Anda di halaman 1dari 28

Referat

ABSES SEREBRI

Oleh:
Reska Afriyanti, S.Ked

04054821618006

Rina Novitriani, S.Ked

04084821618231

Pembimbing:
Dr. Theresia Christin, Sp.S

BAGIAN/DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Referat
ABSES SEREBRI
oleh:
Reska Afriyanti, S.Ked

04054821618006

Rina Novitriani, S.Ked

04084821618231

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Periode 17
Oktober21 November 2016.

Palembang, November 2016

Dr. Theresia Christin, Sp.S

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul Abses Serebri. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya Dr. Theresia Christin, Sp.S selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, semua saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat untuk penulis dan
orang lain.

Palembang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN .

KATA PENGANTAR..

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..

BAB III KESIMPULAN ....

27

DAFTAR PUSTAKA

28

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Abses serebri/abses otak (AO) merupakan infeksi intraserebral fokal yang

dimulai sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan


pus yang dikelilingi oleh kapsul serebri disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungus dan protozoa. Abses serebri pada anak jarang ditemukan dan
di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali
melaporkan abses serebri yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada
beberapa

penderita

dihubungkan

dengan

kelainan

jantung

bawaan

sianotik. Mikroorganisme penyebab abses serebri meliputi bakteri, jamur dan


parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia serebri melalui
aliran darah, perluasan infeksi sekitar serebri, luka tembus trauma kepala dan
kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber
infeksinya.1
Angka kematian penyakit abses serebri tetap masih tinggi yaitu sekitar 1060% atau rata-rata 40% walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan
perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan. Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Abses serebri
dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus
frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus oksipital, serebelum dan
batang serebri terjadi pada sekitar 20% kasus.2
Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar serebri maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang
penyebaran secara hematogen dapat terjadi pada setiap bagian serebri, tetapi
paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan serebri pada

lobus tertentu. Abses serebri bersifat soliter atau multipel. Multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri
akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3
Gejala klinik abses serebri berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam,
anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal
sesuai lokalisasi abses. Terapi abses serebri terdiri dari pemberian antibiotik dan
pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis abses serebri dapat menjadi jelek.1
Angka kejadian kasus abses serebri yang masih tinggi dan pentingnya
tatalaksana yang tepat agar prognosis menjadi lebih baik menjadi alasan
pembuatan referat ini. Dalam referat akan dibahas mulai dari definisi,
epidemiologi, anatomi, etiologi dan faktor predisposisi, histologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, diagnosis banding, komplikasi dan
prognosis abses serebri. Setelah membaca referat ini, diharapkan bagi petugas
kesehatan khususnya dokter umum dapat mengenali dan mendiagnosis serta
melakukan tatalaksana awal kasus serebri sehingga komplikasi tidak terjadi.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di serebrum
maupun serebelum. Abses otak biasanya terjadi akibat infeksi fokal di bagian
tubuh lain.4
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul serebri disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa.3
2.2 Epidemiologi
Abses serebri dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling
sering terjadi pada anak berusia 4-8 tahun. Penyebab abses serebri yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler
(terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,
sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi
dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses serebri tidak begitu
dimengerti pada 10-15% kasus.1,2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses serebri
masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya sangat tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). 1,2
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3
per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita,
yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. Menurut Britt, Richard et al., penderita abses

serebri lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan


perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. 3
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses serebri yang
diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita
laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun
dengan rate kematian 55%.5
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien
abses serebri yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo
Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses serebri pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia
sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7
meninggal). Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, serta pandemik AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5
kehidupan.3
2.3 Anatomi Serebri
Anatomi serebri adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi
organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima,
menafsirkan,

serta

untuk

mengarahkan

informasi

sensorik

di

seluruh

tubuh. Ada tiga divisi utama serebri, yaitu serebri depan, serebri tengah, dan
serebri belakang.

Gambar 2.1. Anatomi serebri 7


Pembagian serebri:
1. Prosencephalon - Serebri depan
2. Mesencephalon - Serebri tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Serebri belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
Sawar Darah Serebri (Blood Brain Barrier)5,6
Sawar darah serebri memisahkan dua kompartemen utama dari susunan
saraf, yaitu serebri dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu
darah.Tempat -tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua
kompartemen susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh
darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi
ruang subaraknoid.Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung
satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler.

Sel- sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus


korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah serebri mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi
serebral yang terganggu.

Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah Serebri


Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu
menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan
saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight

junction dapat

menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi substansi yang


dihasilkan dari sel- sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh
darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam Tsel ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan
structural pada pembuluh darah.

