Anda di halaman 1dari 20

TINEA CRURIS

diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat


dalam menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin
di Rumah Sakit Bhakti Wiratamtama Semarang

Pembimbing :
dr. Endang Army, Sp. KK
disusun oleh :
Ritaningsih Purbaningrum
1. 207. 5555

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Tinea

cruris

dapat

ditemui

diseluruh

dunia

dan

paling

tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki
perempuan.

Tidak

ada

kematian

yang

berhubungan

banyak

laki

dengan

di

daerah

dibandingkan
tinea

cruris.

Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan
sekitar yang kotor dan lembab (Jeffrey, 2010).
Berdasarkan penelitian di RSUP Prof. DR R.D Kandou Manado, didapatkan jumlah
penderita Tinea cruris tahun 1998-2002 sebanyak 1.424 penderita dari 33.553 pasien rawat jalan
di poliklinik (Londok, 2011). Di negara maju, sekitar 10 20 %

penderita Tinea cruris

ditemukan di klinik dermatologi (Wiederkehr et al., 2008).


Tinea cruris atau sering disebut dengan Jock itch, ringworm of the groin merupakan
dermatofitosis yang terjadi pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar perineum. Kelainan ini
bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup
(Djuanda et al.,2006). Jock itch atau Tinea cruris mengenai orang yang berkeringat banyak. Hal
ini juga sering terjadi pada orang yang kelebihan berat badan, tapi setiap orang bisa mendapatkan
kondisi ini (Zelena, 2010).
Meskipun sering tidak nyaman dan mengganggu, Jock itch biasanya tidak serius, kecuali
mungkin untuk orang - orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Menjaga daerah lipatan
paha dengan menjaga kebersihan dan tetap kering dan menerapkan pemberian obat anti jamur
topikal yang biasanya cukup untuk mengobati gatal - gatal (Zelena, 2010).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TINEA CRURIS
2.1. Definisi Tinea Cruris
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Kelainan

ini

dapat

bersifat

akut

atau

menahun,

bahkan

penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada

dapat

merupakan

daerah

genito-

krural saja,atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus,daerahgluteus dan perut bagian bawah
atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey
itch, ringworm of the groin, dhobie itch (Djuanda et al., 2006).

2.2. Epidemiologi Tinea Cruris


a. Umur

: Kebanyakan pada orang dewasa

b. Jenis kelamin : Pria lebih sering daripada wanita


c. Bangsa / ras

: Terdapat diseluruh dunia

d. Daerah

: Paling banyak didaerah tropis

e. Musim / iklim : Musim panas, banyak berkeringat


f. Kebersihan

: Kebersihan yang kurang diperhatikan

g. Keturunan

: Tidak berpengaruh

h. Lingkungan

: Lingkungan yang kotor dan lembab (Siregar, 2002).

2.3. Etiologi Tinea Cruris


Penyebab utama dari Tinea cruris

Trichopyhton

rubrum

(90%) dan

Epidermophython fluccosum, Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans


(6%) (Boel, 2003).

2.4. Patofisiologi Tinea Cruris


Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Penularan

langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderit aatau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang
cabangnya didalam jaringan keratin yangmati. Hifa ini menghasilkan enzimkeratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksiperadangan.
Pertumbuhannya denganpola radial di stratum korneummenyebabkan timbulnya lesi kulit de
ngan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang
berkembang menjadi suatu reaksi peradangan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah
jamur antropofilik, zoofilik,geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda
pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian - bagian
dari tubuh

misalnya:

Trichopyhton

rubrum

jarang

menyerang

rambut,

Epidermophython fluccosum paling sering menyerang lipat paha bagian dalam.


b. Faktor trauma. Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

c. Faktor suhu dan kelembapan. Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi
jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat
paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan
sosial
serta
kurangnya

kebersihan.

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat

insiden

penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik.
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, 2003).

2.5. Manifestasi Klinis Tinea Cruris


1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dandapat meluas
ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluaske supra pubis dan
abdomen

bagian

bawah.

Rasa

gatal

akan

semakin

meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki
keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
pakaian

ketat,

bertukar

pakaian

dengan

orang

lain,

aktif

berolahraga,

dan

menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tentara, atlit olahraga dan
individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan

sekunder.

Makula

eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika
kronis

atau

menahun

maka

efloresensi

yang

tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi. Manifestasi Tinea cruris yaitu:
1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik

3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif


4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematosus yang
tersebar dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkinmuncul
karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit
eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.Hampir setengah penderita Tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis
et al., 2008).

2.6. Pemeriksaan Penunjang Tinea Cruris


Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk diagnostik Tinea Cruris yaitu :
1. Pemeriksaan KOH 10 20 %
Bersihkan area lesi dengan alkohol 70%.

(Wiederkehr

Kerok skuama menggunakan pisau bedah atau scalpel dari bagian tepi lesi.
Kemudian kerokan tersebut ditaruh di objek glass, dan ditetesi dengan larutan KOH
10 20 % 1- 2 tetes dan ditutup dengan kaca penutup. Tunggu 10 15 menit untuk
melarutkan jaringan. Proses ini dapat dipercepat dengan memanaskan slide atau
dengan penambahan sulfoksida keratolitik atau dimetil untuk perumusan KOH.
Penambahan 1 tetes larutan lactophenol cotton blue atau tinta parker superchroom
blue black. pada preparat basah mempertinggi kontras dan membantu dalam

diagnosis.
Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 - 40 kali dan akan didapatkan
hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang ,maupun
spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan

miselium.
2. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide
untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur

(mycobyotic-mycosel)
kontaminan.

Identifikasi

jamur biasanya antara 3-6 minggu


3. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnyadan
spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akantampak
merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak
coklat atau hitam
4. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata
Gambar di bawah menunjukkan penampilan tinea cruris menggunakan berbagai teknik
pewarnaan:

Tinea cruris (hematoxylin and eosin stain)

Tinea cruris (periodic acid-Schiff stain, magnification 20 x)

Tinea cruris (Gomori methenamine-silver stain, magnification 20 x)


Gambaran Histologi
Pemeriksaan mikroskopis hematoxylin dan eosin-bagian jaringan yang bernoda
mengungkapkan adanya pola peradangan sangat sugestif oleh infeksi dermatofit.
Peradangan biasanya adalah perivaskular, epidermis spongiosis atau pola psoriasiform
hiperplasia. Granulomatosa dermatitis mungkin menyertai folikulitis.
Temuan diagnostik spesifik termasuk adanya neutrofil dalam lapisan sel cornified dan
sandwich sign di mana elemen jamur terjepit di antara 2 zona struktur yang berbeda
dalam lapisan sel cornified. Zona atas lapisan sel cornified memiliki pola seperti
keranjang-menenun khas orthokeratosis, sedangkan zona bawah terdiri dari
orthokeratosis dan parakeratosis. Kehadiran spora dan bercabang hifa dapat
dikonfirmasikan dengan menggunakan periodic asam Schiff atau methenamine silver
stain, tetapi pada pemeriksaan histologis tidak memberikan petunjuk mengenai spesies
dermatofit (Wiederkehr et al., 2008).

2.7. Diagnosis Tinea Cruris


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik denganmelihat
gambaran

klinis

dan

lokasi

terjadinya

lesi

serta

pemeriksaan

penunjangseperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang
ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi,

atau

penggunaan lampu wood.

2.8. Diagnosis Banding Tinea Cruris


1. Tinea cruris
2. Eritrasma
Eritrasma adalah suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya menyerang daerah yang
banyak keringat. Penyebabnya yaitu Corynebacterium minutissimum. Biasanya pada
dewasa muda dan dapat mengenai laki laki dan perempuan. Orang orang yang banyak
keringat, kegemukan, peminum alkohol lebih sering terkena penyakit ini. Daerah
beriklim panas lebih sering terkena. Panas dan lembab mempermudah timbulnya
penyakit. Higienisitas yang buruk berperan penting dalam menimbulkan penyakit ini.
Gejala awalnya yaitu dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke
seluruh regio menjadi merah, teraba panas seperti kena cabai. UKK berupa eritema luas
berbatas tegas dengan skuama halus dan terkadang erosif. Lokalisasi di daerah lipat paha
bagian dalam, aksila dan intergluteal.

Makula eritematosa berbatas tegas, tidak ada lesi satelit


Gambar Eritrasma

3. Kandidosis Intertriginosa
Kandidosis intertriginosa merupakan suatu penyakit kulit akut atau subakut, yang
disebabkan jamur Candida albicans. Kandidiasis dapat menyerang segala umur, baik laki
laki maupun perempuan. Lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembaban tinggi.
Lebih sering terjadi pada musim hujan, sehubungan dengan daerah daerah yang
tergenang air. Terutama dapat menyerang pekerja kebun, tukang cuci, petani. Riwayat
Diabetus mellitus salah satu faktor yang mempermudah berkembangnya Candida
albicans. Gejala awalnya berupa gatal hebat disertai panas seperti terbakar, terkadang
nyeri jika ada infeksi sekunder. UKK nya yaitu eritematosa, erosif, kadang kadang
dengan papula bersisik. Pada keadaan kronik, daerah daerah likenifikasi,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura. Lesi didaerah lipatan kulit
ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis
dan umbilikus.

Daerah eritematosa, erosi, bersisik dengan lesi satelit


Gambar Kandidosis Intertriginosa
2.9. Penatalaksanaan Tinea Cruris
a. Non Medikamentosa
1. Hindari pemakaian pakaian ketat baik kaos maupun celana panjang
2. Hindari penggunan kain yang tidak dapat menyerap keringat seperti nilon, linen
b. Medikamentosa
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari
golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya
memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping.
Obat

ini

digunakan

pagi

dan sore

hari

kira

kira 2

4 minggu.

Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan

diteruskan sekurang

kurangnya

2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan
dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik
hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat- obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.Pengobatan
anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam

empat golongan yaitu:

golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan

lainnya seperti siklopiros

,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akanmenghambat enzim lanosterol 14 alpha deme
tylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur ters
ebutmerupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynaminmenghambat
keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol
yang

berakibat

akumulasi

toksik

squalene

didalam

menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut

sel

dan

mengakibatkan

kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk.Golongan

benzilamin

mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan


lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk
pemberian topikal dan sistemik: Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris
adalah:
1.Golongan Azola
Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan

obat

pilihan

pertama

yang

digunakan

dalam

pengobatan

tinea

cruriskarena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambatpertumbuh


an ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati.
Pengobatan

dengan

clotrimazole

ini

bisa dievaluasi

setelah

minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti

dewasa.

Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akan

menghambat

biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membransel jamur meningkat


menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan

kali

sehari

selama

minggu.

Penggunaan

pada anak

sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas,
hindari kontak dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas
dinding

sel

jamur

dan

menyebabkan

sel

jamur

mati.

Pengobatandengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2 - 4 minggu dengan cara

dioleskan

sebanyak 2 kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broadspektrum akan
menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamurmeningkat menyebabkan
sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapatdilakukan selama 2-4 minggu. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkanhipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis
ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.Tersedia dalam bentk
cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama
dengan

orang

dewasa.

Tidak

dianjurkan

pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.

f.Sulkonazole (Exeldetm)

pada

Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu me
nghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkankebocoran komponen sel, sehingga
menyebabkan

kematian

sel

jamur.

Tersedia

dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun


sama

penggunaan

dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu

sebanyak 4 kali sehari).


2.Golongan alinamina.
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat

broad

spektrum

anti

jamur

dan merupakan

derivat

sintetik

dari

alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehinggamenyebabk


an

pertumbuhan

sel

amur

terhambat.

Pengobatan

dengan

naftitine

dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk

1%

cream dan lotion. .


Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualenepoxide yang me
rupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol
yang menyebabkan kematian sel jamur.Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan
penggunaan terbinafin.Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.
Digunakan selama1-4 minggu
3.Golongan Benzilamina.
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membransel jamur
menyebabkan

sel

jamur

terhambat

pertumbuhannya.

Digunakan

dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.Untuk
dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.

4.Golongan lainnyaa.
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesis DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan
dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4minggu.
Pengobatan

secara

sistemik

dapat

digunakan

untuk

untuk

luasatau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang

lesi

yang

digunakan

dalam pengobatan tinea cruris:


a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektru
m luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama2-4 minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole
merupakan obat
anti jamur oral
yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur denganmenghamb
at

sitokrom P-450

dependent

sintetis

dari ergosterol yang

merupakan

komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwaitrakona


zole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200mg peroral selama 1 minggu dan dosis dapat
dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetapi tidak boleh melebihi400mg/hari.
Untuk anak-anak 5mg/hari Peroral selama 1 minggu. Obat ini

dikontraindikasikan

pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan


cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamurdengan me
ngikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkatkeefektifannya dibandin
g itrakonazole.

Pemberian dosis pada dewasa 500mg

microsize

(330-375

mg

ultramicrosize) PerOral selama 2-4minggu, untuk anak 10-25mg/kg/hari Peroral atau


20 mg microsize /kg/hari
d.Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada
anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg : 62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
> 40kg:250mg/ hari selama 2 minggu (Wiederkehr et al., 2008).

2.10 Edukasi
Edukasi kepada pasien di rumah :
1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti
pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.
5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan

penderita

harus segera dicuci dan direndam air panas.


6. Bila penyakit belum berkurang segera kembali ke dokter (Boel, 2003).
2.11. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit (Boel, 2003).
2.12. Prognosis
Prognosis

penyakit

ini

baik

dengan

diagnosis

dan

asalkankelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga (Siregar, 2002).

terapi

yang

tepat

BAB III
CATATAN MEDIK ORIENTASI MASALAH

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. Dwiyana
Umur
: 52 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Guru SD
Alamat
: Asrama Kodam Kesatrian RT 01 / 05 Candisari, Semarang
No. CM
:B. DATA DASAR
Autoanamnesis dengan Penderita dilakukan pada tanggal 1 Mei 2013 pukul 11.15 WIB di
poli kulit RST Semarang.

1. KELUHAN UTAMA
Gatal di bagian paha belakang kanan, lipat paha kanan dan kiri serta pantat
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke poli kulit RST Semarang dengan keluhan 1 minggu gatal di daerah
paha belakang kanan, lipat paha kanan dan kiri serta pantat. Terasa gatal sekali saat
berkeringat dan ingin menggaruk terus. Gatal tidak sampai menganggu aktivitas
pasien. Gatal berkurang bila paha belakang kanan, lipat paha kanan dan kiri serta
pantat tidak memakai celana panjang ketat dan memakai rok yang longgar. Gatal
timbul lagi saat berkeringat. Awal mula timbul gatal saat 1 minggu yang lalu
memakai celana panjang terlalu lama dan tidak ganti celana panjang selama beberapa
hari. Kemudian digaruk terus sampai meluas. Sudah diberi salep tetapi masih gatal.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penderita sudah pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan sering kambuh
kambuhan.

Riwayat Diabetes Mellitus diakui oleh penderita

Riwayat alergi obat disangkal oleh penderita

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
5. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Penderita tinggal bersama suami dan anaknya di asrama kodim. Kesan ekonomi baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK

UKK : Makula hiperpigmentasi, skuama, tepi lesi berupa papul


Lokasi : Lipat paha kanan dan kiri,paha belakang kanan dan pantat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH 10 %
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea cruris
2. Eritrasma
3. Kandidosis intertriginosa
F. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Cruris
G. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
1. Hindari pemakaian pakaian ketat baik kaos maupun celana panjang
2. Hindari penggunan kain yang tidak dapat menyerap keringat seperti nilon, linen
b. Medikamentosa
R/ Griseofulvin 500 mg tab No. X
S 1 dd I
R/ Cream Klotrimazol 10 mg
tube 5 gr No. I
Cream Deksametason asetat 2 mg tube 5 gr No. I
m.f. cream
S ue

H. EDUKASI
1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.

3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti
pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.
5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
harus segera dicuci dan direndam air panas.
6. Bila penyakit belum berkurang segera kembali ke dokter
I. PROGNOSIS

penderita

DAFTAR PUSTAKA
Boel, T, Drg. M.Kes, 2003. Tinea Kruris, Dalam : http://id.scribd.com/doc/60136080/TineaKruris. Dikutip tanggal : 3 Mei 2013
Djuanda, A. Prof.Dr.dr., Budimulja, U.dr., Hamzah, M. dr., Aisah, S. Prof.Dr.dr., 2006, Ilmu
Penyakit Kulit Kelamin, FKUI, Jakarta : 89 109
Jeffrey, H, MD., 26-05-2010, Tinea Cruris (Jock Itch), Journal of abqjournal. Dalam :
http://health.abqjournal.com/ConditionFactsheet/171_1_1_1_0_0/Jock_Itch.aspx.
Dikutip tanggal : 3 Mei 2013
Londok, J. 11-02-2011, Tinea Cruris, Dalam : http://id.scribd.com/doc/60136080/Tinea-Kruris.
Dikutip tanggal : 3 Mei 2013
Siregar, R.S. Prof.Dr.dr., 2002, Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta : 29 34
Wiederkehr, M, MD., 2008, Tinea Cruris, Journal of Medicine. Dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview. Dikutip tanggal : 3 Mei 2013
Zelena, 16-11-2010, Jock Itch, Dalam : http://www.mayoclinic.com/health/jock-itch/DS00490.
Dikutip tanggal : 3 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai