan organisasi, mengelola konflik dan perubahan.


Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, organisasi membawa para pemimpin
serta pekerja dari latar belakang yang berbeda dan kepribadian ke dalam kontak
dengan satu sama lain. Azamosa (2004) mengamati bahwa konflik melibatkan
total berbagai perilaku dan sikap yang bertentangan antara manajer dan pekerja.
Untuk memiliki manajemen lembaga dan organisasi konflik yang layak, harus ada
kerja sama antara para pemimpin. Perbedaan yang ada di antara orang-orang (para
pemimpin, dan bawahan) akan menyebabkan konflik tidak bisa dihindari.
Kepemimpinan adalah salah satu faktor kunci dalam menentukan perubahan masa
depan dan mengembangkan visi yang sangat jelas dan spesifik organisasi tersebut.
Masa depan bukanlah suatu tempat yang akan kita tuju, tapi tempat yang kita

ciptakan. Jalan tidak dapat ditemukan, tetapi dibuat, dan aktivitas membuat
mereka mengubah baik pembuat dan tujuan. Pemimpin adalah manusia dengan
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Konflik ada sampai perbedaan teratasi. Tara
th???menyarankan karakteristik kepemimpinan berikut untuk manajemen konflik:
a. Competitive
Pemimpin menggunakan posisi mereka, keahlian atau kemampuan persuasif
untuk melakukan kontrol atas bawahan mereka. Dalam situasi darurat, ketika
keputusan harus dibuat dengan cepat, Anda biasanya menggunakan gaya
kepemimpinan otokratis untuk menyelesaikan masalah. Secara berkelanjutan,
untuk mencegah konflik memburuk dalam organisasi, pemimpin tim yang efektif
meluangkan waktu untuk mengumpulkan masukan dari bawahan dan menahan
diri dari berperilaku seolah-olah keputusan merupakan kemenangan atau kerugian
bagi bawahan.
b. Collaborative
Dengan menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif, Anda menumbuhkan
lingkungan kerja sama dan kolaborasi yang biasanya memungkinkan karyawan
untuk berfungsi secara efektif sebagai sebuah tim. Seorang pemimpin yang
efektif cepat mendiagnosa masalah yang menghambat produktivitas tim,
mengambil tindakan korektif yang cepat untuk menyelesaikan perbedaan
pendapat dan membantu anggota tim untuk mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri, tanpa campur tangan
manajemen.
c. Compromising
Dengan mengorbankan, kedua belah pihak dalam konflik memberikan sesuatu
untuk mendapatkan kesepakatan. Para pemimpin yang efektif mendorong
anggota tim untuk menerima konsesi bila diperlukan untuk mempertahankan
tingkat produktivitas daripada terus berdebat atau bertengkar. Mereka membantu
anggota tim mengatasi konflik interpersonal dan mempromosikan penerimaan
budaya lain dan pengalaman di tempat kerja.
d. Accommodating
Untuk memenuhi kebutuhan tim, anggota tim mungkin menyerah posisinya.
Ketika taruhannya rendah, menampung kebutuhan orang lain dapat meningkatkan

kerukunan dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif. Namun, konflik


jangka panjang dapat timbul jika individu lebih agresif memanfaatkan anggota tim
yang tidak bertindak tegas. Para pemimpin yang efektif memantau lingkungan tim
mereka dan memberikan coaching dan mentoring untuk anggota yang
memungkinkan mereka untuk berfungsi secara produktif bersama-sama tanpa
operasi dengan mengorbankan orang lain.
e. Avoiding
Ketika konflik meliputi keputusan kontroversial atau tidak populer, menahan
godaan untuk mengabaikan atau menghindarinya. Dengan mendefinisikan akar
penyebab masalah, mendorong mendengarkan aktif, negosiasi resolusi dan
mengingatkan peserta untuk saling memaafkan setelah konflik berakhir, Anda
dapat menumbuhkan tim yang produktif. Namun, pemimpin yang efektif juga
mengakui bahwa mendelegasikan resolusi konflik kepada pihak ketiga, fasilitator
atau mediator tersebut, dapat efektif dalam situasi di mana emosi tetap tinggi
bahkan setelah diskusi panjang.
Konflik adalah bagian normal dari setiap perubahan sosial dan organisasi.
Tantangan