10

2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sebagian besar abses serebri berasal langsung dari penyebaran infeksi
telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses serebri dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis bakterial
akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses
multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan serebri).Abses serebri
yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang serebri. 5,6
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh. Sebanyak 20-37% penyebab abses serebri
tidak diketahui.Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,
sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.Berdasarkan sumber infeksi
dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus serebri. 5,6
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di serebri, dekat dengan sumber
infeksinya.Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau
inferior lobus frontalis.Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis.Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis.Sinusitis
frontalis.Infeksi

ethmoidalis

pada

telinga

dapat
tengah

menyebabkan
dapat

pula

abses
menyebar

pada

lobus

ke

lobus

temporalis.Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan


bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum. 5,6
Abses otak dapat disebabkan oleh beraneka ragam bakteri. Organisme
penyebab yang sering dijumpai adalah golongan streptokokus aerobik (S.

11

viridans, S. beta hemolythik), stafilokokus (S. aureus, S. epidermidis), hemofilus


(H. influenza, H. parainfluenza) dan golongan enterobakteria (E. coli, spesies
klebsiela, spesies enterobakteria, sitrobakteria, proteus) dan pneumokokus. Sering
kali kita menjumpai hasil biakan yang steril. Organisme anaerob juga
menunjukkan perannya dalam kejadian infeksi manusia dan yang sering menjadi
penyebab abses otak adalah antara lain: spesies bakteroides (B. fragylis, B.
melaninogenicus), strep. anaerobik (peptostreptokokus), peptokokus, fusobakteria,
veillomella, eikenella, propioni bakteria, klostridia, dan spesies aktinomises (A.
israelii).8
Faktor predisposisi 9:
1. Penyebaran lokal (sebagai contoh infeksi sinus frontalis menyebabkan abses
lobus frontalis, infeksi sinus sphenoid menyebabkan ekstensi sinus
kavernosus, infeksi telinga tengah menyebabkan abses serebelum dan lobus
temporalis.
2. Penyebaran hematogen (sebagai contoh infeksi paru, shunt arteri vena,
penyakit jantung kongenital dan endokarditis, infeksi gigi, infeksi
gastrointestinal
3. Trauma kepala
4. Prosedur operasi bedah saraf
5. Imunosupresi
2.5 Histopatologi
2.5.1 Abses Piogenis disebabkan bakteri
Jaringan serebri rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme
pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan rspon yang
terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses serebri
harus ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan serebri.5

12

Pada penderita meningitis bacteria tidak selalu terjadi abses serebri, hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1.Virulensi bakteri
Komponen

permukaan

subkapsular

bakteri

(dinding

sel

dan

lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di


selaput serebri dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan
serebri.Bakteri

pneumokokus

mempunyai

dua

polimer

dinding

sel

(peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya


peradangan.H. influenza mempunyai kapsul lipopolisakarida bila terjadi
inokulasi ke dalam intrasisternal menyebabkan radang dan merusak sawar
darah serebri.1,2
2. Rusaknya sawar darah serebri
Hanya

bakteri

tertentu

yang

bisa

merusak

sawar

darah

serebri.Kerusakan sawar darah serebri menimbulkan eksudasi albumin yang


mempercepat timbulnya edema serebri dengan kerusakan sel endotel dan
mikrovaskuler serebri. 1,2
3. Imunopatologis
Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan
secara cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor). Interleukin-2 ke dalam CSS
menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan
saraf pusat (astroglia endotel, dan makrofag selaput serebri) untuk melepaskan
sitokin.Sitok
in dieksresikan dan merusak sawar darah serebri. Kondisi imunologis
penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses peradangan
dijaringan serebri. 1,2
2.5.2 Abses disebabkan jamur
Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik.
Awalnya akan tampak invasi vaskuler oleh jamur, disusul thrombosis sekunder
dan infark serebri. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian

13

nekrotik terdapat sel radang, makrofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak
terisi jamur yang telah difagosit. 1,2
2.5.3 Abses disebabkan parasit
Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan
terutama sel mononuclear dikelilingi kongesti vaskuler nekrosis jaringan saraf dan
sel limfotik, sel plasma dan mononuclear lain, disini pembentukan kapsul tidak
ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kistadan trofozoit. Toksoplasma
dapat menyebabkan ensefalitis abses dan granuloma dengan atau tanpa pusat
nekrotik. 1,2
2.6 Patofisiologi
Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar serebri maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian serebri, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan serebri pada lobus tertentu. 1,2
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan serebri
dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan serebri,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi r
adang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel
dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari

14

pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.Peradangan perivaskular


ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita serebri dan peningkatan
efek massa karena pembesaran abses.3,5
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema serebri menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar. 3,5
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih.Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi
astrosit di sekitar serebri mulai meningkat. 3,5
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema serebri di luar kapsul. 3,5

15

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus
frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis
dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen. 3,5
Respon Imunologik pada Abses Serebri 2,3
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke serebri perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui
arteri intraserebral merupakan penyebaran ke serebri secara langsung.
Ada penjagaan serebri khusus terhadap bahaya yang dating melalui
lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah serebri atau blood brain
barrier.Pada toksemia dan septicemia, sawar darah serebri terusak dan tidak lagi
bertindak sebagai sawar khusus.Infeksi jaringan serebri jarang dikarenakan hanya
bakterimia saja, oleh karena jaringan serebri yang sehat cukup resisten terhadap
infeksi.Kuman yang dimasukkan ke dalam serebri secara langsung pada binatang
percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses serebri, kecuali
apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah
diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah
serebri sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan
antibiotik. Jaringan serebri tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak
memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu
terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar serebri, infeksi di serebri
cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.
2.7 Manifestasi Klinis

16

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala


infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya
abses serebri gejala menjadi khas berupa trias abses serebri yang terdiri dari gejala
infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit kepala,
muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis,
ataksia, afaksia). 2,3
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel. 2,3
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit.Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus. Abses batang serebri jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
an berakibat fatal. 2,3
2.8 Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu


penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya.Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,
onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya. 2,3
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks

17

patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan


meningen. 2,3
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. 2,3
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah.Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. 2,3
Pengukuran kadar C-reaktif Protein (CRP) diterapkan untuk membedakan
abses otak piogenik dengan tumor otak atau lesi massa lainnya berkaitan dengan
peningkatan kadarnya di dalam plasma sewaktu ada proses infeksi akut dan
kronis. Pengukuran kadar CRP ini bermakna dan sangat membantu pada kasuskasus dalam stadium dini.10
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses
di hemisfer.Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning serebri
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah serebri yang normal
dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat
juga lebih akurat.1,3

18

Gambar CT Scan Normal

Gambar CT- Scan Abses serebri

Gambaran CT-scan pada abses 5,11 :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Gambaran CT-Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan
sebagian gambaran seperti cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas
sesuai dengan diameter serebritisnya.Didapati mengelilingi pusat nekrosis.

19

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari

zona central inflamasi.


Gambaran CT-Scan : Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian
kontras perinfus.Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
menunjukkan adanya cerebritis.

Early

capsule

stage (hari

10-14):

gliosis

post

infeksi,

fibrosis,

hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini
dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan : Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis
lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral

abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)


Gambaran CT-Scan : Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah
nekrosis tidak diisi oleh kontras.
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.5,6
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis
hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada
kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
daughter abscess biasanya berkembang di medial. 5,11

20

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media
di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed
density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema
yang luas. 5,11
Gambar. Histopatologi & Pencitraan dengan CT Scan dan MRI

10

2.9 Penatalaksanaan 1,2


Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan

terhadap

efek massa (abses

dan

edema)

mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi

21

yang

dapat

Penatalaksanaan awal dari abses serebri meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.Jika
terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur
dan tes sentivitas telah tersedia.
Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Serebri
Etiologi
Infeksi bakteri
bakteri

anaerob,

gram

Antibiotik
negatif, Meropenem

stafilokokkus

dan stretokokkus
Penyakit jantung sianotik
Post VP-Shunt
Otitis media, sinusitis,

Penissilin dan metronidazole


Vancomycin dan ceptazidine
atau Vancomycin

mastoiditis
Infeksi meningitis citrobacter

Sefalosporin generasi ketiga, yang


secara umum dikombinasi dengan
terapi aminoglikosida

Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis


dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang
terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif.Sementara itu pada abses yang terjadi
akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi
dengan vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi
22

ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida.Pada


pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Serebri
Drug Dose
Cefotaxime (Claforan) 50-100

Frekwensi dan rute


2-3 kali per hari,

mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone (Rocephin)

IV
2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari
Metronidazole (Flagyl)

IV
3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari
Nafcillin (Unipen, Nafcil)

