Judul
: Uji Kepekaan Mikroba
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini diharapkan mahasiswa semester III Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga dapat mengetahui obat yang paling cocok (paling poten)
untuk mikroba penyebab penyakit dan mengetahui adanya resistensi terhadap
berbagai macam antibiotik.
3. Landasan Teori
3.1. Sensitivitas Mikroba
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap
antibiotik atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk
memberikan daya hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas anti-mikroba akan dapat
menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia,
sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode
merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya
aktivitas anti-mikroba (Djide, 2008).
Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas anti-bakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode
cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi
sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. uji sentivitas
bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri
terhadap zat anti-bakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki
aktivitas antibakteri. Seorang ilmuan dari Perancis menyatakan bahwa metode difusi
agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas
bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan
mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar
cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.
Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sensitif (Gaman, dkk. 1992).
3.2. Antibiotik
Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh
mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya
metode sintetik, bagaimanapun dihasilkan pada modifikasi dari definisi ini dan
antibiotic saat ini megarah pada bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme , atau
bahan yang sama (yang diproduksi keseluruhan atau sebagian oleh sintetis kimia),
yang
dimana
ada
konsentrasi
yang
rendah
menghambat
pertumbuhan
selektif
penggunaan
agen
yang.
Beberapa
mekanisme
resistensi
antibiotik
terhadap
pertumbuhan
mikroorganisme
terdapat
dalam
dengan
mengganggu
sintesis
peptidoglikan.
Dinding
sel
bakteri
dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat
lethal terhadap sel (Gupte, 1990).
Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu
membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin,
valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel
merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga
agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat
meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis (Gupte, 1990).
Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai ion
dphores yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat
mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran
sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin
lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai
jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak
aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan
sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya(Gupte,
1990).
Secara in vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga
membran sel darah merah mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik
polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering
disertai
efek
samping
anemia
hemolitik.
Kerusakan
membran
sel
dapat
sitostatik,
karena
mereka
dapat
menghentikan
pertumbuhan
dan
pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat
tumbuh kembali setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang
mempunyai aktivitas bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan
sitotoksik (Gupte, 1990).
Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid
sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi,
sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatip kecil bila digunakan oleh orang
dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s
dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan
ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga
terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian
yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Pertumbuhan sel kebanyakan
tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan
menentukan informasi sintesis protein dan enzim (Gupte, 1990).
Jenis-jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai
peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka
gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun
antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya
kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini
umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan
antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih
6
dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangat
kuat dalam menghambat pertumbuhan, maka anti-mikroba dengan mekanisme
seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor (Gupte, 1990).
Anti-mikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein
mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain:
Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin,
edeine, porfiromisin. Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin,
kromisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin. Antimikroba mempengaruhi
pembentukan aminoacyltRNA,
dalam
larutan
encer, untuk
menghambat
pertumbuhan
atau
memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu
pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk mencegah atau memperlambat
terjadinya resisten tersebut , maka cara pemakaian antibiotic perlu diperhatikan
( Djide , 2008).
Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotic. Penentuan
ini biasanya dilakukan dalam Laboratorium pengontrol dibawah pengawasan
instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan
ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua
bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus
menurut ketentuan yang telah dibakukan. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut (Irianto, 2006) :
a. Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat
pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC).
b. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap
organism yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di
laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.
3.5. Dasar Pemeriksaan Uji Kepekaan Mikroba
a. Merupakan metode yang langsung mengukur aktifitas satu atau lebih
antimikroba terhadap inokulum bakteri.
b. Merupakan
metode
yang
secara
langsung
mendeteksi
keberadaan
ditanami
pneumonia,
pengenceran
tidak
melebihi
g/ml,
Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan
pengeceran
ditambah
satu
perbenihan
tanpa
kepekaan teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2. Salah satu kelebihan metode
agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh
pada teknik dilusi perbenihan cair.
d. Penentuan MBC dari MIC perbenihan cair
Dasar penentuan antimikroba secara invitro adalah MIC (minimum inhibition
concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan
konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada
pembiakan kaldu. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang
dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Agar
antimikroba efektif pada MIC atau MBC. Sedapat mungkin mencapai tempat
infeksi. Absorpsi obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute
dan frekuensi pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat
terjadinya infeksi.
Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh bakteri
atau minimum bactericidal concentration(MBC) dilakukan dengan menanam bakteri
pada perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian
diinkubasi semalam pada 37C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi
pada agar.
Contoh MBC misalnya pada konsentrasi antibiotik 0 g/ml,1 g/ml dan 2
g/ml menunjukkan banyak pertumbuhan bakteri. Pada konsentrasi 4 g/ml,8
g/ml,16 g/ml masih menunjukkan pertumbuhan bakteri tapi jumlah koloninya
semakin sedikit. Pada konsentrasi antibiotik 32 g/ml ,64 g/ml, pada konsentrasi
32 g/ml tumbuh 8 koloni bakteri, sedangkan pada 64 g/ml tidak tumbuh,
sehingga MBC (minimum bactericidal concentration) adalah 64 g/ml.
e. Keuntungan dan kerugian metode dilusi
Dengan teknik dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif
dilakukan bersama-sama.MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi
dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antimikroba .Kerugiannya metode ini tidak
efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat-alat dan bahan
10
Terapi
lingkungan disesuaikan dengan standar metode konvensional dan ujuan dari metode
tetap sama seperti metode konvensional, hanya pengerjaan dan cara penggunaan
alatnya yang lebih praktis, dimana pencapaian tujuan bervariasi tergantung pada:
a. Susunan bakteri dan komposisi antimikroba yang digunakan.
b.Tingkat otomatisasi dalam penanaman, inkubasi, interpretasi dan pelaporan.
c. Metode yang digunakan untuk mengukur hambatan pertumbuhan bakteri.
d. Kecepatan memperoleh hasil.
e. Akurasi.
Jenis-jenis Metode komersial :
a. Metode mikrodilusi perbenihan cair (broth microdilution methods)
Secara umum metode ini didesain untuk menrima inokulum dan diinkubasi pada
kondisi
sesuai
petunjuk
penggunaan,
biasanya
untuk
pembacaannya
i.
j.
Spiral Gradient Endpoint Test (SGE), merupakan uji kepekaan pada satu agar
terdiri dari 15 suspensi mikroba dapat digoreskan swab dengan arah memutar
melalui
beberapa
konsentrasi.
Software
dibutuhkan
untuk
menghitung
bakteri
gram
negatif,
misalnya
membran
luar Pseudomomonas
14
15
16
Tahap 2.
17
Gambar 2. Hasil dari Penanaman antibiotik pada media SDA (Sabouraud Agar)
Terdapat dua zona dalam media SDA ini, yaitu zona radikal dan zona irradikal.
Zona radikal merupakan suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotik pada hasil kelompok
kami menunjukkan terlihat
radikal) yang terbentuk disekitar kultur yang ditanam pada media SDA dipengaruhi
oleh media, umur dan konsentrasi inokulum bakteri, metode inokulasi, waktu
inkubasi dan kondisi antibiotik yaitu masa berlaku dan cara penyimpanannya.
18
Selanjutnya yaitu zona irradikal, yaitu suatu daerah disekitar disk yang
menunjukkan pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotik tersebut, tetapi tidak
dimatikan. Disini terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur dibandingkan
dengan daerah luar pengaruh antibiotik tersebut.
5.2 . Metode Kuantitatif (Tube Dilution Technique)
Pada metode ini, kami hanya mengambil satu sampel dari konsentrasi obat
antibiotik yakni mengambil tabung ke tiga yang merupakan 1/2 pengenceran serial
dari tabung kedua. Gambar berikut ini merupakan hasil penanaman ulang agar lebih
memperjelas pertumbuhan mikroba pada media SDA. Adanya koloni menunjukkan
adanya pertumbuhan mikroba.
19