Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Addison merupakan suatu kondisi berkurangnya sintesis hormon kortisol
yang diakibatkan oleh gangguan fungsi pada korteks adrenal, pada beberapa kasus sintesis
hormon aldosteron juga terganggu. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh insufisiensi
adrenal primer seperti autoimun, infeksi dan tumor adrenal atau insufisiensi adrenal sekunder
karena tumor atau infeksi, kurangnya aliran darah ke kelenjar hipofisis, radiasi kelenjar
hipofisis, atau pengangkatan bagian hipotalamus atau kelenjar hipofisis.
Penyakit Addison pertama kali dipaparkan oleh dr. Thomas Addison dari Inggris pada
tahun 1855 dan ditandai dengan berat badan yang turun, kelemahan otot, kelelahan, kulit
yang gelap di bagian yang tertutup pakaian maupun terbuka, lipatan tangan, bagian dalam
mulut, siku, putting, aksila dilaporkan mengalami hiperpigmentasi4.
Penyakit Addison ini sangat jarang terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat
terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada
populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.0008.
Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan radiologis seperti CT Scan dan MRI dapat membantu menganalisa
kelenjar adrenal dan kelenjar hipofise sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol
yang terjadi pada penderita9-11.
Terapi penyakit Addison yaitu penggantian atau subtitusi hormon kortisol
memperbaiki defisiensi glukokortikoid dan terapi standar pada keadaan krisis Addisom.
Diagnosis dini dan terapi yang tepat diperlukan untuk memberikan prognosis yang baik bagi
pasien Addisons Disease.

BAB 2
PENYAKIT ADDISON

2.1 Definisi
Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan kelenjar
adrenalis (korteks adrenalis) memproduksi hormon glukokortikoid (kortisol), pada beberapa
kasus didapatkan ketidakmampuan memproduksi hormon mineralokortikoid (aldosteron)
yang cukup bagi tubuh1,2,8. Oleh karenanya penyakit Addison ini disebut juga dengan chronic
adrenal insufficiency atau hypocortisolism3.
Kotikol diproduksi oleh kelenjar adrenalis yang dikontrol oleh hipotalamus dan
kelenjar hipofise di otak. Hipotalamus memberikan signal kepada kelenjar hipofise untuk
memproduksi hormon adrenokortikokotropin (ACTH) yang menstimulasi kelenjar adrenalis
memproduksi kortisol. Apabila kelenjar adrenalis tidak dapat memproduksi cukup kortisol
maka keadaan ini disebut sebagai primary adrenocortical insufficiency (hypocortisolism) atau
Addisons disease. Apabila hipotalamus atau kelenjar hipofise tidak mampu bekerja dengan
baik dalam memproduksi cukup ACTH maka keadaan ini disebut juga sebagai secondary
adrenocortical insufficiency12.
2.2 Anatomi Kelenjar Adrenal
Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di bagian atas ginjal dengan berat kurang
lebih 5 gram, terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang keras bewarna kuning disebut
korteks adrenal, serta bagian dalam yang lunak bewarna coklat kemerahan disebut medula.
Secara histologik korteks adrenal terdiri dari 3 lapisan:
1) Lapisan luar adalah Zona Glomerulosa mineralokortikoid terutama aldesteron.
2) Lapisan tengah adalah Zona Fasikulata dirangsang oleh hormon adrenokortikotropik,
menghasilkan kortisol (glukokortikoid) dan sedikit kortikosteron.
3) Lapisan dalam adalah Zona Retikularis dirangsang oleh hormon adrenokortikotropik,
menghasilkan androgen dan sedikit estrogen.

