Anda di halaman 1dari 45

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama

: Tn. MFA

Umur

: 26 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: BTN. Citra DayaPermai

1.2. ANAMNESIS
Dilakukan tanggal 25 Juli 2016 pukul 17.00 WITA, berdasarkan autoanamnesis.
Keluhan Utama : Batuk sejak 5 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 5 minggu yang lalu. Batuk
semakin lama semakin bertambah berat. Batuk berlendir, warna bening, kadang
disertai darah. Pasien juga merasa sesak yang dirasakan hilang timbul seperti
tertindih beban berat. Sesak dikeluhkan jika pasien melakukan aktivitas berat dan
mereda jika pasien beristirahat. Tidak ada nyeri dada. Demam (+) dialami
bersamaan dengan keluhan batuk berlendir, demam hilang timbul, dirasakan lebih
meninggi pada malam hari, menggigil (+), keringat malam berlebih (+) tanpa
adanya aktivitas. Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang sejak 3 bulan
terakhir sehingga berat badannya menurun drastis. Sering kelelahan (+), mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (-). Bengkak pada leher bagian kanan dialami sejak 1
minggu. BAK lancar dengan frekuensi 3-4 kali/hari, warna kuning jernih, nyeri
saat BAK (-), darah (-). BAB lancar normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), Hipertensi (-), asthma (-).
Riwayat Kebiasaan : merokok (+) 6 batang per hari sejak 7 tahun yang lalu,
alkohol (-).

Riwayat Penyakit Keluarga : keluhan yang sama pernah dialami oleh ayah
pasien, riwayat menderita batuk lama dalam keluarga ada (kakek pasien).
Riwayat Pengobatan : Riwayat mengkonsumsi obat OAT selama 6 bulan
disangkal oleh pasien, riwayat alergi obat (-).

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Status gizi

: gizi kurang

Tanda vital

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 89 kali/menit

Pernapasan

: 26 kali/menit

Suhu

: 37,9C

Status general
1. Kepala
a

Bentuk

: normocephal

Rambut

: warna hitam dan tidak mudah dicabut,

Wajah

: simetris, eritem (-), luka (-).

Mata

: konjungtiva palpebra anemis (+/+),sklera ikterik(-/-),


edema palpebra (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
refleks cahaya (+/+),perdarahan subkonjungtiva (-/-).

Telinga

: sekret (-), darah (-), pendengaran baik

Hidung

: deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping

hidung (-), sekret (-).


g

Mulut

2. Leher

: bercak putih (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)


: leher simetris, pembesaran kelenjar limfe (+),
pembesaran kelenjar tiroid (-).

3. Dada
a. Paru-Paru
-

Inspeksi

: normochest, pergerakan dada simetris kiri dan


kanan, jejas (-).

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa tumor (-).

Perkusi

: pulmo dextra sonor, pulmo sinistra sonor.

Auskultasi : bronkovesikuler, ronki di apex kedua paru

b. Jantung
-

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: thrill teraba.

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: bunyi jantung I/II murni regular,

gallop (-), murmur (-)


4. Abdomen
-

Inspeksi

datar. udem (-)

Palpasi

lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien


Tidak teraba.

Perkusi

Auskultasi :

Timpani
peristaltik (+) kesan normal.

5. Ekstremitas
Udem ekstremitas bawah (-/-), pigmentasi normal

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah Rutin (25 Juli 2016)
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW

Hasil
12.2
4.77
12.9
39.0
82
27.1
33.1
15.6
544
7.2
0.390
11.3

Unit
10^3/mm3
10^6/mm3
g/dL
%
m3
Pg
g/dL
%
10^3/mm3
m3
%
%

Nilai rujukan
4.0-10.0
4.50-6.50
13.0-17.0
40.0-54.0
80-100
27.0-32.0
32.0-36.0
11.0-16.0
150-400
6.0-11.0
0.150-0.500
11.0-18.0

Darah Kimia (25 Juli 2015)


Fungsi Hati :
Pemeriksaa

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

n
SGOT
SGPT

49
52

< 38
< 41

U/L
U/L

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Spesimen
Afinitas Gram
Bentuk dan konfigurasi

Sputum
Gram positif dan gram negative
Coccus tunggal/berantai dan bacil

Tidak ditemukan
Tidak ditemukan

tunggal
Kuantitas

Positif (3+) dan Positif (2+)

