Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang

ditandai dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti


dengan hipoproteinemia (hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan
edema.Dan

hal

ini

berkaitan

dengan

timbulnya

hiperlipidemia,

hiperkolesterolemia dan lipiduria.1


Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,1 dengan
prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak.2 Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.2
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran
patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif
difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan
nefropati membranosa (GNM) 1,5%.2

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Pasien
Nama

: M. Rifa

T.T.L / Usia

: Indralaya, 7 Oktober 2012 / 2Tahun11 Bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

BB MRS

: 20 kg

Tinggi Badan

: 95 Cm

Alamat

: Jl. Jarum Sakti, Indralaya

Agama

: Islam

Rekam Medik

: 50.17.89

MRS

: Selasa, 1September 2015 (Pukul 13.00 WIB)

Ayah
Nama

: Tn. Munawar

Pendidikan

: SMA

Usia

: 34 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Penghasilan

: 1.500.000/Bulan

BB/TB

: 60 kg / 165 cm

Ibu
Nama

: Ny. Nurhasanah

Pendidikan

: SMP

Usia

: 23 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan

: Turut Suami

BB/TB

: 65 kg / 160 cm

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama:

Sembab pada kedua kelopak

mata dan perut secara mendadak.


b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 3 bulan yang lalu, OS mengalami demam tidak terlalu tinggi,
demam hilang timbul, demam lebih tinggi pada malam hari, dan tidak
disertai kejang, menggigil, riwayat mimisan ataupun gusi berdarah. OS
juga suka mengeluh mudah capek apabila sedang bermain bersama
teman sebaya dan sesak berkurang apabila beristirahat, sesak saat
berbaring disangkal dan sesak tidak dipengaruhi seluruh aktivitas. OS
juga sering merasakan mual tetapi tidak muntah. Minum seperti biasa
dan nafsu makan berkurang. BAK dan BAB tidak ada kelainan. 2 hari
kemudian,OS mengalami sembab pada salah satu kelopak mata, lalu 2
hari kemudian sembab pada kedua kelopak mata. Lalu 2 hari
selanjutnya, wajah terlihat sembab, sembab kedua tangan dan kedua
kaki, perut, dan kantung kemaluan.Dimana pada saat bangun tidur OS
terlihat sembab, lalu pada siang hari sembab lebih terlihat pada bagian
perut, tangan dan kaki. Sembab pada hanya salah satu kaki disangkal dan
sembab disertai rambut tipis berwarna kemerahan seperti rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, mudah rontok disangkal.OS juga
mengalami BAB keras berwarna kuning, BAB berwarna pucat seperti
dempul dan sering mengalami BAB cair tanpa sebab disangkal. BAK
sedikit warna kuning agak keruh, BAK warna merah seperti cucian
daging disangkal, tidak ada keluhan nyeri pinggang, minum banyak dan
nafsu makan berkurang. Demam, muntah, batuk, pilek, sesak, badan dan
mata berwarna kuning disangkal.Lalu, OS berobat ke puskesmas dan

dirujuk ke RSUD Palembang Bari.


Sejak 2 bulan yang lalu, OS dirawat di bangsal kelas 3 anak non-infeksi
dan dirawat 20 hari, dan dinyatakan sembuh dengan sembab pada
tubuh mulai reda dan berat badan yang sudah kembali normal yaitu 17
kg. OS diizinkan pulang dan harus kontrol sekali dalam 1 minggu.

Pada hari Selasa tanggal 1 September 2015, pada saat kontrol ke poli
anak RSUD Palembang Bari untuk ketiga kalinya orang tua OS
mengeluh timbul sembab kembali pada kedua kelopak mata dan perut
OS secara mendadak 1 hari sebelum kontrol ke poli. Sesak napas (-).
Sembab timbul pada kedua kelopak mata lebih jelas terlihat di pagi hari
pada saat bangun tidur dan bengkak lebih terlihat di perut pada siang
hari tetapi bengkak di tangan dan kaki disangkal. BAK sedikit, berwarna
jernih, BAK berwarna cucian daging disangkal, demam disangkal, batuk
dan pilek disangkal. BAB cair disangkal. Badan dan mata berwarna
kuning disangkal.Dan OS kembali dirawat inap di bangsal kelas 3 anak
non-infeksi untuk terapi lebih lanjut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Os pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya pada 2 bulan yang
lalu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang pernah mengalami keluhan sembab pada kedua kelopak
mata dan perut dalam keluarga.
Kesan:bukan merupakan penyakit yang diturunkan dari dalam
keluarga.
e. Riwayat Kelahiran
G1P0A0/P1A0,lahir 38 minggu, langsung menangis, ditolong bidan,
riwayat ibu demam (-), KPSW (-), BBL: 2800 gram, PBL: 50 cm, LK:
33.
Kesan: Neonatus Cukup Bulan + Sesuai Masa Kehamilan

f. Riwayat Imunisasi
Usia Pemberian
0 Bulan
1 Bulan

Jenis Imunisasi
Hb0
BCG
Polio 1

Ya/Tidak
Ya
Ya
Ya
4

Polio 2
Ya
DPT1-HB1
Ya
Polio 3
Ya
3 Bulan
DPT1-HB2
Ya
Polio 4
Ya
4 Bulan
DPT3-HB3
Ya
9 Bulan
Campak
Ya
Polio 5
Ya
18 Bulan
DPT 4
Ya
Kesan: OS mendapat imunisasi lengkap sampai usia18 bulan.
2 Bulan

g. Riwayat Gizi
ASI eksklusif
: 0- 3 bulan, frekuensi 6 kali sehari.
Tahap makan
:
Pada usia 6 bulan sudah mendapat bubur saring, frekuensi3x/hari (usia 6
bulan 9 bulan)
Pada usia9 bulan diberikan nasi tim, frekuensi 3x/hari (usia 9 bulan 11
bulan)
Pada usia 11 bulan mulai diberikan makanan dewasa, frekuensi 3x/hari
(11 bulan sampai sekarang). Berikut adalah rata-rata komposisi

makanan perhari ( 1 bulan terakhir ) yang dikonsumsi :