Gbr. Kelenjar Adrenal

Fisiologi Kelenjar Adrenal


EFEK HORMON KORTEKS ADRENAL
Efek Mineralokortikoid
Aktifitas mineralokortikoid dari sekresi korteks adrenal dan desoksikortikosteron juga
mempunyai efek mineralokortikoid yang lemah.
1) Reabsorbsi natrium
Aldosteron meningkatkan kecepatan reabsorbsi natrium pada tubulus distal dan
tubulus, koligens, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi natrium cairan ekstrasel.
2) Reabsorpsi klorida
Aldosteron menyebabkan reabsorbsi ion klorida ke dalam cairan ekstrasel meningkat.
3) Sekresi kalium
Aldosterone meningkatkan sekresi kalium ke dalam tubulus distal dan koligens,
sehingga kadar kalium dalam cairan ekstrasel menurun. Pada hipokalemia, dapat
terjadi kelemahan otot sampai paralisis otot bergaris. Hal ini disebabkan oleh
hiperpolarisasi saraf dan membran serabut otot yang mencegah penghantaran aksi
potensial. Pada penyakit Addison dapat terjadi hiperkalemia yang mengakibatkan
toksisitas pada miokard, yaitu kelemahan kontraksi, aritmia dan kematian.
4) Alkalosis
Reabsorpsi natrium menyebabkan ion hidrogen disekresi ke dalam tubulus, sehingga
konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstrasel menurun.
5) Volume cairan ekstrasel
Aldosteron menyebabkan konsentrasi elektrolit natrium, klorida dan bikarbonat pada
cairan ekstrasel meningkat, hal ini menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dari
tubulus, akibatnya terjadi penambahan volume cairan ekstrasel sebanyak 5-12%.
6) Curah jatung
Sekresi aldosteron yang menurun menyebabkan cairan ekstrasel berkurang, sehingga
venous return berkurang, akibatnya curah jantung turun, dan terjadi penurunan
tekanan darah. Bila sekresi aldosteron meningkat menyebabkan cairan ekstrasel
bertambah, sehingga curah jantung meningkat 10-20%.
7) Tekanan darah
Bila sekresi aldosterone berkurang, dapat timbul hipotensi sampai syok oleh karena
berkurangnya volume cairan ekstrasel dan curah jantung. Hipotensi ini merupakan
manifestasi yang cukup sering pada penyakit Addison.

Efek Glukokortikoid
Aktifitas glukokortikoid korteks adrenal 95% akibat kortisol, selain itu kortikosteron
dan kortison juga mempunyai efek glukokortikoid.
1) Metabolisme karbohidrat.

Kortisol merangsang glukoneogenesis oleh sel hati, hal ini disebabkan karena
kortisol:
a. Meningkatkan transpor asam amino dari cairan ekstrasel masuk ke dalam sel hati,
sehingga persediaan asam amino untuk diubah menjadi glukosa meningkat.
b. Mengaktifkan pembentukan messenger RNA, untuk membentuk enzim yang
dibutuhkan dalam proses glukoneogenesis dalam sel hati yang mengubah asam amino
menjadi glukosa.
c. Menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan ekstra hepatik terutama dari sel
otot. Akibat dari peningkatan glukoneogenesis ini yaitu peningkatan glikogen dalam
sel hati. Kortisol menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun. Kortisol
menyebabkan konsentrasi glukosa darah meningkat apabila akibat peningkatan
glukoneogenesis, dan penurunan penggunaan glukosa oleh sel. Selain itu, enzim
glukosa 6 fosfat yang mengkatalisis defosforilase glukosa dalam hati meningkat
sehingga mempermudah transportasi glukosa ke dalam darah.
2) Metabolisme protein.
Kortisol menyebabkan pengurangan protein pada semua sel tubuh, kecuali sel hati. Ini
karena peningkatan katabolisme protein dan pengurangan sintesis protein pada sel
ekstra hepatik.
Kortisol menyebabkan peningkatan protein hati dan protein plasma yang dihasilkan
sel hati. Ini karena peningkatan transpor asam amino ke dalam sel hati dan
peningkatan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesis prtotein. Kortisol
meningkatkan asam amino darah akibat katabolisme protein dalam sel ekstra hepatal,
sehingga mengeluarkan asam amino ke dalam plasma. Jadi kortisol memobilisasi
asam amino dari jaringan.
3) Metabolisme lemak.
Kortisol meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak, sehingga
menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma. Di samping
itu juga meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sel untuk pembentukan enersi.
4) Darah.
Efek kortisol pada darah menyebabkan penurunan jumlah sel eosinofil dan limfosit,
sedangkan pembentukan sel darah meningkat di mana mekanismenya belum
diketahui.
5) Lain-lain.
Kortisol menghambat proses peradangan dengan cara:
a. Menstabilkan membran lisosom (efek ini mencegah kerusakan jaringan yang
biasanya terjadi pada peradangan karena pengeluaran enzim-enzim lisosom).
b. Menurunkan pembentukan bradikinin (bradikinin mempunyai efek vasodilator)
c. Menurunkan permeabilitas membran kapiler (hal ini merupakan faktor penting
dalam mencegah kebocoran protein yang biasanya terjadi pada daerah yang
meradang).

