Anda di halaman 1dari 1

Penataan [R]uang Kota Yogyakarta

Penataan ruang Kota Yogyakarta kini tidak senyaman penataan ruang Kota Yogyakarta
dulu. Rasanya, slogan Jogja Berhati Nyaman tidak pantas disandang Kota Yogyakarta untuk
saat ini. Saat ini, Kota Yogyakarta tidak sedang melakukan penataan ruang melainkan penataan
uang. Ruang-ruang Kota Yogyakarta marak ditanami bangunan-bangunan tinggi yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan keniscayaan bagi
Indonesia sebagai negara berkembang. Akan tetapi, lambat laun Kota Yogyakarta tidak ada
bedanya dengan kota-kota lain di Indonesia
Dua tahun terakhir, Masyarakat Kota Yogyakarta menggaungkan tagar #JogjaOraDidol.
Tagar tersebut merupakan simbol keresahan masyarakat terhadap banjirnya pembangunan
hotel, apartemen, dan mall di Kota Yogyakarta. Tercatat pada tahun 2016, Kota Yogyakarta
telah memiliki 55 bangunan bertingkat diatas enam hingga 18 lantai di Kota Yogyakarta.
Masyarakat lokal khawatir Kota Yogyakarta akan kehilangan kenyamanan dan citranya
sebagai kota yang khas budaya dan sejarah. Di sisi lain, Kota Yogyakarta merupakan destinasi
favorit kedua wisatawan setelah Kota Denpasar sehingga fasilitas pendukung kegiatan wisata
dibutuhkan seperti tempat huni. Dua keadaan tersebut juga diungkap oleh Budihardjo bahwa:
[] Kota adalah panggung kenangan kolektif dari seluruh warganya sebagai karya
seni sosial dalam bentuk mosaik kolase waktu [] Di sisi lain, semua pihak harus juga
harus mewaspadai kecenderungan kota sebagai ladang pertempuran ekonomi serta
kanca pertarungan politik dan kekuasaan. (2014:14).
Ladang pertempuran ekonomi di Kota Yogyakarta merupakan peluang bagi pemerintah
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Akan tetapi, peningkatan pendapatan
daerah yang diperoleh tidak sebanding dengan dampak dari pembangunan itu sendiri. Berbagai
masalah muncul seperti macet, penurunan kualitas lingkungan, dan perekonomian tradisional
kurang diminati. Menurut Budihardjo (2014), Kemajuan kota bisa menyebabkan kota itu
sendiri menjadi rusak (miseropolis) karena merajalelanya pembangunan yang tidak
dikendalikan dan tidak memperhatikan yang akan datang.
Kerusakan kota akibat permasalahan yang muncul berdampak pada keadaan cucu-cucu
Kota Yogyakarta. Mereka tidak merasakan kenyamanan Kota Yogyakarta. Selain itu, mereka
tidak tidak mengenal sejarah dan budaya Kota Yogyakarta secara langsung. Budihardjo (2014:
107) mengungkapkan bahwa: Kota yang baik adalah kota yang bisa menyuguhkan sejarah
kota dari waktu ke waktu yang kasat mata, fisik, dan visual.

Anda mungkin juga menyukai