IV
setiap 4 jam,

2 grams
Vancomycin

IV
setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya
tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas
serta midline shift pada CT scan.Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah
itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan
pada

pemeriksaan

nervus

optikus

hari

XV

tidak

didapatkan

papil

edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses serebri dipertimbangkan dengan


menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan
peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
23

abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center


tertentu lebih dipilih penggunaan stereserebritik aspirasi atau MR-guided
aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel,
abses batang serebri dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,
seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi
eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi
mengingat

proses

desak

ruang

yang

cukup

besar

guna

mengurangi

efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu
pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di
temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses serebri jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter
lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng
terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,
seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme
dan respon terhadap penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan
tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada
tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging). 3

24

Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami
kejang dengan frekuensi yang cukup sering.Penghentian antikonvulsan ini
ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.
2.10 Diagnosis Banding 11
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses serebri
dapat bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun
hematosubdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosis yang menyeluruh
agar terapi yang diberikan menjadi tepat.
Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
Wall
Nodularity
T1
T2
Meningeal

Abscess
Smooth, thin, regular
Thinner on inner aspect
If present, in inner border
Hyperintense rim
Hypointense rim
Favours

enhancement
Diffusion Imaging High signal
Perfusion imaging Normal signal
dynamic

due

Tumor
Thick, irregular
Thinner on outer aspect
Outer border

Not seen

Low signal
to Low signal due high

collagen and fibrosis in capillary


wall

density

in

tumour

2.11 Komplikasi 10,11


Abses serebri menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema serebri
4. Herniasi oleh massa Abses serebri

25

2.12 Prognosis 6
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses serebri secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.
Prognosis dari abses serebri ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih
cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik
dan mu1tipel.Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.

BAB III
KESIMPULAN
Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan serebri yang disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungus, dan protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka
kematiannya tinggi (rata-rata 40%) sehingga tergolong kelompok penyakit life
26

threaqtening infection. Sebagian besar penderita abses serebri adalah laki-laki,


dibandingkan perempuan (3:1) yang berusia produktif (20-50) tahun.
Sebagian besar abses serebri berasal langsung dari penyebaran infeksi
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries), dapat
timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema,
abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bacterial akut dan subakut dan
pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot ( abses multiple, lokasi pada
substansi putih dan abu dari jarinagn serebri). Dapat juga timbul akibat trauma
tembus pada kepala atau trauma pasca operasi.,
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi.Steroid yang dapat
menurunkan system kekebalan tubuh.
Proses pembentukan abses serebri memakan waktu 2 minggu dan terdiri
dari 4 tahap.Dengan semakin besarnya abses serebri gejala menjadi khas berupa
trias abses serebri yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intracranial,
dan gejala neurologic fokal. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik,
rontgen, CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium.
Terapi definitive untuk abses melibatkan penatalaksanaan terhadap efek
massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa, terapi antibiotic dan test
sensitifitas dari kultur material abses, terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi),
pengobatan terhadap infeksi primer, pencegahan kejang, dan neurorehabilitasi.
Prognosis dari abses serebri ini tergantung dari cepatnya diagnosis
ditegakkan, derajat perubahan patologis, soliter atau multiple, penegakan yang
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada sistem saraf
PERDOSSI. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011. Hal
21-27
2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Serebri. Buku Pedoman SPM
dan SPO Neurologi PERDOSSI. Jakarta: 2006. Hal 27-29.

27

3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. 2008. Hal 320-321.
4. Shambough GE, Glasscock ME. Intracranial complication of otitis media. In :
Shambough GE, Glasscock ME. Eds. Surgery of the Ear. 4th ed.,
Philadelphia : WB Saunders, 1980:249-75.
5. Hakim, Adril Arsyad. Abses Serebri. Departemen Bedah FK USU/ SMF
Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005.
6. Http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005%20(9).pdf diakses pada 21 Oktober 2016 2016 pukul 09.00 WIB.
7. Http://biology.about.com diakses pada 19 Oktober 2016 pukul 15.30 WIB.
8. Louvois J, Gortval P, Hurley R. Bacteriology of abscess of the central nervous
system: a multicentre prospective study. Br Med J 1977; 2:981-4
9. Brook I. Bacteriology of intracranial abcess in children. J Neurosurg
1981; 54:484-8
10. Karandanis D, Hulman JA. Factors associated with mortality in brain
abscess. Archs Int Med 1975; 135:1145-50

11. Http://id.scribd.com/doc/70275247/Abses-Serebri diakses pada 22 Oktober


2016 pukul 11.00 WIB.
12. Http:// stanford.edu/group/parasites/ParaSites diakses pada 19 Oktober 2016
pukul 14.30 WIB.

28

Anda mungkin juga menyukai