- Susu
: 5 gelas/hari. 1 gelas = 200 cc
(Jadi, 5 x 200 cc = 1000 cc/hari)
- Nasi putih
: 3 x/hari. 4sendok makan
(Jadi, 3 x 5 = 15 sendok makan/hari)
- Telur dadar : 1 butir/hari
- Daging ayam : 1 porsi besar/hari
Kebutuhan kalori per hari (RDA)
Berat badan sekarang = 19 kg, Berat badan ideal = 18 kg.
Usia tinggi 2 tahun 11 bulan, RDA = 100 kkal.

Kebutuhan kalori = BB ideal x RDA menurut usia tinggi


= 18 kg x 100 kkal
= 1.800 kkal
Jadi, perhitungan kalori rata-rata yang dikonsumsi perhari adalah
sebagai berikut:
-

Kandungan susu = 66 kkal/100gram


Konsumsi susu per hari = frekuensi pemberian x sendok takar
5

= 5 x 6 sendok takar (10 gram/sendok)


= 5 x 60 gram
= 300 gram x kalori per 100 gram
300 gram
= 100 gram x 66 kkal
= 198 kkal/100 gram
Kandungan nasi putih = 363 kkal/100gram

Konsumsi nasi per hari = frekuensi pemberian x banyaknya


= 3 x 5 sendok (15 gram/sendok)
= 3 x 75gram
= 225 gram x kalori per 100 gram
225 gram
= 100 gram x 363 kkal
-

= 816 kkal/100gram
Kandungan telurdadar = 93 kkal/1 butir
Konsumsi telur per hari = jumlah butir x kalori
= 1 x 93 kkal
= 93 kkal
Kandungan daging ayam = 302 kkal/1 porsi besar
Konsumsi daging ayam per hari = banyak yang dikonsumsi x
kalori
= 1 x 302 kkal
= 302 kkal

Jadi, total kalori/hari = 198 kkal + 816 kkal + 93 kkal + 302 kkal
= 1409 kkal/hari.
Jadi, total kalori yang dikonsumsi kebutuhan kalori perhari (RDA)
= 1409 kkal 1800 kkal = -391 kkal.
Kualitas: pemberian makanan sudah cukup bervariasi.
Kuantitas: kalori makanan yang dikonsumsi perhari sudah mendekati
jumlah kalori yang dibutuhkan.Kesan: riwayat gizi baik.
h.
No
.
1.

Riwayat Perkembangan
Riwayat Perkembangan (KPSP untuk Usia 36 Bulan)
Pemeriksaan

Bila diberi pensil, apakah anak


mencoret-coret kertas tanpa

Aspek
Perkembangan
Gerak halus

Jawaban
Ya Tidak

2.

bantuan/petunjuk?
Dapatkah anak meletakkan 4 buah

Gerak halus

Bicara & bahasa

Bicara & bahasa

Gerak kasar

Bicara & bahasa

Gerak halus

kubus satu persatu di atas kubus yang


3.

lain tanpa menjatuhkan kubus itu?


Dapatkah anak menggunakan 2 kata
pada saat berbicara seperti minta

4.

minum; mau tidur?


Apakah anak dapat menyebut 2
diantara gambar-gambar ini tanpa
bantuan?

5.

6.

7.

Dapatkah anak melempar bola lurus


ke arah perut atau dada anda dari jarak
1,5 meter?
Ikuti perintah ini dengan seksama.
Jangan memberi isyarat dengan
telunjuk atau mata pada saat
memberikan perintah berikut ini:
Letakkan kertas ini di lantai.
Letakkan kertas ini di kursi.
Berikan kertas ini kepada ibu.
Dapatkah anak melaksanakan ketiga
perintah tadi?
Buat garis lurus ke bawah sepanjang
sekurangkurangnya 2.5 cm. Suruh
anak menggambar garis lain di
samping garis tsb.

8.

9.
10.

Letakkan selembar kertas seukuran


buku di lantai. Apakah anak dapat
melompati bagian lebar kertas dengan
mengangkat kedua kakinya secara
bersamaan tanpa didahului lari?
Dapatkah anak mengenakan sepatunya
sendiri?

