ABSTRAKSI
Kajian Potensi Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Berdasarkan Substansi Hukum
dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil ini bertujuan untuk melakukan telaah dan kajian komprehensif terhadap peraturan
perundang-undangan dalam rangka pengoptimalan pengelolaan dan pemanfaatan jasa kelautan
dan kemaritiman.
Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), maka
terdapat beberapa kegiatan yang berpeluang untuk dikelola sebagai target-target penerimaan
Negara bukan pajak. Beberapa kegiatan dimaksud diantaranya adalah : (i) Hak pengusahaan
perairan pesisir (HP-3); (ii) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya; (iii)
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (iv) Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; (v) Reklamasi; (vi) Penelitian dan pengembangan; dan (vii) Pendidikan, pelatihan
dan penyuluhan.
Kata kunci: UU PWP3K, PNBP, jasa kelautan
ABSTRACT
The Objective goal of the Study on maritime and ocean potential management based on legal
substantive of National Act of Republic Indonesia 27 Year 2007 about Coastal Zone and Small
Island Management is integrative and comprehensive study to forwad maritime and ocean
services management optimalization.
The result of this study show that based on the National Act 27/2007 (NA CZSIM), there are
several potential activities to forwad maritime and ocean services management optimalization,
related with non tax of national income (NTNI), i.e: (i) the right of coastal waters utilization; (ii)
small islands and surrounding waters area utilization; (iii) coastal zone and small island
conservation; (iv) coastal zone and small islands rehabilitation; (v) Reclamation; (vi) research
and development; and (vii) education, training and extension.
Key words: National Act of CZSIM, NTNI, ocean services
Paper of Mahifal, SH., MH. - 1
PENDAHULUAN
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dinyatakan bahwa potensi
sumberdaya dan jasa kelautan diharapkan dapat menjadi salah satu pendukung utama
perekonomian nasional.
Kelautan baru memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
20,92%, sehingga perlu upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan secara
berkelanjutan.
Upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan tidak dapat dilakukan secara
tidak terkendali, karena kelautan itu sendiri merupakan suatu bidang ekonomi yang di
dalamnya terdapat berbagai kewenangan terkait, baik dalam konteks kewenangan
pengelolaan maupun pemanfaatan barang dan jasa terkait, seperti sektor perhubungan laut,
pariwisata bahari, kehutanan, pertanian pesisir dan pulau kecil, pekerjaan umum,
pemukiman dan lain sebagainya. Sehingga perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi tumpang tindih pengelolaan dan pemanfaatannya.
Azis et al (2010)
Proses
Newcom et al (2005) membagi jasa lingkungan menjadi tujuh kategori jasa, yaitu (i) jasa yang
menghasilkan barang, (ii) jasa filtrasi atau detoksifikasi, (iii) jasa pendaurulangan, (iv) jasa regulasi dan
stabilisasi, (v) jasa penyediaan habitat, (vi) jasa regenerasi dan produksi, dan (vii) jasa informasi. Dalam
konteks jasa kelautan, jasa-jasa yang dikelompokkan oleh Newcom tersebut sesungguhnya dimiliki secara
lengkap oleh sumberdaya kelautan.
2
Pasal 1 angka 1 UU No. 41 Tahun 2009 tentang APBN 2009 mendefinisikan pendapatan negara dan
hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara
bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 3
kelautan dan kemaritiman serta pengelolaannya berdasarkan UU No.27 Tahun 2007, dan
(iv) rekomendasi tindak lanjut atas kajian dimaksud.
KERANGKA PENDEKATAN
Kajian Potensi Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Berdasarkan Substansi
Hukum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini didesain dengan model pendekatan input-proses-output
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Kajian hukum dalam konteks ini sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana
hukum terkait sektor kelautan dan perikanan yang dituangkan dalam UU No.27 Tahun
2007 mempunyai aturan dan peluang pengelolaan seperti yang diharapkan dalam kerangka
peningkatan PNBP dari sektor jasa kelautan dan kemaritiman. Kajian hukum ini kemudian
menjadi salah satu rekomendasi yang harus ditindaklanjuti agar sektor jasa kelautan dan
kemaritiman benar-benar dapat menjadi salah satu motor penghasil PNBP bagi sektor
kelautan dan perikanan secara keseluruhan.
