Anda di halaman 1dari 31

a.

Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara dari sekian banyak negara yang merupakan negara
kesatuan. Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Oleh karena itu,
dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, adanya pemerintah daerah adalah ciptaan
dari pemerintah pusat melalui undang-undang. Sepenuhnya kedaulatan hanya berada di tangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya menjadi subordinasi pemerintah pusat.
Pada dasarnya, seiring dengan cita-cita demokrasi nasional dan proses percepatan
pembangunan maka muncul suatu yang dinamakan dengan otonomi daerah. Ini berarti bahwa
suatu daerah itu memiliki sifat yang otonom. Menurut Encyclopedia of Social Science, otonomi
adalah the legal self suffiency of social body and its actual independence. Lebih jauh,
berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Jadi, otonomi dapat diartikan sebagai hak untuk mengurus rumah tangga sendiri bagi
suatu daerah. Tentunya, otonomi diberikan sebagai upaya percepatan pembangunan dan
peningkatan pelayanan sesuai tuntutan dan prakarsa masyarakat di daerah bersangkutan.
Otonomi sebenarnya mengandung nilai-nilai kepercayaan yang dapat mengakomodasi
kepentingan masyarakat daerah, sehingga akan meredam potensi terjadinya disintegrasi bangsa.
Hal ini menjadi semakin logis dengan diberikannya otonomi pada daerah karena akan
sangat sulit mengurus seluruh kepentingan negara yang banyak dan luas ini jika hanya

dikerjakan secara terpusat. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahannya, utamanya
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, Indonesia menganut asas desentralisasi, yang di
samping itu terdapat pula asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Desentralisasi berdasarkan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, hal ini berarti semua urusan,
tugas, dan wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Dengan terselenggaranya otonomi seluas-luasnya maka diperlukan suatu pengaturan
secara adil dan selaras mengenai hubungan keuangan, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah
daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pendanaan perlu diatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang merupakan sub sistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas atau sejalan
dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pendanaan atas
penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah menganut prinsip money follow function, yang
bermakna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap
Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana
pembangunan. Dana Alokasi Umum merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan
menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan Dana Alokasi Umum adalah
sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah

Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun
ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap Provinsi/Kabupaten/Kota menerima Dana
Alokasi Umum dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam
Peraturan Pemerintah.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari anggaran pendapat belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan utuk pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dengan adanya Dana Alokasi Umum (DAU) diharapkan perbedaan kemampuan keuangan antar
daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Sebagaimana
diketahui dana bagi hasil (revenue sharing) berdasarkan daerah penghasil (by origin) cenderung
menimbulkan ketimpangan antar daerah, dimana daerah yang memiliki potensi pajak dan
Sumber Daya Alam (SDA) yang besar akan mempunyai kapasitas fiskal yang relatif besar
dibandingkan daerah lain.
Sebagaimana dijelaskan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan keuangan pusat dan daerah
(2001), bahwa Perhitungan danaalokasi umum (DAU) didasarkan pada dua faktor yaitu : (1)
Faktor murni, adalah perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) didasarkan formula, dan (2)
faktor penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan penurunan
kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab
daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan
instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dapat mencerminkan kebutuhan riil
masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan
terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Di era otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan alokasi sumber
daya yang efisien. Kemampuan daerah untuk mengelola sumber daya secara efisien tercermin
dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah selaku perencana, dimana hal ini akan
membawa dampak pada keberhasilan ekonomi daerah secara optimal. Dengan adanya otonomi,
setiap daerah diharapkan mampu mengembangkan potensi baik sumber daya alam, sumber daya
manusia, budaya untuk meningkatkan kemakmuran bagi seluruh masyarakat daerah. Dengan
kata lain, bahwa otonomi daerah menuntut adanya suatu kemandirian daerah didalam berbagai
aspek terutama aspek perencanaan, keuangan, dan pelaksanaan.
Sesuai Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diikuti dengan pemberian dana.
Dana perimbangan yang diterima oleh Kabupaten Siak meliputi Dana Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Perimbangan
dari Provinsi. Dengan adanya otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah dituntut untuk lebih
mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam masalah financial. Meski begitu pemerintah pusat
tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU).
Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat (PEMPUS) akan mentransfer

Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam.
Disamping dana perimbangan tersebut, PEMDA mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa
Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan
semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari
Pemerintah Pusat (PEMPUS) diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah
Derah (PEMDA) untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan
dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.
Beberapa daerah mengeluhkan bagian Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima tidak
cukup untuk membiayai pengeluaran daerah. Idealnya penerimaan daerah yang berasal dari
Dana Bagian Daerah atas PPh Perseorangan, PBB, dan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA),
serta dari Dana Alokasi Umum sudah cukup untuk membiayai Belanja Pegawai dan Belanja Non
Pegawai. Namun, di beberapa pemerintah Daerah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima
tidak cukup untuk membiayai belanja pegawai, sehingga perlu dana bantuan dari pemerintah
pusat.
Dana Alokasi Umum (DAU) bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah
melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Setiap
daerah memperoleh besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak sama, karena harus
dialokasikan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) dan alokasi dasar. Celah fiskal
merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).
Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal

daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar
umum. Kebutuhan pendanaan daerah diukur secara berturut-turut dari jumlah penduduk, luas
wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita, dan indeks
pembangunan manusia. Alokasi Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar,
tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum relatif kecil.
Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan
memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut
menegaskan fungsi Dana Alokasi Umum sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD).
Pendapatan dalam negeri neto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan
pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Jumlah
Dana Alokasi Umum 26% ini merupakan jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh provinsi
dan Kabupaten/Kota. Proporsi Dana Alokasi Umum antara provinsi dan Kabupaten/Kota
dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam hal penentuan proporsi ini belum dapat dihitung secara
kuantitatif. Proporsi Dana Alokasi Umum antara Dana Alokasi Umum Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%. Jumlah keseluruhan Dana Alokasi
Umum ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara setiap tahun dan bersifat final.
Realita menunjukkan yang terjadi selama ini adalah masih terdapatnya kesenjangan fiskal
vertikal dan kesenjangan fiskal horizontal bagi sejumlah daerah di Indonesia. Kesenjangan fiskal
vertikal timbul karena adanya keterbatasan sumber dan kewenangan penerimaan daerah, baik

dalam bentuk pajak maupun bukan pajak, serta adanya kebutuhan pengeluaran daerah yang jauh
lebih besar. Sedangkan, kesenjangan fiskal horizontal terjadi karena perbedaan kapasitas
antardaerah untuk menghasilkan pendapatan sendiri yang tergantung dari distribusi luas dan
besarnya kewenangan atas objek dan basis pajak serta kewenangan sumber-sumber nonpajak.
Kesenjangan ini dapat pula terjadi karena adanya perbedaan biaya dan tekanan permintaan atas
pelaksanaan fungsi-fungsi yang menjadi tanggung jawab daerah bersangkutan.
Melalui Dana Alokasi Umum, pemerintah bertujuan untuk menciptakan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah yang berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan potensi
daerah, sehingga daerah dapat membelanjakan dana tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan
daerahnya. Dalam Dana Alokasi Umum ini tidak terdapat batasan mengenai bagaimana dana
tersebut dibelanjakan, sehingga daerah dapat dengan leluasa memanfaatkan dana tersebut untuk
kebutuhan yang diinginkan. Namun, masalah yang muncul adalah kemampuan daerah dalam
mengelola Dana Alokasi Umum. Apabila daerah kurang mampu mengelola dana tersebut, maka
tidak menutup kemungkinan yang terjadi adalah semakin meningkatnya ketergantungan daerah
pada dana perimbangan ini. Pengelolaan terhadap Dana Alokasi Umum sebaiknya dilakukan
dengan selektif agar dananya tidak sia-sia dan bermanfaat bagi publik. Pemanfaatan Dana
Alokasi Umum yang dominan untuk belanja pegawai negeri sipil daerah dapat berdampak pada
berkurangnya alokasi belanja modal, berkurangnya alokasi dana untuk penciptaan lapangan
pekerjaan, ataupun berkurangnya alokasi dana untuk program penanggulangan kemiskinan. Oleh
karena itu, sebaiknya pemanfaatan Dana Alokasi Umum dibuat seimbang dengan belanja lainnya
atau mengkaji kembali alokasi yang sangat penting bagi daerah, namun tidak pula melupakan
belanja pegawai/penggajian pegawai sebagai suatu keharusan daerah untuk mengembangkan
potensi Sumber Daya Manusia.

