JANGAN
JANGAN
Disusun Oleh:
NISWAHROBIATUL MUAMAROH
115070201131002
MARYANTI
135070218113017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
musim panas dan musim hujan yang ditandai dengan perubahan ekstrim cuaca, suhu dan arah
angin. Kondisi ini memiliki potensi untuk menciptakan bahaya hidrometeorologi seperti
banjir dan kekeringan. Di Indonesia banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap
tahun terutama pada musim hujan. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian
barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia
bagian Timur. Populasi penduduk Indonesia yang semakin padat yang dengan sendirinya
membutuhkan ruang yang memadai untuk kegiatan penunjang hidup yang semakin
meningkat secara tidak langsung merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya banjir.
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering
mengakibatkan hilangnyanyawa, kerugian harta, dan benda.
Bencana memiliki sifat tidak dapat diprediksi serta dapat menimbulkan jatuhnya
banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan
merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Menurut BNPBselama tahun
2011 bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian, dimana sekitar 89% adalah bencana
hidrometerologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung dan gelombang
pasang, dimana yang paling banyak adalah banjir (403 kejadian). Korban jiwa yang
meninggal akibat banjir adalah 160 orang dan jumlah orang yang mengungsi akibat banjir
mencapai 279.523 orang (www.centroone.com, 2011).
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya
peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh
faktor alam berupa curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu
faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat
(pemukiman di daerah bantaran sungai dan daerah resapan air) penggundulan hutan,
pembuangan sampah kedalam sungai dsb.
Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah
terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban
bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Ditingkat nasional ditetapkan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), di tingkat
daerah BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) tingkat I untuk propinsi dan tingkat
II untuk Kabupaten, dimana unsur kesehatan tergabung didalamnya.Sejak tahun 2000
Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra
rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan
lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat
dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan
perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsur pengamanan (kepolisian) dan
unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu
memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang
dituju. Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan
pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS sehingga diperlukan penanganan terpadu dan
pengaturan dalam system makaditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-hari dan bencana)
dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya
1.2.
Tujuan Penulisan
1.2.2.2.
1.2.2.3.
1.2.2.4.
1.2.2.5.
1.3.
1.4.
Metode penulisan
Metode penulisan dilakukan dengan cara studi literature dan jurnal
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Bencana
Menurut UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi.
2.2. Definisi Bencana Banjir
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari
saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yamng
paling sering terjadi dan paling banyak merugikan dari segi kemanusiaan maupun ekonomi
(IDEP, 2007). Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang
sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai
kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup
berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah
hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia
juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah
bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan
sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya
(www.bnpb.go.id, 2012).
Menurut Bakornas BNPB, 2012, yang harus dilakukan sebelum banjir meliputi:
Di Tingkat Warga
Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar
Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas
dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat
terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda.
Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari
informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.
Di Tingkat Keluarga
Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah
hujan dan posisi air pada pintu air.
Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan
lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.
Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi,
gula, kopi, teh dan persediaan air bersih.
Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan,
sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil.
Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran
listrik di wilayah yang terkena bencana,
Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan
untuk diseberangi.
Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera
mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana
seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.
Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan
gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.
Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang
sering berjangkit setelah kejadian banjir.
Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang
penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.
Pengkajian juga dilakukan terhadap fasilitas penanganan bencana di tempat kejadian seperti
tenaga/personil bantuan, transportasi, farmakologi, alat dan bahan pertolongan kegawat
daruratan (lokal facility), organisasi penangan bencana lokal (Safety committee), kantor atau
posko penanganan bencana (Safety Officer or emergency department). Setelah dilakukan
pengkajian secara lengkap kemudian disusun Panduan Penanganan Bencana baik panduan
antisipasi atau pencegahan bencana (Preparedness), panduan penanganan saat bencana
(during disaster) serta panduan penanganan setelah bencana (Postdisaster).
Komponen komponen penting yang terdapat dalam Panduan Penanganan Bencana
(EOP) adalah sebagai berikut :
Informasi secara cepat dan mudah. Fasilitas penanganan bencana (health care facility)
harus dapat diakses dengan cepat dan mudah kapanpun dan dimanapun bencana terjadi
misalnya perlu ada jalur telepon emergency yang gratis, cepat dan mudah ke kantor atau
fasilitas penanganan bencana.
Jalur komunikasi secara internal dan eksternal. Jalur komunikasi untuk koordinasi
personil, fasilitas dan transportasi dalam penanggulangan bencana harus jelas dan siaga
termasuk informasi dari tempat kejadian bencana ke posko atau rumah sakit rujukan
korban bencana.