Gerak kasar

Sosialisasi &

Kemandirian
Gerak kasar

Dapatkah anak mengayuh sepeda roda


tiga sejauh sedikitnya 3 meter?
Kesan: perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya
(tidak ada gangguan perkembangan).
J. Riwayat Pertumbuhan
1. Grafik Berat Badan/Umur

BBS : 19 Kg
Usia : 2Tahun 11 Bulan
Nilai growth chart : 2 SD s/d 3 SD
Kesan Gizi lebih (Overweight)
BB ideal : 14 kg

2. Grafik Panjang Badan/Umur

PBS : 95 Cm
Usia : 2Tahun 11 Bulan
Nilai growth chart : 0 SD s/d
2 SD
Kesan Normal

3. Grafik Berat Badan/Panjang Badan

BBS : 19 Kg
PBS : 95 Cm
Usia : 2 Tahun 11 Bulan
Nilai growth chart: 2 SD s/d -3 SD
Kesan: Obesitas, tapi tidak dapat
dihitung karena edema

K. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga dan Lingkungan Rumah


Pekerjaan orang tua: Wiraswasta
Pendapatan: Rp 1.500.000 / bulan
Pendapatan keluarga diolah dengan cara menghitung banyaknya
penghasilan keluarga dalam satu bulan dibagi jumlah anggota keluarga,
lalu dikategorikan pada golongan keluarga mampu dan tidak mampu.
Tergolong miskin apabila pendapatan perkapita < Rp.150.000/bulan
dantergolong

tidak

miskinapabila

pendapatan

perkapita

Rp.

150.000/bulan.
Jumlah keluarga
Jumlah penghasilan
Pendapatan perkapita

: 3 orang
: 1.500.000/bulan
: 1.500.000/3= 500.000
10

Kesan
: Tergolong tidak miskin
Di asuh oleh
: Ibunya sendiri
Lingkungan Rumah
: Perumahan
Rumah sendiri
Ukuran: 6 x 10 m
Jendela: 6 buah
Penerangan cukup: Lampu 14 watt/ruangan.
Kamar tidur: 1 buah
Kamar mandi: 1 buah (diluar rumah), MCK baik.
Dapur: 1 buah
Lantai: Keramik
Sumber air: Sumur (Untuk semua aktivitas)
Ukuran rumah ideal bagi keluarga yang berjumlah 3orang adalah
20 m2. Keadaanrumah cukup baik ditinjau dari ventilasi, pencahayaan,
serta perbandingan luas rumah dengan jumlah penghuni.
Kesan Rumah dan Lingkungan :baik.
2.3. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 95x/mReguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 30x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Axilla

: 36,8oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

Berat Badan Sekarang

: 19 kg

Tinggi Badan Sekarang

: 95 cm

Lingkar Perut

: 55 cm

Input

:520 cc

Urine Output

: 900 ml

Diuresis

: 1,97 cc

Balance

: -380 cc.

Tinggi potensi

Tinggi badan Ayah+ Tinggibadan Ibu+13


8,5 cm
2
:

genetik
165 cm+155 cm+13
(rumus)
8,5 cm
2

11

307 cm
8,5 cm=166,5 8,5 cm=158 cm175 cm
2

B. Pemeriksaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, 50 cm.

Rambut
Kulit
Mata

: Warna hitam,tidak mudah di cabut.


: Sawo Matang
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor, diameter 3 mm,
edema palpebra (+/+), eksoftalmus (-), enoftalmus (-),
strabismus (-), mata cekung (-/-).
: Simetris(+), sekret (-/-),nyeri tekan tragus (-/-)
: Sekret (-/-), hiperemis (-/-), epistaksis (-)
: Mukosa lidah kering (-), mukosa bibir kering (-), Sianosis
sirkum oral (-), tonsil membesar (-), faring hiperemis (-),
gigi karies (-)
: KGB membesar (-), kaku kuduk (-)
:

Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
Paru
Inspeksi

: Simetris, statis (kanan sama dengan kiri) dinamis (tidak


12

ada yang tertinggal), sela iga melebar (-), retraksi (-), jumlah mamae 2
(+)
Palpasi
: Stemfremitus kanan = kiri, nyeri tekan sela iga (-)
Perkusi
:Sonor pada semua lapangan paru, nyeri ketok sela iga (-)
Auskultasi :Vesikuler (+/+) normal, ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
:Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
:Jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR 120 x/menit, reguler, BJ I-II (+) normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
:Cembung, venektasi (-), meteorismus (-)
Auskultasi :BU (+) meningkat
Palpasi
: Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit kembali cepat
Perkusi
:Redup, Shifting Dullness (+), Undulasi (+)
Ekstremitas Atas
: Akral hangat (+), edema (-),CRT < 2
detik, pucat (-), pitting edema (-)
Ekstremitas Bawah
: Akral hangat (+), edema (-)
CRT < 2 detik, pucat (-),pitting edema (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), hiperemis (-)

C. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Motorik
Lengan
Kanan
- Gerakan
: Cukup
- Kekuatan : 5
- Tonus
:
Normal
- Refleks fisiologis
Biceps
:Positif
Triceps
: Positif
Brachioradialis:Positif
- Refleks patologis
Hoffman Tromner :Negatif

Kiri
Cukup
5
Normal

Tungkai
- Gerakan

Kiri
Cukup

Kanan
Cukup

Positif
Positif
Positif
Negatif

13

Kekuatan :
5
Tonus
:
Normal
Klonus
Paha
:
Tidak ada
Kaki
:
Tidak ada
- Refleks fisiologis
KPR
:
Positif
APR
:
Positif
- Refleks patologis
Babinsky :
Negatif
Chaddock :
Negatif
Oppenheim:
Negatif
Gordon
:
Negatif
Schaeffer :
Negatif
Rossolimo :
Negatif
Tropik :
Eutropi

