negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak dan meningkatkan martabat nya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU. No.40 tahun 2004
tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN).
Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN
A. Asas
Asas kemanusiaan
Asas manfaat
B. Tujuan
C. Prinsip SJSN
Asuransi
kegotongroyongan
nirlaba
keterbukaan
keberhati-hatian
Ahli waris menerima sejumlah uang ketika peserta meninggal dunia (jaminan
kematian).
http://www.djsn.go.id/sjsn/apa-itu-sjsn.html
Dewan Jaminan Sosial Nasional
mendapatkan sangsi. Sedangkan hak Masyarakat ialah mendapatkan kartu untuk bisa
mengakes pelayanan dan menerima informasi tentang prosedurnya, tentang apa yang dijamin,
juga tentang hak untuk mengeluh.
Tolak ukur keberhasilan SJSN telah berhasil dilaksanakan BJPS adalah jumlah orang yang
dijamin. BPJS merencanakan pada tahun 2014, 70% masyarakat Indonesia ikut dalam
program ini. Target lebih tinggi dicanangkan oleh BPJS, tahun 2017, 90% lebih rakyat
Indonesia sudah mengikuti program ini. Semoga pada 1 Januari 2014 bangsa Indonesia bisa
mendapatkan pelayanan yang optimal.
(Donne)
Sumber : Metro TV, Indonesia Cinta Sehat
http://www.kpmak-ugm.org/
KONTAN
Harian Bisnis & Investasi
13 Juli 2013
SJSN KESEHATAN DAN SUBSIDI BBM
Dr Paulus Januar, drg, MS
Staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Univ. Prof DR Moestopo
(Beragama)- Jakarta
SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) bidang Kesehatan sudah akan dimulai pada 1 januari
2014. SJSN Kesehatan atau disebut juga JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) mencakup
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai. Direncanakan akan dijalankan secara bertahap hingga
mencakup seluruh penduduk Indonesia. Hal ini sesuai dengan konstitusi UUD 1945, pasal 34
ayat 2 mengamanatkan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat, kemudian pada ayat 3 dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dengan SJSN Kesehatan diharapkan dapat memeratakan ketersediaan dan jangkauan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Namun sayangnya hingga kini
persiapannya tidak jua memadai. Masih terjadi silang pendapat dan ketidakjelasan mengenai
implementasi SJSN Kesehatan yang menyangkut pembiayaan, maupun penyiapan sarana
serta tenaga kesehatan yang diperlukan.
SJSN Kesehatan dijalankan berdasarkan prinsip asuransi sosial hingga seluruh masyarakat
dapat memperoleh jaminan pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa mengalami risiko
finansial yang membebani. Sesuai dengan prinsip asuransi sosial, pembiayaan berasal dari
premi yang dibayarkan dan besarnya sesuai dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Bagi rakyat miskin yang tidak mampu disebut sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran),
preminya dibayarkan oleh pemerintah. Bagi pekerja sektor formal preminya sebesar 5% dari
penghasilan yang dibayar oleh majikan dan pekerja. Sedang bagi pekerja sektor informal
membayar premi yang ditentukan.
Permasalahan muncul sehubungan dengan masyarakat miskin PBI yang preminya dibayarkan
oleh pemerintah. Data menunjukkan, jumlah masyarakat miskin PBI sebanyak 86,4 juta
orang. Menurut perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) premi yang dibutuhkan
untuk PBI adalah Rp 27.000,- per orang per bulan. Sedangkan menurut perhitungan
Kementerian Kesehatan premi PBI sebesar Rp 22.201,-. Namun Menteri Keuangan dengan
alasan beratnya beban keuangan negara yang harus menanggung subsidi energi hingga
mencapai sekitar Rp 300 triliun, maka ditetapkan premi PBI yang dibayarkan pemerintah
sebesar Rp 15.500,- per orang per bulan. Dalam rangka membiayai premi PBI, pemerintah
menyediakan dana Rp 16,7 triliun selama setahun.
Sekitar 70% masyarakat miskin
Setelah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, kemudian pemerintah menaikkan
pembayaran premi PBI menjadi Rp 19.225,-. Tetapi premi PBI tersebut tetap masih jauh dari
perhitungan DJSN sebesar Rp 27.000,- ataupun perhitungan Kementerian Kesehatan sebesar
Rp 22.201,Perlu diperhatikan, masyarakat miskin PBI jumlahnya cukup signifikan yaitu sebanyak 86,4
juta orang yang berarti sekitar sepertiga dari penduduk Indonesia. Bahkan berdasarkan
perkiraan pada tahap awal SJSN Kesehatan pada 1 januari 2014, peserta yang dicakup
program ini baru 121,6 juta, berarti masyarakat miskin PBI jumlahnya sekitar 70% dari
seluruh peserta.
