Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Virus merupakan parasit intrasel. Replikasi virus terutama bergantung pada
proses sintesis sel inang (host, pejamu). Konsekuensinya, agar menjadi efektif, agen
antivirus harus mampu memblokir keluar atau masuknya virus ke dan dari dalam sel
atau menjadi aktif di dalam sel inang. Oleh sebab itu penghambat non-selektif dari
replikasi virus dapat mengganggu fungsi sel inang dan menyebabkan toksisitas.
Belakangan ini pencarian unsur kimia yang menghambat fungsi khusus virus menjadi
salah satu wilayah penelitian farmakologis yang paling aktif dilakukan.
Penilitian kemoterapi antivirus mulai pada awal tahun 1950-an, ketika
pencarian obat anti kanker menghasilkan beberapa senyawa baru yang mampu
menghambat sintesis DNA virus. Dua dari antivirus generasi pertama adalah 5iododeoxyuridine (IdUR) dan trifluoroothymidine. Rendahnya spesifisitas dari agenagen ini dalam hal agen-agen tersebut juga menghambat DNA sel (yaitu sel inang)
selain DNA virus menyebabkan agen-agen ini terlalu toksik untuk penggunaan
sistemik. Namun, keduanya efektif ketika digunakan secara topikal untuk pengobatan
keratitis herpes.
Sebagian besar agen antivirus yang didapatkan belakangan ini bekerja pada
sintesis dari purine dan pirimidine. Penghambat reverse transcriptase menyakatkan
transkripsi dari genom RNA HIV menjadi DNA, oleh karena itu mencegah sintesis
mRNA dan protein virus. Penghambatan protease bereaksi pada sintesis protein akhir
dan pengemasan sebelum perakitan.
B. Tujuan

Mengetahui obat-obat yang digunakan pada kemoterapi penyakit akibat virus


Mengetahui mekanisme kerja obat yang digunakan pada kemoterapi
Mengetahui efek samping yang ditimbulkan dari obat kemoterapi

C. Rumusan Masalah
1. Apa saja obat yang digunakan pada kemoterapi penyakit akibat virus?
2. Bagaimanakah mekanisme kerja obatnya?
3. Apa saja efek samping yang ditimbulkan dari obat tersebut?

Bab II
Isi

ACYCLOVIR
Acyclovir oral digunakan pada pengobatan herpes kelamin (genital) kambuhan dan
primer. Pada infeksi HSV primer, acyclovir, 200 mg lima kali sehari, memperpendek durasi
gejala, waktu pembuangan virus, dan waktu resolusi lesi selama sekitar lima hari. Acyclovir
intavena (10 mg/kg setiap 5 jam) merupakan pilihan pengobatan untuk ensefalitis herpes
simpleks dan infeksi HSV neonatus. Acyclovir intravena (5mg/kg setiap 8 jam) juga efektif
untuk pengobatan infeksi HSV kambuhan dan primer, namun dicadangkan untuk pasien
dengan penyakit-penyakit parah tertentu dan yang mengalami kesulitan dalam menelan pil.
Acyclovir topikal jauh lebih tidak efektif dibandingkan dengan terapi oral untuk infeksi HSV
primer.
Mekanisme Kerja
Untuk aktivasi, acyclovir memerlukan tiga langkah fosforilasi. Pertama, acyclovir diubah
menjadi derivat monofosfat oleh timidine kinase yang spesifik virus, kemudian menjadi
senyawa ditrifosfat dan trifosfat oleh enzim inangnya. Karena acyclovir memerlukan kinase
virus untuk fosforilasi awal, acyclovir diaktifkan secara selektif dan trifosfat hanya
berakumulasi pada sel yang terinfeksi. Acyclovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus
melalui dua mekanisme yaitu penghambatan kompetitif dari deoxyGTP utuk polimerase
DNA virus, dengan mengikat pada pola DNA sebagai suatu kompleks yang ireversibel, dan
terminasi rantai mengikuti penggabungan menjadi DNA virus.
Efek Samping
Efek samping tergantung cara pemberian. Misalnya, iritasi lokal dapat terjadi dari pemberian
topikal, sakit kepala, diare mual, dan muntah merupakan hasil pemberian oral, gangguan
fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara
intravena. Penggunaan harian acyclovir untuk gangguan herpes genital selama lebih dari
sepuluh tahun belum dikaitkan dengan berbagai efek selanjutnya. Sampai saat ini masih
belum ada bukti secara teraogenitas dalam penggunaan acyclovir dalam kehamilan terdaftar
dan tidak mempunyai efek terhadap produksi sperma seperti terbukti dari sebuah percobaan
kontrol-plaseboo pada pasien yang menerima acyclovir harian.

Anda mungkin juga menyukai