Laporan Kasus
Laporan Kasus
Disusun oleh :
Nama
: Ana Nurrida
NIM
: 2011730003
Dokter Pembimbing :
dr. Dian Nurul Al Amini, Sp.THT
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas Laporan kasus ini dengan judul
Sinusitis Jamur Invasif .
Laporan kasus ini merupakan prasyarat mengikuti kepaniteraan klinik bagian THT.
Penyusun sangat menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, baik mengenai materi
maupun teknik penyusunannya. Karena itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sebagai perbaikan dari laporan kasus ini.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas bimbingan, bantuan serta dukungan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan tugas ini.
Akhir kata, penyusun mengharapkan pembuatan tugas Laporan Kasus berjudul
Sinusitis Jamur Invasif ini dapat diterima dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
BAB II
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. IP
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Alamat
: Pondok Kopi
2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Hidung kanan tersumbat sejak 8 bulan yang lalu
D. Riwayat Pengobatan
Os belum mengonsumsi obat apapun sebelum berobat ke RSIJ Pondok Kopi
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. GENERALIS
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
Tanda vital
: Composmentis
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
Kepala
Mata
Mulut
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Kulit
Dextra
Aurikula
Aurikula
Sinistra
sign (-)
Preaurikula
tekan(-), fistula(-)
Retroaurikula
MAE
massa(-)
hiperemis (-), reflek
Membran timpani
hiperemis (-), reflek cahaya
bulging (-)
Tidak diuji
Uji Rinne
Tidak diuji
Tidak diuji
Uji Weber
Tidak diuji
Tidak diuji
Uji Schwabach
Tidak diuji
2. Hidung
Dextra
Rhinoskopi anterior
Sinistra
Hiperemis
Mukosa
Tenang
(+)
Sekret
(-)
Hipertrofi
Konka inferior
Eutrofi
Deviasi (-)
Septum
Deviasi (-)
(-)
Massa
(-)
(+)
Passase udara
(+)
Sinus paranasal
1 Inspeksi
2
Pemeriksaan Orofaring
Mulut
Sinistra
Tenang
Bersih, basah
Tenang
Karies (+)
Simetris
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
Tenang
Bersih, basah
Tenang
Karies (+)
Simetris
Tenang
Tonsil
Mukosa
Tenang
T1
Besar
T1
Kripta
Detritus
Perlengketan
tidak melebar
-
Mukosa
Post nasal drip
Tenang
-
tidak melebar
Faring
Tenang
Pemeriksaan Nasofaring
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Terdapat massa
Sulit dinilai
Pemeriksaan Laringofaring
Laringofaring (Laringoskopi indirect)
Epiglotis
Plika ariepiglotika
Plika ventrikularis
Plika vokalis
Rima glotis
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi : massa di nasofaring (+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
5.
6.
CT
kanan
Infiltrasi lesi ke retro bulbi kanan dan
5. DIAGNOSIS KERJA
Sinusitis Jamur Invasif
DD :
- Karsinoma Nasofaring
- Tumor Sinonasal
6. TATALAKSANA
Pembedahan, debridement
Setelah pembedahan dan debridement, diberikan Amfoterisin B dosis tinggi (1-1,5
mg/kgBB/hari), itraconazole oral (400 mg/hari) bisa menggantikan Amfoterisin B
saat stadium akut sudah berlalu.
7. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam
: bonam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SINUSITIS
A. Anatomi sinus paranasal
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan
kiri. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,
disebut sebagai vestibulum. Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Dinding
lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka
superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina
perpendikularius os palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat
empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior,
kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,
sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus
inferior, media dan superior. Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk
oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum.
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os
nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian
besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen - filamen
n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka.
unsinatus
berbentuk
bumerang
memanjang
dari
anterosuperior
ke
bermuara di meatus media, sedangkan sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid
merupakan kelompok sinus posterior dan bermuara di meatus superior.
Sinus Maksila
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya
adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi klinik, yang perlu diperhatikan
dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
(M3), bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
Universitas Sumatera Utara
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang
sempit.
Identifikasi endoskopik sinus maksila adalah melalui ostium alami sinus maksila yang
terdapat di bagian posterior infundibulum. Ostium sinus maksila biasanya berbentuk
celah oblik dan tertutup oleh penonjolan prosesus unsinatus dan bula etmoid. Sisi anterior
dan posterior dari ostium sinus maksila adalah fontanel dan terletak di sebelah inferior
lamina papirasea. Sinus maksila dapat ditembus dengan relatif aman pada daerah sedikit
ke atas konka inferior dan didekat fontanel posterior.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokal infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara
di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel
sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis),
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya
dan terletak di posterior dari lamina basalis.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di
daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis
maksila.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai
usia maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak
simetris. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15 % orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya
gambaran septum-septum dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi
sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid berbentuk seperti tonjolan yang terletak di lateral septum nasi. Jika sinus
sfenoid telah dibuka dan bagian dinding anterior diangkat maka akan tampak konfigurasi
khas dari bagian dalam sinus sfenoid; yang terdiri dari tonjolan sela tursika, kanalis
optikus dan indentasi dari arteri karotis. Sinus sfenoid mengalirkan sekretnya ke dalam
meatus superior bersama dengan etmoid posterior.
B. Definisi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyakit utamanya
adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sinus paranasal yang sering terkena ialah sinus ethmoid dan maksila, sedangkan
sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga
antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena meyebabkan komplikasi ke orbita dan
intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
C. Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindroma Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto
polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang
berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.
D. Patofisiologi
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak
dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan
ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
E. Klasifikasi dan Mikrobiologi
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: sinusitis
unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran
kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada
irigasi antrum.
Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif.
Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi
pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia
dan neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang
rendah dan invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan
dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita, dan sinus kavernosus. Di kavum nasi,
mukosa berwarna biru kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.
Sering berakhir dengan kematian.
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa juga
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran kliniknya tidak sehebat
yang bersifat fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti
sinusitis bakterial, tetapi sekretnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang bila
dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur.
Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam
rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak sampai mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinis sering menyerupai sinusitis kronis berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur juga di kavum
nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna cokelat kehitaman dengan atau
tanpa pus di dalam sinus.
Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen, anti jamur
sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfoterisin B,
bisa ditambah dengan rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya
perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga ventilasi dan drainase
sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.
F. Menifestasi klinis
diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi
sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari
meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi
bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang
sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
H. Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi,
dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan
di kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada
sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl
atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement juga
merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan
jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
I. Komplikasi
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata, yaitu
sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,
selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis
sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural/subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis dan abses
periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula
pada pipi.
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan.
SINUSITIS JAMUR
A. Definisi Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal
Angka kejadiannya meningkat seiring meningkatnya pemakaian antibiotik,
Kronik
Sering terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik dan
mendestruksi tulang
Sering mengenai sinus maxilla
Gejala berupa rinore purulen, post nasal drip, napas bau, terkadang ada
massa jamur di cavum nasi
C. Etiologi
Jenis jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah spesies
Aspergillus dan Candida.
D. Diagnosis
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur adalah pada kasus :
F. Komplikasi
1 Sinusitis jamur invasif akut
Dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis jaringan sekitar
Trombosis sinus cavernosus dan invasi sistem saraf pusat dan menyebabkan
kematian 50-80%.
2