Tidak ditemukan

Lokalisasi
Sel lain
Jamur

Ekstraseluler/ Intraseluler
Ekstraseluler/Intraseluler
Pmn: Penuh/lpk; Epitel cel; 3/lpk
Hypha jamur

Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan

Jenis specimen

Sputum

Jamur

Hypha jamur

Tidak ditemukan

Jenis specimen

Sputum

Pewarnaan BTA 1
Pewarnaan BTA 2

Negatif
Positif (2+)

Negatif
Negatif

Pewarnaan BTA 3

Positif (1+)

Negatif

1.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambar 1.Hasil foto thoraks PA pasien.

Hasil Pemeriksaan :
Foto thoraks PA

Bercak berawan pada kedua paru terutama lapangan atas dan tengah
dengan cavitas disertai garis-garis fibrotik yang meretraksi kedua hilus
ke kranial

Cor : Cardiothoracic index dalam batas normal, aorta normal

Kedua sinus dan diafragma baik

Tulang-tulang normal

Kesan: TB Paru lama aktif lesi luas

1.6. DIAGNOSIS
TB Paru lama aktif lesi luas

1.7. PENATALAKSANAAN
-

Ambroxol tablet 30 mg/8 jam/p.o

Paracetamol tab 500 mg/ 8 jam/ p.o

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia.
Tuberkulosis menyebabkan masalah kesehatan bagi jutaan orang di dunia setiap
tahunnya bersama dengan human immunodeficiency virus (HIV) sebagai
penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia. Pada tahun 2014, diperkirakan ada
sekitar 9,6 juta kasus TB baru: 5,4 juta pada pria, 3,2 juta di kalangan wanita, dan
1,0 juta pada anak-anak. Dimana ditemukan 1,5 juta kematian akibat TB (1,1 juta
pada orang dengan HIV negative, dan 0,4 juta pada orang dengan HIV positif),
dimana sekitar 890 000 adalah laki-laki, 480 000 adalah perempuan dan 140 000
anak-anak. (WHO, 2015)
Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang berkembang lainnya
cukup tinggi. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan
beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.
(Kemenkes, 2011)

2.2 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang biasanya menyerang paru serta dapat
menginfeksi organ atau jaringan dalam tubuh, yang ditandai dengan jaringan

granulasi nekrotik (perkijauan) sebagai respons terhadap kuman tersebut. Penyakit


ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan daya tahan tubuh lemah.
(Sejati A, Sofiana L, 2015; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)

2.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah: (Amin,
2009)
1. M. tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
pepridoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhasap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant sehingga kuman dapat menginfeksi kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal

paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Amin, 2009)

2.4 Anatomi dan Radioanatomi


Fungsi utama dari sistem respirasi yakni pertukaran gas. Ringkasnya,
udara masuk melalui hidung atau mulut kemudian udara akan melewati laring dan
trakea yang bercabang menjadi dua bronkus. Masing-masing bronkus bercabang
menjadi dua bronkial yang kemudian bercabang menjadi bronkiolus dan berakhir
pada sakus kecil yang disebut alveoli. Pada alveoli inilah terjadi pertukaran gas
dimana oksigen akan berdifusi ke kapiler paru dan bertukar dengan
karbondioksida. Fungsi kedua dari sistem respirasi yakni termasuk penyaring,
penghangat dan melembabkan udara yang dihirup hal ini termasuk pita suara
untuk memproduksi suara, paru-paru untuk mengontrol (homeostasis) level
keasaman (pH) tubuh dan bulbus olfaktorius untuk menghidu.(J. Tu, 2013)
Sistem respirasi dapat dibagi berdasarka fungsi atau anatomi. Berdasarkan
fungsi, terbagi atas regio konduksi (dari hidung hingga bronkiolus) yang terdiri
dari organ respirasi yang membentuk jalan untuk mengkonduksikan udara yang
dihirup ke regio paru yang lebih profunda. Regio respiratorius (ductus alveolar
sampai alveoli) yang terdiri dari alveoli dan jalur kecil yang membuka jika ada
pertukaran gas. (J. Tu, 2013)
Secara anatomi, sistem respirasi dapat dibagi menjadi traktus respiratorius
atas dan bawah. Traktus respiratori atas termasuk organ-organ yang terletak diluar
rongga dada (hidung, faring, laring), sementara traktus respiratori bawah terdiri

dari organ-organ yang terletak di dalam rongga dada (trakea, bronkus, bronkiolus,
ductus alveolar, alveoli). (J. Tu, 2013)

Gambar 2. Gambaran skematik sistem respirasi yang menampilkan traktus respirasi atas
dan bawah. (sumber: J. Tu et al., Computational Fluid and Particle Dynamics in the Human
Respiratory Sistem,Biological and Medical Physics, Biomedical
Engineering,DOI
10.1007/978-94-007-4488-2_2, Springer Science+Business Media Dordrecht 2013)

Trakea terbagi menjadi bronkus primer pada carina, dengan bronkus kanan
lebih lebar, pendek dan lebih vertical dibanding bronkus kiri. Hal ini
meningkatkan resiko terhirupnya partikel-partikel asing yang terkumpul pada
bronkus kanan. Bronkus primer kanan terbagi dalam 2 cabang posterior dan
inferior menjadi bronkus lobus kanan atas dan bronkus intermediat. Percabangan
lebih cepat pada bronkus primer kanan dibanding kiri. (J. Tu, 2013)
Bronkus primer kiri berjalan inferolateral, terletak didepan esophagus dan
aorta thoracicus dan dibawah arkus aorta. Masing-masing bronkus primer masuk
paru-paru sesuai masing-masing sisi. Bronkus primer kanan membagi menjadi
tiga bronkus sekunder yakni bronkus lobus kanan atas, bronkus lobus kanan

10

media dan lobus kanan bawah, sementara bronkus primer kiri membagi menjadi
dua bronkus sekunder yakni bronkus lobus kiri atas dan bronkus lobus kiri bawah.
(J. Tu, 2013)
\

Gambar 3. Segmental bronkus kanan dan kiri dan attachment pada segmen paru-paru.
(sumber: J. Tu et al., Computational Fluid and Particle Dynamics in the Human Respiratory
Sistem,Biological and Medical Physics, Biomedical Engineering,DOI 10.1007/978-94-0074488-2_2, Springer Science+Business Media Dordrecht 2013)

Radiografi thoraks merupakan representasi dua dimensi dari struktur tiga


dimensi. Sehingga, pada foto thoraks banyak terjadi struktur yang overlapping.
(Ostensen, 2006).
Gambar 4. Struktur anatomi normal thorax pada posisi Postero-anterior (PA) dan
lateral. A : Foto thorax posisi PA menunjukkan trakea (1), cabang bronkus kanan (2),
cabang utama bronkus kiri (3), arcus aorta (4), vena azygos ke vena cava superior (5), arteri
pulmonalis kanan (6), arteri pulmonalis kiri (7), lobus kanan atas, arteri pulmonalis
(trunkus anterior) (8), inferior kanan, vena pulmonalis (9), atrium kanan (10), ventrikel kiri
(11) dan struktur lain seperti yang dilabel. B : foto thorax posisi lateral menunjukkan
traktus alur keluar pulmonal (1), aorta ascendens (2), arkus aorta (3), pembuluh darah
brachiocphalic (4), trakea (5), bronkus lobus kanan atas (6), bronkus lobus kiri atas

(7),

arteri pulmonalis kanan (8), arteri pulmonalis kiri (9), konfluens vena pulmonalis (10) dan

11

struktur lain yang seperti di label. (Sumber: Collins J, Stern EJ. Chest Rdiology; The
Essential. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008.p.3)

2.5 Patogenesis
Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup nucleus droplet yang
mengandung tuberkel basilus yang kemudian sampai ke alveoli paru-paru.
Tuberkel basilus ini di ingesti oleh sel makrofag alveolus; mayoritas dari basil ini
akan dihancurkan atau dihambat. Sejumlah kecil mungkin bertambah banyak
didalam sel dan akan keluar jika makrofag mati. Jika basil ini masih hidup, basil
ini akan menyebar secara limfatik atau melalui aliran darah untuk mencapai
jaringan atau organ yang lebih jauh lagi (termasuk area dimana penyakit TB
sering menginfeksi, seperti limfonodus regional, apeks paru, ginjal, otak dan
tulang). Proses ini bergantung pada respon imun sistemik.(Ionescu, 2013)
Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrophil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar

12

dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. (Amin,


2009)
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Fokus Ghon + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua
kompleks ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan
menjadi: (Amin, 2009)
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (banyak terjadi)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
>5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant.
c. Berkomplikasi dan menyebar secara:
-

Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

Bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru sebelahnya.


Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke ussu.

Limfogen, ke organ tubuh lainnya.

Hematogen, ke organ tubuh lainnya.

13

Hal tersebut disebut dengan tuberkulosis primer.


Tuberkulosis paska primer (tuberkulosis sekunder) dikarenakan kuman
yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Hal ini terjadi karena
imunitas menurun, seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS
dan gagal ginjal. TB paska primer juga dapat berasal dari eksogen dari usia muda
menjadi T usia tua (elderly tuberculosis) tergantung dari jumlah kuman, virulensi
dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi: (Amin, 2009)
a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan garis fibrosis. Ada yang membungkus menjadi keras,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik).
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
(Amin, 2009)
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier.
Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan

14

selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti


perjalanan seperti disebutkan terdahulu. Bias juga terjadi TB endobrakial
dan TB endotrakeal atau empyema bila rupture ke pleura.
b. Memadat dan

membungkus

diri

sehingga menjadi

tuberkuloma.

Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif


kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.

Gambar 5. Bagan patofiologi tuberculosis (sumber: Werdhani RA. Patofisiologi,


Diagnosis dan Klarifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,
Okupasi dan Keluarga FKUI.)
2.6 Manifestasi

Klinis

15

Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau


malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak yang biasanya ditemui adalah :
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.(Amin 2009)
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah Karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak Napas. Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru. (Amin,2009)

16

Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. (Amin 2009)
Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat meredang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala
malaise semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
(Amin,2009)

2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakan dengan berbagai
cara, namun tidak hanya bisa ditegakan dengan temuan klinis saja,tapi diperlukan
juga pemeriksaan penunjang. Hal disebabkan karena gejala klinis tuberculosis
paru amat mirip dengan pneumonia.
a) ANAMNESIS
Biasanya pasien datang dengan keluhan batuk berlendir atau batuk
berdarah yang sudah lama perlangsungannya yakni lebih dari 2 minggu,
terkadang juga beberapa pasien datang dengan keluhan sesak. Biasanya
juga pasien datang dnegan keluhan penyerta seperti demam yang terusmenerus yang berlangsung lebih dari 3 minggu. Selain itu keluhan
penyerta lain yang tidak kalah pentingnya adalah keluhan malaise,
penurunan berat badan terus-menerus serta tidak jarang juga pasien
mengeluhakan seringnya keluar keringat di malam hari. Selain itu pasien

17

juga mengeluhkan gejala nyeri tiap bernapas bilamana infeksi tuberculosis


sudah mengenai bagian luar paru seperti pleura. (Amin,2009)
b). PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan keadaan umum pasien
mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena
anemia, suhu demam subfebris, dan kurus atau berat badan menurun.
(Amin,2009)
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan

suatu

kelainan pasti terutama pada kasus-kasus dini atau sudah terinfiltrasi


secara asimptomtik. Demikian juga jika sarang penyakit terletak didalam
akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran
getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara
palpasi, perkusi, auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis TB
paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. (Amin,2009)
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkhial. Akan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah kasar. Tetapi
bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi
vesikuler melemah bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan
suara amforik. (Amin,2009)

18

Pada fibrosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostalis. Bagian paru yang sakit
jadi menciut dan menarik sisi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni
lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan
daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda apulmonal dan
gagal jantung kanan seperti takipneu, takikardi, sianosis, right ventricular
lift, right atrial gallop, murmur graham stell, bunyi P2 yang mengeras,
vena jugularis yang meningkat, hepatoegali. Asites dan udema.(Amin
2009)
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura.
Paru yang sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan
suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar suara sama sekali. (Amin,2009)
Dalam penampilan klinis, TB paru

sering asimptomatik dan

penyakit paru dicuriga dengan didapatkannya kelainan radiologis dada


pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif. (Amin,2009)

c) PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a

Darah

19

Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, limfosit dalam batas
normal, dan laju endap darah mulai meningkat. (Amin,2009)
b

Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting dengan ditemukannya kuman

BTA. Diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu


pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah


sehingga dapat dikerjakan dipuskesmas. Tetapi kadang-kadang tidak
mudah untuk mendapat sputum. Terutama pasien yang tidak batuk atau
batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan di
ajarkan reflex batuk. BTA dari sputum juga bisa diapatkan pada anak-anak
dengan cara biasan lambung Karena pada anak sulit menegluarkan dahak.
Sputum diperiksa sesegera mungkin. (Amin, 2009)
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru ditemukan bila bronkus yag terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang trelibat proses penyakit
ini terbuka keluar. Sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah
keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi
kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka. Kriteria sputum
BTA positif bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA

20

dalam satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL
sputum. (Amin,2009)
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman
sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak.
Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negative.medium biakan yang sering dipakai yaitu lowenslein
Jensen, kudoh atau ogawa. Untuk pemerksaan BTA sediaan mikroskopis
biasa dan sediaan biakan. Bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil
dari bilasan bronchus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung,
jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja. (Amin,2009)
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen ini dapat dilakukan dengan
cara mikroskopik maupun biakan.(PDPI,2006)
Interpretasi dari hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
adalah :

o 2 kali positif, 1 kali negatif

: mikroskopik positif

o 1 kali positif, 2 kali negatif

: ulangi BTA 3 kali, kemudian

Bila 1 kali positif, 2 kali negatif

: mikroskopik positif

Bila 3 kali negatif

: mikroskopik negatif

Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai


tes mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD. Tes
tuberculin hanya menyatakan apakah individu sedang atau pernah

21

mengalami infeksi M. tuberculosis, M bovis, vaksinasi BCG dan


Mycobacteria pathogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi
alergi tipe lambat.
Bila pembentukan antibodi seuler cukup miasalnya pada penularan
dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau
pada keadaan diman pembentukan antibodi humoral amat berkurang maka
akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. (Amin,2009)
Tes mantoux ini dibagi dalam : 1) indurasi 0-5 mm (diameternya):
mantoux negative = golongan non sensitivity. Di sini peran antibody
humoral paling menonjol: 2) indurasi 6-9 mm: hasil meragukan= golongan
low grade sensitivity. Disini peran antibody humoral masih menonjol: 3).
Indurasi 10-15mm: mantoux positif = golongan normal sensitivity: disini
peran kedua antibody seimbang: 4) indurasi lebih dari 15mm : mantoux
positif kuat = golongan hypersensitivity: disnin peran antibody seluler
paling menonjol. (Amin,2009)
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negatif palsu)
yakni : (Amin,2009)
Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis
Anergi, penyakit sistemik berat
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air,
polimielitis
Reaksi hipersensivitas

menurun pada penyakit limforetikuler

(Hodgkin)

22

Pemberian

kortikosteroid

yang

lama,

pemberian

obat-obat

imunosupresi lainnya
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

d) PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulis. Lokasi lesi tuberkulis umumnya
didaerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah
hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkhial).
(Amin,2009)
Interpretasi foto thorax normal antara lain :
1. Perhatikan posisi foto, posisi Posterior-anterior (PA) atau lateral.
2. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan.
3. Batas kiri jantung dibentuk oleh ventrikel kiri.
4. Diafragma kanan biasanya lebih tinggi 1,5-2 cm dibandingkan diafragma
kiri.
5. Bagian fissura mayor biasanya terlihat pada posisi lateral sebagai garis
obliq dari diafragma anterior keatas corpus vertebra torakal ke setinggi
level arcus aorta.
6. Fissura minor pada bagian kanan memisahkan lobus kanan atas dari lobus
tengah kanan.

23

7. Hilus normal tampak opak disebabkan oleh arteri pulmonal dan harus
simetris ukuran dan densitasnya.
8. Arcus aorta atau knob biasanya terletak diatas hilus kiri.
9. Trakea letak ditengah tetapi dapat deviasi kekanan atau kedepan dari arcus
aorta.
10. Sudut costofrenikus harus berbentuk tajam pada kedua sisi foto, kecuali
pada pasien emfisema berat akan memberikan gambaran flattening dari
hemidiafragma.
11. Dengan inspirasi maksimal ukuran jantung pada posisi foto PA
cardiothorachic indeksnya 50%.
12. Dikatakan inspirasi maksimal maka tampak costa VI anterior dan costa X
posterior.
13. Opasitas paru harus simetris.
14. Udara pada lambung terletak di hemidiafragma kiri.
15. Perhatikan tulang dan jaringan lunak.(Collins,2008)

24

Gambar 6. Struktur anatomi normal thorax pada posisi Postero-anterior (PA) dan lateral.
A : Foto thorax posisi PA menunjukkan trakea (1), cabang bronkus kanan (2), cabang
utama bronkus kiri (3), arcus aorta (4), vena azygos ke vena cava superior (5), arteri
pulmonalis kanan (6), arteri pulmonalis kiri (7), lobus kanan atas, arteri pulmonalis
(trunkus anterior) (8), inferior kanan, vena pulmonalis (9), atrium kanan (10), ventrikel
kiri (11) dan struktur lain seperti yang dilabel. B : foto thorax posisi lateral menunjukkan
traktus alur keluar pulmonal (1), aorta ascendens (2), arkus aorta (3), pembuluh darah
brachiocphalic (4), trakea (5), bronkus lobus kanan atas (6), bronkus lobus kiri atas
(7), arteri pulmonalis kanan (8), arteri pulmonalis kiri (9), konfluens vena pulmonalis
(10) dan struktur lain yang seperti di label. (Sumber: Collins J, Stern EJ. Chest Rdiology;
The Essential. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008.p.3)

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumoni,


gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas.(Amin,2009)

Gambar 7.

Tuberculosis

Aktif dengan

Cavitas di

Pulmo Dextra (Sumber :Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume
1 7th Ed)

25

Gambar 8. Rasad S.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta; Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Menurut

American

Thoracic

Society

and

National

Tuberculosis

Association luasnya proses yang tampak pada Foto Thoraks dapat dibagi
sebagai berikut. (Rasad,2009)
1. Tuberculosis minimal (minimal tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang
yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median,
apeks, dan iga 2 depan; sarang-sarang soliter dapat berupa di mana saja,
tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya
lubang (kavitas).
2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) yaitu luas
sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru,
sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat
bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma

26

menjadi daerah konsolidasi yang homogeny, luasnya tidak boleh melebihi


luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) yaitu luas daerah
yang dihinggapi oleh sarang sarang lebih daripada klasifikasi kedua di
atas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua
lubang melebihi 4 cm.

27

Gambar 9. Skema klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis


Association (Sumber: Radiologi Diagnostik Edisi Kedua FKUI)

Gambar 10 Gambaran Radiologi berdasarkan skema klasifikasi tuberkulosis


sekunder menurut American Tuberculosis Association (Sumber: Sumber: Radiologi
Diagnostik Edisi Kedua FKUI)

28

Tuberkulosis primer muncul setelah terinfeksi oleh Mycobacterium


Tuberculosis melalui inhalasi basil tuberkel yang akan memunculkan respon
inflamasi akibat dari infeksi M. Tubeculosis dan bermanifestasi sebagai Ghon
focus atau Primary focus pada foto x-ray thorax dengan gambaran airspace
opacity. Selan itu dapat ditemukan juga pembesaran hilus atau pembesaran
paratracheal limfonodus. Gabungan antara ghon focus dan pembesaran hilus
disebut Primary Complex atau Ranke Complex. Tuberkulosis primer paling
banyak terjadi bayi dan anak di bawah 5 tahun. (Amin,2009;Burril,2007)

Gambar 11. Pada foto thoraks tampak airspace opacity (panah kecil) pada lobus inferior
dextra dan pembesaran hilus (panah besar). Ini adalah gambaran dari primary complex
(Ghon focus dan pembesaran hilus ipsilateral) yang khas pada tuberculosis primer pada
anak. (Francis J. 2011. Radiographic Manifestation of Tuberculosis in Curry National
Tuberculosis Center. San Francisco; Curry International Tuberculosis Center publishing)

Gambaran radiologi TB pada orang dewasa prosesnya berlokalisasi


dilapangan atas paru pada daerah apeks paru atau daerah subapikal; yang
seperti kita ketahui semuanya bahwa proses TB ini adalah proses post primer
(Tuberculosis sekunder). Saat ini pendapat umum mengenai penyakit tersebut
timbul reinfeksi pada seorang yang di masa kecilnya pernah menderita
29

tuberculosis primer. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun


seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes dan AIDS. Gambaran
radiologik dapat kita bedakan: (Francis,2011)
1. Tanda TB masih aktif.(Francis,2011)
Terlihat bercak-bercak halus atau kasar.
Diantara bercak-bercak tersebut masih terlihat banyak jaringan paru
yang masih sehat.
Gambaran berawan tipis atau padat
Sebagian besar paru lapangan atas tertutup dengan infiltrat, tetapi masih
terlihat lapangan atas paru-paru yang masih sehat.
Serta adanya lubang (kavitas)

Gambar 12. TB paru aktif tampak bercak halus pada lapangan atas paru disertai cavitas
(Francis J. 2011. Radiographic Manifestation of Tuberculosis in Curry National
Tuberculosis Center. San Francisco; Curry International Tuberculosis Center publishing).

2. Tanda TB paru tenang


Bintik-bintik kalsifikasi

30

Tampak densitasnya seperti densitas caput/ densitas tinggi/ radioopak


putih, dengan macam-macam bentuk atau besarnya. (Francis,2011)
Garis fibrosis
Berupa garis-garis agak lurus, dengan caliber yang sama, tidak
bercabang-cabang seperti pembuluh darah. Proses fibrosis ini dapat
menyebabkan retraksi dari hilus atau trakea ke sisi proses tersebut.
(Francis,2011)
Gambar 13. TB paru tenang tampak garis fibrosis pada kedua lapangan

paru. (Sumber:Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review


Radiographics Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al
publishing.)

2.8 Diagnosis Banding


Faktor utama dan terpenting dalam mendiagnosis pasien dengan
tuberculosis adalah riwayat pengobatan sebelumnya. Riwayat keluarga juga harus
ditanyakan terutama kontak lansung dengan pasien yang terinfeksi. Terdapat
beberapa diagnosa banding terhadap gambaran radiologik dari penyakit
tuberkulosi ini.
i.

Abses Pulmonal

31

Secara klinis kebanyakan abses pulmonal diikuti dengan infeksi


dari atau operasi saluran pernafasan atas dan mulut. Batuk, sputum yang
banyak, dan gejala sepsis adalah karakteristik dari akut abses pulmonal.
Gejala khas ini juga dapat ditemukan pada bentuk kronis. Sedangkan pada
Tuberculosis riwayat batuk lama merupakan salah satu gejala khas.
(Rasad,2009)
Pada foto rontgen akan ditemukan kavitas abses dengan gambaran
fluid level, yang dimana tidak ditemukan pada tuberculosis

Gambar 14. Abses Paru pada foto PA (Sumber : Rasad S.2009. Radiologi Diagnostik
Edisi Kedua. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

ii.

Karsinoma Bronkus
Selain abses paru, gambaran kavitas pada TB paru dapat
didiagnosa banding dengan karsinoma bronkus, hal ini disebabkan karena
pada temuan radiologi karsinoma bronkus terdapat gambaran kavitas,

32

namun dengan tepi ireguler, dan tidak memiliki air fluid level.
(Rasad,2009)

Gambar 15. Karsinoma Bronkus sel skuamosa dengan kavitas tepi irregular,
nampak pada lobus atas paru kanan. (Sumber: Holling P.Shaw. 2002.
Diagnostic Imaging of Lung Cancer Vol 19. No. 7. European Respiratory
Journal.)

2.9 Terapi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.(WHO, 2010; Kemenkes, 2014)
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

33

Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi


Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

34

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji
resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
-

TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat
sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau
lebih, sehingga paduan obat yang diberikan: 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE.
Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari
perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi,
maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2
TB).

TB Paru kasus gagal pengobatan

35

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan


menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif),
seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1
hingga 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat
2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.

Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif


diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB).

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan


hasil yang optimal.

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.

TB Paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan


OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:


a. Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik
tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran
radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka

36

waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan


kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
b. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan
kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
c. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan
klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama. Jika memungkinkan sebaiknya
diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.
-

TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji


resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam
OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun
resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.

Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan


penyembuhan. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.

37

Tabel 1. Kisaran Dosis OAT Lini Pertama Bagi Pasien Dewasa

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

B. PEMANTAUAN KEMAJUAN PENGOBATAN TB


Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan
dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak

38

digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh
uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Hasil dari pemeriksaan
mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat.
Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara
terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap
awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap
BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan
tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi).
Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya
dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan
hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak
kembali pada akhir pengobatan.

39

C. HASIL PENGOBATAN PASIEN TB

2.10 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi yaitu pleuritis, efusi pleura, empyema, laringitis,
atelektasis, penyebaran ke organ lain (usus TB usus, tulang spondylitis TB,
otak MeningitisTB). (Amin, 2009)

Gambar 16. TB paru dengan efusi pleura sinistra.

40

(Sumber: Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics


Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing)

Gambar 17. Gambaran airspace opacification dengan atelektasis pada TB


paru
(Sumber: Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review
Radiographics Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing )

Gambar 18. Gambaran CT scan meningitis TB

41

(Sumber:Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics


Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing.)

Gambar 19. Gambaran Pott abscess pada spondilitis TB serta gambaran


deformitas berupa Gibbus (MRI)
(Sumber:Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics
Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing.)

Gambar 20. TB ileocaecal


(Sumber:Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics
Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing.)

42

Gambar 21. Gambaran empyema pada TB paru


(Sumber: Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics
Volume 27 Number 5.United states; Burrill et al publishing)

2.11 Prognosis
Resolusi penuh umumnya diharapkan dalam kasus-kasus TB non-MDR
ketika pengobatan dengan obat anti TB telah selesai. Dari penelitian-penelitian
yang diterbitkan yang melibatkan DOTS sebagai strategi pengobatan TB, tingkat
kekambuhan berkisar 0-14%. Di negara-negara dengan tingkat TB yang rendah,
kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah pengobatan TB
selesai. Di negara-negara dengan tingkat TB yang lebih tinggi, sebagian besar
kambuh setelah pengobatan yang tepat. Yang terjadi lebih banyak adalah kasus
reinfeksi daripada kasus kekambuhan.(Herchline, 2015)
Prognosis yang buruk ditandai dengan adanya keterlibatan TB
ekstrapulmoner, pada orang tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya yang buruk.
Untuk kasus pasien dengan resistensi hanya rifampisin saja mempunyai prognosis
yang lebih baik daripada kasus MDR-TB, tetapi mempunyai risiko yang lebih
tinggi terjadinya kegagalan pengobatan.(Herchline, 2015)

43

DAFTAR PUSTAKA
Amin Z, Bahar A. 2009. Tuberculosis paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi S,
Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi 5. Jilid III. Jakarta: InternaPublishing;. p. 2231-8
Burrill J. 2007. Tuberculosis in A Radiologic Review Radiographics Volume
27 Number 5.United states; Burrill et al publishing
Collins J, Stern EJ. Chest Radiology; The Essential. 2nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2008. p.2,3
Francis J. 2011. Radiographic Manifestation of Tuberculosis in Curry National
Tuberculosis Center. San Francisco; Curry International Tuberculosis Center
publishing.
Herchline TE. Tuberculosis. [Online]. 2015 Oct 22 [cited 2016 July 27];[5
screens].Available from:
URL:http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a7
Holling P.Shaw. 2002. Diagnostic Imaging of Lung Cancer Vol 19. No. 7.
European Respiratory Journal. P.722-42
Ionescu CM. 2013. Transmission and Pathogenesis of Tuberculosis In Core
Curriculum on Tuberculosis What the Clinician Should Know. CDC sixth
edition; p. 26
J. Tu et al. 2013. Computational Fluid and Particle Dynamics in the Human
Respiratory Sistem,Biological and Medical Physics, Biomedical
Engineering,DOI
10.1007/978-94-007-4488-2_2,

Springer
Science+Business Media Dordrecht; p. 19-20, 32-35
Kemenkes. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Jakarta: Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;. h.20-25,30
Ostensen H, Petterson H. 2006. The WHO Manual of Diagnostic Imaging.
Published by the World Health Organization In collaboration with the
International Society of Radiology;.p.7

44

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006.Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.Jakarta; Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia(PDPI) publishing
Rasad S.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Sejati A, Sofiana L. Faktor-faktor terjadinya tuberculosis. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2015; 10(2): 122-128.
Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. 7th Ed.
London; An imprint of Elsevier Science publishing.
Werdhani RA. Patofisiologi, Diagnosis dan Klarifikasi Tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga FKUI.
WHO. 2010. Treatment of tuberculosis Guidelines. 4th ed. Geneva: WHO
press
World Health Organization. 2015. Global tuberculosis report 2015. 20th Ed.

45

Anda mungkin juga menyukai