5
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Eutropi

Pemeriksaan Sensorik
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Pemeriksaan
Uji sentuhan
Uji rasa nyeri
Uji perasaan vibrasi
Uji posisi
Uji koordinasi

Ada
+
+
+
+
+

Tidak Ada

Gerak Rangsang Meningeal (GRM)


-

Kaku kuduk
Kernig
Lassergue
Brudzinsky
I
II

: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif

Kesan : Pemeriksaan status neorologis dalam batas normal


2.4. Diagnosis Banding
Sindrom nefrotik
Glomerulonefritis akut
14

2.5. Pemeriksaan Penunjang


-Urin Rutin
2.6. Diagnosis
Sindrom nefrotik kasus relaps jarang.
2.7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Prednisone 30 mgdengan pemberian 3:2:1
- Furosemide 2x1/2 tab
- Infus Albumin rendah garam 20-25% 1 gr/kgBB nilai albumin <1,5
-

gr/dl
Furosemide IV 1-2 mg/kgBB setiap infus albumin telah masuk.

Non Medikamentosa
-

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari selama edema/mendapat terapi steroid.

Diet rendah protein 2 gr/hari.

2.8. Prognosis
Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad functionam

: Bonam

15

2.9.Hasil Pemeriksaan Laboratorium


1

11

13

Septemb

Septemb

Septemb

Septemb

Septemb

Septemb

er 2015

er 2015

er 2015

er 2015

er 2015

Kolestero

er 2015
522

l total
Protein

3,5

total
Albumin
Globulin
Ureum
Creatinin

1,5
2,0
63
1,04

Nilai Normal

< 200 mg/dl


6,7 7,8 g/dl
2,2

1,1

1,45

1,69

1,84

3,8 5,1 g/dl


1,5 2,0 g/dl
20 40 mg/dl
L : 0,9 1,3
mg/dl
P : 0,6 1,1
mg/dl

16

Urine

10

Nilai

September

September

September

Normal

Warna
Kejernihan
Berat jenis
pH
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton

2015
Kuning
Jernih
1,015
6,5
+++
-

2015
Kuning
Keruh
1,015
6,5
+++
-

2015
Kuning
Jernih
1,015
6,5
+++
-

Kuning
Jernih
1003- 1030
4,5-8,0
-

Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Kristal
Silinder

+
2-3
1-2
+
-

+
5-10
1-2
+
-

+
2-4
3-5
+
-

+
< 3/LPB
<5/LPB

17

2.10. Follow Up
Tanggal
3 September
2015

Keterangan
S: Bengkak pada kedua mata dan perut
O: Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 95x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 28x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,7oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 18 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 54 cm

Input

: 800 ml

Output

: 400 ml

Diuresis

: 0,92 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

Normocephali, mata cekung (-/-), sklera


ikterik (-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema
palpebra (+/+)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)


18

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2

4
september201
5

Furosemide 1x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

- Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak pada mata dan perut belum berkurang
O: Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
Sens: Compos Mentis
: 96x/m Reguler (i/t cukup)

Nadi
Pernapasan

: 30x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,6oC

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

BBS

: 18 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 54 cm

Input

: 500 ml

Output

: 750 ml

Diuresis

: 1,73 cc/ 24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(+/+)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


19

(-/-)
Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 1x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

5 september
2015

Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak berkurang pada satu kelopak mata, bengkak di perut
(+)
O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sens: Compos Mentis
: 94x/m Reguler (i/t cukup)

Nadi
Pernapasan

: 26x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,9oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 18 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 54 cm

Input

: 700 ml

Output

: 690 ml

Diuresis

: 1,6 cc/ 24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik
(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(+/-)
20

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo : Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)


Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 2x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

7 September
2015

Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak pada kedua mata berkurang, perut bengkak (+)
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 95 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 28 x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,7oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 18 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 54 cm

Input

: 500 ml

Output

: 580 ml

Diuresis

: 1,34 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
21

(-/-)
Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2

8
september201
5

Furosemide 2x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

- Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Perut bengkak (+)
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 92 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 26 x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,7oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 19 kg

TBS

: 95 cm

LP
Input
Output
Diuresis

: 55 cm
: 350ml
: 475 ml
: 1,09 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
22

Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2

9 september
2015

Furosemide 2x 1/2 tab


Infus Albumin rendah garam 20-25% 1 gr/kgBB

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

- Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak pada perut belum berkurang
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 98 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 30 x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,5oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 19 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 54 cm

Input

: 550ml

23

Output

: 650 ml

Diuresis

: 1,42 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 2x 1/2 tab


Inj Furosemide 2 mg/kgBB
Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

10 September
2015

Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak pada perut belum berkurang, skrotum membesar.
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 92 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 30 x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,6oC

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

BBS

: 19,5 kg

TBS

: 95 cm
24

LP

: 56 cm

Input

: 600ml

Output

: 550 ml

Diuresis

: 1,17 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (+), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 2x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

11
september201
5

Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Bengkak pada perut (+), scrotum bengkak (+)
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 90 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 28 x/m teratur. Pola torakoabdominal

Suhu Badan

: 36,9oC

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg
25

BBS

: 19,5 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 55 cm

Input

: 620ml

Output

: 500 ml

Diuresis

: 1,06 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (+), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 2x 1/2 tab

Bedrest (tirah baring).

Diet rendah garam 1-2 g/hari

12 september
2015

Diet rendah protein 2 gr/hari.


S: Perut bengkak (+), scrotum bengkak (-)
O: Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 96 x/m Reguler (i/t cukup)

Pernapasan

: 30 x/m teratur. Pola torakoabdominal


26

Suhu Badan

: 36,8oC

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

BBS

: 19 kg

TBS

: 95 cm

LP

: 55 cm

Input

: 650ml

Output

: 480 ml

Diuresis

: 1,05 cc/24 jam

Keadaan Spesifik
Kepala

: Normocephali, mata cekung (-/-), sklera ikterik


(-/-),konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: Simetris, Retraksi (-/-)

Pulmo

: Vesikuler (+/+) Normal, Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-)

Cor

: BJ I-II Normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU


(+) normal, nyeri tekan (-), asites (+), undulasi
(+), shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2, pucat (-)
Genitalia

: scrotum edema (-), scrotum hiperemis (-)

A: Sindrom Nefrotik
P: - Prednison 30 mg 3:2:2
-

Furosemide 2x 1/2 tab

Diet rendah garam 1-2 g/hari

Diet rendah protein 2 gr/hari.

27

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis
yang ditandai dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria),
diikuti

dengan

hipoproteinemia

(hipoalbuminemia)

dan

akhirnya
28

mengakibatkan

edema.Dan

hal

ini

berkaitan

dengan

timbulnya

hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.1


3.2. Epidemiologi
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak
berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif
berkisar15,5/100.000.3 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari
sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder.
Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak.
Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio
antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi
pada anak dibawah 5 tahun.2, 6
Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada
anak per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita
glomerulopaty yang bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang
dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik 1.
Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsung
dengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita
sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik karena:1
1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan
komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).
2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi
karena

pemakaian

steroid,

dan

dyscaria

darah

karena

obat

imunosupresif lain.
Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa,
dan kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan
penyakit lesi minimal.1,7Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara
proprosional sesuai dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal
segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakan sub kategori nefrotik
sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannya cenderung
meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakan
sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih
29

besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak
dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit
virus lain.7
3.3. Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah
satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi.
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1.
2.
3.
4.

Kelainan minimal (KM)


Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1, 8, 9
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya

berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi


sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan
pada anak-anak.9
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti
misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
30

1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,


sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga,
bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus
Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome. 4, 5
3.4. Patofisiologi
1. Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN.Proteinuri sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan
hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri
tubular).Perubahan integritas membrana basalis glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah
albumin.Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein.Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
(size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (change
barrier).Pada

SN

kedua

mekanisme

penghalang

tersebut

ikut

terganggu.Selain konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos


tidaknya protein melalui MBG.Proteinuria dibedakan menjadi selektif
dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar
melalui urin.Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul
kecil misalnya albumin.Sedangkan non-selektif apabila protein yang
keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.10, 4
2. Edema
31

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom


nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di
jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin
(hipoalbuninemia),

akibat

kehilangan

protein

melalui

urin.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,


yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular
keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan
penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem
renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium
ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang
pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air
dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan
dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial
sehingga memperberat edema. 10

Kelainan
Glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemi

Tekanan onkotik koloid


plasma

Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi


ADH

32

Edema

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek


renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan
ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan
edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron
terutama kenaikan konsentrasi hormone aldosteron yang akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium
sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga
terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin
yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus
meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan
desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi
natrium.

33

Kelainan
Glomerulus

Retensi Na renal
primer
Volume plasma

Edema

Albuminuria Hipoalbuminemia

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma


dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut
tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori
overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom
nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron
menurun terhadap hipovolemia. 10
3. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah <
2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh
proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional
34

deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik


koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi
ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler
ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume
plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya
retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai
usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan
intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan
pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik
plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang
interstitial.4
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin
yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi
berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal
dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan
kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.
Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan
fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru
memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas
renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru
yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan
air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung
pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam
kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron
rendah sebagai akibat hipervolemia.4
4. Hiperlipidemia
35

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low


density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high
density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal
ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron

dan

intermediate

density

lipoprotein

dari

darah).

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan


albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.10
3.5. Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
1. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema,
yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik.
Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira
sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh
dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak
sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian
menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM
dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut
disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas
pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal
daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh,
36

dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi


anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi
pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit,
anak tampak lebih pucat.4,5
2. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif
yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan
sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi
pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding
perut atau pembengkakan hati.2,4
3. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten-steroid.2,4
4. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
5. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau
tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang
menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus
albumin dan diuretik.5
6. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada
penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik
terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan
dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada
orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan
orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.5
7. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC)
menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan
diastolik lebih dari 90th persentil umur.2

Tanda sindrom nefrotik yaitu :


37

1. Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram
per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar
dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
2. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum
< 2.5 g/dL. 1,5
3. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar
kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi
sempurna dari proteinuria. 1,5
4. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik.1,5
5. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan
kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe
histologik yang bukan SNKM. 1,5
6. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom
nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya
efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat
sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering
pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal. 1,5
3.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/
kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah antara lain
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
-

hematokrit, LED)
Kadar albumin dan kolesterol plasma
38

Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik

atau dengan rumus Schwartz


Titer ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis
Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear
antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :12


-

Usia > 6 tahun atau < 1 tahun, dengan manifestasu sindrom nefritis
C3 menurun secara peresisten
Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin
dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum

menurun
Sindrom Nefrotik resisten steroid

3.7. Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya,
sebaiknya penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux.Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberculosis
(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
disesuaikan dengan kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang
dianggap kontra indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan
terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet protein
normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu
2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi

39

energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam
(1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases
in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan
pemberian prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari
(maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan).Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan
selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama,
remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah
pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu
pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating
(selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid.
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat
dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai
remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis
alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami
proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai
pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya
infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari
dan bila setelah pemberian antibiotic kemudian proteinuria menghilang,
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan
proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan
diberi pengobatan relaps.

