Anda di halaman 1dari 6

Disinfeksi dan Disinfektan

A. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh zat kimia (disinfektan) terhadap pertumbuhan bakteri dengan menggunakan paper
disk.
2. Untuk mengetahui berbagai zat kimia yang dapat digunakan pada proses disinfeksi
3. Untuk mengetahui tingkat keefektivan disinfektan pada proses disinfeksi.

B. Tinjauan Pustaka
Disinfeksi berarti mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen sehingga tidak menyebabkan suatu
penyakit. Zat kimia yang digunakan pada proses disinfeksi disebut diseinfektan yang digunakan pada objek
mati atau benda mati, sedangkan antiseptik digunakan pada jaringan hidup. Beberapa zat kimia dapat
menjadi disinfektan dan antiseptik, meskipun sebagian besar disinfektan terlalu keras untuk digunakan pada
jaringan hidup. Antibiotik, juga sering digunakan pada jaringan hidup (Black,2015).
Komponen-komponen disimpektan terdiri dari:
1. Garam atau basa yang kuat dengan komponen-komponen ammonium yang terdiri dari empat bagian.
2. Adanya unsur radikal dalam gram atau basa tersebut.
3. Radikal merupakan golongan alifat dan asam sulfat (Dwidjoseputro,1984).
Potensi, tingkat keefektivan suatu zat kimia antimikroba dipengaruhi oleh jangka waktu, suhu, pH dan
konsentrasi zat antimikroba, semakin tinggi konsentrasi zat tersebut semakin efektiv proses disinfeksi. Zat
antimikroba dengan konsentrasi tinggi dapat menjadi bactericidal yang dapat membunuh mikroorganisme
tersebut, sedangkan zat antikroba dengan konsentrasi yang lebih rendah dapat menjadi bakteriostatik yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Black,2015).
Untuk menguji tingkat keefektivan suatu zat antimikroba, dapat digunakan beberapa metode, yaitu
(Black,2015):
1. Metode Perhitungan Koefisien Phenol
Metode ini dilakukan dengan membandingkan disinfektan pada keadaan yang sama. Hasil dari perbandingan
ini disebut koefisin phenol.

2. Metode Kertas Saring


Metode ini menggunakan kertas saring berbentuk cakram (cakram) yang dicelupkan pada zat kimia yang
berbeda-beda.
3. Tes Dilusi
Suspensi bakteri diletakkan di atas piringan stainless steal kemudian dikeringkan. Masing pringan tadi
dicelupkan pada satu jenis zat antimikroba selama 10 menit, dihilangkan dan dicuci dengan air dan letakkan
di dalam tabung berisi suspensi bakteri. Kemudian diinkubasi dan dilihat hasilnya. Zat antimikroba yang
menghambat pertumbuhan bakteri pada dilusi terbaik merupakan zat antimikroba yang paling efektiv.
Disinfektan dapat dikatan ideal, apabila memiliki beberapa kualifikasi, sebgaia berikut (Black,2015):
1. Dapat bekerja cepat walaupun terdapat substansi organik, seperti pada cairan tubuh.
2. Dapat menghambat pertumbuhan semua mikroorganisme yang dapat menginfeksi tanpa merusak jaringan
atau menjadi toksik bila tertelan.
3. Dapat berpenetrasi dengan mudah saat beridisinfeksi tanpa menghilangkan warna.
4. Dapat mudah dipersiapkan dan stabil walaupun terpapar cahaya, panas dan faktor eksternal lainnya.
5. Tidak mahal dan mudah didapatkan serta digunakan.
Zat antimikroba dalam melakukan efeknya, harus dapat mempengaruhi bagian-bagian vital sel seperti
membran sel, enzim-enzim dan protein struktural. Menurut Pelczar (2005) cara kerja zat antimikoba dalam
melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :
1. Merusak Dinding Sel
Pada umumnya bakteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut dengan dinding sel. Dinding sel ini
berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan menahan sel, dinding sel bakteri tersusun oleh lapisan
peptidoglikan yang merupakan polimer komplek terdiri atas asam N-asetil dan N-asetilmuramat yang
tersusun bergantian, setiap asam N-asetilmuramat dikaitkan tetrapeptida yang terdiri dari empat asam amino,
keberadaan lapisan peptidoglikan ini menyebabkan dinding sel bersifat kaku dan kuat sehingga mampu
menahan tekanan osmotik dalam sel yang kaku.
Kerusakan pada dinding sel dapat terjadi dengan cara menghambat pembentukannya, yaitu penghambatan
pada sintetis dinding sel atau dengan cara mengubahnya setelah selesai terbentuk.Kerusakan pada dinding
sel akan berakibat terjadinya perubahan-perubahan yang mengarah pada kematian sel.
2. Mengubah Permeabilitas Membran Sel
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh suatu selaput yang dibatasi membran sel yang mempunyai
permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas fosfolipid dan protein. Membran sel berperan sangat fital
yaitu mengatur transport zat keluar atau ke dalam sel, melakukan pengangkutan aktif dan
mengendalikansusunan dalam diri sel.Proses pengangkutan zat-zat yang diperlukan baik ke dalam maupun