Perencanaan keamanan terhadap korban, fasilitas dan personil terhadap kondisi yang
sangat parah dan mengancam
Identifikasi sumber atau fasilitas penanganan bencana baik lokal, regional dan negara
serta bagaimana menghubunginya
Pedoman penanganan korban bencana, masyarakat, media dan strategi pembagian tugas
dalam tim
Pedoman penyelamatan diri bagi masyarakat dan melakukan latihan sebelum bencana
terjadi
Antisipasi kebutuhan masyarakat setelah bencana seperti air bersih dan makanan untuk
jangka waktu yang lama
Perkiraan insiden kejadian bencana serta strategi identifikasi bencana seperti alarm
bencana
Personil dalam penanganan bencana harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang baik dan ahli terhadap setiap kondisi bencana sehingga memiliki kesiapan dan
kesigapan dalam melakukan tindakan sesuai tugas dan perannya masing masing berdasarkan
pedoman penanganan bencana yang telah ada.
Pedoman Penanganan bencana juga termasuk struktur atau alur penanganan bencana
beserta tugas dan peran masing masing mulai dari penanganan di daerah bencana sampai
transportasi dan persiapan posko atau rumah sakit rujukan korban bencana.
Petugas penanganan bencana juga harus memiliki pengetahuan tentang bahasa, latar
belakang budaya dan aspek spiritual yang ada pada berbagai komunitas. Hal ini dilatar
bekangi oleh karena kesulitan bahasa dapat meningkatkan ketakutan dan frustasi para korban,
terdapat kepercayaan dan praktek spiritual yang berbeda terhadap terapi pengobatan, hygiene
atau diet, waktu dan tempat khusus untuk berdoa, ritual khusus menangani korban yang
meninggal dan lain lain.
Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang
jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007 bahwa
kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh Badan Koordinasi
Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 111/2001 digantikan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal pasal UU No. 24/2007 telah mengatur
tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga nasional, daerah dan internasional
dalam penanggulangan bencana, mengatur hak dan kewajiban masyarakat, managemen
penanggulangan bencana yang terdiri dari pra bencana (Predisaster), selama bencana (during
diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta mengatur proses pendanaan, pengelolaan
bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.
Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum bencana
(predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangana setelah bencana
(afterdisaster) selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut :
Penanganan Sebelum Bencana (Predisaster)
Penanganan sebelum terjadinya bencana disebut juga tindakan pencegahan atau
prevention terdiri dari pengkajian faktor resiko bencana (risk assessment), Kegiatan
Penanganan saat bencana terdiri dari evakuasi atau penyelamatan korban bencana dan
transportasi korban ke posko atau rumah sakit rujukan korban bencana. Managemen
penyelamatan korban bencana pada jumlah korban yang sangat banyak maka perlu dilakukan
tindakan triage.
Triage adalah proses penentuan atau penyeleksian pasien atau korban berdasarkan
prioritas kebutuhan terhadap perawatan dan pengobatan. Dalam penanganan bencana dengan
korban yang banyak maka perlu dilakukan penyeleksian pasien untuk menentukan korban
yang perlu penanganan prioritas atau segera dan korban yang bisa ditunda penanganannya.
Meskipun tindakan ini dapat dinilai tidak ethis karena cenderung mengabaikan pasien atau
korban lain yang juga membutuhkan pertolongan namun tindakan triage perlu dilakukan
untuk memprioritaskan penanganan emergency kepada korban dengan kondisi yang lebih
serius/parah dan perlu penanganan segera.
Petugas triage melakukan pemeriksaan atau pengkajian terhadap korban secara cepat
dan memberikan penanganan emergency atau resusitasi sebelum diberikan penanganan
tindakan penyelamatan lanjutan atau dibawa ke posko atau rumah sakit rujukan penanganan
bencana. Seorang petugas triage memberikan tanda kepada pasien berdasarkan derajat
keseriusan kondisi dan prioritas kebutuhan terhadap tindakan emergency sehingga petugas
yang lain dapat langsung memberikan bantuan atau langsung membawa pasien ke lokasi
penanganan lanjutan. Perlu disiapkan alat alat dan pengobatan terhadap kondisi emergency
dan transportasi terhadap pasien ke posko perawatan atau rumah sakit rujukan bencana.
Kategori tanda triage yang diberikan adalah berdasarkan derajat keparahan dari cedera
yang dialami oleh korban. Terdapat berbagai tanda triage yang dapat digunakan di beberapa
negara dan perawat bencana harus memahami sistem yang ada di masyarakat atau negara
tersebut. Salah satu contoh sistem triage oleh North Atlantic Treaty Organization (NATO)
adalah dengan menggunakan kode warna yang terdiri dari warna merah, kuning, hijau dan
hitam. Masing masing warna memiliki perbedaan tingkatan prioritas yang secara jelas
diuraikan sebagai berikut :
KATEGORI TRIASE
PRIORITAS WARNA
KONDISI PASIEN
Immediate / Segera :
Obstruksi
Merah
jalan
nafas
akibat
Cedera
yang
mengancam
dapat
hemotrax,
tension
kehidupan
yang
tulang
kematian
jika
ditunda
penanganannya.
tidak
stabil,
panjang,
amputasi
luka
bakar
Delayed/Dapat ditunda :
Cedera
serius
Kuning
pada
kolateral
menerima
yang
trauma
adekuat,
pada
genitourinaria,
fraktur
saluran
yang
segera
treatment
nafas,
gangguan
dan
jalan
yang
dalam
penanganan
abdomen
akan
luka
dan
membutuhkan pengobatan
menunggu
Trauma
Hijau
atau
tanpa
perdarahan
yang
selama
beberapa
jam
sampai
beberapa
hari.
dipisahkan
dari
Hitam
Luka
penetrasi
yang
kepala
dengan
dapat
hidup
bertahan
pasien
pada
tidak
dipisahkan
pasien
tidak
diberikan
adalah
menyediakan kenyamanan
bagi
yang
lain
dari
tapi
korban
jika
memungkinkan
penerimaan individu terhadap bencana yang dialami. Kondisi keterpaparan terhadap korban
kematian, cedera, dan kekuatan bencana, respon histeris saat bencana, aktivitas petugas
penananganan bencana dalam membantu korban dapat menjadi keadaan yang menimbulkan
gangguan emosional pada individu.
2.4. Community Based Disaster Risk Management (Cbdrm)/ Penanggulangan Bencana
Berbasis Masyarakat
1.
Pengertian
Dasar dari Penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah reduksi resiko bencana.
Masyarakat berperan serta dalam kegiatan pengelolaan bencana yang meliputi kegiatan
tanggap darurat dasar yang dapat dilakukan oleh masyarakat, dan kegiatan kegiatan yang
dapat mengurangi resiko bencana (Yodmani, S. 2006). Adapun definisi dari Community
based disaster risk management (CBDRM)adalah pemberdayaan komunitas agar dapat
mengelola
perencanaan
bencana
dan
dengan
tingkat
pemanfaatansumber
keterlibatan
daya
pihak/kelompokmasyarakat
lokal
dalam
kegiatan
dalam
implementasi
Tujuan CBDRM
Penanggulangan bencana berbasis masyarakat/CBDRM
yang sistematik untuk mengidentifikasi, membuat perkiraan dan membuatt prioritas dari
resiko bencana. Kondisi ini membuat masyarakat menjadi lebih sadar terhadap resiko
bencana yang ada di daerahnya. Penganggulangan bencana berbasis masyarakat merupakan
suatu pengambilan keputusan yang bersifat bottom up untuk menentukan strategi,
perencanaan dan program dalam redusksi resiko bencana.
Tujuan dari CBDRM adalah membantu masyarakat untuk membuat prioritas resiko
bencana yang ada di daerahnya, membuat perencanaan program reduksi bencana yang
adekuat, membuat perencanaan program yang membutuhkan daya yang efisien dan
a.
Faktor eksternal
Tahap 1 : Involvement
b.
i.
ii.
iii.
iv.
v.
Faktor masyarakat
Pengkajian bahaya
b.
Pengkajian kerentanan
c.
melakukan penanggulangan.
Tahap 4 : Perencanaan penganggulangan bencana
Meliputi :
a.
b.
Komponen komponen yang harus dikaji dalam melakukan CBDRM adalah (ADPC 2003
dalam www.ntt-academia.org) :
A. Pengkajian persepsi masyarakat terhadap resiko
Identifikasi persepsi masyarakat terhadap resiko bencana yang ada didaerahnya sehingga
dapat mengidentifikasi penilaian masyarakat terhadap bencana yang akan terjadi
B. Pengkajian terhadap ancaman
Type of Hazards (Tipe Ancaman)
a. Social Hazards (Ancaman Sosial) meliputi Kriminalitas/kekerasan, perang, konflik,
kemiskinan absolut, terorisme.
b. Technological Hazard (Ancaman Teknologi) meliputi Industrial explosions,
kebakaran, polusi udara, waste exposure, kecelakaan nuklir, lumpur Lapindo
c. Biological Hazards (Ancaman Biologis) meliputi HIV/AIDS, Ebola, dan epidemic,
etc.
d. Hydro-Climatic Hazard (Ancaman hirdoklimatis) meliputi Banjir, kebakaran hutan,
kekeringan
e. Geo-Hazard (Anacaman Geofisik) meliputi Gempa, tsunami, gunung api.
Karakter hazard/ancaman
pemicu
lamanya kejadian
kekerapan
waktu/pola waktu
Pemetaan kerentanan
Suatu proses yang menghasilkan pengertian akan jenis dan tingkat kerentanan dari
manusia, harta benda dan lingkungan terhadap efek dari ancaman tertentu pada waktu
tertentu.
Proses ini lebih pada mengidentifikasi kondisi fisik, sosial dan ekonomi yang rawan
terhadap dampak suatu ancaman.