konflik

terletak

pada

bagaimana

seseorang

memilih

menghadapinya. Konflik kemungkinan hanya akan memburuk, dan

untuk
tumbuh

menjadi antipati, membuat penarikan atau menyebabkan pertikaian antar faksi


dalam sebuah organisasi. Ditangani dengan benar, konflik dapat menyebabkan
perubahan, inovasi, pertumbuhan pribadi dan profesional, dan banyak barangbarang lainnya yang sering berakhir menjadi kesempatan yang hilang. Namun,
semua hasil yang dikutip dari konflik tergantung pada kepemimpinan dan
bagaimana konflik dipecahkan.
Ada pemimpin di luar sana yang memicu konflik karena mereka melihatnya
sebagai positif dan diperlukan untuk mencapai efektivitas maksimum. Tidak tahu
seberapa efektif itu, tapi satu hal yang pasti adalah bahwa menghindari konflik
adalah sikap tidak efektif untuk pemecahan masalah. Dan ketidakmampuan untuk
menangani konflik dengan hormat, konstruktif dan pada waktu yang tepat dengan
cepat akan merusak kredibilitas pemimpin dan kemajuan organisasi.

Sebagai pemimpin dalam sebuah organisasi, perlu disadari bahwa pengelolaan


konflik adalah sesuatu yang perlu memiliki prioritas. Ini bukan sesuatu yang
hanya dapat diperiksa dalam orientasi, atau dilakukan melalui pertemuan makan
siang.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik merupakan pertentangan dari suatu nilai atau kepercayaan dari diri sendiri
atau antar manusia yang menjadi panas atau berpotensi untuk menjadikan suasana
menjadi panas (Yoder-Wise, 2011).
Macam macam Tipe konflik menurut Yoder-Wise (2011): konflik intrapersonal,
konflik interpersonal dan konflik organisasi
Ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang sumber konflik.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber konflik
bersifat unik dan bervariasi tergantung situasi dan kondisi pada suatu organisasi,
akibat adanya perbedaan terkait faktor fisik dan non fisik pada aspek manusia,
tempat, waktu, beserta sistem yang saling berhubungan.
Dari segi keperawatan, sumber konflik dalam pengelolaan pelayanan keperawatan
antara lain (Nursalam, 2002):
a. Kompetisi peran: manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan
loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan
loyalitas kepada pasien.

b. Perbedaan akibat berinteraksi dengan orang lain secara konstan: manajer


sering mengalami konflik dengan sesama teman manajer, atasan, dan
bawahannya.
c. Hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan)
d. Keterbatasan prasarana.
Menurut Bowditch dan Buono (1994), beberapa strategi yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan konflik, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kompromi atau negosiasi


Kompetisi
Akomodasi
Smoothing, dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik.
Menghindar
Kolaborasi

Ketika konflik terjadi maka seorang manajer harus mampu membedakan mana
konflik yang konstruktif dan destruktif, dan menyelesaikannya dengan
mengunakan peran kepemimpinan yang diintegrasikan dengan fungsi manajemen
tersebut. Penyelesaian konflik yang optimal dengan hasil menang-menang (winwin solution) akan meningkatkan kepuasan staff dan produktifitas organisasi.
Tara dalam Kazimoto (2012) menyarankan karakteristik kepemimpinan berikut
untuk

manajemen

konflik:

Competitive,

Collaborative,

Compromising,

Accommodating, Avoiding

3.2 Saran
1. Seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi fenomena yang dapat
menjadi sumber konflik
2. Seorang pemimpin harus menguasai strategi penyelesaian konflik sehingga
mampu menyelesaikan konlik yang sedang terjadi.

Referensi:
Amira bin Seh Abubakar. 2008. Tesis: Pengaruh Pelatihan Manajemen Konflik
Pada Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Jakarta: FIK UI.
Heryanto, Januar. Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Manajemen Sumber Daya
Manusia. Journal The Winners 2005; 6 (2): 105-113.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Tiyanto PH, Prihatin. 2010. Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia Era
Abad 21. Palu: Edukasi Mitra Grafika.

Kazimoto, P (2013, Sept). International Journal of Research In Social Sciences.


Analysis Of Conflict Management And Leadership For Organizational Change.
2013 IJRSS & K.A.J. All rights reserved. www.ijsk.org/ijrss
Azamosa, O. (2004). Industrial Conflict in Nigerian Universities: The case of the
Academic Staff Union of the University Teacher's Strike of December2002 - June
2003. Dept. of Sociology, Anthropology and Applied Social Sciences, Bristol
University. Retrieved from http://www.ajbmr.com/articlepdf/ajbmrv01n0506 .pdf

Anda mungkin juga menyukai