PEMBAHASAN
Keragaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kelautan dan
Perikanan
PNBP (penerimaan negara bukan pajak) merupakan satu diantara beberapa
komponen penerimaan yang dapat dijadikan sebagai sumber devisa pembangunan nasional.
PNBP dalam UU No. 20 Tahun 1997 dapat dikelompokkan meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi;
f.
g.
Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang
telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang
berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen, sebagai berikut :
a.
Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan);
b.
c.
d.
e.
Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan
perbendaharaan);
f.
g.
2008 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Kelautan dan Perikanan, sampai dengan akhir tahun 2008 hanya mencapai Rp.
104,19 miliar atau 48,18 persen dari target sebesar Rp. 215,78 miliar. Sebetulnya
kurangnya realisasi dari target tersebut hanya pada bidang perikanan tangkap, lainnya
mengalami peningkatan. Karena porsi PNBP dari bidang tersebut sangat besar, yakni
sekitar 95% dari total PNBP DKP.
Apabila dilihat secara rinci PNBP menurut eselon I lingkup Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP) adalah sebagai berikut: (1). Ditjen. Perikanan Tangkap ditarget
sebesar Rp. 206,71 miliar dengan realisasi Rp. 85,16 miliar atau 41,20 persen; (2). Ditjen.
Perikanan Budidaya targetnya sebesar Rp. 1,7 miliar dengan realisasi Rp. 4,8 miliar atau
283,89 persen; (3). Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) targetnya sebesar Rp. 1,0
Paper of Mahifal, SH., MH. - 6
miliar dengan realisasi Rp. 1,5 miliar atau 158,66 persen;( 4). Badan Pendidikan Sumber
Daya Manusia-Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) targetnya sebesar Rp. 959,2 juta
dengan realisasi Rp. 2,2 miliar atau 262,82 persen; (5). Pusat Karantina Ikan (Puskari)
target sebesar Rp. 5,43 miliar dengan realisasi Rp. 10,00 miliar atau 184,31 persen; dan (6).
Ditjen. Pemasaran Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) targetnya sebesar Rp. 61,82 juta
dengan realisasi Rp. 307,64 juta atau 497,57 persen. Tabel 1 berikut menunjukkan target
dan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2008.
Tabel 1. Target dan Realisasi PNBP DKP Tahun 2008
No Unit Kerja
1
Ditjen Perikanan Tangkap
- SDA
- Non SDA
Total PNBP Tangkap
2
Ditjen Perikanan Budidaya
3
BRKP
4
BPSDM-KP
5
Puskari
6
P2HP
Total
Target
Realisasi
200.000.000.000
6.717.453.112
206.717.453.112
1.708.497.072
1.004.300.000
859.237.540
5.430.437.807
61.829.200
215.781.754.731
77.404.162.800
7.764.174.389
85.168.337.189
4.850.328.916
1.593.599.910
2.258.228.925
10.009.005.463
307.642.881
104.187.143.284
38,70
115,58
41,20
283,89
158,68
262,82
184,31
497,57
48,28
Sumber: http://www.antara.co.id/view/?i=1235380612&c=PRW&s=.
Masih terbatasnya realisasi PNBP DKP tahun 2008, khususnya PNBP Sumber Daya
Alam (SDA) yang targetnya sebesar Rp. 200 miliar dengan realisasi Rp. 77,40 miliar atau
38,70 persen berasal dari Pungutan Hasil Perikanan (PHP), Pungutan Pengusahaan
Perikanan (PPP). dan Pungutan Perikanan Asing (PPA). Masih terbatasnya realisasi PNBP
tersebut karena 4 (empat) faktor yaitu: Pertama, dampak penghapusan kapal-kapal asing
yang beroperasi di Indonesia, berpengaruh terhadap penurunan realisasi PNBP di mana
sekitar 75 persen PNBP SDA berasal dari kapal-kapal perikanan asing. Ketetapan ini
adalah merupakan upaya DKP untuk menghambat illegal fishing dan memperkuat industri
Paper of Mahifal, SH., MH. - 7
dan armada perikanan nasional, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 25
Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam peraturan tersebut, perusahaan
asing boleh memiliki ijin tangkap ikan hanya bila mendaratkan hasil tangkapnya ke dalam
negeri, dan mendirikan unit pengolahan di Indonesia.