2.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan ancaman (di tempat rawan banjir,
rawan gempa, dll),
Sarana dan prasarana (rumah, jalan, jembatan, saluran irigasi, dll) yang
menyebabkan mereka tidak mampu untuk menghadapi dan bertahan dari
suatu ancaman.
b. Kerentanan Perilaku/motivasi
Tergantung pada bantuan dari pihak luar/mental bantuan, sikap yang negatif
terhadap perubahan
c. Kerentanan Sosial/Kelembagaan
Minimnya peran & ketiadaan informasi tentang keberadaan organisasiorganisasi kemasyarakatan, mekanisme dukungan sosial
Kurangnya
kepemimpinan,
leadership,
struktur
organisasi
untuk
upah/gaji
Social Capital (Sumber Daya Sosial), meliputi jaringan dan koneksi (patron
yang terbangun, kerukunan antar tetangga
yang berbasis rasa saling percaya dan saling mendukung, kelompok formal
dan informal, peraturan umum dan sanksi, keterwakilan, mekanisme
Terlibatnya masyarakat secara aktif dalam proses studi dan pengambilan keputusan
dalam identifikasi solusi realistis, kesiapan yang mampu dilakukan, dan solusi solusi
mitigasi
komunitas (preparedness), pelatihan atau training yang pernah diikuti dan ketertarikan
dalam penanggulangan bencana. Peran perawat pada saat bencana adalah
a. Bertanggung jawab memberikan informasi yang akurat kepada badan atau organisasi
penanganan bencana yang ada agar dapat memfasilitasi tindakan penyelamatan
segera.
b. Melakukan evakuasi dan triage terhadap korban bencana berdasarkan tingkat
keparahan cedera yang dialami korban.
c. Memberikan pertolongan dan perawatan emergency pada korban bencana sesuai
triage yang dilakukan
d. Terus menerus membuat laporan perkembangan kejadian bencana
Peran perawat kesehatan komunitas pada tahap setelah bencana (recovery) adalah :
a. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan korban bencana seperti air bersih, makanan,
minuman dan lain lain
b. Membantu kesehatan mental korban yang mengalami trauma dan merujuk kepada
terapis mental untuk penanganan lebih lanjut.
c. Memperhatikan bahaya lingkungan yang dapat terjadi setelah bencana
d. Melakukan home visit untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan korban bencana
akan rumah sehat, air bersih dan listrik.
e. Memperhatikan kemungkinan adanya binatang yang hidup atau mati yang dapat
membahayakan kesehatan korban bencana
f. Case finding dan memberikan asuhan keperawatan pada korban bencana berdasarkan
masalah yang ditemukan
g. Membantu korban agar dapat beraktivitas secara normal sesuai perannya
dimasyarakat.
Peran perawat kesehatan komunitas juga sangat penting dalam CBDRM yaitu
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan bencana. Perawat
komunitas dengan ilmu dan keterampilan keperawatan yang dimiliki dan kemampuan
pengelolaan masyarakat dalam peningkatan status kesehatannya dapat berperan sebagai
pendidik dan motivator bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam penanggulangan
bencana
BAB III
PEMBAHASAN
Di Indonesia banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun terutama pada
musim hujan, sehingga ketika musim hujan telah datang walaupun belum merata dan
berlangsung hanya beberapa saat, sebagian masyarakat Indonesia sudah mengalami
kepanikan, khususnya masyarakat yang berada didaerah rawan banjir. Selain itu, kedalaman
air pada bencana banjir juga membuat kondisi seseorang sangat rentan karena mempengaruhi
kondisi fisik maupun mental seseorang. Kelelahan, stres dan kondisi yang tidak sehat
menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit. Kerugian yang ditimbulkan tidak saja
materi tetapi juga jiwa manusia. Ketika banjir telah datang akan timbul berbagai macam
masalah salah satunya adalah timbul banyak pengungsi yang menempati barak-barak dan
tempat penampungan darurat (Kusumaratna, 2003).
Sebagian besar keadaan lingkungan ditempat pengungsian juga bermasalah yaitu
sangat tidak memadai, terlalu padat, ventilasi udara minim, fasilitas yang ada kurang, dan
keterbatasan sumber air minum bersih. Tidak hanya masalah tempat pengungsian saja,
masalah banjir juga berdampak pada kesehatan. Di salah satu puskesmas kecamatan di
Jakarta, kota yang sering menjadi langganan banjir, ditemukan penyakit yang banyak diderita
para korban banjir adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit dan 12% penyakit diare
dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan
lanjut usia adalah ISPA dan kulit. Sedangkan tenaga kesehatan di posko kesehatan banjir
adalah dokter, dokter muda dan paramedis (Kusumaratna, 2003). Oleh karena itu, untuk
mencegah semua permasalahan tersebut sangat penting di tiap-tiap daerah yang rawan banjir
dilakukan manajemen banjir dimana tidak hanya dilakukan saat terjadi bencana tetapi
sebelum terjadinya banjir.
Terjadinya serangkaian bencana banjir dalam kurun waktu yang relatif pendek dan
selalu terulang setiap tahunnya menuntut upaya lebih besar untuk mengantisipasinya
sehingga kerugian yang ditimbulkannya dapat diminimalkan. Kebijakan sektoral, sentralistik,
dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
global yang menuntut adanya desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder terutama
masyarakat yang terkena dampak bencana (Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UI,
2003). Selain itu, penanggulangan banjir di Indonesia mencakup kegiatan yang sangat
kompleks dan bersifat lintas sektor. Oleh karena itu agar penanggulangan banjir lebih
integratif dan efektif maka diperlukan tidak hanya koordinasi ditingkat pelaksanaan tetapi
Direktorat
Perlindungan
Sosial
Korban
Bencana
Alam,
2011,
terduga (unpredictable) sehingga kesiapsiagaan saja belum cukup. Tim Kampung Siaga
Bencana penting untuk mempersiapkan kegiatan baik sebelum bencana, pada saat dan pasca
bencana, sebagai bagian tak terpisahkan antar tahap satu dengan tahap lainnya (Direktorat
Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2011).