40

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca


pengobatan inisial, sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan
penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan
pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam
beberapa penggolongan, yaitu :
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4
pilihan, yaitu :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi
di gigi atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik
relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan
prednisone dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan
dosis yang diturunkan perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB
alternating. Dosis ini disebut threshold dan dapat diteruskan selama 612 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah
dapat mentolerir prednisone 0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah
sampai 1mg/kgBB secara alternating.
Prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu), dialnjutkan dengan prednisone alternating 40 mg/m 2 LPB/hari
dan imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari)
dosis tunggal selama 8 minggu
Prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750
mg/m2 LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan selama 6 bulan
41

berturut-turut dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12


minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari
selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan).
Prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis
tunggal selama 12 minggu dan prednisone alternating 40 mg/m2
LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan
0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan).
d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid
1. Siklofosfamid
Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik
dan

imunosupresif.Siklofosfamid

menunjukan

kemampuan

memperpanjang masa remisi dan mencegah kambuh sering.Indikasi


penggunaan

siklofosfamid

yaitu

bila

terjadi

kegagalan

mempertahankan remisi dengan menggunakan terapi prednisone


tanpa menyebabkan keracunan steroid.Siklofosfamid diberikan 3
mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12 minggu.Terapi
prednisone selang sehari tetap diberikan selama penggunaan
siklofosfamid ini.
Selama pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek
samping yang mungkin terjadi antara lain : leucopenia, gangguan
gastrointestinal, infeksi varicella disseminate, sistisis hemoragik,
alopesia, keganasan, azoospermia, dan infertilitas. Selama terapi
dengan siklofosfamid, kadar leukosit perlu diperiksa setiap minggu,
dan pengobatan perlu dihentikan dahulu bila kadar leukosit menjadi
5000/mm3.
2. Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi
steroid dalam menginduksi remisi pada penderita ketergantungan
42

steroid dan kambuh sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah


0,2 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu.
3. Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat
ini juga mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya,
tetapi sifatnya memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol
2,5 mg/kgBB diberikan selang sehari selama 4-12 bulan.
4. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi
dicapai dengan steroid.Umumnya terapi ini digunakan bila
siklofosfamid kurang efektif.Dosis awal yang digunakan yaitu 5
mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol
karena

memberikan

efek

nefrotoksik.

Siklosporin

dapat

menyebabkan kelainan histologist bahkan pada penderita yang


ginjalnya normal sekalipun. Efek samping lain yang sering
ditemukan

yaitu

hipertrikosis,

hyperplasia

gusi,

gejala

gastrointestinal, dan hipertensi.


e. Penderita lama (pengobatan relaps)
- Relaps tidak frekuen : prednisone 2mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis,
diberikan 3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermitten
-

dibagi dalam 3 dosis selama 4 minggu.


Relaps frekuen : berikan prednisone dosis penuh sampai remisi,
kemudian dilanjutkan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid
atau klorampusil bersama-sama dengan prednisone dosis intermiten

selama 8 minggu.
f. Penderita rawat jalan
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan,
mengukur tinggi badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda
lainnya

43

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin,


darah tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali
tergantung pada situasi
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi
total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat,
proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan
antibiotika (ampisillin atau amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada

proteinuria maka dianggap sebagai relaps.


g. Pengobatan tambahan
Mengatasi edema anasarka dengan

memberikan

diuretik,

furosemid 1-2mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral


Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau
plasma 10-20 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1

mg/kgBB/kali
Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5g/dL)
berikan albumin atau plasma darah

3.8. Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik,
komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
bakteri selama kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
disebabkan oleh: 11
a. penurunan kadar imunoglobulin

kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat


menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18%
dari normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini
menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang

diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM


cairan edema yang berperan sebagai media biakan.6
defisiensi protein,
penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
imunosupresif karena pengobatan,
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
44

kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin

yang meng oponisasi bakteria tertentu.


Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap
bakteria tertentu seperti :7
- Streptococcus pneumoniae,
- Haemophilus influenzae,
- Escherichia coli,
- Dan bakteri gram negatif lain
- Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering,
belum jelas sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan
antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi
profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif
dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis.11
2. Kelainan koagulasi dan trombosis
a. Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom,
pada kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi
ini, sedang pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi
tromboembolism.

6, 7

Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan

faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh


meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan
sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti trombin
II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan
konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam
plasma4. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik
dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda:7
b. peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
-

meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin


seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan

antiplasmin
hipoalbuminuria

mengakibatkan

aktivasi

trombosit

lewat

tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan


karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis.
45

c. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor


jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler
glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin
dan agregasi trombosit.
3. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan
pertumbuhan (failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia
hypoproteinemia, peningkatan katabolisme

protein, atau akibat

komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran


gastrointestinal.6, 7
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat
pula menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid
dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat
maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila
dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid
tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan,
tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon
pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer ,
melalui efeknya terhadap somatomedin.
4. Perubahan hormon dan mineral
Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon

timbul

karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin


pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom
nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya
proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan
disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya
kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan menetap.7
5. Anemia
46

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom


nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang
tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi.
volume vaskular yang

Pada pasien dengan

bertambah anemia nya terjadi karena

pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang


sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah
besar.

3.9. Prognosis
Prognosis sindrom nefrotik idiopatik pada umur muda dan anak
dan pada wanita lebih baik dari pasien umur lebih tua atau dewasa dan lakilaki.MCD mempunyai prognosis baik, dapat terjadi remisi spontan pada
pasien

anak-anak.

Hanya

sebagian

kecil

pasien

dengan

MCD

memperlihatkan progresivitas dan mempunyai prognosis buruk.10


Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan
respons yang baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi
relaps. Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama
pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal
terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan
fungsi ginjal.
3.10.

Pencegahan

1. Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi


sekunder.
2. Pada orangtua diberikan penerangan yang cukup mengenai semua risiko
yang mungkin terjadi dan mengenai diet anak, yakni menghindari
makanan yang banyak mengandung garam dan memperbanyak makan
47

makanan yang mengandung protein, seperti putih telur, tahu, tempe dan
ikan.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Analisis Kasus
Pada kasus ini, pasien adalah

seorang anak berusia 2 tahun 11bulan

datang ke rumah sakit RSUD Palembang BARI. Berdasarkan alloanamnesa


dengan orangtua penderita, dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan :
Sejak 3 bulan yang lalu, OS mengalami demam tidak terlalu tinggi,
demam hilang timbul, demam lebih tinggi pada malam hari, dan tidak disertai
kejang, menggigil, riwayat mimisan ataupun gusi berdarah. OS juga suka
mengeluh mudah capek apabila sedang bermain bersama teman sebaya dan sesak
berkurang apabila beristirahat. OS juga sering merasakan mual tetapi tidak
muntah.Minum seperti biasa dan nafsu makan berkurang.BAK dan BAB tidak ada
kelainan. 2 hari kemudian, OS mengalami bengkak pada salah satu kelopak mata,
lalu 2 hari kemudian bengkak pada kedua kelopak mata. Lalu 2 hari selanjutnya,
wajah terlihat sembab, bengkak kedua tangan dan kedua kaki, perut, dan kantung
kemaluan.Dimana pada saat bangun tidur os terlihat sembab, lalu pada siang hari
bengkak lebih terlihat pada bagian perut, tangan dan kaki.Os juga mengalami
BAB keras berwarna kuning, BAK sedikit warna kuning agak keruh, BAK warna
merah seperti cucian daging disangkal, tidak ada keluhan nyeri pinggang, minum
48

banyak dan nafsu makan berkurang.Demam, muntah, batuk, pilek, dan sesak
disangkal.Dan OS berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD Palembang Bari.
Sejak 2 bulan yang lalu, OS dirawat di bangsal kelas 3 anak noninfeksi dan dirawat 20 hari, dan dinyatakan sembuh dengan bengkak pada tubuh
mulai reda dan berat badan yang sudah kembali normal yaitu 17 kg. OS diizinkan
pulang dan harus kontrol sekali dalam 1 minggu.
Pada hari Selasa tanggal 1 September 2015, pada saat kontrol ke poli
anak RSUD Palembang Bari untuk ketiga kalinya orang tua OS mengeluh timbul
bengkak kembali pada kedua mata dan perut OS secara mendadak 1 hari sebelum
kontrol ke poli. Sesak napas (-).Bengkak timbul pada kedua kelopak mata lebih
jelas terlihat di pagi hari pada saat bangun tidur dan bengkak lebih terlihat di perut
pada siang hari tetapi bengkak di tangan dan kaki disangkal.BAK sedikit,
berwarna jernih, BAK berwarna cucian daging disangkal, demam disangkal, batuk
dan pilek disangkal.Dan OS kembali dirawat inap di bangsal kelas 3 anak noninfeksi untuk terapi lebih lanjut.

Keluhan utama berupa bengkak pada kelopak mata dan perut secara
mendadak.

Adanya oliguria.

Dan pernah dirawat inap tentang keluhan yang sama.


Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil yang abnormal seperti berat badan

mencapai 19 kg yang dimana untuk balita berusia 2 tahun 11 bulan melalui


penghitungan dengan menggunakan Z-Score 2-5 tahun, standar growth chart
berada diantara 2 SD 3 SD yang berarti memiliki kesan gizi lebih atau
overweight. Meskipun hasil ini terganggu dengan ada edema yang dialami
penderita.
Lingkaran perut yang mencapai 55 cm ini menandakan bahwa terjadinya
edema dikarenakan terjadinya kerusakan pada glomerulus yang menyebabkan
protein dapat lolos masukke tubus distal untuk disekresikan melalui urine.Dengan
keluarnya protein melalui urin maka terjadilah penurunan albumin sehingga
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi
cairan dari ruang intravaskuler keruangan intersisial.
49