2.3 Etiologi
Ketidakmampuan memproduksi hormon kortisol yang adekuat disebut juga
insufisiensi adrenal terjadi karena berbagai hal. Keadaan tersebut disebabkan oleh gangguan
di kelenjar itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau gangguan sekresi ACTH oleh kelenjar
hipofisis (insufisiensi adrenal sekunder) 15,16.

Insufisiensi Adrenal Primer


Sebagian besar penyakit Addison disebabkan oleh destruksi korteks adrenal yang
disebabkan oleh sistem imun tubuh kita sendiri. Kira-kira 70% kasus penyakit Addison yang
dilaporkan merupakan penyakit autoimun dimana insufisiensi adrenal terjadi ketika destruksi
korteks adrenal mencapai 90% 17. Keadaan ini menyebabkan kurangnya produksi hormone
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kadang-kadang hanya kelenjar adrenal yang terkena,
dikenal sebagai insufisiensi adrenal idiopatik, atau kelenjar lainnya ikut terkena yang dikenal
dengan sindrom defisiensi poliendokrin 18. Di negara berkembang, 20% kasus insufisiensi
adrenal primer juga menderita tuberkulosis. Dr. Thomas Addison mengidentifikasi
insufisiensi adrenal pertama kali dan menemukan 70-90% kasus tuberkulosis dari otopsi yang
dilakukannya 8. Penyebab insufisiensi adrenal primer lainnya adalah infeksi kronis,
metastasis keganasan dan pengangkatan kelenjar adrenal.

Insufisiensi Adrenal Sekunder


Bentuk penyakit Addison ini merupakan penanda kurangnya hormon ACTH, yang
dapat disebabkan kurangnya produksi hormon kortisol kelenjar adrenal tapi produksi hormon
aldesteron normal. Bentuk temporer dari infusiensi adrenal sekunder dapat terjadi ketika
seseorang mendapat asupan hormone glukokortikoid misalnya prednison dalam jangkaa
waktu yang lama yang akan kembali normal bila pengobatan dihentikan 8,17,19.
Penyebab lain insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal atau tumor
benigna kelenjar adrenal, adanya hormone ACTH yang diproduksi oleh sel tumor kelenjar
hipofisis (sindroma cushing) 19, 20.
2.4 Patofisiologi
Insufisiensi adrenal dapat bermanifestasi sebagai defek pada sumbu hipothalamushipofisis-adrenal. Insufisisiensi adrenal primer merupakan akibat dari destruksi korteks
adrenal. Zona glomerulosa, lapisan terluar kelenjar adrenal menghasilkan aldosteron. Kortisol
diproduksi di zona fasikulata dan zona retikularis, bagian tengah dan dalam kelenjar adrenal.
Dehidroepiandrosteron diproduksi di zona retikularis 8,14,2,1-3.
Karena mineralokortikoid dan glukokortikoid menstimulasi reabsorbsi natrium dan
ekskresi kalium, defisiensinya akan menyebabkan peningkatan eksresi natrium dan
penurunan eksressi kalium, terutama pada urin, selain itu juga pada keringat, saliva dan
saluran gastroinstestinal. Terjadi konsentrasi natrium yang rendah dan kalium yang tinggi
dalam serum. Ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urin disertai gangguan
keseimbangan elektrolit menyebabkan dehidrasi berat, hipertonisitas plasma, asidosis,
penurunan volume sirkulasi, hipotensi, akhirnya kolaps sirkulasi. Bila insufisiensi adrenal
disebabkan produksi ACTH yang tidak adekuat, maka kadar elektrolit biasanya normal atau
sedikit berkurang. Defisiensi glukokortikoid menimbulkan hipotensi dan menyebabkan
sensitivitas insulin berat, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Tanpa
adanya kortisol, kekurangan karbohidrat dibentuk dari protein akibatnya terjadi hipoglikemia
dan penurunan glikogen hati. Terjadi kelemahan karena gangguan fungsi neuromuskuler.
Ketahanan terhadap infeksi, trauma dan stress lainnya juga berkurang. Kelemahan otot
jantung dan dehidrasi menurunkan output jantung, kemudian terjadi kegagalan sirkulasi.
Penurunan kortisol darah menyebabkan peningkatan produksi ACTH hipofisis dan
peningkatan -lipotropin darah, yang memiliki aktivasi stimulasi melanosit bersama dengan
ACTH, menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa khas pada penyakit
Addison 7,9,14,19,23.