Kampung Siaga Bencana merupakan program nasional yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Dalam KSB ini masyarakat yang berada di daerah rawan bencana diberdayakan
dengan cara meningkatkan kapasitas mereka dan sekaligus menginisiasi adanya suatu
prasarana
penanggulangan
bencana
tingkat
komunitas
seperti
Lumbung
Sosial
CBDRM
sistematik
berbasis masyarakat
2.
CBDRM
KRITISI JURNAL I
LATAR BELAKANG
Bencana yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai hal seperti fasilitas umum,
kerugian ekonomi yang serius, korban, kesehatan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Korban massal dan kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana dapat mengancam sistem
perawatan kesehatan dan menguji kemampuan kompetensi para dokter dan perawat. Para
perawat darurat merupakan bagian terpenting dari tim penyelamat bencana dan berjuang di
garis depan. Persiapan dalam bencana yang tepat dapat secara efektif dalam penanganan
bencana.
Tingkat kesiapan perawat darurat dalam bencana secara langsung dapat menentukan
keberhasilan bencana terkait keperawatan. Hal ini berpengaruh cukup besar terhadap respon
dalam bencana dan pemulihan cederabagi korban setelah musibah tersebut. Akan tetapi,
survei menunjukkan bahwa sebagian besar perawat tidak kompeten dalam keperawatan
terkait bencana.
Pelatihan pendidikan keperawatan terkait pencegahan dan mitigasi dalam bencana sangat
penting. Akan tetapi, pendidikan keperawatan terkait bencana dan perawat klinis di Cina
belum menerima pelatihan keperawatan terkait bencana yang sistematis dan berkualitas.
Perawat darurat di Rumah Sakit telah berhasil dalam melakukan penyelamatan, namun dalam
respon terhadap bencana ini mengungkapkan kurangnya pengetahuan dan keterampilan
dalam penyelamatan pada beberapa perawat. Oleh karena itu, perawat darurat bencana harus
dilatih melalui berbagai bentuk pendidikan dan profesional, serta standar ilmiah harus
didirikan.
TUJUAN
Penelitian ini untuk memberikan beberapa rekomendasi pada pelatihan kegawatdaruratan
para perawat pada bencana terkait kompetensi keperawatan.
METODOLOGI
Dapat terlihat dalam pembahasan penelitian dalam jurnal bahwa metodologi yang figunakan
adala literatur review. Lokasi penelitian ini berada di Cina.
ANALISA PEMBAHASAN
1. Status dan peran para perawat kegawatan dalam bencana
Pada tahun 2008 sejak berdirinya pusat gawat darurat di rumah sakit, secara terusmenerus infrastruktur ditingkatkan baik dalam teknologi canggih dan peralatan, serta
disiplin profesional. Perawat gawat darurat berfungsi sebagai barisan terdepan dalam
penyelamatan bencana, klasifikasi cedera, transportasi, keselamatan keperawatan,
keperawatan psikologis, dan pendidikan kesehatan. Perawat juga berpartisipasi dalam
kesehatan dan bencana alam baik lokal maupun luar negeri.
2. Situasi saat sekarang dari respon bencana pada departemen keperawatan gawat
darurat
Saat ini perawat bencana pada departemen gawat darurat menunjukkan bahwa
terdapat rendah, kurangnya pengetahuan tentang keperawatan bencana, kurang
komprehensif dan sistematis pendidikan keperawatan bencana, serta tidak cukupnya
pendidikan; pelatihan dan penelitian mengenai keperawatan bencana.
Analisis faktor yang berpegaruh dalam kemampuan perawat bencana dalam departemen
keperawatan gawat darurat
1. Tingkat pendidikan
Keefektifan respon bencana dipengaruhi oleh tingginya tingkat pendidikan, lamanya
durasi pendidikan, konten yang besar, dan pengetahuan mengenai bencana yang
banyak serta keterampilan perawat darurat. Persentase perawat di Cine dengan gelar
sarjana sebanyak 56% dan pendidikan sarjana sebesar 10,6%.
