Anda di halaman 1dari 33

Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap orang atau warga

negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak dan meningkatkan martabat nya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU. No.40 tahun 2004
tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN).
Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN

A. Asas

Asas kemanusiaan
Asas manfaat

Asas keadilan sosial

B. Tujuan

Untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak

C. Prinsip SJSN

Asuransi
kegotongroyongan

nirlaba

keterbukaan

keberhati-hatian

akuntabilitas dan probabilitas

kepesertaan bersifat wajib

dana amanat dan hasil pengelolaan seluruhnya untuk


pengembangan program dan sebesar-besarnya kepentingan
peserta.

Suatu cara kegotongroyongan yang terorganisasikan dengan memberikan


santunan/pertolongan pada sesama yang meng-iur.
Dengan iuran yang dibayar secara rutin akan mendapatkan manfaat:

Meringankan beban biaya ketika sakit (jaminan kesehatan) atau mengalami


kecelakaan kerja (jaminan kecelakaan kerja).
Menerima sejumlah uang tunai ketika memasuki usia pensiun/hari tua (jaminan
hari tua).
Menerima sejumlah uang bulanan seumur hidupnya ketika menjalani pensiun
(jaminan pensiun).

Ahli waris menerima sejumlah uang ketika peserta meninggal dunia (jaminan
kematian).
http://www.djsn.go.id/sjsn/apa-itu-sjsn.html
Dewan Jaminan Sosial Nasional

SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), Sebuah Sistem dari


BPJS yang Berakar Kepada Semangat Gotong-royong.
Sebuah diskusi mengenai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) diadakan di
MetroTV pada pukul 23.00 WIB (8/8), sebuah acara bernama Indonesia Cinta Sehat
dengan mengadakan diskusi dengan judul SJSN, Gotong Royong Untuk Kesehatan dengan
narasumber Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D dan Guru
Besar FKM-UI, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH.
UU BPJS yang telah disepakati pemerintah dan DPR pada tahun 2004 telah menjadi harapan
baru bagi masyarakat. Salah satunya adalah jaminan sosial dibidang kesehatan. dengan
adanya BPJS, penyelenggaraan layanan kesehatan yang kurang menjangkau lapisan
masyarakat diharapakan bisa teratasi, sehinga tidak ada lagi isliah diskriminasi pelayanan
kesehatan dan semua golongan dapat mengakses layanan tersebut.
BPJS adalah sebuah badan hukum yang dibentuk untuk penyelengara program jaminan,
didalam program jaminan itu ada program jaminan kesahatan, program jaminan hari tua,
program jaminan kecelakaan, dan program jaminan kematian. Khusus untuk kesehatan
penyelenggaranya adalah BPJS kesehatan
Lain halnya dengan SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), SJSN adalah sistem yang
dijalankan oleh BPJS. Sebuah sistem gotong royong untuk kesehatan rakyat Indonesia.
Masyarakat diwajibkan membayar iuaran untuk membantu orang yang tidak mampu dan
ketika kita tidak mampu kita dibantu orang lain. sistem membayaran iuran ini ada 3 macam.
PNS dan pegawai formal dipotong dari gaji berdasarkan dari prosentase. untuk pekerja
nonformal, mereka diwajibkan membayar premi, sedangkan untuk rakyat miskin akan
disubsidi oleh pemerintah dengan istilah PBI (Penerma bantuan iuran).
Di dalam SJSN ini masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, kewajibannya dalam hal ini
seorang pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya, dan ketika tidak mendaftarkan akan

mendapatkan sangsi. Sedangkan hak Masyarakat ialah mendapatkan kartu untuk bisa
mengakes pelayanan dan menerima informasi tentang prosedurnya, tentang apa yang dijamin,
juga tentang hak untuk mengeluh.
Tolak ukur keberhasilan SJSN telah berhasil dilaksanakan BJPS adalah jumlah orang yang
dijamin. BPJS merencanakan pada tahun 2014, 70% masyarakat Indonesia ikut dalam
program ini. Target lebih tinggi dicanangkan oleh BPJS, tahun 2017, 90% lebih rakyat
Indonesia sudah mengikuti program ini. Semoga pada 1 Januari 2014 bangsa Indonesia bisa
mendapatkan pelayanan yang optimal.
(Donne)
Sumber : Metro TV, Indonesia Cinta Sehat
http://www.kpmak-ugm.org/

SJSN KESEHATAN DAN SUBSIDI BBM


Sabtu, 13 Juli 2013, 09:11
SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) bidang Kesehatan sudah akan dimulai
pada 1 januari 2014. SJSN Kesehatan atau disebut juga JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) mencakup pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
Direncanakan akan dijalankan secara bertahap hingga mencakup seluruh
penduduk Indonesia. Hal ini sesuai dengan konstitusi UUD 1945, pasal 34 ayat 2
mengamanatkan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat, kemudian pada ayat 3 dinyatakan negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak.

KONTAN
Harian Bisnis & Investasi
13 Juli 2013
SJSN KESEHATAN DAN SUBSIDI BBM
Dr Paulus Januar, drg, MS
Staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Univ. Prof DR Moestopo
(Beragama)- Jakarta
SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) bidang Kesehatan sudah akan dimulai pada 1 januari
2014. SJSN Kesehatan atau disebut juga JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) mencakup
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai. Direncanakan akan dijalankan secara bertahap hingga
mencakup seluruh penduduk Indonesia. Hal ini sesuai dengan konstitusi UUD 1945, pasal 34
ayat 2 mengamanatkan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat, kemudian pada ayat 3 dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dengan SJSN Kesehatan diharapkan dapat memeratakan ketersediaan dan jangkauan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Namun sayangnya hingga kini
persiapannya tidak jua memadai. Masih terjadi silang pendapat dan ketidakjelasan mengenai
implementasi SJSN Kesehatan yang menyangkut pembiayaan, maupun penyiapan sarana
serta tenaga kesehatan yang diperlukan.

SJSN Kesehatan dijalankan berdasarkan prinsip asuransi sosial hingga seluruh masyarakat
dapat memperoleh jaminan pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa mengalami risiko
finansial yang membebani. Sesuai dengan prinsip asuransi sosial, pembiayaan berasal dari
premi yang dibayarkan dan besarnya sesuai dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Bagi rakyat miskin yang tidak mampu disebut sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran),
preminya dibayarkan oleh pemerintah. Bagi pekerja sektor formal preminya sebesar 5% dari
penghasilan yang dibayar oleh majikan dan pekerja. Sedang bagi pekerja sektor informal
membayar premi yang ditentukan.
Permasalahan muncul sehubungan dengan masyarakat miskin PBI yang preminya dibayarkan
oleh pemerintah. Data menunjukkan, jumlah masyarakat miskin PBI sebanyak 86,4 juta
orang. Menurut perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) premi yang dibutuhkan
untuk PBI adalah Rp 27.000,- per orang per bulan. Sedangkan menurut perhitungan
Kementerian Kesehatan premi PBI sebesar Rp 22.201,-. Namun Menteri Keuangan dengan
alasan beratnya beban keuangan negara yang harus menanggung subsidi energi hingga
mencapai sekitar Rp 300 triliun, maka ditetapkan premi PBI yang dibayarkan pemerintah
sebesar Rp 15.500,- per orang per bulan. Dalam rangka membiayai premi PBI, pemerintah
menyediakan dana Rp 16,7 triliun selama setahun.
Sekitar 70% masyarakat miskin
Setelah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, kemudian pemerintah menaikkan
pembayaran premi PBI menjadi Rp 19.225,-. Tetapi premi PBI tersebut tetap masih jauh dari
perhitungan DJSN sebesar Rp 27.000,- ataupun perhitungan Kementerian Kesehatan sebesar
Rp 22.201,Perlu diperhatikan, masyarakat miskin PBI jumlahnya cukup signifikan yaitu sebanyak 86,4
juta orang yang berarti sekitar sepertiga dari penduduk Indonesia. Bahkan berdasarkan
perkiraan pada tahap awal SJSN Kesehatan pada 1 januari 2014, peserta yang dicakup
program ini baru 121,6 juta, berarti masyarakat miskin PBI jumlahnya sekitar 70% dari
seluruh peserta.
Premi PBI tersebut dirasakan kurang hingga dikhawatirkan akan sulit untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Tanpa
pembiayaan yang memadai dapat mempengaruhi tersedianya fasilitas, pelaksanaan
pelayanan, maupun pengembangan diri bagi tenaga kesehatan. Manakala hal ini terjadi maka
sulit untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Perlu dipahami bahwa sistem pembiayaan maupun mekanisme pembayaran merupakan unsur
penting dalam pengembangan pola pelayanan serta kualitas pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, bila tanpa pelayanan kesehatan yang berkualitas maka keselamatan pasien akan
terancam.
Ada hal yang aneh memang dalam program SJSN Kesehatan ini. Seharusnya pembiayaan
pelayanan kesehatan dikalkulasi terlebih dahulu, yaitu berapa biaya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan yang baik. Setelah diketahui berapa biaya yang
dibutuhkan, baru kemudian ditetapkan besarnya premi yang sesuai. Namun yang terjadi
sebaliknya, besarnya premi ditetapkan terlebih dahulu, dan baru pola pelayanan kesehatan
mengikutinya.