ke luar sel dimungkinkan kerena di dalam membran sel terdapat protein pembawa (carrier), di dalam
membran sitoplasma juga terdapat enzim protein untuk mensintetis peptidoglikan komponen membran luar.
Dengan rusaknya dinding sel bakteri secara otomatis akan berpengaruh pada membran sitoplasma, beberapa
bahan antimikroba seperti fenol, kresol, deterjen dan beberapa antibiotik dapat menyebabkan kerusakan
kerusakan pada membran sel sehingga fungsi permeabilitas membran mengalami kerusakan. Kerusakan
pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.
3. Kerusakan Sitoplasma
Sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air, asam nukleat, protein, karbohidrat, lipid, ion organik dan
berbagai senyawa dengan bobot melekul rendah. Kehidupan suatu sel tergantung pada terpeliharanya
molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya.Konsentrasi tinggi beberapa zat
kimia dapat mengakibatkan kuagulasi dan denaturasi komponen-komponen seluler yang fital.
4. Menghambat Kerja Enzim
Di dalam sel terdapat enzim dan protein yang membantu kelangsungan proses-proses metabolisme, banyak
zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga,
perak, air raksa dan senyawa logam berat lainnya umumnya efektif sebagai bahan antimikroba
padakonsentrasi relative rendah. Logam-logam ini akan mengikat gugus enzim sulfihidril yang berakibat
terhadap

perubahan protein yang terbentuk. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya

metabolisme atau matinya sel.


5. Menghambat Sintetis Asam Nukleat dan Protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan sangat penting dalam sel, beberapa bahan antimikroba dalam
bentuk antibiotik misalnya cloramnivekol, tetrasiline, prumysin menghambat sintetis protein. Sedangkan
sintesis asam nukleat dapat dihambat oleh senyawa antibiotik misalnya mitosimin. Bila terjadi gangguan
pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel..
C. Alat dan Bahan
Alat:
1. Cawan petri
2. Paper disk dengan diameter 0,5 inci
3. Pinset
4. Mikropipet
Bahan:
1. Biakan bakteri dalam medium NA cair:
a. Vibrio choleare
b. Candida orthosilopsis

D. Cara Kerjaan

B
ia
k
n
b
te
rd
o
u
ls
m
c
w
p
g
iM
e
d
iu
m
N
A
ta
n
g
k
lc
w
p
rb
s,d
ih
o
m
e
a
n
g
tu
k
8C
a
w
n
p
e
trid
b
g
m
j4
(,c
)u
k
s
o
lO
H
P
y
a
n
ie
p
d
ftm
g
-b
.B
a
g
in
-b
te
rs
u
k
m
d
,y
p
n
a
ib
o
tc
u
k
e
s
rm
h
d
f. B
ia
k
n
b
te
rs
u
d
o
lm
4
8
j,a
2
n
k
e
u
d
ic
th
s
ly
.
F. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, cawan petri dibagi menjadi 4 bagian yaitu a,b,c,d yang masing-masing bagian diberi
paper disk yang sudah dicelupkan ke dalam disinfektan yang berbeda. Pada Vibrio cholerae paper disk a

dicelup pada listerine,b pada wipol,c pada ekstrak jeruk nipis dan d pada kamomysin, sedangkan Candida
orthosilopsis paper disk a diceluplan pada listerine,b pada kamomysin,c pada esktrak jeruk nipis dan d pada
wipol.

Setelah diamati 24 jam, pada Vibrio cholerae tidak terdapat clear zone pada keempat paper disk tersebut, hal
ini mungkin saja terjadi karena disinfektan belum dapat bekerja maksimal pada waktu 24 jam atau
konsentrasi disinfektan yang diberikan kurang tinggi sehingga bakteri Vibrio cholerae resisten terhadap
disinfektan tersebut. Sedangkan pada Candida orthosilopsis, terdapat clear zone pada paper disk c (ekstrak
jeruk nipis) dengan clear zone sebesar 13,02 dan d (wipol) dengan clear zone sebesar 17,395. Tingkat
keaktifan suatu disinfektan tergantung pada waktu kontak. Pada pengamatan setelah 48 jam, pada Vibrio
cholrae tidak terdapat clear zone pada keempat paper disk tersebut, hal ini membuktikan bahwa konsentrasi
disinfektan yang diberikan kurang tinggi sehingga bakteri Vibrio cholerae resisten terhadap disinfektan
tersebut. Sedangkan pada Candida orthosiliospis, clear zone pada paper disk c dan d, diameter clear zone
menjadi 13,805 pada paper disk c dan 15,085 pada paper disk d.
Pada Vibrio cholerae, tidak terdapat zona bening pada paper disk b(wipo)l Karena menurut literatur,
desinfektan golongan alkohol umumnya tidak berfungsi efektif terhadap bakteri berspora serta kurang
berfungsi efektif bagi virus non-lipid. Hal ini juga diperkuat oleh Hartadi (2014) yang menyatakan bahwa
penggunaan bahan kimia berupa alkohol pada proses desinfeksi hanya berfungsi untuk bagian permukaan
yang kecil, tangan, dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol karena memiliki sifat yang stabil, tidak
merusak material penting, dan dapat dibiodegradasipeptidoglikan yang tinggi serta lebih resisten terhadap
gangguan fisik maupun kimia dibandingkan dengan struktur dinding sel dari kedua jenis bakteri ini jelas
berbeda karena bakteri gram negatif. Sedangkan, paper disk b (kamomycin) pada Candida orthosiliospis, hal
ini dikarenakan Candida merupakan khamir bukan bakteri yang seharusnya diberi antifungal bukan
antibiotik.

Pada Vibrio cholerae, tidak terdapat zona bening pada paper disk c (ekstrak jeruk nipis) karena merupakan
bakteri gram negatif,sedangkan esktrak jeruk nipis akan bekerja lebih optimal pada bekteri gram positif.
Sedangkan pada Candida orthosilopsis, terdapat zona bening pada paper disk c (ekstrak jeruk nipis). Jeruk
nipis memiliki kandungan asam sitrat 7-7,6%, damar lemak, vitamin b1 dan minyak atsiri, minyak atsiri
mengandung sitrat limonene, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinan, linalin asetat, flavonoid
(Hariana,2008). Minyak atisiri mempunyai fungsi antibakteri terhadap beberapa bakteri, yaitu
Staphylococcus

aureus,

Bacillus

cereus,

Salmonella

typhii

dan

golongan

candida

albicans

(Chanthaphon,2008).
Terdapat zona bening pada paper disk d (wipol) Candida orthosiliospis, dikarenakan wipol mengandung
alkohol yang berfungsi sebagai desinfektan. Alkohol sering digunakan sebagai zat kimia yang efektif dalam
membasmi mikroba terkecuali pada jenis mikroba yang memiliki spora sehingga ia dapat bertahan dan dapat
digunakan untuk sterilisasi dan desinfeksi. Beberapa bahan dalam suatu desinfektan yang biasa
dipergunakan terdiri dari alkohol, yodium, deterjen, dan betadine. Menurut Waluyo (2004) yang
menyatakan bahwa alkohol mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan juga sebagai pelarut lemak
yang dapat mendegradasi bagian lemak pada membrane sel sehingga mengalami kerusakan dan enzim akan
dimatikan oleh alkohol. Sedangkan pada Vibrio choleare, paper disk d(kamomycin) tidak terdapat zona
bening dikarenakan tersebut merupakan bakteri gram positif yang memiliki peptidoglikan lebih tebal
sehingga lebih resisten terhadap zat antimikroba. Struktur dinding bakteri gram positif adalah tebal dan
berlapis tunggal dengan kandungan peptidoglikan yang tinggi serta lebih resisten terhadap gangguan fisik
maupun kimia dibandingkan dengan struktur dinding sel dari kedua jenis bakteri ini jelas berbeda karena
bakteri gram negatif. Permeabilitas dinding sel dari jenis bakteri ini jelas berbeda karena bakteri gram
negatif mengandung peptidoglikan lebih sedikit sehingga memiliki pori-pori yang besar dibanding gram
positif sehingga bakteri gram positif lebih rentan terhadap antibiotik. (Lehninger, 1982)
Faktor utama yang dapat menentukan bagaimana disinfektan bekerja adalah kadar disinfektan, waktu yang
diberikan kepada disinfektan untuk bekerja, suhu disinfektan, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada dan
bahan yang didisinfeksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Volk (1993: 223), bahwa dalam penggunaan
disinfektan keefektifannya bergantung pada waktu kontak. Reaksi-reaksi kimia atau fisika yang akan terjadi
memerlukan waktu yang cukup untuk bergabung dan waktu yang diperlukan ini bergantung pada sifat
disinfektan, konsentrasi, pH, suhu, dan sifat organisme yang dihadapi dan perlu diperhatikan bahwa sel-sel
dalam populasi bakteri memiliki kesensitifan yang berbeda-beda terhadap disinfektan.
Menurut Kleins (2008) bahwa pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap
desinfektan daripada bakteri yang tua, pekat encernya konsentrasi lamanya berada dibawah pengaruh
desinfektan. Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan pula. Kenaikan temperatur akan menambah daya
desinfektan, selanjutnya medium juga dapat menawar daya desinfektan.

G. Kesimpulan
Terbentuknya zona bening akibat adanya disinfektan yang menghambat pertumbuhan bakteri. Pada Vibrio
cholerae tidak terdapat clear zone pada inokulasi 24 jam dan 48 jam karena merupakan bakteri gram positif
yang resisten terhadap antibiotik dan merupakan bakteri non-lipd sehingga resisten terhadap desinfektan.
Pada Candida orthosilopsis, terdapat clear zone pada paper disk c(ekstrak jeruk nipis) dan d (wipol),
diameter clear zone bertambah pada inokulasi setelah 48 jam. Keaktifan disinfektan tergantung pada waktu
kontak dengan koloni.

Refrensi
Black, Jacquelyn G. 2015. Microbiology: Principle and Exploration 8th. New York: Wiley
Dwidjoseputro. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Surabaya: Djambatan
Hariana, HA. 2008. Tanaman Obat dan Khaitanya. Jkarta: Niaga Swadaya
Kleins; Prescott; Harley. 2008. Microbiology 7th. New York: McGraw-Hill
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Erlangga
Pelczar, M.J ; E.C.S Chan. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press
Talaro, Kathleen Park. 2012. Foundation in Microbiology.
Volk, W. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga
Waluyo, L,. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UPT Penerbita UMM

Anda mungkin juga menyukai