2. Jenis kelamin
Dalam keadaan bencana dihadapkan pada kondisi lapangan yang keras,
beban berat, dan bekerja intensif dan jangka panjang. Perawat laki-laki lebih baik
secara fisik, bugar, dan pekerjaan fisik lainnya ketika dihadapkan dengan insiden
darurat. Perawat laki-laki sangat tahan terhadap tekanan dan bersedia menerima
tantangan dan
pekerjaan sulit untuk menghadapi peristiwa negatif di lokasi bencana. Hal ini
menjelaskan bahwa adanya ketertarika tinggi pada perawat laki-laki pada
pengetahuan keperawatan bencana.
konsep
terkait
bencana,
seperti
teknik
pengobatan
untuk
bencanaperawat;(2)
bencana
intervensi
psikologis,
seperti
konseling
psikologis untuk
korban bencana dan penyelamatan pekerja, manajemen gangguan stres pasca
trauma, dan kemampuan berkomunikasi;(3) perlindungan penduduk dalam
penyelamatan bencana, termasuk pengetahuan tentang lingkungan, epidemi,
keselamatan, dan kelangsungan hidup; (4) bencanamanajemen keperawatan,
yang meliputi pengendalian infeksi di rumah sakit dan manajemen ambulans,
manajemen informasi keperawatan, dan koordinasi bantuan bencana;(5)
Pengetahuan umum keperawatan darurat, seperti prinsip-prinsip keperawatan
darurat cedera thoracoabdominal, cedera craniocerebral, luka bakar, ekstrusi,
fraktur, dan syok; (6) Pelatihan CBRN.
b. Pelatihan kemampuan keperawatan bencana
Jenis pelatihan harus mencakup sebagai berikut: (1) pelatihan keterampilan
profesional, termasuk triase, penentuan keparahan cedera, transportasi korban,
catatan keperawatan,perlindungan kerja staf medis, dan keterampilan
pengobatan kecelakaan; dan(2) Pelatihan keterampilan pertolongan pertama,
yang
meliputi
keterampilan
pertolongan
pertama
dasar,
seperti
meningkatkan
keterampilan
penyelamatan
yang
praktis.
Para
ahli
harus ditingkatkan untuk mengurangi kerugian masyarakat dan bahaya kesehatan yang
disebabkan oleh bencana.
APLIKASI di INDONESIA
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati Nur Farida tahun 2010 mengenai Gambaran
Kesiapsiagaan Perawat Puskesmas dalam Manajemen Bencana di Puskesmas Kasihan I
Bantul Yogyakarta menunjukkan hasil bahwa kesiapsiagaan perawat di tingkat kecamatan
khususnya di Puskesmas Kasihan I Bantul masih rendah. Lima tema utama diidentifikasi
sebagai peran perawat dalam kesiapsiagaan bencana diantaranya, 1) Membuat dan
memperbaharui disaster plan, 2) Melakukan pengkajian resiko lingkungan dan berkontribusi
dalam analisis resiko, 3) Melakukan kegiatan pencegahan bencana dengan mengembangkan
system peringatan dini dan menumbuhkan kesadaran masyarakat, 4) Memberikan program
pendidikan masyarakat terkait bencana, dan 5) Memfasilitasi pelatihan dan simulasi sesuai
dengan perencanaan yang dibuat.
Dalam penelitian ini, sebagian besar peran tidak dijalankan sebagaimana mestinya,
dikarenakan belum adanya persiapan dari pihak institusi dalam persiapan bencana. Meskipun
seluruh responden telah dibekali pelatihan penanganan kegawatdaruratan, tidak adanya
perencanaan bencana dalam keluarga akan menjadi faktor penghambat kesiapan perawat
dalam merespon bencana. Puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan pada tingkat dasar
dalam upaya pengurangan resiko bencana harus disiapkan dengan disaster plan yang
didukung dengan peran serta perawat dalam manajemen bencana.
KRITISI JURNAL II
LATAR BELAKANG
Di Filipina memiliki pangsa banyak bahaya seperti angin topan atau badai, banjir,
badai gelombang, gempa, tanah longsor dan kebakaran. PBB telah sangat berkampanye untuk
menempatkan manajemen risiko bencana dalam perencanaan pembangunan daerah dan
memperluas ke komunitas yang berisiko untuk mengurangi risiko dan mengurangi
kemiskinan. Di kebanyakan negara berkembang, manajemen risiko bencana berbasis
masyarakat (CBDRM) terdiri dari bencana dan pelatihan kerentanan latihan dan program.
Jurnal ini menyajikan upaya untuk sistematisasi CBDRM yang merupakan kepercayaan dari
menggunakan alat pemetaan, pelaporan banjir, pelatihan dan penilaian dari anggota
masyarakat. Proyek ini juga menyoroti partisipatif dan peringatan dini termotivasi sosial dan
metode pemantauan melalui teknologi mobile. Proyek ini juga telah dibentuk solusi yang
melibatkan masyarakat untuk melakukan manajemen lokal dan memperoleh kepemilikan
sistem dan strategi.