Kedua, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) serta kondisi cuaca yang buruk
mengakibatkan banyak pengusaha kapal mengalihkan usahanya ke sektor lain sehingga
tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar PHP; Ketiga, banyak kapal yang sudah
tidak beroperasi lagi karena rusak, karam, dan sebagainya sehingga tidak melanjutkan izin
usaha penangkapannya; dan Keempat, kurangnya kesadaran para pelaku usaha perikanan
dalam pengurusan/memperpanjang ijin usaha perikanan.
Melihat kinerja suatu sektor, sebaiknya tidak hanya dilihat dari besar atau kecilnya
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), karena dapat menjadi salah asumsi terhadap
tujuan pembangunan atau malah bisa kontra produktif terhadap harapan yang ingin dicapai.
Terdapat tiga pertimbangan yang harus difahami dalam melihat peran PNBP pada sektor
kelautan dan perikanan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahaminya.
Pertama, tidak semua sektor merupakan bidang yang menghasilkan benefit ekonomi
secara langsung, seperti minyak atau jasa. Di negeri ini banyak contoh sektor yang bersifat
memerlukan pengeluaran anggaran guna tujuan negara mensejahterakan rakyatnya.
Misalnya sektor pengadaan infrastruktur, pemberdayaan daerah tertinggal, Departemen
Sosial dan sebagainya. Dalam hal tertentu sektor kelautan dan perikanan dapat
dikategorikan pada bidang ini, mengingat kondisi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya
yang masih miskin.
Kedua, terdapat sektor yang lebih memerlukan anggaran besar guna penyediaan
sarana dan prasarana. Sektor kelautan dan perikanan yang "melayani" kebutuhan negara
kepulauan, mengemban konsekuensi logis sebagai sektor yang banyak memerlukan
pengeluaran dari pada menerima profit. Misalnya saja terhadap pulau kecil, atau pulau
terluar. Paling tidak untuk sementara, sebelum daerah tersebut berkembang ekonominya.
Ketiga, sektor kelautan dan perikanan yang menangani sumberdaya alam, perlu sangat hatihati agar tidak terjebak oleh target ekonomi jangka pendek, berakhir dengan kerusakan
sumber daya alam yang kritis.
Penerimaan di bidang kelautan dan perikanan secara nasional tidak hanya dapat
dinilai dari PNBP saja, mengingat sumbangan sektor kelautan dan perikanan terhadap
perekonomian daerah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan ekonomi di sentrasentra kegiatan nelayan di pelabuhan perikanan dan pasar ikan, kegiatan perikanan di
sentra-sentra budidaya, kegiatan pengolahan ikan serta penerimaan daerah melalui retribusi
bidang kelautan dan perikanan sangat potensial, perizinan usaha/perdagangan perikanan,
dan sertifikasi ekspor dan impor serta multiplier effect-nya yang perlu diperhitungkan.
Selain itu, berkurangnya kontribusi PNBP dari sub sektor perikanan tangkap
merupakan konsekuensi kebijakan Pemerintah melakukan pengendalian perikanan tangkap.
Kini pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan perikanan budidaya yang dapat
Hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) yang tertuang dalam Pasal 16 s/d Pasal 22.
b.
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang tertuang dalam Pasal 23
s/d Pasal 27.
c.
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tertuang dalam Pasal 28 s/d
Pasal 31.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 10
d.
Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tertuang dalam Pasal 32 dan
Pasal 33.
e.
b.
tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan dapat
ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan
hubungan utang piutang yang bersangkutan. Hak tanggungan yang melekat pada HP-3
merupakan hak jaminan yang dibebankan pada HP-3, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan HP-3, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain.
Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
HP-3 diberikan dalam bentuk sertifikat HP-3, dimana hak ini berakhir bilamana (i)
jangka waktunya habis dan tidak diperpanjang lagi; (ii) ditelantarkan; atau (iii) dicabut
untuk kepentingan umum.
dilakukan oleh pemegang HP-3 dengan tidak berbuat sesuatu terhadap perairan pesisir
selama tiga tahun berturut-turut.
Tata cara pemberian, pendaftaran, dan pencabutan HP-3 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Pendaftaran HP-3 merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan, dan teratur yang meliputi
pengukuran, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang perairan, termasuk
pemberian sertifikat HP-3.
Pemberian HP-3 wajib memenuhi persyaratan teknis, administratif, dan operasional.
Persyaratan teknis diantaranya meliputi: (i) kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau
rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (ii) hasil konsultasi publik
sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya; serta (iii) pertimbangan hasil
pengujian dari berbagai alternatif usulan atau kegiatan yang berpotensi merusak Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Persyaratan administratif diantaranya meliputi: (i)
penyediaan dokumen administratif; (ii) penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem; (iii)
pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3; serta (iv)
dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, pemohon wajib memiliki hak atas
tanah.
Adapun persyaratan operasional mencakup kewajiban pemegang HP-3 untuk: (i)
memberdayakan Masyarakat sekitar lokasi kegiatan; (ii) mengakui, menghormati, dan
melindungi hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal; (iii) memperhatikan hak
masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai; serta (iv)
melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.
Permohonan ijin HP-3 dapat ditolak, dan penolakan atas permohonan HP-3 wajib
disertai dengan salah satu alasan di bawah ini: (i) terdapat ancaman yang serius terhadap
kelestarian Wilayah Pesisir; (ii) tidak didukung bukti ilmiah; atau (iii) kerusakan yang
diperkirakan terjadi tidak dapat dipulihkan.
HP-3 tidak dapat diberikan pada kawasan konservasi, suaka perikanan, alur
pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Suaka perikanan merupakan kawasan
perairan tertentu baik air payau maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai
tempat berlindung atau berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi
sebagai daerah perlindungan. Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan baik alami
maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan pelayaran lainnya dianggap
aman untuk dilayari. Kawasan pelabuhan meliputi daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan.
pemanfaatan umum yang telah dipergunakan masyarakat antara lain untuk kepentingan
kegiatan sosial, budaya, rekreasi pariwisata, olah raga, dan ekonomi.
Pemanfaatan PulauPulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan
kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di
dekatnya. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk
salah satu atau lebih kepentingan berikut: (i) konservasi; (ii) pendidikan dan pelatihan; (iii)
penelitian dan pengembangan; (iv) budidaya laut; (v) pariwisata; (vi) usaha perikanan dan
kelautan dan industri perikanan secara lestari; (vii) pertanian organik; dan/atau (viii)
peternakan.
Kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib: (i)
memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; (ii) memperhatikan kemampuan sistem tata
air setempat; serta (iii) menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib mempunyai HP-3
yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 14
Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan
untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah dengan Masyarakat yang bersangkutan
yang mekanisme musyawarahnya difasilitasi oleh Bupati/Walikota. Adapun pemanfaatan
pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya oleh Orang asing harus mendapat persetujuan
Menteri.
Pulau kecil, gosong, atol, dan gugusan karang yang ditetapkan sebagai titik pangkal
pengukuran perairan Indonesia ditetapkan oleh Menteri sebagai kawasan yang dilindungi.
Kawasan yang dilindungi merupakan kawasan yang harus tetap dipertahankan
keberadaannya dari kerusakan lingkungan, baik yang diakibatkan oleh tindakan manusia
maupun yang diakibatkan oleh alam untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya untuk tujuan observasi,
penelitian, dan kompilasi data untuk pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan
lembaga dan/atau instansi terkait dan/atau pakar setempat. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil
terluar dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam upaya
menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konservasi
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk (i) menjaga
kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (ii) melindungi alur migrasi ikan dan
biota laut lain; (iii) melindungi habitat biota laut; dan (iv) melindungi situs budaya
tradisional.