Penurunan volume intravaskuler ini

menyebabkan penurunan tekanan

perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron,


yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume
intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi
penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka
cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial
sehingga memperberat terjadinya edema.
Disamping itu juga, terjadinya retensi natrium oleh ginjal menyebabkan
cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema
akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormone aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal
untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis)
menurun.
Sehingga dengan terjadinya peningkatan ruang intertisial di pembuluh
darah kapiler maka akan terbentuknya edema pada kelopak mata. Berdasarkan
gaya gravitasi bumi pada saat beraktivitas cairan yang berada di tempat
konsentrasinya tinggi akan pindah ke tempat konsentrasinya yang rendah, maka
akan memenuhi ruang intravascular di pembuluh darah seperti terjadinya edema
pada perut yang dapat menyebabkan penekanan pada diafragma apabila penderita
sedang bermain. Dari mekanisme ini juga dapat ditemukan perut yang cembung
dengan pemeriksaan abdomen seperti shifting dullness dan undulasi dapat
ditemukan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang ditemukan, diagnosa sementara yang
dapat

ditegakkan

adalah

sindrom

nefrotik

(SN).

Tetapi,

untuk

lebih

memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 1


september 2015 dan diperoleh hasil :

Kadar serum albumin 1,5 g/dl (hipoalbuminemia)

Kadar kolesterol darah 522mg/dl (hiperkolesterolemia)

Kadar protein total 3,5 g/dl (hipoproteinemia)

50

Terdapat protein dalam urine (proteinuria) +3


Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosa

sindrom nefrotik. Dan hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis
yang terdiri dari edema, hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia),
hipoproteinemia, dan proteinuria.
Penyebab utama terjadinya penyakit yang berulang pada kasus ini
kemungkinan terjadinya relaps sering dimana terjadinya peningkatan protein pada
urine >2+ dan terjadinya edema yang muncul ketika pemberian obat steroid pada
pengobatan inisial telah tuntas atau penurunan dosis dari obat tersebut.Dan juga
dapat terjadinya putus mengkonsumsi steroid.
SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis
yang ditimbulkan sama yakni berupa edema tanpa hipertensi. Sesuai dengan teori
di atas hipertensi lebih sering terjadi pada GNA. Namun pada literatur lain
dinyatakan bahwa hipertensi ringan sedang sering ditemukan pada SN dan
menjadi normotensi bersamaan dengan peningkatan diuresis. Hal ini berbeda
dengan hipertensi pada GNA, dimana sering terjadi hipertensi berat sehingga
memerlukan terapi anti hipertensi. Dan juga pada kasus ini tidak ditemukannya
hematuria yang merupakan suatu pemeriksaan laboratorium yang khas pada kasus
GNA.
Penatalaksanaan pada kasus ini terutama tertuju pada indikasi rawat inap
terlebih dahulu yaitu salah satunya adalah SN steroid relaps sering. Terapi yang
diberikan pada kasus ini ada secara non-medikamentosa seperti :

Aktivitas, yang disesuaikan dengan kemampuan penderita, jika terjadinya

edema anasarka, dyspneu, dan hipertensi maka diharuskan tirah baring.


Dietetik, yaitu pemberian protein normal 2 g/kg/hari dan rendah garam 1-2

g/hari selama edema


Dan untuk terapi medikamentosa pada kasus ini yaitu :
Diuretika, furosemide 1-2 mg/kgbb/hari merupakan suatu loop diuretik
yang bekerja di Loop of Henle pars ascendens dengan menghambat
transpor ion Na. Dan menurunkan resistensi vaskuler intrarenal dan
meningkatkan aliran darah ke ginjal. Pada kasus ini karena terjadinya
hipoalbuminemia maka diberikan infus albumin rendah garam 20-25% 1
51

g/kgBB dengan pemberian furosemide 1-2 mg/kgBB IV setelah 15-30

menit pemberian infus albumin.


Kortikosteroid, pada kasus ini kemungkinan telah terjadinya relaps jarang,
maka pemberian prednison pada kasus ini apabila tidak ditemukannya
suatu infeksi, maka selama maksimal 4 minggu diberikan prednison dosis
penuh sampai remisi (proteinuria menjadi negatif) dan akan dilanjutkan
alternating dosis selama 4 minggu lalu pemberian prednisone dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.comdiakses 25
Juli 2015).
2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku
Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004
3. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC
Jakarta 2000
4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000
5. DR. Partini Pudjiastuti Trihono, Dr. Sp.A(K), MM(Paed) Prof. Husein Alatas,
Dr. Sp.A(K) Prof. Taralan Tambunan, Dr. Sp.A(K) Sudung O Pardede, Dr.
Sp.A(K). 2012. KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK
IDIOPATIK PADA ANAK Edisi kedua. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. Hal. 15.
6. Eric

P.Cohen,

MD.

Nephrotic

Syndrome.

2009.

(http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview diakses 25 Juli


2015).
7. Luther

Travis,

M.D.

Nephrotic

Syndrome.

2005.

(http://www.eMedicine.com/pediatrics/nephrology diakses 23 Juli 2015).


8. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited
by Dr. Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009

52

9. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2.
Edited by Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta.
2007.
10. Sukandar Enday. Sindrom Nefrotik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI . Jakarta : 1998 ; 282 305
11. Vincent

lannelli,

M.D.

Childhood

Nephrotic

Syndrom.

2005.

(http://www.eMedicine.com/pediatrics/kidney diakses 23 Juli 2015).

53

Anda mungkin juga menyukai