Dalam jangka panjang, dengan penggunaan sistem yang terintegrasi masyarakat akan
mampu menciptakan gambaran yang jelas tentang bahaya, menghitung risiko dan
memobilisasi anggotanya lebih baik. Hal ini juga menguraikan nilai dari keterlibatan
universitas-komunitas yang membawa pendekatan yang berkelanjutan yang saling
keuntungan, menghormati dan peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Merancang CBDRMS tidak hanya mengotomatisasi proses masyarakat. Pendekatan
komunitas sadar sangat penting. Penciptaan konstruksi sosial dan artefak seperti peta
disesuaikan untuk benar mewakili puroks sebagai sub-unit barangay, penggunaan preferensial
bagian tubuh sebagai acuan intensitas banjir atau penggunaan twitter dan SMS dalam
konvensi lokal telah menjadi sangat efektif. Peta Banaba dibagi menjadi puroks yang
diposting keakraban dengan warga meningkatkan keinginan untuk menggunakan Pandora.
Pelaporan banjir melalui SMS menyatu di Pandora meningkatkan kecakapan mereka
dalam pelaporan mobile. Mereka menemukan desain pelatihan dan penilaian dalam bahasa
lokal nyaman digunakan dan mudah dimengerti. pemimpin Purok diprakarsai mengambil alih
demografi masyarakat di daerah masing-masing. Tujuan dari proyek ini dicapai, untuk
melakukan sistematisasi CBDRM tetapi pada saat yang sama, memanusiakan praktek
menggunakan Pandora CBDRMS. Pada akhirnya, mereka tahu itu adalah CBDRMS mereka.
Dialog rutin dengan tokoh masyarakat tentang isu-isu bencana dan kerentanan mereka
memberikan cara untuk pemahaman yang lebih dalam dan menghormati masyarakat. Sebuah
CBDRMS seperti Pandora, dari konsepsi pengiriman, telah membuat identitasnya dalam
masyarakat Buklod Tao. anggota Buklod Tao telah terlibat dalam proses desain, wawasan dan
kontribusi mereka didengar. Ini adalah cara untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
melalui teknologi, menentukan kebutuhan, sumber daya dan strategi dari masyarakat. Beri
mereka alat armor yang akan memberi mereka kepercayaan diri untuk mengetahui kekuatan
dan kelemahan mereka (melalui profil masyarakat dan penilaian kerentanan), memenuhi
kebutuhan mereka dan meningkatkan pengetahuan mereka (melalui pelatihan), menjadi
warga negara informasi-bersenjata dan memainkan peran sensor banjir manusia (melalui
bahaya dan pelaporan banjir). ICT adalah "kekuatan dominan dan bersemangat yang
mengarah ke difusi dan aplikasi dalam pembangunan bangsa. Terbukti, cara menyadari
menggunakan teknologi memberikan cara untuk kreatif, teliti, CBDRMS hormat kongruen
dengan kepentingan masyarakat.
KESIMPULAN
Di negara Filiphina sama halnya dengan Indonesia sering mengalami bencana alam
dan buatan manusia. Kemampuan keperawatan bencana gawat darurat perawat dapat
langsung mempengaruhi hasil penyelamatan bencana. Untuk mengatasi rendahnya tingkat
kesiapan perawat darurat untuk bantuan bencana, pendidikan keperawatan bencana yang
sistematis dan pelatihan harus diperkuat. Kemampuan perawat darurat untuk keperawatan
bencana juga harus ditingkatkan untuk mengurangi kerugian masyarakat dan bahaya
kesehatan yang disebabkan oleh bencana.
APLIKASI di INDONESIA
Dalam penelitian yang mengenai Gambaran Kesiapsiagaan dalam Manajemen
Bencana telah ada komitmen yang kuat dan motivasi di semua sektor pemerintah dan
masyarakat pada umumnya untuk mengembangkan sistem manajemen bencana yang kuat dan
efektif di Indonesia. Pemerintah telah menunjuk Dewan baru dari Manajemen Bencana di
tingkat nasional. Ada saran untuk membawa manajemen bencana di tingkat daerah bersamasama dengan rencana aksi lokal dan peraturan daerah.
Kelompok masyarakat sipil telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk bekerja
sebagai mitra dalam CBDRM dan secara aktif terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko
bencana. Organisasi bekerja dalam kegiatan pengurangan risiko bencana yang biasa
menyebut intervensi mereka sebagai CBDRM. berbagai kegiatan mereka sangat beragam dan
di berbagai tingkat implementasi, dari inisiatif tingkat kebijakan, masyarakat setempat, dan
advokasi untuk peningkatan kapasitas.
Kerangka CBDRM dan konsep di Indonesia tetap menjadi salah satu yang
berkembang, secara teratur membutuhkan berbagi dan belajar untuk mengevaluasi
pengalaman dalam tanah untuk lebih mempertajam pemahaman, kebijakan dan proyek
aplikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh kasus:
Di suatu daerah perkotaan Artajasa terdapat 50 rumah dengan jumlah 50 KK dan 150
warga. Usia warga sebagai berikut : 5-12 tahun 45 orang, 13-22 tahun 25 orang, 23-30 tahun
30 orang, 31-55 tahun 50 orang .Dimana jarak antara rumah yang satu dengan yang lain
saling menempel dengan kriteria lingkungan seperti berikut : ada sebuah sungai melintasi
perumahan, 35 rumah tidak mempunyai tempat sampah dan membuangnya di sungai, sampah
menumpuk disungai, aliran sungai tersumbat, 15 rumah memiliki tempat sampah kemudian
setelah sampah terkumpul dibakar, ada sebuah pabrik yang berjarak sekitar
1 km dari
pemukiman warga, limbah pabrik mengalir ke sungai, sungai digunakan juga untuk mencuci
baju dan membuang kotoran, penyakit yang diderita adalah diare, batuk pilek dan demam
berdarah yang kebanyakan menyerang pada anak- anak.
Dikota ini rawan sekali terjadi banjir apalagi pada saat ini adalah musim penghujan.
Ketika hujan lebat turun, sungai meluap, sampah tergenang dimana-dimana, air tidak dapat
meresap ke tanah. 80 warga tidak mengerti tentang dampak yang ditimbulkan dari membuang
sampah di sungai, 40 warga cukup mengerti tentang dampak yang ditimbulkan dari
membuang sampah di sungai, 30 warga mengetahui tentang cara membuang sampah yang
benar.
Masyarakat mayoritas bekerja sebagai pedagang dengan rata-rata penghasilan < 500
rb/bulan. Komunikasi antar warga berjalan cukup baik karena jarak rumah satu dengan yang
lain saling menempel. Warga artajasa mayoritas beragam Islam, pendidikan mayoritas SMP,
sarana informasi yang digunakan adalah televisi dan radio.
Fasilitas kesehatan yang ada di Desa artajasa adalah 1 bidan praktek swasta, 1 puskesmas,
1 dokter praktek umum akan tetapi jarak antara pemukiman warga dengan fasilitas pelayanan
kesehatan cukup jauh sekitar 1,5 km dan jika sakit 85 warga mengkonsumsi obat-obatan
bebas yang dijual ditoko , 65 warga mengkonsumsi jamu tradisional, bila dirasa sakitnya
menjadi lebih parah mereka baru pergi ke puskesmas dan bidan.
A. Pengkajian
Umur : 5-12 tahun 45 orang, 13-22 tahun 25 orang, 23-30 tahun 30 orang 31-55 tahun 50
orang.
a. Lingkungan fisik
Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain saling menempel dengan kriteria
lingkungan seperti berikut : ada sebuah sungai melintasi perumahan, 35 rumah tidak
DATA SUBYEKTIF
DS:
ETIOLOGI
Tidak ada sosialisasi
Warga
mengatakan
informasi
Kurang pengetahuan
yang
mengenai pengolahan
(diare,
sampah
demam
lingkungan
kurang
sehat
batuk
pilek,
berdarah
DO:
1. Tempat
terjadi
peningkatan penyakit
sungai.
di sungai.
pembuangan
Di bakar (30 %)
kurangnya
pengetahuan
masyarakat
sampah
Resiko
akibat
sampah di buang di
MASALAH
menciptakan
dalam
dan
memelihara
Di sungai (70%)
2. Tempat
pembuangan
limbah pabrik
lingkungan
yang
penyakit
sehat.
Resiko
penurunan
informasi
status
kesehatan
Sungai (100%)
Diare (50%)
Batuk
Pilek
(30%)
Demam
Berdarah (20%)
DS:
berhubungan
fasilitas kesehatan.
Warga
mengatakan
Kurang pengetahuan
kurang
hanya
mengkonsumsi
mengenai kesehatan
dalam memanfaatkan
sakit.
DO:
1. Fasilitas
pelayanan
bidan
praktek
swasta
dokter
praktek
umum
1 puskesmas
kesehatan
pengetahuan
fasilitas
dengan
kesehatan.
pelayanan
Konsumsi
jamu
(55%)
Jarak pemukiman dengan
sarana pelayanan kesehatan
1,5 km
C. Diagnosa
1. Resiko terjadi peningkatan penyakit akibat lingkungan yang kurang sehat (diare,
batuk pilek, demam berdarah ) pada masyarakat b.d kurangnya
pengetahuan
pengetahuan
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1. CBDRM memiliki kelebihan dibanding penanggulangan bencana mengandalkan
peran aktif BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) antara lain peran serta
aktif masyarakat dalam pengelolaan bencana dengan cara mereduksi risiko bencana/
kerentanan
dan
meningkatkan
kapasitas
individu/keluarga/komunitas
dalam
Saran
1.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Nasional
Penanggulangan
Bencana.
(2012).
Banjir.
Diakses
dari
http://www.bnpb.go.id/
Brunner & Suddarths. (2000). Medical Surgical Nursing : textbook of medical surgical
nursing. 10th edition. JB. Lippincott : Philadelphia.
IDEP. 2007.
Panduan
Umum
http://www.idepfoundation.org/pbbm
Penanggulangan
Bencana
Berbasis
Masyarakat.
Kusumaratna, rina. 2003. Profil Penanganan Kesehatan Selama dan Sesudah Banjir di
Jakarta. J Kedokteran Trisakti, 22(3), 92-95
Maarif, syamsul. 2010. Bencana dan Penanggulangannya Tinjauan dari Aspek Sosiologis.
Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 1(4), 4