Untuk kepentingan konservasi, sebagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat
ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas
sebagai satu kesatuan Ekosistem diselenggarakan untuk melindungi: (i) sumber daya ikan;
(ii) tempat persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain; (iii) wilayah yang diatur oleh
adat tertentu, seperti sasi, manee, panglima laot, awig-awig, dan/atau istilah lain adat
tertentu; dan (iv) ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan.
Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditetapkan dengan
Peraturan Menteri. Pengelolaan kawasan konservasi dilaksanakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka Menteri menetapkan: (i) kategori kawasan
konservasi; (ii) kawasan konservasi nasional; (iii) pola dan tata cara pengelolaan kawasan
konservasi; dan (iv) hal lain yang dianggap penting dalam pencapaian tujuan tersebut.
Pengusulan kawasan konservasi dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok masyarakat,
dan/atau oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah berdasarkan ciri khas Kawasan yang
ditunjang dengan data dan informasi ilmiah.
Kawasan konservasi dibagi atas tiga zona, yaitu: (i) zona inti; (ii) zona pemanfaatan
terbatas; dan (iii) zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan. Perubahan status Zona inti
untuk kegiatan eksploitasi yang dapat menimbulkan dampak besar dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; (ii) perlindungan pantai dari erosi atau
abrasi; (iii) perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam
lainnya; (iv) perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,
terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta; (v) pengaturan akses
publik; serta (vi) pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Rehabilitasi
Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib dilakukan dengan
memperhatikan keseimbangan ekosistem dan/atau keanekaragaman hayati setempat.
Rehabilitasi dilakukan dengan cara: (i) pengayaan sumber daya hayati; (ii) perbaikan
habitat; (iii) perlindungan spesies biota laut agar tumbuh dan berkembang secara alami; dan
(iv) ramah lingkungan.
Rehabilitasi dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan/atau setiap
Orang yang secara langsung atau tidak langsung memperoleh manfaat dari Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.
Reklamasi
Reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dalam rangka
meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Pelaksanaan Reklamasi wajib
Paper of Mahifal, SH., MH. - 17
Pemerintah
Setiap orang asing yang melakukan penelitian di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah. Penelitian yang dilakukan
oleh orang asing dan/atau badan hukum asing harus mengikutsertakan peneliti Indonesia.
Setiap orang asing yang melakukan penelitian di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
harus menyerahkan hasil penelitiannya kepada Pemerintah.
Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk meningkatkan pengembangan sumber daya
manusia di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat bekerja sama dengan berbagai
pihak, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat internasional.
Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi dan
Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
b.
b.
(ii) Ijin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan dampak besar terhadap
perubahan lingkungan, dan (iii) Perubahan status Zona inti pada Kawasan Konservasi
Perairan nasional. Penetapan HP-3 dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan DPR.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah. Untuk meningkatkan efektivitas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah dapat melakukan pendampingan terhadap Pemerintah
Daerah dalam merumuskan dan melaksanakan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam upaya mendorong percepatan pelaksanaan otonomi daerah
di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah dapat membentuk unit pelaksana
teknis pengelola Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan kebutuhan.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat nasional
dilaksanakan secara terpadu di bawah
koordinasi Menteri.
dikoordinasikan meliputi:
a.
penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap sektor sesuai dengan perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu;
b.
perencanaan sektor, daerah, dan dunia usaha yang bersifat lintas provinsi dan Kawasan
Strategis Nasional Tertentu;
c.
d.
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang bersifat lintas provinsi dan Kawasan tertentu yang bertujuan strategis.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat provinsi
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasikan oleh dinas yang membidangi Kelautan
dan Perikanan. Jenis kegiatan yang dikoordinasikan meliputi:
a.
penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap dinas otonom atau badan sesuai
dengan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu
Provinsi;
b.
c.
d.
rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan instansi vertikal di daerah, dinas
otonom, atau badan daerah;
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil di provinsi.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat kabupaten/kota
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasi oleh dinas yang membidangi kelautan dan
perikanan. Jenis kegiatan yang dikoordinasikan meliputi:
a.
b.
c.
d.
rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan tiap-tiap dinas otonom atau
badan daerah; serta
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil skala kabupaten/kota.
b.
memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat
pemberian HP-3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.
d.
e.
memperoleh informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil;
f.
mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang
menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
g.
h.
i.
j.
dalam
Pengelolaan
Wilayah
Pesisir
dan
Pulau-Pulau
Kecil
berkewajiban:
a.
memberikan informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil;
Paper of Mahifal, SH., MH. - 22
b.
c.
d.
e.
Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal atas Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Pengakuan hak-hak Masyarakat Adat,
Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal dijadikan acuan dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berkelanjutan.
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberdayakan Masyarakat
dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam upaya pemberdayaan
Masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mewujudkan, menumbuhkan, dan
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam:
a.
pengambilan keputusan;
b.
pelaksanaan pengelolaan;
c.
d.
e.
pengembangan dan penerapan upaya preventif dan proaktif untuk mencegah penurunan
daya dukung dan daya tampung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
f.
g.
h.
PENUTUP
Kesimpulan
Makalah tentang kajian potensi pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman ini
merupakan iteratif terhadap UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Hasil ini semoga dapat memberikan arahan tentang jenis-jenis
potensi pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman yang dapat dikembangkan dan menjadi
ranah atau kewenangan Departemen Kelautan dan Perikanan serta arahan strategi tindak
lanjut yang harus dilakukan.
Sesuai dengan isi dari Bab V UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K), maka terdapat beberapa kegiatan yang mempunyai
berpeluang untuk dikelola sebagai target-target penerimaan Negara bukan pajak. Beberapa
kegiatan dimaksud diantaranya adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
Reklamasi.
Selain itu, terdapat juga beberapa kegiatan lain yang berpotensi mendatangkan
b.
perikanan ini masih memerlukan tindak lanjut yang menyeluruh dan lebih akomodatif serta
lebih berhati-hati agar tidak keluar dari ranah yang sebenarnya yang diamanatkan dalam
UU Nomor 27 Tahun 2007. Semoga artikel ini dapat menjadi pegangan bersama dalam
melihat peluang-peluang dan kebijakan yang perlu dilakukan demi sebesar-besarnya
optimalisasi pemanfaatan jasa kelautan dan kemaritiman.
Saran
Berdasarkan hasil kajian dan telaahan potensi dan peluang pengelolaan jasa
kelautan dan kemaritiman ditinjau berdasarkan substansi UU No.27/2007 tentang PW3-K,
maka beberapa rekomendasi terkait dengan arahan strategi ke depan dalam rangka
peningkatan PNBP sektor kelautan adalah sebagai berikut :
a.
Perlu dibentuk dengan segera kelompok kerja (Pokja) penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) berbasis sektor jasa kelautan dan kemaritiman PNBP
b.
Melakukan berbagai macam diskusi terfokus untuk mempertajam isu dan implementasi
PNBP
Paper of Mahifal, SH., MH. - 25
c.
d.
Perlu melakukan survey potensi KP3K secara menyeluruh agar diperoleh status terkini
yang lebih akurat dan up-to-date
e.
f.
g.
h.
REFERENSI TERBATAS
Annonymous. 2007. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikaan
(DKP).
__________. 2009. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara 2009. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
__________. 2007.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.
__________. 1998. Pearaturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Jenis-Jenis
PNBP yang berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen.
Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
__________. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Azis, Iwan J., L.M. Napitupulu, A.A. Patunru dan B.P. Resosudarmo. 2010. Pembangunan
Berkelanjutan: Peran dan Kontribusi Emil Salim. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG), 553 hal.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Naskah Akademis Kajian Potensi Kebijakan
Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kamaritiman. Jakarta: Departemen Kelautan dan
Perikanan bekerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 25 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Jakarta: Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 26
BIODATA
Mahifal, SH., MH dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Mei 1975. Gelar Sarjana Hukum
(SH) diperoleh dari Universitas Pakuan Bogor pada tahun 1998. Dan dari perguruan tinggi
sama penulis memperoleh gelar Master Hukum (MH) pada tahun 2008. Saat ini, penulis
aktif mengajar di Universitas Pakuan Bogor dan menjadi tenaga ahli di beberapa lembaga
pemerintahan, baik pusat maupun daerah.