Gambaran klinis ditemukan setelah 90% korteks adrenal mengalami kerusakan oleh
peran autoimun, infeksi, neoplastik, traumatik, istrogenik, vaskuler, dan metabolik. Dengan
destruksi korteks adrenal, inhibisi umpan balik hipothalamus dan kelenjar hipofisis anterior
terganggu sehingga kortikotropin disekresikan terus-menerus. Kortikotropin dan melanocyte
stimulating hormone (MSH) merupakan komponen hormon progenitor yang sama. Ketika
kortikotropin hilang dari prohormon, MSH dilepaskan menyebabkan hiperpigmentasi khas
kecoklatan seperti perunggu. Hiperpigmentasi umumnya ditemukan pada insufisiensi adrenal
primer yang berhubungan dengan peningkatan kadar kortikotropin dan MSH 23,24.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala awal penyakit Addison seperti kelelahan, kekurangan dan kelemahan otot
energi yang mirip dengan gejala banyak kondisi kesehatan lainnya seperti depresi, sindrom
kelelahan kronis atau flu.
Dehidrasi dapat menjadi tanda awal penyakit Addisons. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya aldosteron hormon dalam tubuh anda, yang digunakan untuk mengatur
keseimbangan garam dan air.
Gejala awal penyakit Addison meliputi:
Kelelahan (kurang energi atau motivasi)
Kelesuan (abnormal mengantuk atau capek)
Kelemahan otot
Rendah mood (depresi ringan) atau mudah tersinggung
Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan yang tidak disengaja
Tekanan darah rendah (hipotensi)
Kebutuhan untuk sering buang air kecil
Haus meningkat
Keinginan untuk makanan asin
Hipoglikemi (gula darah rendah)
Hiperpigmentasi
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin
pada kulit dan mukosa. Pigmentasi juga dapat terjadi pada penderita yang
menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensi adrenal
dengan
akibat
meningkatnya
hormon
adrenokortikotropik.
Hormon

adrenokortikotropik ini mempunyai MSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat


peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik 14,15. Tidak didapatkan
hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi 3.
Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan
(misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan
ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih
gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir,
gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva 1,3,9,16.
Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan
kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison seluruhnya didapatkan
pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa
pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena
hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir1,3.

Sistim Kardiovaskuler
1) Hipotensi
Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah
sistolik biasanya antara 80100 mmHg, sedang tekanan diastolik 5060
mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya
salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat
gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah
abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka
tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan
pusing, lemah, penglihatan kabur, berdebar-debar 1,2,3,16. Hipotensi ini juga

terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak,
sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan
darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron
yang meningkatkan tonus vasomotor3.
2) Jantung
Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan
radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat
kehilangan air. Bertambah besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk
berhasilnya pengobatan. Perubahan elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak
mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan
QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot
jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah kelemahan kontraksi
otot jantung, nadi kecil dan sinkop 1,3. Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia
yang dapat menyebabkan kematian mendadak13.
Kelemahan Badan
Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan
elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat
kelemahan sampai paralisis otot bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein,
terutama pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah.
Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta
kortikosteroid1,3,16.
Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat
terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana
mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan13.
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 10-15 kg dalam waktu 6-12
3
bulan . Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal
lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik,
terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan
berat badan1,16.
Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia
biasanya merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan
muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare 3,16.
Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini
karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga
produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal
bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki l .

Gangguan elektrolit dan air

Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan


air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi,
hemokonsentrasi dan asidosis.
Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh
jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan
terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga
normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang
kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar1,3.
Darah Tepi
Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan
hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis,
eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena
menurunnya hidrokortison. Gambaran hematologi ini tak mempunyai arti yang khas
untuk diagnostik 1.
Gangguan Neurologi dan psikiatri
Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang
mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita
gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram
didapat
gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis,serta menghilangnya
gelombang beta 1,2.
Lain-lain
Kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi, penurunan libido, serta
hilangnya rambut ketiak dan pubis1,17. Klasifikasi tulang rawan dari daun telinga,
sehingga menjadi kaku (Thorn's sign)" .
2.6 Diagnosis Banding
Perdarahan kelenjar adrenal, destruksi kelenjar adrenal.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20
sampai 30 mg/hari dalam dosisi terbagi, dan suatu analog aldosteron , 9-alfafluorokortisol. Apabila dosis steroid-steroid ini telah disesuaikan dengan benar,
maka status metabolik pasien kembali dalam keadaan normal. Dosis kortisol dan 9alfa-fluorokortisol perlu ditingkatkan 2 sampai 3 kali lipat saat stress, (misalnya ,
penyakit demam, pembedahan, trauma,), karena apabila tidak maka pasien akan

mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder


hanya memerlukan penggantian dengan kortisol tetapi pasien harus diperiksa untuk
memastikan apakah sekresi aldosteronnya normal22.
Prinsip penatalaksaan penyakit Addison adalah dengan mengganti kekurangan
kortisol dalam tubuh. Mula-mula dapat diberikan kortison dengan dosisi tinggi.
Pada terapi jangka lama dosis yang tepat adalah kira-kira 25 mg pagi hari dan 12,5
mg sore hari per oral untuk mencapai produksi dan ritme oral. Diperlukan
tambahan mineralokortikoid dan biasanya dipakai fludrokortisonkortison
dosis tinggi. Pada terapi jangka lama dosis yang tepat adalah kira-kira 25 mg pagi
hari dan 12,5 mg sore hari peroral untuk mencapai produksi dan ritme
normal. Diperlukan tambahan
mineralokortikoid
dan biasanya
dipakai
fludrokortison 100 mg setiap hari. Mungkin diperlukan penyesuaian dosis
untukn memberikan perasaan sehat, tekanan darah dan berat badan normal
tanpa edema. 1.
Perlu juga dilakukan edukasi pada pasien bahwa
penyakitnya ini adalah permanent dan perlu diberikan pengobatan secara
berkesinambungan, dan penambahan dosis pada keadaan stress. Pasien
dihimbau untuk membawa steroid card setiap hari24.
Penatalaksanaan dalam berbagai kondisi
Dalam kasus krisis adrenal
Infus larutan natrium klorida isotonik untuk mengembalikan defisit
volume dan hipotensi. Dicari penyebab dan dikoreksi jika memungkinkan. 100 mg
hidrokortison dalam 100 cc pelarut natrium klorida isotonik IV dengan laju 10-12
cc. Perbaikan klinis, terutama respon tekanan darah, harus jelas dalam waktu 4-6
jam/ Setelah 2-3 hari, dosis dikurangi. Hal ini untuk menghindari stres perdarahan
gastrointestinal25.
Rawat jalan
Pasien pada terapi pengganti steroid perlu dimonitor oleh dokter untuk
setiap tanda pengganti yang tidak memadai ( misalnya, pagi sakit kepala, lemah,
dan pusing)25.
Bedah
Karena kortisol adalah "hormon stres," orang-orang dengan insufisiensi
adrenal kronis yang membutuhkan semua jenis pembedahan yang memerlukan
anestesi umum harus diperlakukan dengan Glukokortikoid dan salin intravena.
Intravena perawatan dimulai sebelum operasi dan berlanjut sampai pasien
sepenuhnya terjaga setelah operasi dan bisa minum obat melalui mulut. "stres"
dosis disesuaikan sebagai pasien presurgery sembuh sampai dosis pemeliharaan
tercapai25.

Selain itu, orang-orang yang saat ini tidak mengambil Glukokortikoid tapi
siapa yang telah mengambil Glukokortikoid jangka panjang dalam satu tahun
terakhir harus memberitahu dokter mereka sebelum operasi. Orang-orang ini
mungkin sudah cukup untuk normal ACTH peristiwa, tetapi mungkin mereka
butuhkan untuk pengobatan intravena stres pembedahan25.
Penyakit
Selama sakit, dosis glukokortikoid dapat disesuaikan untuk meniru
tanggapan normal kelenjar adrenal stres ini pada tubuh. Signifikan demam atau
cedera mungkin memerlukan tiga dosis oral. Setelah pemulihan dari peristiwa
stres tercapai, dosis kemudian kembali ke tingkat pemeliharaan. Orang dengan
insufisiensi adrenal harus tahu bagaimana meningkatkan pengobatan selama
periode seperti stres. Perhatian medis segera diperlukan jika infeksi berat,
muntah, atau diare terjadi25.
Kehamilan
Wanita dengan insufisiensi adrenal yang hamil diperlakukan dengan
standar terapi pengganti. Jika mual dan muntah di awal kehamilan akan terganggu
dengan minum obat melalui mulut, suntikan hormon mungkin diperlukan. Selama
melahirkan, perawatan mirip dengan mereka yang memerlukan pembedahan.
Setelah pengiriman, dosis secara bertahap runcing dan dosis pemeliharaan yang
biasa oral dan fludrocortisone hidrokortison asetat yang mencapai sekitar 10 hari
setelah melahirkan24.
2.8 Komplikasi
Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah rendah) adalah gejala Penyakit Addison. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaksadaran, terutama pada anak-anak. Sementara Anda tidak sadar,
otak Anda tidak akan mendapatkan oksigen yang cukup, yang dapat menyebabkan
kerusakan otak23.
Rendahnya tingkat kortisol
Jika Anda belum didiagnosis dengan penyakit Addison, Anda mungkin tidak
menyadari bahwa tubuh Anda rendah dalam hormon kortisol. Kortisol membantu
tubuh Anda untuk mengatasi efek stres, dengan menjaga tekanan darah dan fungsi
jantung. 23
Jika Anda rendah kortisol, dan Anda memiliki pengalaman yang menegangkan,
seperti operasi bedah, atau luka berat atau infeksi tubuh Anda mungkin tidak dapat
mengatasinya. Anda bisa mulai mengalami krisis adrenal. Ini juga mungkin jika Anda
kehilangan terlalu banyak garam dari tubuh Anda melalui perdarahan atau

berkeringat.
mendesak.

23

krisis adrenal bisa fatal dan akan memerlukan perhatian medis yang

Komplikasi dari krisis adrenal


Krisis adrenal adalah keadaan darurat medis dan harus segera diobati. Jika tidak
diobati, dapat menyebabkan koma dan kematian. krisis adrenal dapat menyebabkan:
jantung penangkapan: ketika jantung berhenti sama sekali
stroke : ketika pasokan darah ke otak terganggu
hipovolemik shock: ketika darah yang parah dan kehilangan cairan berarti bahwa
jantung Anda tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh
hipoksia: ketika jaringan-jaringan tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup
Jika salah satu organ atau jaringan, termasuk otak Anda, tidak mendapatkan oksigen
yang cukup, hal ini dapat menyebabkan cacat permanen23.
2.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien yang ditangani dengan tepat dengan hidrokortison dan
aldosteron adalah sangat baik. Pasien ini dapat berharap menikmati masa hidup yang normal.
Tanpa pengobatan, atau dengan perlakuan kurang lancar, pasien selalu berisiko terkena krisis
Addisonian. 21
Kesehatan dan usia hidup pasien biasanya normal, kecuali bila terjadi krisis adrenal
biasanya prognosanya akan jadi lebih buruk. Sedangkan pigmentasi bisa menetap.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Insifisiensi korteks adrenal dapat bersifat primer (penyakit Addison), yang
ditandai dengan kadar ACTH, atau dsekunder, yang ditandai oleh Penyebab
tersering rendahnya kadar ACTH
2. Insufisiensi korteks adrenal primer adalah destruksi autoimun kelenjar adrenal,
3. Manifestasi penyakit Terjadi akibat defisiensi kortisol, aldosteron, dan
androgen, dan mencakup kelmahan dan kelelahan yang progresif, anoreksia,
penurunan berat badan, tekanan darah rendah, hipotensi ortostatik,
hiperpigmentasi,gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit-hiperkalemia,
hiponatremia, hipovolemia, asidosis metabolik, hipoglikemia puasa, gangguan
sistem reproduksi, amenorhea,danhilangnha rambut ketiak dan pubispada
perempuan.
4. Defisiensi meneralokortikoid (aldosteron) pada penyakit Addison
menyebabkan keluarnya Na + dari tubulu ginjal sehingga terjadi
hiponatremia.hal ini disertai pengeluaran air yang menyebabkan defidit
volume caiaran ekstrasel dan hipotensi postural. K+,dan H+ ditahan oleh
tubulus ginjal sehingga terjadi hiperkalemia dan asidosis metabolik
5. Defisiensi glukokortikoid (kortisol)menyebabkan hipoglikemia . karena
kortisol diperlukan untuk responsstresnormal,maka pasien dengan insufisiensi
kortisol mungkin tidak dapat menhahn stres trauma, infeksi atau pembedahan.
6. Indikator diagnostik insufisiensi korteks adrenal primer adalah
1) menurunnya kortisol serum,
2)menurunnya 17-hidroksikortikosteroid dalam urin,
3) meningkatnya ACTH,
4)Hiponatremia, hiperkalemia,danasidosis metabolik,
5)Tingginya renin serum,dan
6) rendahnya aldosteron serum
7. Terapi penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20
sampai 30 mg/hari dalam dosisi terbagidan ditingkatkan pada saat stress. 9alfa-fluorokortisol (analog aldosteron) 0,1 samppi 0,2 mg/hari

Daftar Pustaka

1. Sperling MA. Adrenal insufficiency. Dalam : Thomas Morshang, editor. Pediatric


Endocronology, 2nd. Sounders Company ; Winscounsin, 2003 : 385-412
2. Grossman AB. Addison Disease ; USA, 2007. Diakses dari http;//www.merck.com
Tanggal 22 juli 2008
3. Damro MR. Addison Disease. Dalam Griffths 5 minutes clinical Consult. Lippincott
Williams and Wilkins ; Philadelphia, 2006 : 14
4. Medic
Alert
Foundation
London.
Addisons

Disease.

Diakses

dari

http://www.addisondisease.org.uk. Tanggal 22 juli 2008.


5. Grinspoon SK, Biller BM. Clinical Review 62 : Laboratory Assessment of Adrenal
Insufficiency. J Clin Endocrinol Metab 2001 ; 79:923-31
6. Chrossus G.P Addison Disease, 2004. Diakses dari http://www.endocine.niddk.nih.gov
Tanggal 22 juli 2008.
7. Styne DM. Pediatric Endocrinology Core Handbook in Pediatric 1 st ed. Lippineott
Williams and Wilkins ; USA, 2004 : 196-217
8. Stewart PM. The Adrenal cortex. Dalam : Larsen P, ed Williams Textbook of
Endocrinology 10th ed. Sounders, 2003 : 491-551
9. Bongiovanni AM, Eberlain WR. Use of Adrenal Hormones in Treatment. Pediactrics
1957;1958-61
10. Stulberg D, Clark N. Common hyperpigmentation Disorders in Adults: part I. Diagnostic
Approach. AFFP journal 2003
11. Gotlin RW, Kappy Ms, Slover RH. Endocrine Disorders. Dalam: Hay WW, editor.
Current Diagnosis and Treatment, 14 ed. Stamford 1999 : 841-3
12. Children Hospital Boston. Underactive Adrenal Glands/Addisons Disease, 2006.
Diakses dari http://www.childrenhospital.org tanggal 22 juli 2008.
13. Bergthorsdottir R, Leonson Z, Oden A. Premature Mortality in Patients with Addisons
Disease : A population Based Study. J. Clin Endocrinol Metab 2006 ; 91 : 4849-53
14. Hamhian AH, Osensi TS. Measurements of Serum Free Cortisol in Critically III patients.
NEJM 2004;350:1629-38
15. Soffer LJ Disease of the Endocrine glands, 2 nd ed. Philadelphia:Lea & Febiger, 1958,
pp. 268-315.
16. Paschkis KE, Rakoff AE, Cantarow A. Clinical Endocrinology.2 nd ed. New York:
Harper & Brother. 1958, pp. 323-359.
17. Guyton AC. Textbook of medical physiology. 6 th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company. 1981, pp. 944-957.
18. William's RH. Textbook of Endocrinology, 5 th ed. Philadelphia:W.B. Saunders
Company, 1974, pp. 233-281.
19. Mason AS, Meads TW, Lee JAH. Epidemiological and clinical picture of Addisorl's
disease. Lancet 1968; 2: 744-763.Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 35
20. Besser GM Jeff Coate WJ. Endocrine and metabolic diseases, Adrenal diseases, Brit Med
J 1976;448-451.

21. Spivak JL. Barnes HV. Manual of Clinical problems in internal medicine annotated with
key references. 2 nd ed. Little Brow and Company. Massachuset, 1978. pp. 181-185.
22. RL,Batubara Jose.2010.Buku Ajar Endrokinologi Anak.Edisi Jakarta:Badan Penerbit
IDAI
23. http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://www.nhs.uk/Conditions/Addisonsdisease/Pages/Complications.aspx&ei=u6pSTbnJGoLJrAefqIyTCA&sa=X&oi=translate
&ct=result&resnum=4&ved=0CCwQ7gEwAw&prev=/search%3Fq%3Dkomplikasi
%2Bpenyakit%2Baddison%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih%3D710%26prmd
%3Divns
24. Van Dalian RG and Purnell DC. Hyperkalemic paralysis in Addison's disease. Mayo.
Clin, Proc, 1969; 44: 904-914.
25. Abe K. Nicholson WE Liddle GW. Normal and Abnormal regulation of beta M.S H In
Man, J Clin Invest. 1969; 48: 1580-1585.
26. Hubay CA. Weckesser EC, and Levy RP. Occult adrenal Insufficiency in Surgical
patients. Ann Surg 1975; 181: 325-332.
27. Besser GM Cullen DR. Irvine WJ Immuno-reactive Corticotrophin Levels in adrenoCortical Insufficiency. Brit Med J. 1971;1: 374-376.
28. Cunningham SK. Moore A Mc Kenna TJ. Normal Cortisol respons to Corticotropin in
patients with secondary adrenal failure, Arch Int Med, 1983; 143: 2276-2279.
29. Danowski TS. Clinical Endocrinology, Adrenal cortex and Medulla 1 st ed. Baltimore:
The Williams & Wilkins Company. 1962, pp. 3-236.

Kelainan Sistem Endokrin


Addisons Disease

Nama Anggota

1. Elisabeth

G1A111041

2. Emilia Fania

G1A111042

3. Litha Mudiani

G1A111043

4. Indasil Isin Addala


G1A111044
5. Nindy Adesmanita
G1A111045
6. Dwi Fatimahhyen
7. Khairunnisa Lubis
8. Helena CP Purba

G1A111046
G1A110047
G1A111048

Fakultas Kedokteran Universitas Jambi


2012/2013

Anda mungkin juga menyukai