Premi PBI tersebut dirasakan kurang hingga dikhawatirkan akan sulit untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Tanpa
pembiayaan yang memadai dapat mempengaruhi tersedianya fasilitas, pelaksanaan
pelayanan, maupun pengembangan diri bagi tenaga kesehatan. Manakala hal ini terjadi maka
sulit untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Perlu dipahami bahwa sistem pembiayaan maupun mekanisme pembayaran merupakan unsur
penting dalam pengembangan pola pelayanan serta kualitas pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, bila tanpa pelayanan kesehatan yang berkualitas maka keselamatan pasien akan
terancam.
Ada hal yang aneh memang dalam program SJSN Kesehatan ini. Seharusnya pembiayaan
pelayanan kesehatan dikalkulasi terlebih dahulu, yaitu berapa biaya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan yang baik. Setelah diketahui berapa biaya yang
dibutuhkan, baru kemudian ditetapkan besarnya premi yang sesuai. Namun yang terjadi
sebaliknya, besarnya premi ditetapkan terlebih dahulu, dan baru pola pelayanan kesehatan
mengikutinya.
Pembiayaan yang dibutuhkan untuk premi PBI sebesar Rp 27.000,- per orang per bulan bagi
86,4 juta orang miskin, jumlahnya masih sangat kecil dibanding subsidi energi. Selain itu,
subsidi premi PBI bila dijalankan dengan benar, sasarannya adalah rakyat miskin yang
memang membutuhkan bantuan. Pembiayaan ini dimungkinkan karena menurut UU no 36
tahun 2009 tentang kesehatan, anggaran kesehatan adalah 5% dari APBN, dan selama ini
realisasinya baru hanya sekitar 2% hingga 2,5%.
Premi PBI sebesar Rp 19.225 juga dapat menimbulkan kesenjangan dengan premi pekerja
kecil sektor formal yang sebenarnya juga bukan kaum berpunya. Misalnya buruh dengan
penghasilan sekitar Rp 2 juta per bulan, maka premi yang harus dibayar sebanyak 5% yaitu
sebesar Rp 100.000,- per bulan. Jelas dalam hal ini terjadi kesenjangan yang dapat mengusik
rasa keadilan.
Masih adanya tarik ulur mengenai pembiayaan SJSN kesehatan ini jelas berpengaruh pula
pada kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan maupun tenaga kesehatan yang akan
melaksanakannya. Tidak mudah mempersiapkan 9.581 Puskesmas dan 2.138 rumah sakit
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perlu pula persiapan bagi tenaga kesehatan yang
terdiri atas 110 ribu dokter dan dokter spesialis, 25 ribu dokter gigi, 296 ribu perawat, dan
136 ribu bidan. Sementara itu, waktu yang tersedia menjelang 1 januari 2014 semakin
mendesak.
http://www.pdgi.or.id/artikel/detail/sjsn-kesehatan-dan-subsidi-bbm
Setelah sempat mengalami kevakuman yang cukup panjang, pelaksanaan UU No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) akhirnya menemukan titik terang
sejak ditetapkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS). Meskipun BPJS baru akan berjalan pada Januari 2014, akan tetapi kehadiran UU
BPJS secara nyata telah menjadi garansi bagi pelaksanaan SJSN secara penuh.
Sebagaimana diketahui, SJSN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut UU No. 40 Tahun 2004, SJSN
menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya yang dinilai kurang
memberikan manfaat maksimal bagi penggunanya.
Berbeda dengan sistem jaminan sosial lain yang bersifat sektoral, SJSN bersifat semesta
yakni dilaksanakan secara nasional dan menyeluruh. Ruang lingkupnya lebih luas
diantaranya jaminan hari tua, jaminan pensiun, asuransi kesehatan nasional, jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara di
seluruh wilayah indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,
sektor informal atau wiraswastawan atau warga negara biasa.
Memang harus diakui masih ada kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa nantinya SJSN
hanya untuk layanan dasar dan BPJS sebagai BUMN akan berusaha mencari untung melalui
program ini. Kekhawatiran tersebut wajar, namun hendaknya jangan sampai melupakan
bahwa SJSN adalah pelaksanaan konstitusi yang menjadi kewajiban negara terhadap
warganegaranya. Kekurangan dan kelemahan bisa jadi masih ada, oleh karena itu seluruh
warga negara perlu mengawal, memberikan kritik dan masukan yang membangun, agar
pelaksanaan SJSN dapat memenuhi harapan masyarakat.
Kita percaya bahwa SJSN telah didesain dengan baik dan oleh karenanya akan memberikan
manfaat optimal bagi masyarakat. SJSN juga menciptakan kesetaraan bagi seluruh
warganegara dalam perlindungan sosial. Semua mendapatkan jaminan dan perlindungan yang
sama, sehingga jurang perbedaan sosial dapat terjembatani.
Tidak berlebihan jika SJSN dinilai dapat mencegah lahirnya beragam konflik, anarkisme dan
aneka kerawanan sosial lainnya. Semangat gotong royong, kesetiakawanan, kepedulian
terhadap sesama dan solidaritas sosial, langsung atau tidak langsung akan terbentuk oleh
penyelenggaraan jaminan sosial ini. Pola subsidi silang dimana yang kaya diatur sedemikian
rupa agar dapat mensubsidi yang miskin, akan menumbuhkan semangat kegotongroyongan
secara horisontal maupun vertikal. Dengan demikian persatuan dan kesatuan anak bangsa
akan senantiasa terjaga.
http://www.jeparakab.go.id/artikel-7-sjsn-jaminan-sosial-semesta-untuk-semua.html
DENGAN DEMIKIAN:
PROGRAM JAMKESMAS, JAMPERSAL DAN JAMPELTAS SUDAH MASUK
KEDALAM SISTEM PENJAMINAN SJSN.
ARTINYA: ANC- PERSALINAN - PNC JUGA TALASEMIA YG SELAMA INI SEMUA
DIJAMIN PROGRAM PEMERINTAH maka MULAI 1 JAN 2014, MAKA YANG MISKIN
DAN TIDAK MAMPU YANG MENJADI PESERTA PBI (atau selama p ini jamkesmas)
serta JAMKESDA/apapun istilahnya) IURANNYA AKAN DIBAYAR
PEMERINTAH/PEMDA, SEDANGKAN YANG MAMPU HARUS MENJADI PESERTA
SJSN DENGAN MEMBAYAR IURAN.
BESARAN IURAN BAGI PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH (atau sering disebut
pekerja informal) , saat ini masih dalam rancangan perpres. TETAPI RELATIF NGGAK
MAHAL KOQ.
Sebagai contoh iuran untuk kelas 3 antara Rp 22.500 Rp 25.500 (angka pasti masih
dilakukan re-evaluasi).
Artinya dengan membayar iuran setahun sekitar 270.000-300.000 saja, maka seluruh
penyakit dan tindakkan medis termasuk partus, talasemia dan lain-lain sudah di-cover oleh
BPJS.
SANGAT MURAH BUKAN?
Padahal dengan membayar sendiri: hanya utk partus saja , biayanya sudah lebih dari
300.000, belum bila mengalami sakit lain.
SELAGI BULAN PUASA:
YUUK TAHUN DEPAN KITA RAME2 BERAMAL MEMBANTU MASYARAKAT
MISKIN DAN TIDAK MAMPU YANG BELUM TERJAMIN OLEH PEMERINTAH
UNTUK MENJADI: SEMACAM ANAK ASUH KITA DARI ZAKAT MAAL, UNTUK
MEMBAYARI BBRP WARGA MISKIN DAN TIDAK MAMPU, MENJADI PESERTA
SJSN (dengan menyumbang 300.000 setahun saja, kita sudah menolong 1 orang terjamin dlm
perlindungan kesehatannya).
Melalui DANA PEDULI SEHAT KAMI SUDAH MERENCANAKAN AKAN MENCARI
100 orang miskin dan tidak mampu yang akan kami daftarkan menjadi peserta SJSN (syukur
anggota donatur bertambah sehingga bisa bantu lebih banyak lagi masyarakat yg tidak
mampu).
Bila masyarakat menjadi PESERTA SJSN, MAKA TIDAK ADA LAGI SADIKIN (GARAGARA SAKIT JADI MISKIN)
3. SEMUA WARGA NEGARA INDONESIA MULAI JAN 2014 JIKA SAKIT APAKAH
DAPAT DILAYANI PADA SETIAP FASYANKES MANAPUN DENGAN KELAS APA
SAJA?
Dengan prinsip PORTABILITAS, MAKA PADA DASARNYA FASKES DI SELURUH
INDONESIA YANG KERJASAMA DENGAN BPJS BISA MELAYANI TETAPI TETAP
SESUAI PROSEDUR RUJUKAN KECUALI DALAM KONDISI EMERGENCY.
UNTUK FASKES YG TIDAK/BELUM KERJA SAMA DENGAN BPJS (yaitu yang swasta,
karena faskes pemerintah WAJIB KERJA SAMA DENGAN BPJS), tetap dalam kondisi
harus melayani rakyat dan bisa klaim ke bpjs sesuai tarif BPJS.
Untuk kelas tergantung haknya masing-masing.
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.**)
Pasal 34
1. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakanyang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.**** )(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****)(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang.****
2.
UU SJSN 40/2004
Pasal 14
1. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai
peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin
dan orang tidak mampu.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
9. SEBAGAI PNS (ATAU PENSIUNAN SEPERTI SAYA) DALAM RANGKA JKNSJSN SAMA SEKALI BEBAS DARI KEWAJIBAN MEMBAYAR PREMI?
SEMUA PEGAWAI NEGERI SECARA OTOMATIS MULAI 1 Jan 2013 sudah menjadi
peserta BPJS.
Iuran berupa 2% potongan gaji ditambah subsidi pemerintah 2% (sesuai PP 28/2003) dg
menjamin maksimal 4 orang (suami istri dengan 2 anak), akan menjadi dijamin maksimal 5
orang suami istri dengan 3 anak) dan pemerintah menambah 1%, sedang pegawai negeri
(termasuk TNI POLRI) , tetap iuran 2 persen dari gaji, setelah pensiun hak ini tetap sampai
dengan meninggal.
Seperti juga sekarang sudah berjalan baik untuk Jamkesmas, Jamkesda, Askes, maka
PUSKESMAS DISAMPING MELAKUKAN UPAYA UKM JUGA TETAP
MELAKSANAKAN UKP DAN MENJADI SALAH SATU FASYANKES PRIMER.
BAHWA JKN SJSN BELUM SEMPURNA ...PASTI ITU BENAR.... TETAPI DENGAN
KOMITMEN DAN SOLIDITAS KITA, SERTA MENGUBAH POLA PIKIR SKEPTIS,
PESIMIS MENJADI OPTIMIS DAN POSITIF....MAKA INSYA ALLAH NIAT SUCI
PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN JAMINAN SOSIAL BAGI KEBUTUHAN
DASAR YANG LAYAK UNTUK SELURUH MASYARKAT INDONESIA ...AKAN
SECARA BERTAHAP DIRASAKAN MANFAAT DAN KEBERHASILANNYA..
http://arsada.org/index.php/8-artikel/73-tanya-jawab-sjsn
Social security,is a system for providing income security to deal with the contingency risks of
life sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and death;
the provision of medical care, and the provision of subsidies for families with children.
Social security is the protection which society provides for its members through a series of
public measures:
to offset the absence or substantial reduction of income from work resulting from various
contingencies (notably sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old
age and death of the breadwinner) 2
to provide people with health care; and
to provide benefits for families with children
Dasar Hukum
Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan perubahannya
tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan
konvensi ILO No.102 tahun 1952.
Asas jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas
manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Manfaat Jamsosnas
Manfaat program Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga
negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor
informal, atau wiraswastawan
Prinsip Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dan amanat , dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
Di berbagai negara yang telah menerapkan sistem jaminan sosial dengan baik, perluasan
cakupan peserta dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat
dan pemerintah serta kesiapan penyelenggaraannya. Tahapan biasanya dimulai dari tenaga
kerja di sektor formal (tenaga kerja yang mengikatkan diri dalam hubungan kerja),
selanjutnya diperluas kepada tenaga kerja di sektor informal, untuk kemudian mencapai
tahapan cakupan seluruh penduduk.
Upaya penyelenggaraan jaminan sosial sekaligus kepada seluruh penduduk akan berakhir
pada kegagalan karena kemampuan pendanaan dan manajemen memerlukan akumulasi
kemampuan dan pengalaman. Kelompok penduduk yang selama ini hanya menerima bantuan
sosial, umumnya penduduk miskin, dapat menjadi peserta program jaminan sosial, dimana
sebagian atau seluruh iuran bagi dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara bertahap
bantuan ini dikurangi untuk menurunkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah. Untuk
itu pemerintah perlu memperhatikan perluasan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
bantuan pemerintah membiayai iuran bagi penduduk yang tidak mampu.
Pilar Ketiga menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary insurance) atau
mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar oleh peserta (atau
bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan keinginannya. Pilar ketiga ini
adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan sebagai tambahan setelah yang
bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial. Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola
secara komersial dan diatur dengan UU Asuransi.
Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai sumber keuangan
atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini
diberikan kepada anggota masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, pada
saat terjadi bencana alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan.
Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.
Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan
dan pekerja. Iuran yang harus dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat
pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.
Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta
apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang
mereka peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib. Iuran untuk program asuransi
swasta ini berbeda menurut analisis risiko dari setiap peserta.
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Di Indonesia
BPJS adalah badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Secara teoritis BPJS merupakan
badan hukum yang ingesteld (dibentuk) oleh open baar gezag (penguasa umum) dalam
hal ini oleh pembentuk undang-undang dengan undang-undang.
Di Indonesia sebenarnya telah ada beberapa program jaminan sosial yang diselenggarakan
dengan mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial, sesuai dengan definisi yang tersebut
terdahulu, namun kepesertaan program tersebut baru mencakup sebagian dari masyarakat
yang bekerja di sektor formal. Sebagian besar lainnya, terutama yang bekerja di sektor
informal, belum memperoleh perlindungan sosial. Selain itu, program-program tersebut
belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada peserta dan manfaat
yang diberikan kepada peserta masih belum memadai untuk menjamin kesejahteraan mereka.
Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa program jaminan sosial yang ada
mempunyai keterbatasan. Berdasarkan kesadaran akan keterbatasan tersebut dan adanya
mandat Ketetapan MPR RI nomor X/MPR/2001 kepada Presiden RI untuk mengembangkan
SJSN dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu, Presiden
mengambil inisiatif menyusun SJSN. SJSN disusun berlandaskan prinsip-prinsip yang
mampu memenuhi keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak (equity egaliter),
transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak.Prinsip equity egaliter
merupakan suatu bentuk keadilan sosial yang dicita-citakan dimana setiap penduduk harus
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (yang layak) tanpa memperhatikan kemampuan
ekonominya. Dalam bidang kesehatan, prinsip ini diwujudkan dengan menjamin agar semua
penduduk yang sakit mendapatkan pengobatan atau pembedahan yang dibutuhkan meskipun
ia miskin.
SJSN ini terutama akan didasarkan pada mekanisme asuransi sosial dan karenanya anggaran
belanja negara yang dialokasikan untuk kesejahteraan pada akhirnya akan semakin
berkurang. Bagi penduduk yang tidak mampu, sebagian atau seluruh iuran akan dibayarkan
oleh pemerintah, sesuai dengan tingkat ketidak-mampuan penduduk. Presiden, dalam Pidato
di hadapan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun
2002, telah menyampaikan bahwa konsep SJSN tersebut sedang disusun oleh Tim SJSN yang
dibentuk oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 20 tahun 2002. Astek, Jamsostek telah
menyelenggarakan jaminan sosial sejak tahun 1978 1993, mencakup sebagian tenaga kerja
sektor formal dan hanya menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja. Sebagian besar
tenaga kerja lainnya yang bekerja di sektor informal (tenaga kerja di luar hubungan kerja,
seperti nelayan, petani dan pedagang sayur, kios, pedagang sate, baso, gado-gado, warteg,
dll) belum memperoleh perlindungan sosial dan formal sampai saat ini karena memang
undang-undangnya belum menyediakan peluang untuk itu.
Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial dan mencakup program yang
lebih lengkap adalah UU Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Sampai saat ini penyelenggaraan
Jamsostek baru mencakup sekitar 12 juta peserta aktif dari sekitar 31 juta tenaga kerja di
sektor formal (Standing, 2000.).
Selain PT Jamsostek, beberapa Badan Penyelenggara telah melaksanakan program jaminan
sosial secara parsial sesuai dengan misi khususnya berupa program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri yang dikelola oleh PT ASKES Indonesia, Jaminan Hari Tua dan
Pensiun Pegawai Negeri dikelola PT TASPEN dan jaminan sosial bagi TNI-Polri yang
dikelola oleh PT ASABRI.
Pegawai Negeri, pensiunan pegawai negeri, pensiunan TNI-Polri, Veteran, dan anggota
keluarga mereka menerima jaminan kesehatan yang dikelola PT Askes berdasarkan PP No.
69/91. Selain itu pegawai negeri yang memasuki masa pensiun mendapatkan jaminan pensiun
yang dikelola oleh program Tabungan Pensiun (TASPEN) berdasarkan PP No. 26 tahun
1981. Anggota TNI-Polri dan PNS Departemen Pertahanan mendapat jaminan hari tua,
cacat, dan pensiun melalui program ASABRI berdasarkan PP No. 67 tahun 1991. Pegawai
Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri dan PNS Dephan memperoleh jaminan pensiun
melalui anggaran negara (pay as you go).
Dengan demikian, sebagain besar program pensiun pegawai negeri, TNI, dan Polri tidak
didanai dari tabungan pegawai sehingga sangat bergantung pada anggaran belanja negara.
Kontribusi pemerintah, dari APBN, untuk dana pensiun pegawai negeri, tentara, dan anggota
polisiyang merupakan suatu bentuk tunjangan pegawai atau employment benefits akan
terus membengkak dan memberatkan APBN, jika tidak ditunjang dengan peningkatan iuran
dari pegawai. Selain itu, tidaklah adil jika dana APBN yang berasal dari pajak akan tersedot
dalam jumlah besar bagi pendanaan pensiun pegawai negeri, tentara dan anggota polisi saja.
Penyelenggaraan dana pensiun yang adil dan memadai yang didanai bersama (bipartit) antara
pekerja sendiri dan pemberi kerja, terlepas dari status pegawai negeri atau swasta atau usaha
sendiri (self-employed) merupakan sebuah sistem yang lebih berkeadilan dan lebih terjamin
kesinambungannya.
Sebenarnya dana Pensiun yang dikelola PT Taspen terdiri atas 14% dana dari iuran PNS dan
86% dari APBN. Cakupan beberapa skema jaminan sosial yang ada (Askes, Taspen, Asabri,
Jamsostek) baru diperuntukan bagi 7,8 juta tenaga kerja formal dari 100,8 juta angkatan kerja
(BPS, 2003). Baru 12 juta tenaga kerja formal kini aktif sebagai peserta PT Jamsostek. Di
negara-negara tetangga kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh jaminan sosial sudah
mencakup seluruh tenaga kerja formal. Khusus dalam program asuransi kesehatan sosial
dengan pembiayaan dari publik, Indonesia jauh tertinggal karena baru menjamini 9
(sembilan) persen dari jumlah penduduknya
Sedangkan dalam program jaminan hari tua/pensiun, jaminan sosial di Indonesia baru
mencapai maksimal 20 persen dari total pekerja sektor formal. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya cakupan kepesertaan program jaminan sosial sekarang ini
terjadi karena program tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang
adil pada para peserta dan manfaat yang diberikan kepada peserta belum memadai untuk
menjamin kesejahteraannya (Thabrany dkk, 2000).
Selain itu program jaminan sosial di Indonesia belum mampu meningkatkan pertumbuhan
dan menggerakan ekonomi makro karena porsi dana Jaminan Sosial terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia masih sangat kecil (Purwoko, 2001).
Dari berbagai permasalahan yang berkembang saat ini, kendala utama pengembangan
program jaminan sosial di Indonesia dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Belum adanya konsep dan undang-undang tentang SJSN yang komprehensif, terpadu, dan
memberikan manfaat yang layak yang mampu menjangkau seluruh penduduk.
2. Pelayanan dari lembaga jaminan sosial yang ada dirasakan perlu ditingkatkan, baik dari
segi besaran manfaat yang diterima maupun dari segi mekanisme perolehan manfaat.
3. Pengelolaan administrasi dan pelayanan kurang efisien dan kurang baik yang
menyebabkan sering terjadinya keluhan peserta dan rendahnya tingkat kepuasan peserta.
4. Selama ini program jaminan sosial tidak didukung oleh perangkat penegak hukum yang
konsisten, adil dan tegas, sehingga belum semua tenaga kerja memperoleh perlindungan
yang optimal.
5. Adanya intervensi pejabat pemerintah terhadap penggunaan dana program jaminan sosial
yang ada saat ini berdampak pada kurang optimalnya manfaat program dan menimbulkan
keresahan dan rasa tidak puas di kalangan para peserta.
6. Seluruh badan penyelenggara jaminan sosial yang ada merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) berbentuk Persero yang harus mencari keuntungan dan menyetorkan
deviden ke Pemerintah dan bukan memaksimalkan manfaat sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
7. Beberapa prinsip universal asuransi sosial, belum diterapkan secara konsisten
Dapat disimpulkan bahwa BPJS ada 4, yaitu
Program jaminan hari tua (JHT) adalah sebuah program manfaat pasti (defined benefit) yang
beroperasi berdasarkan asas membayar sambil jalan (pay-as-you-go). Manfaat pasti
program ini adalah suatu persentasi rata-rata pendapatan tahun sebelumnya, yaitu antara 60%
hingga 80% dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah di mana penduduk tersebut
bekerja. Setiap pekerja akan memperoleh pensiun minimum pasti sejumlah 70% dari UMR
setempat.
Jaminan Kesehatan
Program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (JKSN) ditujukan untuk memberikan manfaat
pelayanan kesehatan yang cukup komprehensif, mulai dari pelayanan preventif seperti
imunisasi dan Keluarga Berencana hingga pelayanan penyakit katastropik seperti penyakit
jantung dan gagal ginjal. Baik institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dapat
memberikan pelayanan untuk program tersebut selama mereka menandatangani sebuah
kontrak kerja sama dengan pemerintah
B. PERMASALAHAN
Bagaimana pengaruh program SJSN dengan struktur, interaksi dan pengendalian sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.sedangkan Sistem Jaminan
Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan programjaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggaraan jaminan sosial (depkes.go.id, 2004). Bentuk program SJSN yaitu
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal
dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya (depkes.go.id, 2004).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 40 pasal 5tahun 2004, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial adalah Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN),
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Program jaminan kesehatan dapat berupa jaminan kesehatan jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pension, dan jaminan kematian.
B. Struktur Sosial
Struktur sosial yang menjadi bagian dalam tatanan sosial yang terdiri dari struktur dimanis
yaitu masyarakat serta struktur statis yaitu adat, budaya, norma, hukum, dan undang-undang.
Struktur sosial merupakan sebuah hubungan yang dikarakteristikan oleh adanya suatu
organisasi, baik organisasi formal maupun nonformal sehingga dapat menciptakan suatu
stabilitas dalam masyarakat.
Sasaran upaya pelayanan kesehatan adalah meningkatkan mutu kesehatan
manusia. Manusia sebagai insan individu dan sosial berkarakter dinamis. Peningkatan
pelayananan kesehatan selayaknya bertumpu pada kondisi kehidupan individu dan
masyarakat. Sebagaimana prinsip pertama pembangunan berkelanjutan: Manusia
(penduduk) merupakan pusat perhatian pembangunan berkelanjutan,dan dikehendaki agat
memiliki kehidupan yang sehat dan produktif dalam keserasian dengan alam (The UN
Conference of Environment and Development, 1992 dalam Soemanto, 2005).
Tindakan pemerintah untuk meningkatkan mutu kesehatan penduduk
secara nyata dan langsung berhubungan dengan upaya menekan tingkat
kematian dan ketersakitan. Maka kebijakankependudukan di bidang kesehatan harus
memperhatikan dan memperhitungkan keberadaannya terutama pada kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah komitmen politik pemerintah berlandaskan hukum, dan
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek sosiologis. Pemikiran hukum dalam arti
jurispruden memfokuskan kebijakan publik sebagai aturan.Aturan ini merupakan produk
yang terkodifikasi. Proses hukum berlangsungditata dan diatur oleh logika sistem hukum, dan
dilihat sebagai sesuatu yang mekanis (Soemanto, 2005).
Kebijakan publik sebagai produk hukum menggambarkan harapan, dan merupakan suatu
keharusan yang harus dilaksanakan. Secara sosiologis pelaksanaan kebijakan publik harus
diperhatikan struktur sosial yang selalu berubah. Oleh sebab itu kebijakan publik juga perlu
mementingkan perhatiannya pada adanya keragaman, keunikan di masyarakat (Black, 1976;
dan Milovanovich, 1994 dalam Soemanto, 2005). Model pemikiran hukum dan sosiologis
tentang kebijakan publik merupakan pemahaman terhadap realitas sosial, dimana pembuatan,
dan dampak positifnya dirasakan masyarakat. Di sini semua komponen meliputi penyiapan,
pengolahan dan penyajian data penduduk; penyusunan kebijakan, perencanaan program,
penganggaran, pelaksanaan, monitor, dan evaluasi program harus dilakukan secara terpadu
dan terkoordinasi.
Wilayah kerja layanan dan peranan aparatur pemerintah daerah pada masyarakat terjangkau
dengan cepat dan mudah. Partisipasi masyarakat mudah diorganisasikan setiap waktu,
hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyusun dan
melaksanakan kebijakan dapat dilakukan dengan baik, dan peranan legislatif dalam
mendukung dan mengontrolpelaksanaan program layanan pada masyarakat berlangsung
optimal. Gambaran pelaksanaan otonomi daerah tersebut dapat terwujud, jika tersedia data
kependudukan untuk kesehatan yang akurat, terpercaya dan rinci. Peran insitusi sosial dalam
upaya mengatasi masalah kesehatan di Indonesia melalui SJSN Statistik Kesehatan Rakyat
Indonesia tahun 2000 yang disusun berdasarkan memiliki peran yang sangat penting dalam
tercapainya tujuan dari SJSN. Peran institusi dalam hal ini institusi kesehatan membuat suatu
indikator untuk membuat suatu kebijakan suatu program kesehatan yang efektif dan efisien.
D. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan
sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan
mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.
Sepanjang semua anggota masyarakat bersedia mentaati aturan yang berlaku, hampir bisa
dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi,
berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang
mahal. Kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi
ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang
sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Menurut Soekanto dalam Nugroho (2008), beberapa faktor yang menyebabkan warga
masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut
(i) karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah
memenuhi kebutuhan dasarnya, (ii) kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga
menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan, (iii) di dalam masyarakat terjadi konflik
antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan (iv) memang tidak mungkin
untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pegendalian sosial pada dasarnya merupakan sistem dan proses untuk mendidik, mengajak
dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma
sosial, (1) System mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap
dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma, (2) System mengajak
bertujuan untuk mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma dan
tidak menurut kemauan individu-individu, (3) Sistem memaksa bertujuan utnuk
mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma dan jika ia
tidak menaati kaidah yang berlaku maka akan dikenai sanksi.
Pelaksanaan dari ketiga system tersebut haruslah melibatkan pihak pengendali dan pihak
yang dikendalikan. Pihak pengendali yang disebut lembaga atau agen pengendali terdri dari
banyak unsur. Situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau
menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu
keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya
norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak
lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri),
dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara
Regulasi SJSN
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (amandemen)
2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN)
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 007/PUU/III/2005 tentang
Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
4. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN
2009
tentang
Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Program
Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan (Pembahasan Kemenkes 7 September 2012)
Rancangan Peraturan Presiden tantang Jaminan Kesehatan (Pembahasan KemenKes RI - 19 Juli 2012)
Telaah Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan
Kesehatan - (Pembahasan Kemenkes RI - 19 Juli 2012)
Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Draft ke-5 (Kementerian Koord. Bid. Kesra 6 April 2011)
Telaah Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan
Kesehatan - Draft ke-5 (Kementerian Koord. Bid. Kesra 6
April 2011)
Lain-lain
Pengujian UU SJSN
Perkara
Perkara
Perkara
Perkara
No.
No.
No.
No.
007/PUU-III/2005
50/PUU-VIII/2010
51/PUU-IX/2011
70/PUU-IX/2011
Pengujian UU BPJS
Perkara No. 82/PUU-X/2012
TRANSFORMASI
Setelah reformasi penyelenggaraan Negara bergulir sejak medio 1998, telah
terjadi perubahan mendasar dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia.
Transformasi diawali oleh amandemen UUD Negara RI pada tahun 1999, 2000,
2001 dan 2002 yang dilanjutkan dengan pengundangan UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada 19 Oktober 2004
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dituangkan dalam UU No. 40 Tahun
2004 (UU SJSN) bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan
Pasal 34 ayat (2) UUD Negara Kesatuan RI.
SJSN, sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan UU SJSN, adalah program
Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi
hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia
lanjut atau pensiun.
Ketentuan ini mengubah secara fundamental penyelenggaraan program jaminan
sosial Indonesia, yaitu:
1. dari upaya merespon masalah dan kebutuhan pemberi kerja terhadap
tenaga kerja murah, berdisiplin dan berproduktifitas tinggi ke
pemenuhan hak konstitusional Warga Negara;
2. dari pengaturan oleh berbagai peraturan perundangan untuk tiap-tiap
kelompok masyarakat ke pengaturan oleh satu hukum jaminan sosial
yang menjamin kesamaan hak dan kewajiban bagi seluruh Warga Negara
Indonesia;
3. dari penyelenggaraan oleh badan usaha pro laba ke penyelenggaraan oleh
badan publik nir laba.
UU SJSN dibentuk untuk menyinkronisasikan penyelenggaraan program-program
jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara agar
mampu memberikan manfaat yang lebih baik kepada seluruh peserta. Substansi
UU SJSN mengatur kepesertaan, besaran iuran dan manfaat, mekanisme
penyelenggaraan dan kelembagaan jaminan sosial yang berlaku sama di seluruh
wilayah Indonesia.
UU SJSN menetapkan bahwa penyelenggaraan program jaminan sosial dengan
mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib.
Asuransi sosial, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka 3, adalah suatu
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna
memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya. Selanjutnya, penjelasan Pasal 19 ayat (1)
menetapkan bahwa prinsip asuransi sosial mencakup kegotong-royongan antara
yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang
berisiko tinggi dan rendah, kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif, iuran
berdasarkan presentase upah/penghasilan dan bersifat nirlaba. Prinsip asuransi