Pembiayaan yang dibutuhkan untuk premi PBI sebesar Rp 27.000,- per orang per bulan bagi
86,4 juta orang miskin, jumlahnya masih sangat kecil dibanding subsidi energi. Selain itu,
subsidi premi PBI bila dijalankan dengan benar, sasarannya adalah rakyat miskin yang
memang membutuhkan bantuan. Pembiayaan ini dimungkinkan karena menurut UU no 36
tahun 2009 tentang kesehatan, anggaran kesehatan adalah 5% dari APBN, dan selama ini
realisasinya baru hanya sekitar 2% hingga 2,5%.
Premi PBI sebesar Rp 19.225 juga dapat menimbulkan kesenjangan dengan premi pekerja
kecil sektor formal yang sebenarnya juga bukan kaum berpunya. Misalnya buruh dengan
penghasilan sekitar Rp 2 juta per bulan, maka premi yang harus dibayar sebanyak 5% yaitu
sebesar Rp 100.000,- per bulan. Jelas dalam hal ini terjadi kesenjangan yang dapat mengusik
rasa keadilan.
Masih adanya tarik ulur mengenai pembiayaan SJSN kesehatan ini jelas berpengaruh pula
pada kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan maupun tenaga kesehatan yang akan
melaksanakannya. Tidak mudah mempersiapkan 9.581 Puskesmas dan 2.138 rumah sakit
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perlu pula persiapan bagi tenaga kesehatan yang
terdiri atas 110 ribu dokter dan dokter spesialis, 25 ribu dokter gigi, 296 ribu perawat, dan
136 ribu bidan. Sementara itu, waktu yang tersedia menjelang 1 januari 2014 semakin
mendesak.
http://www.pdgi.or.id/artikel/detail/sjsn-kesehatan-dan-subsidi-bbm

SJSN, Jaminan Sosial Semesta untuk Semua


Diposting tanggal: 11 September 2013
Topik :
SJSN, Jaminan Sosial Semesta untuk Semua

Setelah sempat mengalami kevakuman yang cukup panjang, pelaksanaan UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) akhirnya menemukan titik terang
sejak ditetapkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS). Meskipun BPJS baru akan berjalan pada Januari 2014, akan tetapi kehadiran UU
BPJS secara nyata telah menjadi garansi bagi pelaksanaan SJSN secara penuh.

Sebagaimana diketahui, SJSN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut UU No. 40 Tahun 2004, SJSN
menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya yang dinilai kurang
memberikan manfaat maksimal bagi penggunanya.

Berbeda dengan sistem jaminan sosial lain yang bersifat sektoral, SJSN bersifat semesta
yakni dilaksanakan secara nasional dan menyeluruh. Ruang lingkupnya lebih luas
diantaranya jaminan hari tua, jaminan pensiun, asuransi kesehatan nasional, jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara di
seluruh wilayah indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,
sektor informal atau wiraswastawan atau warga negara biasa.

Memang harus diakui masih ada kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa nantinya SJSN
hanya untuk layanan dasar dan BPJS sebagai BUMN akan berusaha mencari untung melalui
program ini. Kekhawatiran tersebut wajar, namun hendaknya jangan sampai melupakan
bahwa SJSN adalah pelaksanaan konstitusi yang menjadi kewajiban negara terhadap
warganegaranya. Kekurangan dan kelemahan bisa jadi masih ada, oleh karena itu seluruh

warga negara perlu mengawal, memberikan kritik dan masukan yang membangun, agar
pelaksanaan SJSN dapat memenuhi harapan masyarakat.

Kita percaya bahwa SJSN telah didesain dengan baik dan oleh karenanya akan memberikan
manfaat optimal bagi masyarakat. SJSN juga menciptakan kesetaraan bagi seluruh
warganegara dalam perlindungan sosial. Semua mendapatkan jaminan dan perlindungan yang
sama, sehingga jurang perbedaan sosial dapat terjembatani.

Tidak berlebihan jika SJSN dinilai dapat mencegah lahirnya beragam konflik, anarkisme dan
aneka kerawanan sosial lainnya. Semangat gotong royong, kesetiakawanan, kepedulian
terhadap sesama dan solidaritas sosial, langsung atau tidak langsung akan terbentuk oleh
penyelenggaraan jaminan sosial ini. Pola subsidi silang dimana yang kaya diatur sedemikian
rupa agar dapat mensubsidi yang miskin, akan menumbuhkan semangat kegotongroyongan
secara horisontal maupun vertikal. Dengan demikian persatuan dan kesatuan anak bangsa
akan senantiasa terjaga.
http://www.jeparakab.go.id/artikel-7-sjsn-jaminan-sosial-semesta-untuk-semua.html

TANYA JAWAB SJSN


PENJELASAN ATAS PERTANYAAN DI MASYARAKAT

1. MULAI JAN 2014 PROGRAM JAMPERSAL APA DIHENTIKAN?


SJSN MERUPAKAN:
-

SISTEM ASURANSI SOSIAL YANG WAJIB BAGI SELURUH


PENDUDUKNYA DAN WNA YANG BEKERJA LEBIH DARI 6 BULAN DI
INDONESI ARTINYA SECARA BERTAHAP SEMUA TERSEBUT HARS MENJADI
PESERTA, DENGAN DEMIKIAN SEMUA HARUS MEMBAYAR IURAN
KECUALI YANG MISKIN DANTIDAK MAMPU.

BENEFIT ASURANSI SOSIAL INI ADALAH: SEMUA YANG MERUPAKAN


INDIKASI MEDIS AKAN DIJAMIN (yang tidak dijamin antara lain kepentingan
kosmetik, medical check up dll)

DENGAN DEMIKIAN:
PROGRAM JAMKESMAS, JAMPERSAL DAN JAMPELTAS SUDAH MASUK
KEDALAM SISTEM PENJAMINAN SJSN.
ARTINYA: ANC- PERSALINAN - PNC JUGA TALASEMIA YG SELAMA INI SEMUA
DIJAMIN PROGRAM PEMERINTAH maka MULAI 1 JAN 2014, MAKA YANG MISKIN
DAN TIDAK MAMPU YANG MENJADI PESERTA PBI (atau selama p ini jamkesmas)
serta JAMKESDA/apapun istilahnya) IURANNYA AKAN DIBAYAR
PEMERINTAH/PEMDA, SEDANGKAN YANG MAMPU HARUS MENJADI PESERTA
SJSN DENGAN MEMBAYAR IURAN.
BESARAN IURAN BAGI PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH (atau sering disebut
pekerja informal) , saat ini masih dalam rancangan perpres. TETAPI RELATIF NGGAK
MAHAL KOQ.