Dana Alokasi Umum diharapkan menjadi sebuah modal dalam rangka menciptakan
pemanfaatan yang lebih baik. Sebagai contoh, jika dana dialokasikan untuk kepentingan
pembangunan, misal infrastruktur atau layanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya)
atau upaya perluasan lapangan pekerjaan, maka hal ini akan memiliki dampak yang besar bagi
masyarakat dengan tersedianya pelayanan publik yang lebih baik maupun mengurangi
pengangguran dengan penyerapan tenaga kerja di sejumlah sentra-sentra lapangan kerja. Dengan
demikian, Dan aAlokasi Umum menjadi penting bagi suatu daerah sebagai salah satu pendapatan
daerah yang dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat
kepada daerah yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum
bersifat block grant yang berarti penggunaaya diserahkan kepada daerah sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah.
Namun demikian, daerah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Riau yaitu
Kabupaten Rokan Hilir tidak menerima Dana Alokasi Umum (DAU) karena penerimaan
Kabupaten Rokan Hilir dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sudah sangat besar, padahal
Kabupaten Rokan Hilir sangat membutuhkan Dana Alokasi Umum untuk membiayai gaji
Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Honorer serta biaya pembangunan. Terhitung sejak
tahun 2009 lalu di Provinsi Riau yang merupakan daerah penghasil minyak dan gas (Migas),

yakni Kabupaten Rokan Hilir tidak lagi mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Daerah Dana Alokasi Umum Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2009-2012 (dalam Rp juta)
No
1

Sektor Dana

2009

2010

2011

2012

Perimbangan
Bagi Hasil
1.216.369,7

1.241.583,5

1,214,646.0

1,601,501.0

Pajak/Bukan

Pajak
Dana Alokasi

286,866,00

Umum
Dana

Penyesuaian
Dana Alokasi

32.436,00

21.662,70

19,159.00

35,703.00

1.274.025,0

1.291.551,0

1,419,854,0

2,601,501.0

Khusus
Jumlah

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Rokan Hilir


Berdasarkan tabel diatas bahwa pada tahun 2009-2011 Kabupaten Rokan Hilir tidak lagi
pernah menerima atau mendapat dana alokasi umum dari pemerintah pusat, Penghapusan Dana
Alokasi Umum tersebut dari daftar penerima Dana Alokasi Umum beralasan karena penerimaan
dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sudah sangat besar. Daerah yang berpendapatan tinggi akan
diberikan sedikit dana sementara daerah yang berpendapatan rendah akan diberikan dana yang
lebih besar. Bila hal ini yang dilakukan berarti pemerintah pusat mem-penalti daerah yang
berpendapatan rendah dan memberi insentif agar daerah tetap tertinggal. Struktur insentif
seperti ini memiliki dampak negatif terhadap stimulasi pembangunan daerah. Sehingga, alokasi
yang ditujukan langsung untuk memeratakan pendapatan perkapita akan berpotensi mempenalti
daerah-daerah yang telah berupaya keras untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)

seperti Kabupaten Rokan Hilir yang telah berusaha keras untuk meningkatkan Pendapat Asli
Daerah dengan sangat serius namun justru Dana Alokasi Umum-nya dikurangi yang justru dapat
melemahkan usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Alokasi Dana Umum diharapkan mampu mengurangi dampak negatif yang dihadapi
Kabupaten Rokan Hilir yang ditimbulkan dari pengaruh negatif daerah di sekitar Kabupaten
Rokan Hilir. Misalnya, dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur transportasi untuk
mengurangi efek overload di ruas-ruas jalan Kabupaten karena aktivitas produksi yang menuju
dan keluar dari Kabupaten Rokan Hilir. Dana Alokasi Umum menyumbang pada stimulasi
ekonomi daerah lewat efeknya terhadap perbaikan efisiensi produksi. Jika jumlah Dana Alokasi
Umum sudah tidak mencukupi untuk belanja pegawai, maka kemampuan pemerintah Kabupaten
Rokan Hilir untuk investasi input produksi yang lebih optimal akan berkurang.
Sesuai dengan namanya, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
Pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi, sementara untuk membiayai seluruh urusan wajib yang diserahkan
pemerintah tersebut tentunya masih sangatlah kurang, untuk itu perlu adanya dana pusat yang
diserahkan ke daerah yang lebih besar dalam upaya mengurangi ketimpangan antar daerah baik
vertikal maupun horizontal.
Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir melalui Dinas Pendapatan Daerah dengan perjuangan
terbilang cukup panjang, akhirnya Kabupaten Rokan Hilir kembali menerima Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar Rp. 268,866,00 milyar yang selama tiga tahun belakangan ini Kabupaten
Rokan Hilir sama sekali tidak menerima Dana Alokasi Umum.

