Anda di halaman 1dari 17

Critical Appraisal dan Uji Diagnostik

Pembimbing:
DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes
Disusun oleh:
Galdy Wafie
090 100 100

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/


ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, kami menyajikan makalah mengenai Critical Appraisaldan
Uji Diagnostik. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk

memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kesatas kesediaan
beliau sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui
makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Critical Appraisal dan
Uji Diagnostik semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya kesehatan.
Medan, 10 Februari2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN........................................................................

1.1.
1.2.
1.3.

Latar Belakang..............................................................
Tujuan............................................................................
Manfaat..........................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................

2.1
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.

Definisi ......................................................................... 3
Tujuan .......................................................................... 4
Langkah langkah dalam Critical appraisal................ 5
Nilai Uji Diagnostik...................................................... 7
Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas............................ 8
Langkah-Langkah Uji Diagnostik................................. 11

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 13


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Telaahkritisataucritical

appraisaladalahcaraataumetodeuntukmengkritisisecarailmiahterhadappenulisanil
miah.Telaahkritis
menjadisuatukeharusanbagiseorangklinisiuntukmenerapkanpengetahuanbarudala
mprakteksehari-hari.Telaahkritisdigunakanuntukmenilaivaliditas

(kebenaran)

dankegunaandarisuatuartikelatau journal ilmiah. Telaah Kritis merupakan bagian


dari Evidence-Based Medicine.1
EBM merupakanpraktikkedokteranklinis yang memadukanbuktiterbaik
yang ada, keterampilanklinis, dannilai-nilaipasien.EBM bertujuanmembantuklinisi
agar

pelayananmedismemberikanhasilklinis

yang

optimal

kepadapasien.Penggunaanbuktiilmiahdaririsetterbaikmemungkinkanpengambil
ankeputusanklinis yang lebihefektif, bisadiandalkan, aman, dan cost-effective.1
Pada masa lalu penentuan apakah seorang sakit atau tidak sakit sematamata dilakukan dengan dasar pemeriksaan klinis, yang terbukti banyak
menyebabkan kesalahan diagnosis. Kemudian berkembang amat pesat berbagai
pemeriksaan penunjang atau prosedur diagnostik, mulai dari pemeriksaan
laboratorium sederhana sampai pemeriksaan pencitraan yang canggih. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kita memerlukan berbagai jenis uji diagnostik untuk
menegakkan diagnosis pada sebagian besar kasus.2
Uji diagnostik dapat dibagi berdasarkan pada kegunaannya misalnya untuk
skrining, untuk memastikan atau menyingkirkan diagnosis, untuk memantau
perjalanan penyakit, menentukan prognosis dan lain-lain. 1 Agar dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosis, mendeteksi atau memprediksi penyakit
pada sekelompok orang yang tampaknya sehat, tetapi mempunyai risiko terkena
suatu penyakit tertentu (population at risk) maka alat uji tersebut harus memiliki
tingkat akurasi yang tinggi hingga dapat diandalkan. Untuk memperoleh alat uji
yang dimaksud di atas dapat dilakukan uji tunggal seperti sensitivitas, spesifisitas
dan uji prediksi atau uji gabungan.3

Dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian, tujuan, hasil Critical


Appraisal dan uji diagnostik dan langkah-langkah yang diperlukan dalam critical
appraisal agar kiranya dapat memperdalam tentang uji diagnostik dan
menerapkannya dalam studi epidemiologi..
1.2.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang Critical Appraisaldan uji diagnostik dan untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
1.3.

Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
Critical Appraisaldan uji diagnostik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Criticals

appraisalatautelaahkritisadalahcaraataumetodeuntukmengkritisisecarailmiahterha
dappenulisanilmiah.Telaahkritis
menjadisuatukeharusanbagiseorangklinisiuntukmenerapkanpengetahuanbarudala
mprakteksehari-hari.Telaahkritisdigunakanuntukmenilaivaliditas