Sebagai contoh iuran untuk kelas 3 antara Rp 22.500 Rp 25.500 (angka pasti masih
dilakukan re-evaluasi).
Artinya dengan membayar iuran setahun sekitar 270.000-300.000 saja, maka seluruh
penyakit dan tindakkan medis termasuk partus, talasemia dan lain-lain sudah di-cover oleh
BPJS.
SANGAT MURAH BUKAN?
Padahal dengan membayar sendiri: hanya utk partus saja , biayanya sudah lebih dari
300.000, belum bila mengalami sakit lain.
SELAGI BULAN PUASA:
YUUK TAHUN DEPAN KITA RAME2 BERAMAL MEMBANTU MASYARAKAT
MISKIN DAN TIDAK MAMPU YANG BELUM TERJAMIN OLEH PEMERINTAH
UNTUK MENJADI: SEMACAM ANAK ASUH KITA DARI ZAKAT MAAL, UNTUK
MEMBAYARI BBRP WARGA MISKIN DAN TIDAK MAMPU, MENJADI PESERTA
SJSN (dengan menyumbang 300.000 setahun saja, kita sudah menolong 1 orang terjamin dlm
perlindungan kesehatannya).
Melalui DANA PEDULI SEHAT KAMI SUDAH MERENCANAKAN AKAN MENCARI
100 orang miskin dan tidak mampu yang akan kami daftarkan menjadi peserta SJSN (syukur
anggota donatur bertambah sehingga bisa bantu lebih banyak lagi masyarakat yg tidak
mampu).
Bila masyarakat menjadi PESERTA SJSN, MAKA TIDAK ADA LAGI SADIKIN (GARAGARA SAKIT JADI MISKIN)

2. MULAI JAN 2014 SMUA IBU BISA MELAHIRKAN DI FASYANKES MANAPUN


YANG DIA SUKA?
BAIK BAGI IBU MELAHIRKAN MAUPUN PESERTA LAIN, KETENTUANNYA
SAMA.
DALAM SISTEM INI YANG DIJAMIN HANYA BILA MELAKUKAN JENJANG
RUJUKAN KECUALI. KEADAAN EMERGENCY.
SEMUA PESERTA. HARUS MELALUI PELAYAN KESEHATAN PRIMER/PPK 1
TEMPAT YBS TERDAFTAR (kecuali bila emergency), SETELAH ITU TERGANTUNG
PERLU DIRUJUK ATAU TIDAK.
UNTUK 1 Januari 2014 tempat pelayanan primer peserta ditetapkan oleh BPJS (atau PT
Askes ) sesuai dg kepesertaan yang ada sekarang. Khusus peserta baru akan ditetapkan pada
saat pendaftran.

TETAPI SETELAH 3 bulan, SETIAP PESERTA BERHAK MEMILIH, TETAP DI PPK 1


tersebut atau mau pindah. DENGAN DEMIKIAN FASKES HARUS MEMBERIKAN
PELAYANAN YANG KOMPETITIF AGAR PESERTANYA TIDAK BERPINDAH.
KHUSUS IBU HAMIL, BISA DITOLONG OLEH BIDAN (prosedur sedang dalam proses).

3. SEMUA WARGA NEGARA INDONESIA MULAI JAN 2014 JIKA SAKIT APAKAH
DAPAT DILAYANI PADA SETIAP FASYANKES MANAPUN DENGAN KELAS APA
SAJA?
Dengan prinsip PORTABILITAS, MAKA PADA DASARNYA FASKES DI SELURUH
INDONESIA YANG KERJASAMA DENGAN BPJS BISA MELAYANI TETAPI TETAP
SESUAI PROSEDUR RUJUKAN KECUALI DALAM KONDISI EMERGENCY.
UNTUK FASKES YG TIDAK/BELUM KERJA SAMA DENGAN BPJS (yaitu yang swasta,
karena faskes pemerintah WAJIB KERJA SAMA DENGAN BPJS), tetap dalam kondisi
harus melayani rakyat dan bisa klaim ke bpjs sesuai tarif BPJS.
Untuk kelas tergantung haknya masing-masing.

4. DALAM ERA JKN-SJSN SEMUA WARGA NEGARA NKRI MEMPEROLEH


LAYANAN KESEHATAN SECARA GRATIS?
Jawaban sudah ada pada No. 1 bahwa bukan gratis tetapi secara bertahap harus menjadi
peserta asuransi sosial dan khusus yang miskin dan tidak mampu secara bertahap semua akan
ditanggung pemerintah.
Pada 2014 pemerintah baru bisa menjamin 86,4 juta masyarakat miskin dan tidak mampu,
sisanya dijamin pemda masing-masing melalui Jamkesda.

5. MULAI JAN 2014 PROGRAM JAMKESMAS DIHENTIKAN?


Peserta Jamkesmas tetap, hanya yg semula langsung dikelola Kemenkes, maka mulai 1
Januari 2014 dikelola oleh BPJS.

6. JKN-SJSN ADALAH PROGRAM UNGGULAN KEMKES, KEBERHASILANNYA


MENJADI TANGGUNG JAWAB KEMKES PUSAT DENGAN SATKERSATKERNYA?
JKN SJSN ADALAH PROGRAM NASIONAL YG MELIBATKAN 8 Kementerian dan
lembaga. Dan keberhasilannya menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat
tanapa kecuali termasuk tentunya pemerintah.

7. APAKAH JKN-SJSN HANYA MENGELOLA BAGAIMANA MENGOBATI


ORANG YG SAKIT, TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN MENCEGAH
PENYAKIT, APALAGI MELAKUKAN PROMOSI KESEHATAN?
KALAU KITA BERBICARA UKP DAN UKM, MAKA SJSN HANYA MENANGANI UKP
TETAPI MULAI DARI PROMOTIF, PREVENTIF, KURATIF sampai dengan
REHABILITATIF.
SEDANGKAN. UKM TETAP MENJADI PROGRAM PEMERINTAH PUSAT MAUPUN
DAERAH.
DALAM JKN TETAP ADA UPAYA PROMOTIF PREVENTIF, DAN HAL TERSEBUT
SANGAT TERASA TERUTAMA DI PELAYANANRIMER/PPK 1 yang MENGGUNAKAN
POLA KAPITASI (yaitu pembayaran diberikan dalam bentuk nilai tetap dikalikan jumlah
peserta yang menjadi tanggung jawab faskes tersebut. Jadi sakit atau tidak sakit faskes dasar
akan menerima pembayaran tetap setiap bulannya). AGAR FASKES TIDAK TERBEBANI
BIAYA BESAR, MAKA HRS MELAKUKAN UPAYA PROMOTIF, PREVENTIF,
DIAGNOSIS DINI, TERAPI DINI, REHABILITASI DINI.
DEIKIAN JUGA DI RS, DENGAN SISTEM PEMBAYARAN INA CBGs, MAKA HRS
MELAKUKAN KENDALI BIAYA DAN KENDALI MUTU. DIDALAM KENDALI
MUTU TERMASUK DIDALAMNYA UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF.

8. APAKAH JKN-SJSN ITU BUKAN HANYA PENCITRAAN POLITIK DI PUSAT,


KARENA MENJELANG PEMILU. PROGRAM JAMKESDA URUSAN BUPATI,
AGAR RAKYAT TETAP DUKUNG BUPATI, MAKA DI PUSAT MENERAPKAN
JKN-SJSN, DI SINI TETAP JAMKESDA
SJSN merupakan AMANAT UU No. 40 Tahun 2004, jadi sama sekali BUKAN
PENCITRAAN POLITIK, TETAPI MERUPAKAN KOMITMEN PEMERINTAH
SIAPAPUN YG MENGEMBAN AMANAH.
BAHWA DISINYALIR DI BEBERAPA DAERAH ADA YG MEMANFAATKAN
JAMINAN KESEHATAN UNTUK KOMODITAS POLITIK, ITULAH YG HARUS KITA
LURUSKAN.
SECARA BERTAHAP SEMUA MISKIN DAN TIDAK MAMPU YG SAAT INI MENJADI
PESERTA JAMKESDA MAUPUN YG BELUM MASUK PESERTA, AKAN MENJADI
TNGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT.
Dengan demikian anggaran yang semula untuk Jamkesda, akan digunakan utk peningkatan
fasilitas kesehatan.
UUD 45
Pasal 28H

1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.**)
Pasal 34
1. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakanyang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.**** )(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****)(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang.****
2.
UU SJSN 40/2004
Pasal 14
1. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai
peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin
dan orang tidak mampu.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

9. SEBAGAI PNS (ATAU PENSIUNAN SEPERTI SAYA) DALAM RANGKA JKNSJSN SAMA SEKALI BEBAS DARI KEWAJIBAN MEMBAYAR PREMI?
SEMUA PEGAWAI NEGERI SECARA OTOMATIS MULAI 1 Jan 2013 sudah menjadi
peserta BPJS.
Iuran berupa 2% potongan gaji ditambah subsidi pemerintah 2% (sesuai PP 28/2003) dg
menjamin maksimal 4 orang (suami istri dengan 2 anak), akan menjadi dijamin maksimal 5
orang suami istri dengan 3 anak) dan pemerintah menambah 1%, sedang pegawai negeri
(termasuk TNI POLRI) , tetap iuran 2 persen dari gaji, setelah pensiun hak ini tetap sampai
dengan meninggal.

10. PUSKESMAS TEMPAT SAYA BEKERJA TIDAK AKAN MELAYANI WARGA


YANG SAKIT PESERTA JKN-SJSN, KASIHAN MEREKA ITU, KARENA
PUSKESMAS SAYA SANGAT KURANG TENAGA?

Seperti juga sekarang sudah berjalan baik untuk Jamkesmas, Jamkesda, Askes, maka
PUSKESMAS DISAMPING MELAKUKAN UPAYA UKM JUGA TETAP
MELAKSANAKAN UKP DAN MENJADI SALAH SATU FASYANKES PRIMER.

KEKURANGAN TENAGA SAAT INI TIDAK HANYA TERJADI DI PUSKESMAS


TETAPI JUGA DI HAMPIR SEMUA JAJARAN DAN FASILITAS.
TETAPI KITA HARUS MEMPUNYAI TEKAD DAN KEBERANIAN MELANGKAH...

BAHWA JKN SJSN BELUM SEMPURNA ...PASTI ITU BENAR.... TETAPI DENGAN
KOMITMEN DAN SOLIDITAS KITA, SERTA MENGUBAH POLA PIKIR SKEPTIS,
PESIMIS MENJADI OPTIMIS DAN POSITIF....MAKA INSYA ALLAH NIAT SUCI
PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN JAMINAN SOSIAL BAGI KEBUTUHAN
DASAR YANG LAYAK UNTUK SELURUH MASYARKAT INDONESIA ...AKAN
SECARA BERTAHAP DIRASAKAN MANFAAT DAN KEBERHASILANNYA..
http://arsada.org/index.php/8-artikel/73-tanya-jawab-sjsn

IDI: SJSN Hanya Bisa Selesaikan Sebagian Masalah


Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Zaenal Abidin
mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) hanya akan menyelesaikan sebagian
masalah kesehatan saja.
"SJSN tidak akan serta merta menyelesaikan semua masalah kesehatan, tetapi hanya sebagian
yaitu biaya langsung layanan kesehatan kepada pasien," kata Zaenal Abidin saat membuka
sarasehan "SJSN: Anugerah atau Musibah Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat"
di Jakarta, Rabu (6/3).
Zaenal mengatakan, selain biaya layanan kesehatan sebagai biaya langsung, masih ada biaya
tidak langsung yaitu berbagai biaya yang dikeluarkan pasien dan keluarga pasien untuk
mengakses layanan kesehatan.
Selain itu, dia menilai persebaran dokter pelayanan kesehatan primer juga masih belum
merata di seluruh Indonesia. Menurut dia, Indonesia tidak hanya kota-kota besar seperti
Jakarta atau Surabaya saja.
"Indonesia itu juga termasuk Sumatera, Maluku dan Papua yang selama ini masih kekurangan
tenaga pelayanan kesehatan primer," ujarnya.
Karena itu, kata dia, terkait dengan persiapan pelaksanaan SJSN yang akan mulai
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 1 Januari
2014, PB IDI memiliki beberapa rekomendasi.
Pertama, mendorong persebaran dokter dan tenaga medis pelayanan primer ke seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pendekatan "public-private
partnership".
Kedua, menata ulang sistem pelayanan kesehatan agar sejalan dengan jaminan kesehatan
nasional sehingga terbangun sistem rujukan dengan pelayanan primer sebagai ujung tombak
pelaksanaan SJSN.
Ketiga, mengembangkan pelayanan primer dengan mewajibkan BPJS mengalokasikan 40
persen hingga 50 persen dana untuk pelayanan primer.

Keempat, mendorong tersedianya dan terselenggaranya standar pelayanan yang menjamin


pelaksanaan jaminan kesehatan nasional.
Kelima, perlu ada dorongan politik atau "political will" pemerintah untuk mengalokasikan
dana kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yaitu lima persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.
Sarasehan "SJSN; Anugerah atau Musibah Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat"
menghadirkan beberapa pembicara yaitu Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama, Wakil Ketua Komisi IX DPR Supriyanto, pakar jaminan sosial Prof Hasbullah
Thabrany, anggota DJSN Moeryono Aladin dan Direktur Utama PT Askes dr Fachmi Idris.
(sumber: www.suarapembaruan.com)

SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)


Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem
penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial,
agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju
terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan social
diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatka hilangnya
atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun,
maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan
sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju dan
berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak
seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya
mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. Secara universal, pengertian jaminan
sosial dapat dijabarkan seperti beberapa definisi yang dikutip berikut ini.

Menurut Guy Standing (2000)

Social security,is a system for providing income security to deal with the contingency risks of
life sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and death;
the provision of medical care, and the provision of subsidies for families with children.

ILO Convention 102

Social security is the protection which society provides for its members through a series of
public measures:
to offset the absence or substantial reduction of income from work resulting from various
contingencies (notably sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old
age and death of the breadwinner) 2
to provide people with health care; and
to provide benefits for families with children

Dasar Hukum

Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan perubahannya
tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan
konvensi ILO No.102 tahun 1952.

TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk


membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN

Asas jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas
manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Manfaat Jamsosnas
Manfaat program Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga
negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor
informal, atau wiraswastawan
Prinsip Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dan amanat , dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk

pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.


Paradigma Jamsosnas
Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan paradigma tiga pilar yang
direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilar-pilar itu adalah :
Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance) kepada penduduk
yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun pelayanan tertentu,
untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan bantuan sosial dapat bersumber
dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat. Mekanisme 4 bantuan sosial biasanya
diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang
benar-benar membutuhkan, umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika
terpaksa menganggur.
Di Indonesia, bantuan sosial oleh Pemerintah kini lebih ditekankan pada pemberdayaan
dalam bentuk bimbingan, rehabilitasi dan pemberdayaan yang bermuara pada kemandirian
PMKS. Diharapkan setelah mandiri mereka mampu membayar iuran untuk masuk
mekanisme asuransi. Kearifan lokal dalam masyarakat juga telah lama dikenal yaitu upayaupaya kelompok masyarakat, baik secara mandiri, swadaya, maupun gotong royong, untuk
memenuhi kesejahteraan anggotanya melalui berbagai upaya bantuan sosial, usaha bersama,
arisan, dan sebagainya. Kearifan lokal akan tetap tumbuh sebagai upaya tambahan sistem
jaminan sosial karena kearifan lokal tidak mampu menjadi sistem yang kuat, mencakup
rakyat banyak, dan tidak terjamin kesinambungannya. Pemerintah mendorong tumbuhnya
swadaya masyarakat guna memenuhi kesejahteraannya dengan menumbuhkan iklim yang
baik dan berkembang, antara lain dengan memberi insentif untuk dapat diintegrasikan dalam
sistem jaminan sosial nasional.
Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial yang bersifat
wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau iuran yang dibayarkan
oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini dapat terselenggara secara luas
bagi seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya dan profesionalisme
penyelenggaraannya.
Dalam hal peserta adalah tenaga kerja di sektor formal, iuran dibayarkan oleh setiap tenaga
kerja atau pemberi kerja atau secara bersama-sama sebesar prosentase tertentu dari upah.
Mekanisme asuransi sosial merupakan tulang punggung pendanaan jaminan sosial di hampir
semua negara. Mekanisme ini merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar
minimal penduduk dengan mengikut-sertakan mereka secara aktif melalui pembayaran
iuran. Besar iuran dikaitkan dengan tingkat pendapatan atau upah masyarakat (biasanya
prosentase tertentu yang tidak memberatkan peserta) untuk menjamin bahwa semua peserta
mampu mengiur.
Kepesertaan wajib merupakan solusi dari ketidak-mampuan penduduk melihat risiko masa
depan dan ketidak-disiplinan penduduk menabung untuk masa depan. Dengan demikian
sistem jaminan sosial juga mendidik masyarakat untuk merencanakan masa depan. Karena
sifat kepesertaan yang wajib, pengelolaan dana jaminan sosial dilakukan sebesar-besarnya
untuk meningkatkan perlindungan sosial ekonomi bagi peserta. Karena sifatnya yang wajib,
maka jaminan sosial ini harus diatur oleh UU tersendiri.

Di berbagai negara yang telah menerapkan sistem jaminan sosial dengan baik, perluasan
cakupan peserta dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat
dan pemerintah serta kesiapan penyelenggaraannya. Tahapan biasanya dimulai dari tenaga
kerja di sektor formal (tenaga kerja yang mengikatkan diri dalam hubungan kerja),
selanjutnya diperluas kepada tenaga kerja di sektor informal, untuk kemudian mencapai
tahapan cakupan seluruh penduduk.
Upaya penyelenggaraan jaminan sosial sekaligus kepada seluruh penduduk akan berakhir
pada kegagalan karena kemampuan pendanaan dan manajemen memerlukan akumulasi
kemampuan dan pengalaman. Kelompok penduduk yang selama ini hanya menerima bantuan
sosial, umumnya penduduk miskin, dapat menjadi peserta program jaminan sosial, dimana
sebagian atau seluruh iuran bagi dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara bertahap
bantuan ini dikurangi untuk menurunkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah. Untuk
itu pemerintah perlu memperhatikan perluasan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
bantuan pemerintah membiayai iuran bagi penduduk yang tidak mampu.
Pilar Ketiga menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary insurance) atau
mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar oleh peserta (atau
bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan keinginannya. Pilar ketiga ini
adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan sebagai tambahan setelah yang
bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial. Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola
secara komersial dan diatur dengan UU Asuransi.
Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai sumber keuangan
atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini
diberikan kepada anggota masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, pada
saat terjadi bencana alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan.
Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.
Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan
dan pekerja. Iuran yang harus dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat
pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.
Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta
apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang
mereka peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib. Iuran untuk program asuransi
swasta ini berbeda menurut analisis risiko dari setiap peserta.
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Di Indonesia
BPJS adalah badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Secara teoritis BPJS merupakan
badan hukum yang ingesteld (dibentuk) oleh open baar gezag (penguasa umum) dalam
hal ini oleh pembentuk undang-undang dengan undang-undang.
Di Indonesia sebenarnya telah ada beberapa program jaminan sosial yang diselenggarakan
dengan mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial, sesuai dengan definisi yang tersebut
terdahulu, namun kepesertaan program tersebut baru mencakup sebagian dari masyarakat
yang bekerja di sektor formal. Sebagian besar lainnya, terutama yang bekerja di sektor
informal, belum memperoleh perlindungan sosial. Selain itu, program-program tersebut

belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada peserta dan manfaat
yang diberikan kepada peserta masih belum memadai untuk menjamin kesejahteraan mereka.
Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa program jaminan sosial yang ada
mempunyai keterbatasan. Berdasarkan kesadaran akan keterbatasan tersebut dan adanya
mandat Ketetapan MPR RI nomor X/MPR/2001 kepada Presiden RI untuk mengembangkan
SJSN dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu, Presiden
mengambil inisiatif menyusun SJSN. SJSN disusun berlandaskan prinsip-prinsip yang
mampu memenuhi keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak (equity egaliter),
transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak.Prinsip equity egaliter
merupakan suatu bentuk keadilan sosial yang dicita-citakan dimana setiap penduduk harus
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (yang layak) tanpa memperhatikan kemampuan
ekonominya. Dalam bidang kesehatan, prinsip ini diwujudkan dengan menjamin agar semua
penduduk yang sakit mendapatkan pengobatan atau pembedahan yang dibutuhkan meskipun
ia miskin.
SJSN ini terutama akan didasarkan pada mekanisme asuransi sosial dan karenanya anggaran
belanja negara yang dialokasikan untuk kesejahteraan pada akhirnya akan semakin
berkurang. Bagi penduduk yang tidak mampu, sebagian atau seluruh iuran akan dibayarkan
oleh pemerintah, sesuai dengan tingkat ketidak-mampuan penduduk. Presiden, dalam Pidato
di hadapan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun
2002, telah menyampaikan bahwa konsep SJSN tersebut sedang disusun oleh Tim SJSN yang
dibentuk oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 20 tahun 2002. Astek, Jamsostek telah
menyelenggarakan jaminan sosial sejak tahun 1978 1993, mencakup sebagian tenaga kerja
sektor formal dan hanya menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja. Sebagian besar
tenaga kerja lainnya yang bekerja di sektor informal (tenaga kerja di luar hubungan kerja,
seperti nelayan, petani dan pedagang sayur, kios, pedagang sate, baso, gado-gado, warteg,
dll) belum memperoleh perlindungan sosial dan formal sampai saat ini karena memang
undang-undangnya belum menyediakan peluang untuk itu.
Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial dan mencakup program yang
lebih lengkap adalah UU Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Sampai saat ini penyelenggaraan
Jamsostek baru mencakup sekitar 12 juta peserta aktif dari sekitar 31 juta tenaga kerja di
sektor formal (Standing, 2000.).
Selain PT Jamsostek, beberapa Badan Penyelenggara telah melaksanakan program jaminan
sosial secara parsial sesuai dengan misi khususnya berupa program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri yang dikelola oleh PT ASKES Indonesia, Jaminan Hari Tua dan
Pensiun Pegawai Negeri dikelola PT TASPEN dan jaminan sosial bagi TNI-Polri yang
dikelola oleh PT ASABRI.
Pegawai Negeri, pensiunan pegawai negeri, pensiunan TNI-Polri, Veteran, dan anggota
keluarga mereka menerima jaminan kesehatan yang dikelola PT Askes berdasarkan PP No.
69/91. Selain itu pegawai negeri yang memasuki masa pensiun mendapatkan jaminan pensiun
yang dikelola oleh program Tabungan Pensiun (TASPEN) berdasarkan PP No. 26 tahun
1981. Anggota TNI-Polri dan PNS Departemen Pertahanan mendapat jaminan hari tua,
cacat, dan pensiun melalui program ASABRI berdasarkan PP No. 67 tahun 1991. Pegawai
Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri dan PNS Dephan memperoleh jaminan pensiun
melalui anggaran negara (pay as you go).

Dengan demikian, sebagain besar program pensiun pegawai negeri, TNI, dan Polri tidak
didanai dari tabungan pegawai sehingga sangat bergantung pada anggaran belanja negara.
Kontribusi pemerintah, dari APBN, untuk dana pensiun pegawai negeri, tentara, dan anggota
polisiyang merupakan suatu bentuk tunjangan pegawai atau employment benefits akan
terus membengkak dan memberatkan APBN, jika tidak ditunjang dengan peningkatan iuran
dari pegawai. Selain itu, tidaklah adil jika dana APBN yang berasal dari pajak akan tersedot
dalam jumlah besar bagi pendanaan pensiun pegawai negeri, tentara dan anggota polisi saja.
Penyelenggaraan dana pensiun yang adil dan memadai yang didanai bersama (bipartit) antara
pekerja sendiri dan pemberi kerja, terlepas dari status pegawai negeri atau swasta atau usaha
sendiri (self-employed) merupakan sebuah sistem yang lebih berkeadilan dan lebih terjamin
kesinambungannya.
Sebenarnya dana Pensiun yang dikelola PT Taspen terdiri atas 14% dana dari iuran PNS dan
86% dari APBN. Cakupan beberapa skema jaminan sosial yang ada (Askes, Taspen, Asabri,
Jamsostek) baru diperuntukan bagi 7,8 juta tenaga kerja formal dari 100,8 juta angkatan kerja
(BPS, 2003). Baru 12 juta tenaga kerja formal kini aktif sebagai peserta PT Jamsostek. Di
negara-negara tetangga kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh jaminan sosial sudah
mencakup seluruh tenaga kerja formal. Khusus dalam program asuransi kesehatan sosial
dengan pembiayaan dari publik, Indonesia jauh tertinggal karena baru menjamini 9
(sembilan) persen dari jumlah penduduknya
Sedangkan dalam program jaminan hari tua/pensiun, jaminan sosial di Indonesia baru
mencapai maksimal 20 persen dari total pekerja sektor formal. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya cakupan kepesertaan program jaminan sosial sekarang ini
terjadi karena program tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang
adil pada para peserta dan manfaat yang diberikan kepada peserta belum memadai untuk
menjamin kesejahteraannya (Thabrany dkk, 2000).
Selain itu program jaminan sosial di Indonesia belum mampu meningkatkan pertumbuhan
dan menggerakan ekonomi makro karena porsi dana Jaminan Sosial terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia masih sangat kecil (Purwoko, 2001).
Dari berbagai permasalahan yang berkembang saat ini, kendala utama pengembangan
program jaminan sosial di Indonesia dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Belum adanya konsep dan undang-undang tentang SJSN yang komprehensif, terpadu, dan
memberikan manfaat yang layak yang mampu menjangkau seluruh penduduk.
2. Pelayanan dari lembaga jaminan sosial yang ada dirasakan perlu ditingkatkan, baik dari
segi besaran manfaat yang diterima maupun dari segi mekanisme perolehan manfaat.
3. Pengelolaan administrasi dan pelayanan kurang efisien dan kurang baik yang
menyebabkan sering terjadinya keluhan peserta dan rendahnya tingkat kepuasan peserta.
4. Selama ini program jaminan sosial tidak didukung oleh perangkat penegak hukum yang
konsisten, adil dan tegas, sehingga belum semua tenaga kerja memperoleh perlindungan
yang optimal.

5. Adanya intervensi pejabat pemerintah terhadap penggunaan dana program jaminan sosial
yang ada saat ini berdampak pada kurang optimalnya manfaat program dan menimbulkan
keresahan dan rasa tidak puas di kalangan para peserta.
6. Seluruh badan penyelenggara jaminan sosial yang ada merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) berbentuk Persero yang harus mencari keuntungan dan menyetorkan
deviden ke Pemerintah dan bukan memaksimalkan manfaat sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
7. Beberapa prinsip universal asuransi sosial, belum diterapkan secara konsisten
Dapat disimpulkan bahwa BPJS ada 4, yaitu

a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);


b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI); dan
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);
Hal hal yang ditanggung oleh Jamsosnas

Jaminan Hari Tua

Program jaminan hari tua (JHT) adalah sebuah program manfaat pasti (defined benefit) yang
beroperasi berdasarkan asas membayar sambil jalan (pay-as-you-go). Manfaat pasti
program ini adalah suatu persentasi rata-rata pendapatan tahun sebelumnya, yaitu antara 60%
hingga 80% dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah di mana penduduk tersebut
bekerja. Setiap pekerja akan memperoleh pensiun minimum pasti sejumlah 70% dari UMR
setempat.

Jaminan Kesehatan

Program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (JKSN) ditujukan untuk memberikan manfaat
pelayanan kesehatan yang cukup komprehensif, mulai dari pelayanan preventif seperti
imunisasi dan Keluarga Berencana hingga pelayanan penyakit katastropik seperti penyakit
jantung dan gagal ginjal. Baik institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dapat
memberikan pelayanan untuk program tersebut selama mereka menandatangani sebuah
kontrak kerja sama dengan pemerintah

Makalah PENGARUH PROGRAM SISTEM JAMINAN SOSIAL


NASIONAL (SJSN) TERHADAP TATANAN DAN
PENGENDALIAN SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka kemiskinan di Indonesia dari dahulu sampai saat ini masih menunjukan kisaran angka
yang tinggi. Pada tahun 2007 sendiri, ada sekitar 33 juta kepala keluarga (www.antara
news.com, 2007). Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia yaitu 27 juta kepala
keluarga dan dana APBD untuk mengatasi angka kemiskinan hanya sebesar 27 triliun
(www.antara news.com). Di DKI Jakarta selama tahun 2003 sampai tahun 2009 angka
kemiskinan sempat mengalami penurunan pada tahun 2004 dan 2008, namun penurunan ini
masih tergolong tinggi (Jakarta.go.id, 2009). Sedangkan angka kematian penduduk Indonesia
yang dikutip The World Fact Book, pada tahun 2005 sebesar 6,25 kematian/1000 populasi.
Kondisi seperti ini, dapat dipastikan masyarakat dalam menjangkau akses pelayanan
kesehatan menjadi sangat minimal yang terhambat masalah ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Rendahnya akses pelayanan kesehatan akan mempengaruhi penyebaran penyakit
di kalangan masyarakat.
Hasil Survei pada tahun 2007, di NTB menunjukkan angka kesakitan penduduk pedesaan
mencapai 22,99 persen, sementara angka kesakitan penduduk perkotaan lebih rendah yakni
21,36 persen (kompas.com, 2009). Angka ini menunjukan penurunan yang cukup berarti,
sebab pada tahun 2004 angka kesakitan di NTB sekitar 23, 17 persen (lomboktimurkab.go.id,
2009). Namun, sekali lagi penurunan angka kesakitan tetap saja masih tergolong tinggi.
Upaya yang ditawarakan oleh pemerintah dengan kondisi masyarakat Indonesia dengan
angka kemiskinan dan angka kesakitan yang masih tergolong tinggi, pada tahun 2004
pemerintah mencanangkan suatu program yang dinamakan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Program ini di kuatkan dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 40 tahun
2004. Dicanangkannya SJSN memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap strata dan
pengendalian sosial, terutama pada struktur dan institusi sosial.

B. PERMASALAHAN
Bagaimana pengaruh program SJSN dengan struktur, interaksi dan pengendalian sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.sedangkan Sistem Jaminan
Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan programjaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggaraan jaminan sosial (depkes.go.id, 2004). Bentuk program SJSN yaitu
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal
dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya (depkes.go.id, 2004).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 40 pasal 5tahun 2004, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial adalah Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN),
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Program jaminan kesehatan dapat berupa jaminan kesehatan jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pension, dan jaminan kematian.
B. Struktur Sosial
Struktur sosial yang menjadi bagian dalam tatanan sosial yang terdiri dari struktur dimanis
yaitu masyarakat serta struktur statis yaitu adat, budaya, norma, hukum, dan undang-undang.
Struktur sosial merupakan sebuah hubungan yang dikarakteristikan oleh adanya suatu
organisasi, baik organisasi formal maupun nonformal sehingga dapat menciptakan suatu
stabilitas dalam masyarakat.
Sasaran upaya pelayanan kesehatan adalah meningkatkan mutu kesehatan
manusia. Manusia sebagai insan individu dan sosial berkarakter dinamis. Peningkatan
pelayananan kesehatan selayaknya bertumpu pada kondisi kehidupan individu dan
masyarakat. Sebagaimana prinsip pertama pembangunan berkelanjutan: Manusia
(penduduk) merupakan pusat perhatian pembangunan berkelanjutan,dan dikehendaki agat
memiliki kehidupan yang sehat dan produktif dalam keserasian dengan alam (The UN
Conference of Environment and Development, 1992 dalam Soemanto, 2005).
Tindakan pemerintah untuk meningkatkan mutu kesehatan penduduk
secara nyata dan langsung berhubungan dengan upaya menekan tingkat
kematian dan ketersakitan. Maka kebijakankependudukan di bidang kesehatan harus
memperhatikan dan memperhitungkan keberadaannya terutama pada kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah komitmen politik pemerintah berlandaskan hukum, dan
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek sosiologis. Pemikiran hukum dalam arti
jurispruden memfokuskan kebijakan publik sebagai aturan.Aturan ini merupakan produk
yang terkodifikasi. Proses hukum berlangsungditata dan diatur oleh logika sistem hukum, dan
dilihat sebagai sesuatu yang mekanis (Soemanto, 2005).
Kebijakan publik sebagai produk hukum menggambarkan harapan, dan merupakan suatu
keharusan yang harus dilaksanakan. Secara sosiologis pelaksanaan kebijakan publik harus
diperhatikan struktur sosial yang selalu berubah. Oleh sebab itu kebijakan publik juga perlu
mementingkan perhatiannya pada adanya keragaman, keunikan di masyarakat (Black, 1976;
dan Milovanovich, 1994 dalam Soemanto, 2005). Model pemikiran hukum dan sosiologis
tentang kebijakan publik merupakan pemahaman terhadap realitas sosial, dimana pembuatan,

pemberlakuan dan pelaksanaan kebijakan publik harus mendasarkan dan mempertimbangkan


pemikiran-pemikiran tersebut. Hal itu dilakukan agar tujuan utama dari kebijakan tersebut
dapat dicapai secara optimal.
Pencanangan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diambil oleh pemerintah
untuk mengatasi angka kesakitan dan kematian di Indonesia yang masih tergolong tinggi.
Latar belakang dicanangkannya UU SJSN adalah melihat kondisi perekonomian di Indonesia
yang masih terpuruk akibat krisis multi dimensi yang berkepankangan. Keterpurukan
ekonomi ditandai dengan tingginya angka pengangguran yang telah meningkatkan kasus
kriminalitas, manurunnya daya beli, nilai tukar rupiah yang belum stabil, produktifitas yang
rendah dan kondisi dunia usaha yang sangat lemah.
Adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya dengan
program jaminan kesehatan yang meliputi pelayanan promototif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, diharapkan adanya suatu perubahan budaya pada masyarakat dari pemanfaatan
pelayanan tradisional seperti dukun, beralih pada pemanfaatan pelayanan medik. Terutama
dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan serta program-progam yang mendukung
terselenggaranya SJSN untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebab dengan
adanya SJSN dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan baik di
Puskesmas, posyandu, Rumah Sakit dan Pusat Pelayanan Kesehatan lainnya.
Isu mengenai pertumbuhan, karakteristik dan struktur sebagai gambaran dari dinamika
kependudukan menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan Badan Kependudukan Dunia
(UNFPA, 1994 dalam Soemanto, 2005). Rekomendasi program aksi ICPD(International
Coference on Population and Development, 1994 di Kairo) menyebutkan perlunya indikatorindikator kependudukan yang relevan dengan pembangunan kesehatan di Indonesia. Pertama,
tingkat fertilitas, mortalitas (terutama AKB, anak dan ibu bersalin) dan pertumbuhan
penduduk; indikator ini berguna untuk memudahkan terjadinya transisi demografi yang cepat,
khususnya negara (termasuk Indonesia) yang tidak ada keseimbangan antara indikator
demografis dan tujuan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Kedua, anak dan
generasi muda yang proporsinya paling besar dari jumlah penduduk.
Data ini terkait dengan usaha pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi,
pendidikan, pekerjaan, dukungan sosial, keluarga dan masyarakat,keselamatan dan
kelangsungan hidup dan seterusnya. Ketiga, penduduk usia lanjut yang berhubungan dengan
sistem jaminan sosial, meningkatkan kemandirian, kesehatan dan penggunaan ketrampilan.
Keempat, penyandang cacat untuk mengembangkan pencegakan dan rehabilitasi, pendidikan,
pelatihan, kesehatan reproduksi dan sebagainya. Isu penting kependudukan dunia ini
berhubungan dengan bidang-bidang kegiatan lain, khususnya program pemerintah untuk
miningkatkan banyak aspekkehidupan masyarakat, termasuk mutu dan pelayanan kesehatan.
Pemerintah Pusat dan Daerah telah dan akan terus diharapkan mengembangkan isu tersebut
ke dalam kebijakan dan untukdilaksankan, karena ternyata relevan dengan aspirasi dan
permasalahan yang timbul di masyarakat.
.
C. INSTITUSI SOSIAL
Institusi sosial berkaitan erat dengan upaya-upaya individu untuk memenuhi kebutuhannya
membentuk dan mengembangkan hubungan sosial dan memperhatiakan system institusi
sosial itu sendiri. Pembangunan bidang kesehatan diantaranya bertujuan agar semua lapisan
masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Upaya itu
diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Political will
pemerintah tersebut dinyatakan ke dalam berbagai usaha, seperti penyuluhan kesehatan,
penyediaan fasilitas umum seperti puskesmas, posyandu, pondok bersalin, penyediaan air
bersih dan sebagainya. Dalam era otonomi daerah, layanan program di atas harus terjangkau

dan dampak positifnya dirasakan masyarakat. Di sini semua komponen meliputi penyiapan,
pengolahan dan penyajian data penduduk; penyusunan kebijakan, perencanaan program,
penganggaran, pelaksanaan, monitor, dan evaluasi program harus dilakukan secara terpadu
dan terkoordinasi.
Wilayah kerja layanan dan peranan aparatur pemerintah daerah pada masyarakat terjangkau
dengan cepat dan mudah. Partisipasi masyarakat mudah diorganisasikan setiap waktu,
hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyusun dan
melaksanakan kebijakan dapat dilakukan dengan baik, dan peranan legislatif dalam
mendukung dan mengontrolpelaksanaan program layanan pada masyarakat berlangsung
optimal. Gambaran pelaksanaan otonomi daerah tersebut dapat terwujud, jika tersedia data
kependudukan untuk kesehatan yang akurat, terpercaya dan rinci. Peran insitusi sosial dalam
upaya mengatasi masalah kesehatan di Indonesia melalui SJSN Statistik Kesehatan Rakyat
Indonesia tahun 2000 yang disusun berdasarkan memiliki peran yang sangat penting dalam
tercapainya tujuan dari SJSN. Peran institusi dalam hal ini institusi kesehatan membuat suatu
indikator untuk membuat suatu kebijakan suatu program kesehatan yang efektif dan efisien.
D. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan
sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan
mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.
Sepanjang semua anggota masyarakat bersedia mentaati aturan yang berlaku, hampir bisa
dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi,
berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang
mahal. Kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi
ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang
sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Menurut Soekanto dalam Nugroho (2008), beberapa faktor yang menyebabkan warga
masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut
(i) karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah
memenuhi kebutuhan dasarnya, (ii) kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga
menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan, (iii) di dalam masyarakat terjadi konflik
antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan (iv) memang tidak mungkin
untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pegendalian sosial pada dasarnya merupakan sistem dan proses untuk mendidik, mengajak
dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma
sosial, (1) System mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap
dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma, (2) System mengajak
bertujuan untuk mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma dan
tidak menurut kemauan individu-individu, (3) Sistem memaksa bertujuan utnuk
mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma dan jika ia
tidak menaati kaidah yang berlaku maka akan dikenai sanksi.
Pelaksanaan dari ketiga system tersebut haruslah melibatkan pihak pengendali dan pihak
yang dikendalikan. Pihak pengendali yang disebut lembaga atau agen pengendali terdri dari
banyak unsur. Situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau
menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu
keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya
norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak
lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri),
dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara

mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti


melanggar atau menyimpang dari norma.
Pengendalian sosial yang dapat berupa pengendalian formal yang terwujud dalam setiap
program yang dicanangkan oleh institusi kesehatan dan pemerintah untuk menanggulangi dan
mencegah meningkatnya masalah kesehatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
nomor 40 tahun 2004 sehingga tujuan SJSN dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dapat terwujud.
BAB III
PENUTUP
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanankan dengan melihat struktur sosial baik
struktur dinamis dan struktur statis yang merupakan bagian dari tatanan sosial. Suatu institusi
sosial dalam hal ini adalah institusi kesehatan seperti puskesmas, posyandu dan Rumah Sakit
serta Pusat Pelayanan Kesehatan lainnya berperan untuk penyedia lanyanan kesehatan dan
pembuatan kebijakan berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Pengendalian sosial yang
dilakukan oleh institusi kesehatan dan pemerintah dilakukan agar tujuan program SJSN dapat
terwujud yang salah satunya diatur dalam UU nomer 40 tahun 2004 .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pengendalian Sosial. http://id.shvoong.com
/sosial-sciences/2008114-pengendalian-sosial/. Diakses pada tanggal
4 Agustus 2010.
Anonim. 2008. Jenis/Macam Pengendalian Sosial Dan Pengertian Pengendalian
Sosial Pengetahuan Sosiologi. http://organisasi.org/jenis-macam
pengendalian-sosial-dan-pengertian-pengendalian-sosial-pengetahuan
sosiologi. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2010.
Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.http://depkes.go.id/downloads/
UU_No._40_Th_2004_ttg_Sistem_Jaminan_Sosial_Nasional.pdf. Diakses pada tanggal 4
Agustus 2010.
Anonim. 2007. Memprihatinkan Angka Kemiskinan di Indonesia 33 Juta KK.
http://www.antaranews.com/view/?i=1186971337&c=EKB&s. Diakses
pada tanggal 4 Agustus 2010.
Anonim. 2009. Angka Kesakitan Penduduk. http://www.arsip.net/id/link
.php?lh=AFcBBgYADgZZ. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2010
BPS Provinsi DKI Jakarta. 2009. Penjelasan Data Kemiskinan.
http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/profil-pimpinan-daerah/2568 penjelasan-datakemiskinan. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2010.
Dishubkominfo Kab. Lombok Timur. 2009. Kualitas SDM.
http://lomboktimurkab.go.id/page-49-kualitas-sdm.html. Diakses pada
tanggal 4 Agustus 2010.
Fifit. 2010. Faktor Kesehatan Meningkatkan Angka Kematian Di Indonesia.
http://kesehatan.infogue.com/faktor_kesehatan_meningkatkan_angka_
kematian_di_indonesia. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2010.

Forum Komunikasi dan Konsultasi Bipartit. 2004. Forum Komunikasi dan


Konsultasi Bipartit Tingkat Nasional. www.apindo.or.id
/attachments/article//pernyataan_dan_deklarasi_fkkbn.pdf Diakses pada
tanggal 4 Agustus 2010.
Soemanto. 2005. Kebijakan Kependudukan di Bidang Kesehatan: Suatu Tinjauan
Sosiologi Hukum. http://eprints.ums.ac.id/314/1/4._SOEMANTO.pdf.
Diakses pada tanggal 4 Agustus 2010.

SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)

UU SJSN, sebagaimana lazimnya undang-undang di Indonesia, tidak dapat


langsung dilaksanakan langsung setelah disahkan dan diundangkan. Undangundang masih harus dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan setingkat
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden bahkan Peraturan Menteri.
UU SJSN memuat norma umum dan mendelegasikan ketentuan teknis
operasional untuk diatur dalam banyak peraturan pelaksanaan. UU SJSN memuat
22 pasal yang mendelegasikan pengaturan lanjut. Bila dihimpun, setidaknya
agenda pengimplementasian UU SJSN harus membentuk 9 peraturan
pelaksanaan yang terdiri dari 1 UU, 6 PP, 2 PerPres. Hingga akhir tahun 2011
baru 2 peraturan pelaksana yang berhasil ditetapkan, yaitu PerPres DJSN dan UU
BPJS.

Regulasi SJSN
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (amandemen)
2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN)
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 007/PUU/III/2005 tentang
Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
4. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2008 tentang Susunan


Organisasi dan Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan, Penggantian
dan Pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

Keputusan Presiden RI No. 110/M Tahun 2008 tentang


Pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

Keputusan Presiden No. 115/M Tahun


Keanggotaan Dewan Jaminan Sosial Nasional

Keputusan Presiden No. 73/M Tahun 2011 tentang Penghentian


dan Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat


No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Dewan Jaminan Sosial Nasional

2009

tentang

Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial

Telaah Singkat: Peraturan Pelaksanaan (R)UU BPJS: Apa yang


Harus Dikawal?

Program

Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan

Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan (Pembahasan Kemenkes 7 September 2012)

Rancangan Peraturan Presiden tantang Jaminan Kesehatan (Pembahasan KemenKes RI - 19 Juli 2012)
Telaah Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan
Kesehatan - (Pembahasan Kemenkes RI - 19 Juli 2012)

Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Draft ke-5 (Kementerian Koord. Bid. Kesra 6 April 2011)
Telaah Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan
Kesehatan - Draft ke-5 (Kementerian Koord. Bid. Kesra 6

April 2011)

Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kecelakaan Kerja

Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua, Peraturan


Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan Pemerintah
tentang Jaminan Kematian

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua,


Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan
Pemerintah tentang Jaminan Kematian

Lain-lain

Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan


Sosial

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan


Iuran Jaminan Sosial

Pengelolaan Dana dan Investasi Jaminan Sosial

klik gambar untuk memperbesar

Pengujian UU SJSN
Perkara
Perkara
Perkara
Perkara

No.
No.
No.
No.

007/PUU-III/2005
50/PUU-VIII/2010
51/PUU-IX/2011
70/PUU-IX/2011

Pengujian UU BPJS
Perkara No. 82/PUU-X/2012

TRANSFORMASI
Setelah reformasi penyelenggaraan Negara bergulir sejak medio 1998, telah
terjadi perubahan mendasar dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia.
Transformasi diawali oleh amandemen UUD Negara RI pada tahun 1999, 2000,
2001 dan 2002 yang dilanjutkan dengan pengundangan UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada 19 Oktober 2004
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dituangkan dalam UU No. 40 Tahun
2004 (UU SJSN) bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan
Pasal 34 ayat (2) UUD Negara Kesatuan RI.
SJSN, sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan UU SJSN, adalah program
Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi
hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia
lanjut atau pensiun.
Ketentuan ini mengubah secara fundamental penyelenggaraan program jaminan
sosial Indonesia, yaitu:
1. dari upaya merespon masalah dan kebutuhan pemberi kerja terhadap
tenaga kerja murah, berdisiplin dan berproduktifitas tinggi ke
pemenuhan hak konstitusional Warga Negara;
2. dari pengaturan oleh berbagai peraturan perundangan untuk tiap-tiap
kelompok masyarakat ke pengaturan oleh satu hukum jaminan sosial
yang menjamin kesamaan hak dan kewajiban bagi seluruh Warga Negara
Indonesia;
3. dari penyelenggaraan oleh badan usaha pro laba ke penyelenggaraan oleh
badan publik nir laba.
UU SJSN dibentuk untuk menyinkronisasikan penyelenggaraan program-program
jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara agar
mampu memberikan manfaat yang lebih baik kepada seluruh peserta. Substansi
UU SJSN mengatur kepesertaan, besaran iuran dan manfaat, mekanisme
penyelenggaraan dan kelembagaan jaminan sosial yang berlaku sama di seluruh
wilayah Indonesia.
UU SJSN menetapkan bahwa penyelenggaraan program jaminan sosial dengan
mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib.
Asuransi sosial, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka 3, adalah suatu
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna
memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya. Selanjutnya, penjelasan Pasal 19 ayat (1)
menetapkan bahwa prinsip asuransi sosial mencakup kegotong-royongan antara
yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang
berisiko tinggi dan rendah, kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif, iuran
berdasarkan presentase upah/penghasilan dan bersifat nirlaba. Prinsip asuransi

sosial diberlakukan untuk program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,


jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Bantuan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU SJSN dilaksanakan
dengan mewajibkan pemerintah untuk membayar iuran jaminan sosial bagi
penduduk fakir miskin dan tidak mampu, yang selanjutnya disebut sebagai
penerima bantuan iuran. UU SJSN Pasal 17 ayat (1) mengatur bahwa pada tahap
pertama, pemerintah berkewajiban membayar iuran jaminan kesehatan bagi
penerima bantuan iuran jaminan sosial.
Tabungan wajib, dilaksanakan untuk penyelenggaraan program jaminan hari
tua dan jaminan pensiun. Bagi program jaminan hari tua dan jaminan pensiun,
Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (2) mengatur bahwa prinsip tabungan wajib
adalah pilihan di samping prinsip asuransi sosial. Pada penjelasan Pasal 35 ayat
(1) dikatakan bahwa prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan
pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi
iuran dan hasil pengembangannya. Sedangkan prinsip tabungan wajib pada
program jaminan pensiun, penjelasan Pasal 39 ayat (1) menjelaskan bahwa
tabungan wajib diberlakukan untuk memberi kesempatan kepada pekerja yang
memasuki usia pensiun sebelum masa iuran jaminan pensiun terpenuhi untuk
memperoleh manfaat jaminan pensiun berupa akumulasi iuran ditambah hasil
pengembangannya.

Anda mungkin juga menyukai