Perubahan kebijakan fiskal yang ekstrim ini jelas telah mengacaukan perencanaan
pembangunan di daerah-daerah. Sejumlah daerah akhirnya frustasi karena bingung mengatur
anggaran untuk pembiayaan rutin. Kabupaten Rokan Hilir misalnya, yang semula selama 3
(tiga) tahun seharusnya mendapat Dana Alokasi Umum sebesar Rp. 940,866,00 M kini hanya
digantikan dengan RP. 286,866.00 M dana penyeimbang. Padahal, melalui Dana Alokasi Umum
itulah selama ini Kabupaten Rokan Hilir memiliki kemampuan bukan saja untuk membayar gaji
para tenaga honor, termasuk gaji PNS, tapi juga membiayai program kesehatan, pendidikan, dan
infrastruktur.
Pada hakikatnya dana perimbangan

mempunyai peranan yang penting dalam

pembangunan yang akan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Agar tujuan ini bisa tercapai
maka diperlukan strategi pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mendapatkan Dana Alokasi
karena dengan adanya Dana Alokasi Umum tersebut maka percepatan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi masyarakat akan meningkat pula.
Secara normatif, alokasi anggaran publik sesungguhnya adalah cerminan komitmen
politik. Dengan kata lain, angka-angka dalam Dana Alokasi Umum ataupun Dana Bagi Hasil
secara langsung terkait dengan kualitas penghargaan pusat atas hak-hak lokal serta pemenuhan
rasa keadilan terhadap daerah. Jika kebijakan yang dilakukan pusat tidak lagi memperhitungkan
berbagai dinamika serta aspek yang berkembang di masyarakat daerah, maka pusat
sesungguhnya bisa dianggap sudah berbuat sewenang-wenang.
Konsep Dana Alokasi Umum pada awalnya adalah alat untuk menyeimbangkan
kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Jika kita lihat sekarang, pada prakteknya
bukan lagi sebagai dana perimbangan pusat-daerah tapi lebih cenderung menjadi dana

perimbangan antar daerah. Kriteria formula Dana Alokasi Umum yang kini berlaku intinya lebih
mengacu pada Anggaran Pendapat Belanja Daerah per kapita, sehingga jika dilihat dari segi
jumlah penduduk, per penduduk, maka tiap daerah akan memperoleh jumlah yang relatif sama.
Alhasil, ketika Dana Bagi Hasil dianggap sudah lebih dari cukup untuk mencapai jumlah
Anggaran Pendapat Belanja Daerah per kapita maka seperti yang terjadi di Kabupaten Rokan
Hilir memiliki Dana Bagi Hasil tinggi yaitu Dana Alokasi Umum ( DAU ) kemudian dihapuskan
atau dikurangi.
Formula Dana Alokasi Umum semacam ini tentu membawa konsekuensi yang merugikan
daerah-daerah yang memiliki Dana Bagi Hasil (DBH) dan lebih menguntungkan daerah-daerah
yang tidak memiliki bagi hasil. Dana Alokasi Umum bukan lagi untuk mengatasi vertikal fiscal
imbalance tapi sekarang lebih pada horizontal fiscal imbalance. Dengan kata lain, fungsi Dana
Alokasi Umum sebagai penyeimbang kesenjangan antar pusat daerah kini menyeleweng dari
tujuannya. Dana tersebut tak pernah benar-benar diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Mulai
dari perencanaan dan penggunaannya selalu harus mendapatkan persetujuan Pusat.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hiilir untuk Memperoleh Dana Alokasi
Umum ( DAU ) Tahun 2009-2012.
1.2.

Perumusan Masalah
Dengan telah ditetapkan strategi sebagai cara untuk mencapai tujuan dan sasaran yang

ditetapkan untuk mendapatkan Dana Perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum Maka penulis
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimanakah Strategi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir untuk
memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2009-2012 ?
1.3.

Tujuan Penelitian dan Kegunaan penelitian


1.3.1. Tujuan Penelitian
Seiring dengan rumusan pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah

Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan Strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir
untuk memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU ) Tahun 2009 2012.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Dari tujuan diatas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk :
1. Memperkaya informasi dalam rangka memperdalam ilmu pengetahuan tentang Strategi
Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir untuk memperoleh Dana Alokasi Umum
(DAU).
2. Sebagai bahan untuk pengembangan kegiatan penelitian selanjutnya dimasa yang akan
datang.
1.4.

Kerangka Teoritis
1. Strategi
Strategi adalah langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif untuk

mewujudkan visi dan misis. ( Renstra Badan Pelayanan Terpadu Perizinana dan penanaman
Modal Rokan Hulu 2011-2016). Berdasarkan defenisi dari teori diatas maka penulis merasa
cocok dan sesuai dengan menggunakan teori strategi menurut Bintaro dan Mustopadidjaja

serta Siagian yang menyatakan strategi adalah keseluruhan langkah ( kebijakan-kebijakan )


dengan perhitungan yang pasti guna mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu
persoalan. (Riyadi dan Deddy S Bratakusuma, 2003 : 68). Sementara itu dalam literaturnya
tentang manajemen strategi, Siagian ( 1995 ) mengemukakan bahwa Strategi adalah cara
menentukan misi pokok suatu organisasi strategi merupakan keputusan dasar yang menyatakan
secara garis besar.
Namun untuk menunjang dengan fenomena yang terjadi di Kabupaten Rokan Hilir
pendapat Lawton Rose juga perlu dipertimbangkan. Sebagaimana pendapat dari Lawton dan
Rose ( 1994 ) mengemukakan secara implisit makna dari strategi, dimana ia mengemukakan in
order for strategic planning and decision making to be effective, a different set of value needs to
be held by senior officials. Vision, Leadership, the ability to be proactive, flexible and forward
thingking are the essentialqualities that need to be present yang berarti supaya perencanaan
strategis dan pengambilan keputusan-keputusan menjadi efektif, serangkaian nilai-nilai yang
berbeda perlu dimiliki oleh Pemimpin Senior. Visi, kepemimpinan, kemampuan untuk bertindak
proaktif, fleksibel, dan berpikir kedepan adalah persyaratan yang perlu ada. (Riyadi dan
DeddyS Bratakusumah. 2003 : 69 ).
Namun untuk memenuhi semua target ataupun tujuan yang ingin dicapai maka suatu
strategi yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria seperti yang dinyatakan Bryson ( 1990 ) :
1. Strategi secara teknis harus dapat dijalankan
2. Strategi secara politis harus dapat diterima oleh para Key Stake Holder.
3. Strategi harus sesuai dengan filosofi dan nilai-nilai organisasi.

4. Strategi harus bersifat etis, moral, legal, dan merupakan keinginan organisasi untuk

menjadi

lebih baik.
5. Strategi harus sesuai dengan isu yang hendak di pecahkan.
Selain kriteria strategi yang telah diuraikan diatas tersebut, namaun strategi itu sendiri
juga harus memiliki manfaat. Manfaat perencanaan strategi menurut Bryson ( 1999:7 ) yaitu :
1. Mengembangkan cara berpikir dan bertindak strategis
2. Memperbaiki pengambilan keputusan
3. Meningkatkan daya tanggap organisasi dan memperbaiki kinerja.
4. Dapat secara langsung bermanfaat bagi anggota organisasi.
Sementara itu Johnson mengatakan perencanaan strategi memusatkan perhatian pada
strategi dan perencanaan, bagaimana agar cara tersebut bisa memberikan efek melalui :
1. Analisa Strategi (Strategic analysis)
2. Pemilihan Strategi (Strategic Choice)
3. Implikasi Strategi (Strategic Implemantation). (Greenley G dalam Robinson : 1994 : 6)
Dalam memjalankan strategi yang telah dicadangkan tersebut suatu daerah juga harus
memiliki perencanaan atau yang lebih sering disebut dengan perencanan strategis.
Perencanaan strategis merupakan proses suatu sistematis yang berkelanjutan dari
pembuatan keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan
antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan umpan balik yang
terorganisasi dan sistematis. Perencanaan Strategi mengandung visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijaksanaan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa

depan. Dengan demikian ada beberapa point yang penting berkaitan dengan perencanaan strategi
yaitu :
1. Merupakan proses sistematis dan berkelanjutan.
2. Merupakan pembuatan keputusan yang berisiko.
3. Didasarkan pada pengetahuan yang antisipatif dan aktifitas yang diorganisir, dan
4. Ada pengukuran hasil dan umpan balik.
Sementara menurut pandangan Olsen dan Eadie Perencanaan Strategi adalah upaya yang
didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu
bagaimana menjadi organisasi (atau entitas lainnya), dan apa yang dikerjakan organisasi (atau
entitas lainnya), dan mengapa organisasi ( atau entitas lainnya ) mengerjainkan hal-hal seperti
itu.
Dari pengertian itu, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama. Keputusan
strategis juga merupakan keputusan mendasar/fundamental. Kedua, keputusan strategis
merupakan keputusan yang spesifik yang secara langsung dapat mempengaruhi dan
mengarahkan aktifitas-aktifitas. Ketiga, ada batasan lingkup dari perencanaan strategis dalam
politik dan konstitusi yang berbeda dengan sektor swasta. Lebih lanjut Olsen Eadie
mengemukakan bahwa dalam proses perumusan perencanaan strategis harus meliputi komponenkomponen yang terdiri dari :
1. Pernyataan misi dan tujuan umum ( overall mission and goals statement ), yang dikemukakan
oleh para pemimpin (eksekutif) manajemen dan menekankan pemikiran strategis yang
dikembangkan dengan target-target ke depan.

2. Analisis lingkungan (environmental scan or analysis), dengan mengidentifikasi dan menilai


serta mengantisipasi faktor-faktor eksternal dan kondisi yang harus diperhitungkan untuk
bahan memformulasikan strategi organisasi.
3. Memeriksa keadaan dan sumber daya (internal (internal profile and resourse audi), dengan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi, sehingga dapat dipertimbangkan dalam
penyusunan perencanaan strategis.
4. Memformulasikan, mengevaluasi, dan menyeleksi (strategi (the formulasion, evaluation, and
selection of strategies).
5. Melaksanakan dan mengevaluasi rencana strategis (the implementation and control of the
strategic plan).
Untuk merumuskan perencanan strategi paling tidak ada 10 langkah yang diperlukan
menurut Whittaker, yaitu :
1. Merumuskan misi organisasi (mission)
2. Merumuskan visi (vision)
3. Mengembangkan nilai-nilai organisasi (values)
4. Melakukan analisa internal (internal analysis)
5. Melakukan analisa eksternal (exsternal analysis)
6. Merumuskan asuumsi-asumsi (asumptions)
7. Mengembangkan analisa dan memilih strategi (strategic analysis dan choice)
8. Merumuskan faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors)
9. Merumuskan tujuan organisasi (goals)
10. Merumuskan sasaran dan strategi operasional organisasi (corporate objectives dan choice).
(Riyadi dan Deddy S Bratakusuma : 2003:279 ).

Sesuai dengan pengertian strategi diatas maka dilakukan pendekatan strategi yang
digunakan untuk memperoleh Dana Alokasi Umum ( DAU ).

2.

Kebijakan Pemerintah
Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan yang

bersifat luas. Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai
tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan
pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik
oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.
Sesuai dengan system administrasi Negara Republik Indonesia, kebijakan dapat dibagi
menjadi 2, yaitu:
1

Kebijakan Internal (Manajerial), yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat


aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri

Kebijakan eksternal (Publik), yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum,
sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis.
Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai bentuk seperti

misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan
Menteri (KepMen) dan lain lain. Sedangkan jika kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh
pemerintah daerah akan melahirkan Surat keputusan (SK), peraturan daerah (PerDa) dan lain
lain.

Dalam penyusunan kebijaksanaa/kebijakan mengacu pada hal- hal berikut:


1

Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi.

Konsisten dengan kebijaksanaan yang lain yang berlaku.

Berorientasi ke masa depan.

Berpedoman kepada kepentingan umum

Jelas dan tepat serta transparan

Dirumuskan secara tertulis.

Sedangkan kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunyai beberapa tingkatan yaitu:


1

Kebijakan Nasional
Yaitu kebijakan Negara yang bersifat fundamental dan strategis untuk mencapai tujuan

nasional/Negara sesuai dengan amanat UUD 1945 GBHN. Kewenangan dalam pembuat
kebijaksanaan adalah MPR, dan presiden bersama-sama dengan DPR. Bentuk kebijaksanaan
nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa :
1)

UUD 1945

2)

Ketetapan MPR

3)

Undang-Undang

4)

Peraturan pemerintah pengganti undang undang (Perpu) dibuat oleh presiden dalan hal
kepentingan memaksa setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kebijaksanaan Umum
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh presiden yang bersifat nasional dan menyeluruh

berupa penggarisan ketentuan ketentuan yang bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai pelaksanaan UUD 1945, ketetapan MPR
maupun undang undang guna mencapai tujuan nasional.
Penetapan kebijaksanaan umum merupakan sepenuhnya kewenangan presiden, sedangkan
bentuk kebijaksanaan umum tersebut adalah tertulis berupa peraturan perundang-undangan
seperti hal nya Peraturan Pemerintah (PP), keputusan presiden (Kepres) serta Instruksi Presiden
(Inpres).
Sedangkan kebijaksanaan pelaksanaan dari kebijakan umum tersebut merupakan
penjabaran dari kebijakan umum serta strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum
pemerintahan dan pembangunan dibidang tertentu. Penetapan kebijaksanaan pelaksanaan terletak
pada para pembantu presiden yaitu para menteri atau pejabat lain setingkat dengan menteri dan
pimpinan sesuai dengan kebijaksanaan pada tinkat atasnya serta perundang-undangan berupa
peraturan, keputusan atau instruksi pejabat tersebut (menteri/pejabat).
1

Strategi kebijakan

Merupakan salah satu kebijakan pelaksanaan yang secara hirarki dibuat setingkat
menteri, gubernur, bupati/walikota berupa surat keputusan yang mengatur tata laksana kerja dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya manusia. Pengertian strategi merupakan
serangkaian sasaran organisasi yang kemudian mempengaruhi penentuan tindakan komprehensif
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan atau alat dengan mana tujuan akan dicapai.
3. Kebijakan Publik
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam
kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur
kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap
pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi
dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi
(Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik,
jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum
namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi
kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang
berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah
menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden
termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus
ditaati.

Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan
harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak
kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada
yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4). Untuk memahami kedudukan dan peran
yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka
diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang
berorientasi kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam
Muhammadi, 2001: 371 372).
Bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu
berjangka panjang dan menyeluruh. Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang
mengatakan: (Ndraha 2003: 492-499). Bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata
policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan
lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat. Meski demikian kata kebijakan yang
berasal dari policy dianggap merupakan konsep yang relatif (Michael Hill, 1993: 8).
The concept of policy has a particular status in the rational model as the relatively
durable element against which other premises and actions are supposed to be tested for
consistency.
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology dan adalah sistem nilai
kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.

Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi
suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model
kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional,
model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem.
Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model
pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi,
kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu
pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan
arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin (Terry, 1964:278). Kebijakan secara
umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin,2004:31-33), dapat dibedakan dalam
tiga tingkatan:
1

Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan
baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan
wilayah atau instansi yang bersangkutan.

Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk


tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.

Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.


Namun demikian berdasarkan perspektif sejarah, maka aktivitas kebijakan dalam tataran

ilmiah yang disebut analisis kebijakan, memang berupaya mensinkronkan antara pengetahuan
dan tindakan. Dikatakan oleh William N. Dunn (William N. Dunn, 2003: 89).

Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan
suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika
pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit
dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.
Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik
digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik
adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna
menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu. Selanjutnya
Bill Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai: (Michael Hill, 1993: 34).
A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning
the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where
these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve.
Kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public actor
mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai
kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan
administrasi negara. Menurut Nigro dan Nigro dalam buku M. Irfan Islamy Prinsip-prinsip
Kebijakan Negara (Islamy, 2001:1), administrasi negara mempunyai peranan penting dalam
merumuskan kebijakan negara dan ini merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara
dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk
mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu kebijakan dalam pandangan Lasswell
dan Kaplan yang dikutip oleh Said Zainal Abidin (Abidin, 2004: 21). Adalah sarana untuk

mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan
praktik.
Terkait dengan kebijakan publik, menurut Thomas R. Dye penulis buku Understanding
Public Policy, yang dikutip oleh Riant Nugroho D (Riant, 2004:3). Kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang
membuat sebuah kehidupan bersama tampil. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, alumni
University of Pittsburgh, Pennsylvania, US, (Said Zainal Abidin,2004: 23). Kebijakan publik
biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu
kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan
khusus di bawahnya.

1.5. Kerangka Pemikiran


Pemerintahan Daerah

Diagram 1.1

Kerangka Pemikiran
Partai Politik

STRATEGI

DAU

Lobi
LSM

Media Massa

1.6. Defenisi Konsep


1. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan DPRD menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaiman
dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
2. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam
rangka APBD. Pendapatan daerah adalah semua penerimaaan kas daerah dalam periode
tahun anggaran yang menjadi hak daerah.
3. Dana Alokasi Umum adalah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom
(Provinsi/Kabupaten/Kota) di indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan
untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah.
4. Strategi adalah cara/langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan
Hilir untuk memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU).
1.7. Metode Penelitian
1.7.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta. Metode penelitian
deskriptif sebagai sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diteliti dengan menerangkan
keadaan sebuah objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagai mana adanya.
Berdasarkan itu, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan penjelasan
lebih besar dari orang yang melakukan penelitian (Lisa Hariso, 2009:68). Pendekatan ini juga
lebih menekankan analisanya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga

deduktif serta analisi pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah
(Burhan Bungin,2001 :47).
1.7.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya dari
objek yang menjadi tujuan diadakan penelitian ini. Maka penulis memilih lokasi penelitian di
Kabupaten Rokan Hilir. Kabupaten Rokan Hilir dipilih sebagai lokasi penelitian adalah karena
penulis menemukan bahwa dari tahun 2009-2011 Kabupaten Rokan Hilir tidak lagi
mendapatkan/memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU).
1.7.3. Jenis Sumber Data
a. Data Primer
Menurut Trianto dan Titik (2010:279) data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini mengenai Strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir Untuk
Memperolehh Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2009-2012. Adapun data primer diperoleh
melalui tanggapan responden, yaitu :
a
b
c
d
e
f
g

Wakil Bupati Rokan Hilir


DPRD Komisi I
Kepala Dispenda Provinsi Riau
Sekda Kabupaten Rokan Hilir
Kabag Keuangan Kab. Rokan Hilir
Kepala Dispenda Kab. Rokan Hilir
Tokoh Masyarakat (LSM HIMBAU Bagansiapiapi)
b. Data Sekunder
Sedangkan data sekunder menurut Trianto dan Titik (2010:280) adalah data yang

diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber seperti buku, koran, internet, laporanlaporan, dan berbagai hasil penelitian data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada
serta pemberitaan media massa seputar masalah tersebut. Adapun Data Sekunder tersebut
berupa :

Keadaan geografis dan demografis Kabupaten Rokan Hilir

Struktur organisasi dan tata kerja Kebupaten Rokan Hilir

Arsip, data, laporan dan informasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. buku-buku
ilmiah, data statistik,

1.7.4. Informan
Informan adalah orang yang menjadi sumber data dalam penelitian atau orang yang
memberi keterangan. Informan adalah suatu istilah yang memberikan pengertian kepada
seseorang atau subjek yang bertugas memberikan data dalam bentuk informasi yang ia ketahui.
Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif sampling. Pemilihan
informan dengan teknik ini merupakan pengambilan sampel berdasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat yang
sudah diketahui sebelumnya. Adapun informan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 1.2 Informan Penelitian
N

Informan

Jabatan

Jumlah

o
1

H. Suyatno

Wakil Bupati Rokan

2
3

Dedi Humadi. S.E


H. Joni Irwan

Hilir
DPRD Komisi I
Kepala Dispenda

1
1

Drs. H. Wan Amir Firdaus,

Provinsi Riau
Sekda Kabupaten

M.Si
Darwan, S.E

Rokan Hilir
Kabag Keuangan

Drs. Wan Ahmad Syaiful, M.Si

Kab. Rokan Hilir


Kepala Dispenda

Ahmad Bukhori

Kab. Rokan Hilir


LSM HIMBAU

6
7

Bagansiapiapi
Jumlah
Sumber : Data Olahan lapangan, 2012

1.6.5. Teknik Pengumpulan Data


Dalam menghimpun data-data yang dibutuhkan ada beberapa teknik yang dipergunakan
dalam penelitian ini yaitu:
a. Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi
penelitian, serta terhadap objek yang akan diteliti.
b. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan serangkaian wawancara atau tanya jawab
langsung pada informan, pertanyaan yang diajukan mengenai: Strategi Pemerintah
Daerah Kabupaten Rokan Hilir Untuk Memperolehh Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun
2009-2012
c. Dokumentasi
Merupakan sumber data yang diperoleh dari media cetak, dokumen-dokumen, peraturan
dan undang-undang terkait dengan Strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir
Untuk Memperolehh Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2009-2012.
1.6.6. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh terkumpul, lalu disusun dan diklasifikasikan berdasarkan tema dan
fokus penelitiannya. Penganalisaan data dalam penelitian ini dengan cara deskriptif kualitatif,
yaitu dengan cara memberikan gambaran secara umum dari penelitian yang menghasilkan data
mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari variabel yang
diteliti dan disajikan dengan uraian dan penjelasan berdasarkan data hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai