DEMENSIA (Irene Bitticaca)
DEMENSIA (Irene Bitticaca)
PENDAHULUAN
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis
demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan
yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan
masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus, hipertensi,
keganasan). Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan
kualitas hidup. Keberadaannya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi beban
bagi lingkungannya, tidak dapat mandiri lagi.
Pada tahun 2000 umur harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi 9,37
persen dari tahun sebelumnya. Dalam istilah demografi, penduduk Indonesia sedang bergerak
kearah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan umur
harapan hidup akan menambah jumlah lansia yang akan berdampak pada pergeseran pola
penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga
akan menambah populasi penderita demensia.
Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen menderita
demensia berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang berusia 80 tahun,
kira-kira 20 persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50
sampai 60 persen menderita demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia paling
sering. Kira-kira lima persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita
demensia Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang
berusia 85 tahun atau lebih. Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer
adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan
mempunyai riwayat cedera kepala.1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk
gangguan memori) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang
berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. Demensia secara
langsung disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan tertentu
(obat, narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi.1
2.2. KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik. Contohnya ialah pada pasien
dengan hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, dan kompleks
demensia dalam kondisi AIDS.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi misalnya: korea
Huntington, penyakit Schilder; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma
otak; infeksi otak dan meningen.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal (Tabel 1). Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia
yang reversibel dan irreversibel.2-4
Ciri
Penampilan
Aktivitas
Sikap
Cara berjalan
Demensia Kortikal
Siaga, sehat
Normal
Lurus, tegak
Normal
Demensia Subkortikal
Abnormal, lemah
Lamban
Bongkok, distonik
Ataksia, festinasi, seolah
Gerakan
Output verbal
Normal
Normal
berdansa
Tremor, khorea, diskinesia
Disatria, hipofonik, volum suara
Berbahasa
Abnormal, parafasia,
lemah
Normal
Kognisi
anomia
Abnormal (tidak mampu
memanipulasi
Memori
pengetahuan)
Abnormal (gangguan
Kemampuan visuo-
belajar)
Abnormal (gangguan
spasial
Keadaan emosi
konstruksi)
Abnormal (tak
gerakan)
Abnormal (kurang dorongan
memperdulikan, tak
drive)
menyadari)
Penyakit Alzheimer, Pick
Contoh
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/
irreversibel.3
Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
-
Penyakit Pick
Penyakit Huntington
Penyakit Parkinson
3
Degenerasi olivopontocerebellar
Penyakit Kuf
Gangliosidoses
pMetabolik-gangguan
sistemik
Gangguan intrakranial
Keadaan defisiensi
Gangguan collagen-vascular
Intoksikasi eksogen
syndrome Behcet.
alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic, thallium,
manganese, nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.
2.3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular memiliki prevalensi paling banyak dari semua kasus. Penyebab
demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan
trauma kepala.
(kemungkinan
sebanyak
50
persen
di
korteks),
dan
degenerasi
Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif
untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma
Down dan sampai derajat tertentu, pada penuaan normal.
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan
panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya
terdapat empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan
kandungan utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang
merupakan produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down
(trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit dimana
terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses
patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah
proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang
penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok
peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor
amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis
adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada
penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan
hipotesis bahwa suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada
nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang
mendukung adanya defisit kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah penurunan
konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase
adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan
tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis
kolinergik, seperti skopolamin dan atropin mengganggu kemampuan kognitif,
sedangkan agonis kolinergik, seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan
meningkatkan kemampuan kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit
Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinefrin didalam
lokus sareleus yang telah ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari
pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam
6
neuronal yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada
beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab
penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira lima persen dari semua
demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya
mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut.
Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal
penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan
fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai
contohnya, hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada
penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer.
2.7. PENYAKIT CREUTZFELDT-JAKOB
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang
disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu,
agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang
tidak mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan
prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem
saraf pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan
melalui kanibalisme ritual), dan sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia
progresif, familial, dan sangat jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan
dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai
dengan tidak adanya respon imun inflamasi.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat
ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah
yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai
individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif
singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama (delapan sampai 16 tahun). Onset
penyakit ditandai oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan
demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat
dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya
tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI
mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh
adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan
gelombang lambat dengan tegangan tinggi.
8
3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita
afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan katakata yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya
anu, itu, apa itu. Bahasa lisan dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap
lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang
dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar) atau palilalia yang berarti
mengulang suara atau kata terus-menerus.
4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan
motorik, fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita
dapat mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut)
atau melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia
dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.
5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali
kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi
anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin.
Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali
benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau
uang logam.
6. Gangguan fungsi eksekutif
Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini
mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal
yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan
kemampuan berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat
urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam
berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide baru
serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau
kompleks.
7.
Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya
11
dan
gangguan
tidur-mungkin
menunjukkan
lokasi
penyakit
serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga lebih sering pada
demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan
kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai
perilaku abstrak. Pasien mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari suatu
contoh tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan
persamaan
di
antara
konsep-konsep.
Selanjutnya,
kemampuan
untuk
membuat
pertimbangan
yang
sehat
adalah
terganggu.
Goldstein
juga
diperhatikan. Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan,
gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah atau gaya yang bodoh, apatik atau kosong
menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan ingatan.
1. Demensia tipe Alzheimer
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk demensia tipe Alzheimer menekankan
adanya gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala
lain dari penurunan kognitif (afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang
abnormal). Kriteria diagnostik juga memerlukan suatu penurunan yang terus
menerus dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, dan
menyingkirkan penyebab demensia lainnya. DSM-IV menyatakan bahwa usia
dari onset dapat digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau
lambat (setelah usia 65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi
kode dengan diagnosis, jika sesuai.
2. Demensia Vaskular
Gejala umum dari demensia vaskular adalah sama dengan gejala untuk
demensia tipe Alzheimer, tetapi diagnosis demensia vaskular memerlukan bukti
klinis maupun laboratoris yang mendukung penyebab vaskular dari demensia.
14
Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya MRI,
telah membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus.
Suatu bidang penelitian yang sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi
komputer emisi foton tunggal (single photon emission computed tomography; SPECT)
untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam berbagai jenis demensia; dan tidak
lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu dalam diagnosis banding
klinis penyakit demensia.
a. Demensia tipe Alzheimer versus demensia vaskular
Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer
dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama
satu periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin
tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering
pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian
juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.
b. Demensia vaskular versus Serangan Iskemik Transien
Serangan iskemik transien (transient ischemic attacks/ TIA) adalah episode
singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya
lima sampai 15 menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin
bertanggung jawab, episode seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari
suatu lesi intrakranial proksimal yang menyebabkan iskemia otak transien, dan
episode biasanya menghilang tanpa perubahan patologis yang bermakna pada
jaringan parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan iskemik transien
yang tidak diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian,
pengenalan serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting
untuk mencegah infark otak.
c. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia.
Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan
dan memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif,
sementara demensia menunjukkan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif
yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada
demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam
15
keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka
dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati
penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang
sebenarnya.
d. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit
berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara
menyeluruh. Kadang-kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk
pada pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia,
sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan
gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan
medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat
keluarga, serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat
demensia bersama-sama dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua
diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.
e. Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan
fungsi kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya
abstraksi).
f.
Retardasi mental
Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang
diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18
tahun. Apabila demensia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis
demensia dan retardasi mental dapat ditegakkan bersama-sama asal kriterianya
terpenuhi.
g. Skizofrenia
Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi
skizofrenia muncul pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala
yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif
pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada demensia.1
2.16. TERAPI
16
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang
mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan
pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar
jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris,
dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktorfaktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes
dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti,
karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi
kognitif.
Terdapat lima hambatan utama sehubungan dengan terapi demensia:
1. Kompleksitas biologi dan biokimia otak; interaksi dan ketergantungan antar
komponen belum diketahui secara jelas
2. Kesulitan dalam hal menentukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik
3. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan
perubahan metabolik yang ada
4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan
aspek farmakologik
5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama
dalam menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian
17
Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia
bukan sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang
situasi demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan
tepat.
Obat untuk demensia
a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.
Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada
beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan
keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia
alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini
juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu,
kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian
obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu
sistem kardiovaskular.
b. Choline dan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan
hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti
untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor,
choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan,
namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada
sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin
hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58
persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh
perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan
dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik,
pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan
umum.
d. Nootropic agents
18
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate.
Keduanya
berpengaruh
terhadap
katekolamin.
Co-dergocrine
mesylate
dan
demensia
jenis
Alzheimer.
Nimodipin
memelihara
sel-sel
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH, editors. Adams and Victors principles of neurology. 8 th ed. New
York: Mc Graw Hill; 2005. p.355-66.
2. Greenberg DA. Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurology. 5 th ed. New York: Lange;
2002. p.8-60.
3. Rohkamm R. Color atlas of neurology. New York: Thieme; 2008. p.70-89.
19
4. Baehr M, Fotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus: anatomi, tanda, gejala. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. h.286..
5. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. The human nervous system
structure and function. 6th ed. New Jersey: Humana Press; 205. p.460-70.
20