(kebenaran)

dankegunaandarisuatuartikelatau journal ilmiah.1


CriticalAppraisal
(KajianKritis)adalahsuatuprosesevaluasisecaracermatdansistematisuntukmemutus
kanapakahsuatutulisanpenelitianataumajalahilmiahlayakdipercaya.
merupakansalahsatukemampuan

dasar

pentingbagiseorangklinisiuntukdapatmengetahuidanmenggunakan

Hal

ini
yang

data-data

penelitian yang dapatdipercaya dan efisien. 1


Uji diagnostik adalah satu tindakan prosedur medis dengan maksud
menyingkirkan ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada atau tidak.
Idealnya, uji diagnostik (laboratorium, imejing-radiologi, prosedur) yang
dilakukan untuk melengkapi informasi medis, hasilnya cepat diperoleh artinya
status kesehatan belum banuak berubah diagnosis (hasil) telah didapat, sehingga
diagnosis dapat ditegakkan disertai biaya yang murah.4
Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap (serial) , atau dilakukan
sekaligus beberapa uji diagnostik (paralel). Uji diagnostik yang ideal jarang sekali
ditemukan yaitu uji yang memberikan hasil positif pada semua subyek yang sakit
dan memberikan hasil negatif pada semua subyek yang tidak sakit. Hampir pada
semua jenis penyakit atau keadaan abnormal dilakukan penelitian untuk
memperoleh uji diagnostik baru.2

2.2.

Tujuan

Critical appraisal berfungsi sebagai berikut:

Secarasistematikmengevaluasiliteratureilmiah

Dapatmemilihliterature yang akan diambil

Memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhipekerjaan yang


akan dilakukan

Memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil


penelitian

Mendukung perkembangan dari Evidence Based


Medicine (EBM). 5

Pengembangan uji diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan,


termasuk:2
1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit
Untuk keperluan ini uji diagnosis harus sensitif (kemungkinan negatif
semu kecil), sehingga apabila didapatkan hasil yang normal (hasil uji
negatif) dapat dipergunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Ia
juga harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga
apabila hhasilnya abnormal dapat dipergunakan untuk menentukan
adanya penyakit.
2. Untuk keperluan skrining
Skrining dilakukan untuk mencari penyakit pada subyek yang
asimtomatik, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan agar
diagnosis dini dapat ditegakkan. Uji diagnostik untuk skrining harus
mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi meskipun spesifisitasnya
sedikit rendah. Penyakit yang perlu dilakukan skrining memiliki
syarat-syarat sebagai berikut:

Prevalens penyakit harus tinggi, meski kata tinggi ini relatif


Penyakit tersebut menunjukkan morbiditas dan / atau mortalitas

yang bermakna apabila tidak diobati


Harus ada terapi efektif yang dapat mengubah perjalanan penyakit
Pengobatan dini memberikan hasil yang lebih baik ketimbang
pengobatan pada kasus lanjut

3. Untuk pengobatan pasien. Dalam pengobatan pasien, uji diagnostik


sering dilakukan berulang-ulang untuk :

Memantau perjalanan penyakit atau hasil terapi

Mengidentifikasi komplikasi

Mengetahui kadar terapi suatu obat

Menetapkan prognosis

Mengkonfirmasi suatu hasil pemeriksaan yang tak terduga

Untuk kepentingan tersebut, reprodusibilitas suatu uji diagnostik


sangat penting, artinya apabila suatu uji dilakukan terhadap subyek
yang sama pada waktu yang sama, maka uji diagnostik tersebut harus
memberi hasil yang sama pula
4. Untuk studi epidemiologi. Uji diagnostik seringkali dilaksanakan
dalam studi epidemiologi. Suatu uji diagnostik yyang memberikan
hasil yang positif (ada penyakit) atau negatif (tidak ada penyakit)
sering dipakai dalam survai untuk menentukan prevalens suatu
penyakit.
2.3.

Langkah Langkah Critical appraisal


Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu
dilakukan terhadap kualitas bukti-bukti yang dilaporkan oleh artikel
riset pada jurnal. Penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset
meliputi

penilaian

tentang

validitas

(validity),

kepentingan

(importance), dan kemampuan penerapan (applicability) buktibukti


klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan,

kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu


pasien, disingkat VIA.1
1. Validity
Setiap artikel laporan hasil riset perlu dinilai kritis tentang
apakah kesimpulan yang ditarik benar (valid), tidak mengandung
bias. Bias adalah kesalahan sistematis (systematic error) yang
menyebabkan kesimpulan hasil riset yang salah tentang akurasi
tes diagnosis, efektivitas intervensi, akurasi prognosis, maupun
kerugian/ etiologi penyakit.1
Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung
dari cara peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara
mengukur variabel, dan mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang
disebut faktor perancu (confounding factor). Untuk memperoleh hasi
riset yang benar (valid), maka sebuah riset perlu menggunakan
desain studi yang tepat.1
2. Importance
Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis
perlu dinilai tidak hanya validitas (kebenaran)nya tetapi juga apakah
intervensi tersebut memberikan informasi diagnostik ataupun
terapetik yang substansial, yang cukup penting (important), sehingga
berguna untuk menegakkan diagnosis ataupun memilih terapi yang
efektif.1
Suatu

tes

diagnostik

dipandang

penting

jika

mampu

mendiskriminasi (membedakan) pasien yang sakit dan orang yang


tidak sakit dengan cukup substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh
ukuran akurasi tes diagnostik. Suatu intervensi medis yang mampu
secara substantif dan konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil
buruk (bad outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil

baik (good outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna


untuk diberikan kepada pasien. Suatu intervensi disebut penting
hanya jika mampu memberikan perubahan yang secara klinis
maupun statistik signifikan, tidak bisa hanya secara klinis
signifikan atau hanya secara statistik signifikan. 1
Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat
terapi dalam mencegah risiko terjadinya hasil buruk adalah absolute
risk reduction (ARR), relative risk reduction (RRR), dan number
needed to treat (NNT). Ukuran efek yang lazim digunakan untuk
menunjukkan manfaat terapi dalam meningkatkan kemungkinan
terjadinya hasil baik adalah absolute benefit increase (ABI), relative
benefit increase (RBI), dan number needed to treat (NNT). 1
Setiap intervensi medis di samping berpotensi memberikan
manfaat juga kerugian (harm). Ukuran efek yang digunakan untuk
menunjukkan meningkatnya risiko terjadi kerugian oleh suatu
intervensi medis adalah rasio risiko (RR), odds ratio (OR),
absolute risk increase (ARI), relative risk increase (RRI), dan
number needed to harm (NNH).1

3. Applicability
Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika
bisa diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. Bukti terbaik dari
sebuah setting riset belum tentu bisa langsung diekstrapolasi
(diperluas) kepada setting praktik klinis dokter. Untuk memahami
pernyataan itu perlu dipahami perbedaan antara konsep efikasi (efficacy)
dan efektivitas (effectiveness). Efikasi (efficacy) adalah bukti tentang
kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara
klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang
sangat terkontrol. Situasi yang sangat terkontrol sering kali tidak sama

dengan situasi praktik klinis sehari-hari. Suatu intervensi menunjukkan


efikasi jika efek intervensi itu valid secara internal (internal validity),
dengan kata lain intervensi itu memberikan efektif ketika diterapkan
pada populasi sasaran (target population).1
2.4.

Nilai Uji Diagnostik


Sebelum suatu metode digunakan, protokol evaluasi metode harus

memastikan bahwa prosedur pengukuran memenuhi kriteria, seperti keakuratan,


presisi, dan stabilitas yang dibutuhkan. Terdapat empat indikator yang sering
digunakan untuk menilai reliabilitas dari suatu tes laboratorium yaitu akurasi,
presisi, sensitivitas dan spesifisitas.6
Akurasi adalah kemampuan suatu tes untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur, dan diartikan sebagai proporsi dari seluruh hasil tes (positif
dan negatif) yang benar. Presisi adalah kemampuan suatu tes ntuk memberikan
hasil yang sama dengan pengulangan pada pasien yang sama atau sampel.6
Validitas dari suatu tes didefinisikan sebagai kemampuan untk
membedakan antara yang menderita penyakit dan yang tidak menderita penyakit.
Validitas memiliki dua komponen yaitu sensitivitas dan spesifisitas. 7
Cara mudah untuk melihat hubungan antara hasil uji dan kebenaran
diagnosis tampak pada gambar berikut:8
PENYAKIT
Ya

Tidak

positifbenar positifsalah
(a)
(b)
UJI
negtivesem negativeben
Negatif
u (c)
ar (d)
Gambar 2.1. Hubungan antara hasil uji diagnostik dan terjadinya penyakit.
Positif

Terdapat dua kemungkinan pada hasil uji untuk benar (true positive and
true negative) dan dua kemungkinan hasil uji adalah salah (false positive
and false negative)

2.5.

Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas


Uji diagnostik baru tentu diperlukan, dengan harapan nilai diagnostiknya

tidak beda dengan uji diagnostik referensi yang dipakai sebagai standar baku emas
(gold standard), prosedurnya lebih nyaman bagi pasien, hasilnya lebih cepat
diperoleh dan biaya lebih murah.4
Baku emas (gold standard) merupakan standar untuk pembuktian ada atau
tidaknya penyakit pada pasien, dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada
(meskipun bukan yang termurah atau termudah). Baku emas yang ideal selalu
memberikan hasil positif pada semua subyek dengan penyakit dan selalu
memberikan hasil negatif pada semua subyek tanpa penyakit. Dalam praktik
hanya sedikit baku emas yang ideal, sehingga kita harus memakai uji diagnostik
terbaik yang ada, sebagai baku emas.2
Hasil uji diagnostik cukup banyak berupa skala dikotom seperti normal dan
abnormal, sakit dan sehat, positif dan negatif dan berbentuk tabel 2 x 2. Hasil uji
diagnostik umumnya berupa :4,8

Sensitivitas, adalah besarnya persentase orang menderita penyakit bila


hasil ujinya positif.

Spesifisitas, adalah besarnya persentase orang tidak menderita penyakit


bila hasil ujinya negatif

Nilai prediktif positif (NPP), adalah persentase orang dengan uji tes positif
akan menderita penyakit di kemudian hari

Nilai prediktif negatif (NPN), adalah persentase orang dengan uji tes
negatif tidak akan menderita penyakit di kemudian hari

Rasio likelihood

10

Rasio likelihood positif (LR+) adalah kecenderungan berapa besar


peningkatan post-tes probabiliti dari pre-tes probabiliti jika hasil uji
diagnostik positif.
Rasio likelihood negatif (LR-) adalah probabilitas hasil uji negatif pada
orang yang sakit dibagi dengan probabilitas uji tes negatif pada orang yang
tidak sakit.

Pre-tes probabiliti atau prior probability adalah besarnya probabilitas dari


orang yang menderita penyakit sebelum tes tersebut dilakukan. Pre-test
odds of disease ( prevalence ) merupakan estimasi atau perkiraan besarnya
probabilitas sebelum tes dilakukan pada orang yang menderita penyakit
dibandingkan dengan probabilitas orang yang tidak menderita penyakit.

Post-tes probabiliti adalah besarnya probabiliti dari orang yang menderita


penyakit setelah tes diagnostik dilakukan. Post test odds of disease adalah
estimasi besarnya probabilitas setelah tes dilakukan pada orang yang
menderita penyakit dibandingkan dengan probabilitas orang yang tidak
menderita penyakit.

Gambar berikut menunjukkan hubungan antara uji diagnostik dan adanya


kemunculan penyakit. Merupakan ekspansi dari gambar 2.1.4,8
PENYAKIT

UJI

Ya

Tidak

Jumlah

Positif

a+b

Negatif

c+d

Jumlah

a+c

b+d

a+b+c+d

Gambar 2.2. karakteristik uji diagnostik


Sensitivisitas = a / (a + c)
Spesifisitas = d/ (b + d)
NPP
= a/ (a + b)

11

NPN
= d/ (c + d)
LR+
= sensivisitas/ (1- spesifisitas)
LR= (1- sensitivisitas)/ spesifisitas
Pre-test probability/ prevalens = (a + c )/ (a +b +c +d )
Pre-test odds = prevalensi / (1 prevalensi)
Post-test odds = pre-tes odds x LR+
Post-tes probability = post-tes odds/ (post-test odds + 1)

2.6.

Langkah-langkah penelitian uji diagnostik


Pelaksanaan uji diagnostik memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:1
1. Menentukan mengapa diperlukan uji diagnostik baru
Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah misalnya uji yang saat ini
tersedia bersifat invasif, terlalu mahal, terlalu sulit, atau memerlukan
keahlian khisus, dan apakah alat diagnostik yang baru dapat mengatasi
kekurangan tersebut.
2. Menetapkan tujuan utama uji diagnostik
Uji diagnostik untuk skrining memerlukan sensitivitas yang tinggi; bila
uji diagnostik untuk skrining memberikan hasil positif, maka perlu
konfirmasi dengan pemeriksaan lainnyg. Uji diagnostik untuk
konfirmasi diagnosis juga memerlukan nilai sensitivitas yang tinggi
dengan spesifisitas yang cukup, sedangkan untuk menyingkirkan
penyakit, diperlukan uji dengan spesifisitas yang tinggi
3. Memilih subyek penelitian
Subyek harus terdiri atas orang sehat, mereka yang sakit ringan, dan
sakit berat. Besal sampel perlu ditentukan berdasarkan interval
kepercayaan (biasanya IK 95%). Harus tersedia subyek yang cukup.
4. Menetapkan baku emas
Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam setiap penelitian
uji diagnostik. Telah disebutkan bahwa baku emas merupakan suatu uji
diagnostik terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara
teoritis ideal dipakai sebagai baku emas, namun kenyataannya tidak
baik dipakai karena memberikan hasil yang salah.

12

5. Melaksanakan pengukuran
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji)
maupun variabel efek (baku emas) harus dilakukan dengan cara
standar dan harus diusahakan pengukuran dilakukan secara tersamar
(masked, blinded), yakni pemeriksa variabel prediktor (uji tidak boleh
mengetahui hasil pemeriksaan variabel efek (baku emas) dan
sebaliknya.
6. Melakukan analisis
Laporkanlah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif atau negatif
serta likelihood ratio-nya, masing-masing dengan interval kepercayaan
yang dipilih. Apabila hasil uji diagnostik berskala ordinal atau kontinu,
harus disertakan ROC.

13

BAB III
KESIMPULAN
3.

Kesimpulan
1. Criticals
appraisalatautelaahkritisadalahcaraataumetodeuntukmengkritisisecarailmi
ahterhadappenulisanilmiah.
2. Langkah langkahdalamCritical Apraisaldapatdisingkatdengan VIA
(Validity, Important, Applicability)
3. Critical

appraisal

dapat

berfungsi

sebagai,

cara

untuk

mengevaluasiliteratureilmiahsecarasistematik,
dapatmembantudalammemilihliterature yang diperlukan, memutuskan
artikel manakah yang akan mempengaruhipekerjaan yang akan dilakukan ,
memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian dan
mendukung perkembangan dari Evidence Based Medicine (EBM)
4. Uji diagnostik merupakan satu tindakan prosedur medis dengan maksud
menyingkirkan ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada
atau tidak
5. Uji diagnostik bertujuan untuk menegakkan diagnosis, untuk keperluan
skrining, untuk pengobatan pasien, dan untuk studi epidemiologi.
6. Hasil uji diagnostik berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif ,
nilai prediksi negatif, rasio likelihood positif, rasio likelihood negatif, pretes probabiliti (prevalensi), pre-tes odds, post-tes odds, dan post-tes
probabiliti.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Murti B, Prof, dr, MPH, MSc, PhD (2011). Makalah Pengantar EvidenceBased. Ilmu Kesehatan Masyarakat:Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret.

2. Pusponegoro, H.D., Wirya, I..G.N.W., Pudjiadi, A.H., Bisanto, J.,


Zulkarnain, S.Z. (2011). Uji Diagnostik. Dalam S. Sastroasmoro, DasarDasar Metodologi Penelitian Klinis (hal. 193-216). Jakarta: Sagung Seto.
3. Budiarto,E. (2003). Uji Diagnostik. Metodologi Penelitian Kedokteran ,
184-195. Jakarta; ECG.
4. Mukhtar, Z. (2011). Uji Diagnostik. Dalam Z. Mukhtar, T. S. Haryuna, E.
Effendy, A. Y. Rambe, Betty, & D. Zahara, Desain Penelitian Klinis dan
Statistika Kedokteran (hal. 97-106). Medan: USU Press.
5. Belsey J. (2009). What is evidence-based medicine? London: Hayward
Medical Communications,.
6. Rao, L. V. (2011). Introduction to Laboratory Medicine. Dalam M.A.

Williamson, L.M. Snyder, Interpretation of Diagnostic Tests (hal 6-10).


Philadelphia: Lippinoctt Williams & Wilkins.
7. Gordis,L. (2008). Assessing the Validity dan Reliability. Epidemiology 4th

ed. Philadelphia; Elsevier.


8. Fletcher, R.H., Fletcher, S.W., Wagner, E.H. (1996). Diagnosis. Clinical
epidemiology the essentials, 43-66. USA: williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai